Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34773 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniadi
"Fenomena yang dijadikan obyek penelitian adalah penanganan kelompok preman yang tertangkap Polda Metro Jaya. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pernyataan kebijakan, implementasi kebijakan dan kompetensi anggota terhadap efektivitas penanganan kelompok preman yang tertangkap Polda Metro Jaya baik secara parsial maupun secara bermsa-sama. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian sebanyak 320 responden yang diambil dari populasi penelitian sebanyak 4.080 yang terdiri atas 890 Preman yang Tertangkap Polda Metro Jaya dan 3.190 personil Polda Mtero Jaya. Pengambilan sampel dari populasi menggunakan rumus Slovin. Pengumpulan data sekunder menggunakan studi kepustakaan, dan pengumpulan data primer menggunakan kuesioner penelitian. Pengolahan data menggunakan metode analisis regresi. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa Pernyataan Kebijakan, Implementasi Kebijakan dan Kompetensi Anggota berpengaruh positif dan signifikan terhadap Efektivitas Penanganan Kelompok Preman yang Tertangkap Polda Metro Jaya, baik sedcaraparsial maupun secarabersama-sama. Dari hasil pengukuran regresi ganda diketahui bahwa kontribusi pengaruh Kompetensi Anggota lebih besar dari kontribusi pengaruh Statement Kebijakan dan Implementasi Kebijakan. Dari penuturan informan teridentifikasi temuan yang menunjukkan masalah yang belum teratasi secara tuntas dalam menyikapi, mengatasi dan mengantisipasi kelompok preman di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Beberapa masalah yang dimaksud adalah bahwa efektivitas penanganan kelompok preman yang tertangkap Polda Metro Jaya belum optimal karena masalah premanisme dan perilaku kelompok preman tetap muncul di wilayah hukum Polda Metro Jaya; masalah tersebut tetap muncul karena akar permasalahan premanisme belum teratasinya secara tuntas.

Phenomenon that made by research object is freeman agglomerate handle which caught by Polda Metro Jaya. The research goal is to analysis of influence of policy statement, policy implementation and Member Competency toward effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro partially and also with. Research utilizes quantitative approaching. Observational sample as much 320 respondent that taken from by research population as much 4.080 ones consisting 890 crenellated Freeman Polda Metro Jaya and 3.190 Polda Metro Jaya persons Dignities. Sample take of population utilizes Slovin's formula. Secondary data collecting using Bibliography Study and Document Study, primary data collecting using questioner research. Data processing utilizes to methodic analysis regression. Conclusion that is therefore positive and significant influences of policy statement, policy implementation and competency members toward effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro Jaya. Therefore positive and significant influences of Policy Statement, Policy implementation and Competency goes together toward effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro Jaya. Of double regression measurement result is known that Interests affecting contribution Competency Members greater of influence contribution of Statement policy and policy Implementation. From tattle observational informants most finding identification that points out many problems that was settled complete ala in behaves, settle and anticipates vrijman group at Polda's territory of jurisdiction Dignity Metro. Severally problem which intended is effectiveness handle of vrijman agglomerate which caught by Polda Metro Jaya was optimal because vrijman group behavior problem makes a abode appearance at Polda Metro Jaya jurisdiction territory; that problems abode appearance because root about problem had not settling it complete.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Andhika Silamukti
"Fokus penelitian ini adalah menganalisa pelaksanaan program Samsat Digital Nasional (SIGNAL) di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya, serta faktor-faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan program, dan untuk menganalisis praktik hasil dari perspektif kesisteman dalam proses implementasinya. Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan menggunakan pendekatan kualitatif. Studi ini dilakukan di Kantor Samsat di Polda Metro Jaya tepatnya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hasil penelitian dalam implementasi SIGNAL di wilayah hukum Polda Metro Jaya telah berfungsi dengan baik meskipun masih terdapat berbagai kendala baik dari jaringan internet hingga pada kurangnya pemahaman masyarakat akan SIGNAL. Kemudian, beberapa hal yang menjadi factor penghambat SIGNAL meliputi minimnya pemahaman masyarakat, terbatasnya kuantitas dan kualitas personel, belum adanya strategi menumbuhkan minat masyarakat serta integrasi sistem SIGNAL yang belum menyeluruh. Adapun yang menjadi factor pendukung SIGNAL meliputi komitmen tinggi dari pimpinan Polri, efektivitas dan efisiensi SIGNAL, integrasi data yang komprehensif, adanya data NIK elektronik, serta transparansi dan akuntabilitas pembayaran secara online. Adapun untuk analisis SIGNAL dalam perspektif kesisteman yang akan datang, dilihat dari elemen sistem baik itu tujuan, , proses, masukan, keluaran, menakisme pengendalian, batas, serta lingkungan telah terpenuhi meskipun ada beberapa catatan terutama belum utuhnya integrasi sistem yang ada dalam SIGNAL seperti terkait pemutihan pajak kendaraan, blokir, serta ETLE. Kemudian, dari kacamata Rekayasa Ulang Proses Bisnis, dalam dimensi proses terpenuhi, sementara terkait dimensi fundamental, dramatis dan radikal tidak terpenuhi karena SIGNAL merupakan sistem parsial yang hanya pada pelayanan pajak kendaraan tahunan serta belum terintegrasi dengan sistem pelayanan kepolisian lainnya. Untuk mengoptimalkan SIGNAL di masa yang akan datang, dibutuhkan beberapa upaya pengembangan baik itu integrasi sistem, integrasi data, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan personel serta anggaran.

The focus of this research is to analyze the implementation of the National Digital Samsat (SIGNAL) program in the Legal Territory of the Polda Metro Jaya, as well as the factors that hinder and support the implementation of the program, and to analyze the practice of results from a systemic perspective in the implementation process. In this study, the type of data collected using a qualitative approach. This study was conducted at the Samsat Office at Polda Metro Jaya, precisely in the Special Capital Region of Jakarta. The results of the research in the implementation of SIGNAL in the jurisdiction of the Polda Metro Jaya have functioned well although there are still various obstacles, both from the internet network to the lack of public understanding of SIGNAL. Then, several things that are inhibiting factors for SIGNAL include the lack of public understanding, the limited quantity and quality of personnel, the absence of a strategy to foster public interest and the incomplete integration of the SIGNAL system. The supporting factors for SIGNAL include the high commitment of the National Police leadership, the effectiveness and efficiency of SIGNAL, comprehensive data integration, the existence of electronic NIK data, as well as transparency and accountability for online payments. As for the SIGNAL analysis in the future system perspective, it can be seen from the system elements, be it goals, processes, inputs, outputs, control mechanisms, boundaries, and the environment, although there are some notes, especially the incomplete system integration in SIGNAL as related vehicle tax whitening, blocking, and ETLE. Then, from the perspective of Business Process Reengineering, the process dimension is fulfilled, while the fundamental, dramatic and radical dimensions are not fulfilled because SIGNAL is a partial system that only covers annual vehicle tax services and has not been integrated with other police service systems. To optimize SIGNAL in the future, several development efforts are needed, including system integration, data integration, improving facilities and infrastructure, increasing personnel and budgets."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seala Syah Alam
"Kepemilikan senjata api telah menjadi isu penting di kalangan TNI/Polri belakangan ini. Bermula dari tertangkapnya anggota TNI AD yang menyuruh orang untuk membeli senjata api ilegal membuktikan adanya indikasi bahwa senjata api yang bebas dijual diluar berpangkal dari beberapa oknum militer maupun Polri. Pengawasan pendataan kepemilikan senjata api yang bersifat konvensional di DitIntelkam yang sarat dengan prosedur yang berbelit-belit dan panjangnya tahapan yang makan banyak waktu diduga menjadi salah satu faktor penyebab banyak pemilik senjata api enggan untuk meregistrasikan pucuk senjata yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan digitalisasi teknologi informasi dalam upaya mengawasi kepemilikan senjata api untuk mereduksi jumlah kasus-kasus penembakan dengan senjata api yang tidak teregistrasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan melibatkan wawancara kepada informan penelitian dan observasi terhadap proses pengawasan pendataan yang terjadi di DitIntelkam. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa sudah saatnya sistem konvensional yang diterapkan di DitIntelkam Polda Metro Jaya melakukan transformasi besar-besaran dengan basis Teknologi Informasi untuk mengoptimalkan pengawasan pendataan senjata api, khususnya yang ada di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

The ownership of firearms among Army and Police personnel has become an important issue lately. Beginning with the seizure of an ex-army personnel who ordered an unknown individual to buy illegal firearms has empirically proven that are illegally sold out freely come from several personnel members of army and police. The conventional way of controlling data collection of firearms in DitIntelkam which involves some complicated procedures along with long stages and time consuming is presumed to be one of the factors of lots of firearms owners feel reluctant in registering their own firearms. The aim of this research is to describe the use of information technology digitilization in an attempt to control the firearms ownership addressed to reduce the number of shootings using the unregistered firearms. The research method in this reseearch is qualitative describe by involving research informants and observations of controlling data collection in DitIntelkam Polda Metro Jaya. The research finding is that it is the time for DitIntelkam to transform from conventional way to apply the digitilization in the basis of Information Technology to optimalize the control of data collection of firearms, particularly in the DitIntelkam, Polda Metro Jaya.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Jure Pelawi
"Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan terjadinya pungli dalam kegiatan penindakan pelanggar lalu lintas di Indonesia adalah dengan menerapkan sistem tilang elektronik. Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) merupakan upaya digitalisasi dari proses tilang dengan memanfaatkan suatu teknologi informasi yang diharapkan menjadi inovasi dalam manajemen penindakan pelanggaran lalu lintas. Namun, dalam implementasinya masih banyak keluhan masyarakat/warga mengenai bagaimana berjalannya sistem ETLE ini oleh Polda Metro Jaya sehingga membuat timbulnya ketidakpercayaan publik. Terkait hal tersebut, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kepercayaan terhadap Polda Metro Jaya dalam Pemberlakuan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di DKI Jakarta. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu mixed method dengan memperoleh data kuantitatif dan kualitatif melalui survei dan wawancara mendalam. Survei dilakukan secara daring maupun secara luring dengan menggunakan platform google form yang menghasilkan 424 responden penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polda Metro Jaya dalam Pemberlakuan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di DKI Jakarta termasuk dalam kategori sedang dengan persentase 55,40% yang diperoleh dari komputasi tiga dimensi dalam penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi oleh Polda Metro Jaya dalam melakukan perbaikan kinerja dan sistem dalam pemberlakuan ETLE di DKI Jakarta agar tentunya dapat meningkatkan tingkat kepercayaan publik terhadap instansi.

One of the efforts that can be made to overcome the problem of extortion in traffic violations in Indonesia is to implement an electronic ticket system. Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) is an effort to digitize the ticket process by utilizing an information technology that is expected to be an innovation in the management of traffic violations. However, in practice there are still many complaints from the public/citizens about how the ETLE system is running by Polda Metro Jaya, causing public distrust. Related to this, the purpose of conducting this research is to analyze the level of trust in Polda Metro Jaya in the Implementation of Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) in DKI Jakarta. The data collection technique in this study, namely the mixed method by obtaining quantitative and qualitative data through surveys and in-depth interviews. The survey was conducted both online and offline using the Google Forms platform which resulted in 424 research respondents. The results showed that the level of public trust in Polda Metro Jaya in the Implementation of Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) in DKI Jakarta was in the medium category with a percentage of 55.40% which was obtained from three-dimensional computing in the study. It is hoped that this research can become a reference for Polda Metro Jaya in improving performance and systems in implementing ETLE in DKI Jakarta so that of course it can increase the level of public trust."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Mulyono
"Penerapan sunset policy di Indonesia sebagai suatu bentuk pengampunan pajak merupakan pengalaman yang benar-benar baru bagi dunia perpajakan di Indonesia. Penerapan kebijakan pengampunan pajak umumnya ditempuh sebagai langkah terakhir untuk meningkatkan penerimaan pajak karena apabila tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik dalam pelaksanaannya, kebijakan pengampunan pajak malah dapat menjadi kontraproduktif dengan turunnya tingkat kepatuhan pajak. Menilik potensi manfaat dan kendala yang ada dalam kebijakan pengampunan pajak, penelitian ini berupaya untuk mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pemilihan bentuk kebijakan dan penerapan sunset policy sebagai salah satu bentuk pengampunan pajak di Indonesia.
Dari pembahasan tersebut akan dianalisis juga kelebihan dan kekurangan dari kebijakan pengampunan pajak, khususnya sunset policy, pengalaman penerapan kebijakan serupa di negara lain, serta upaya-upaya yang diperkirakan dapat mengawal penerapan sunset policy di Indonesia dan mendukung peningkatan kepatuhan pajak pada umumnya. Sebagai upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penelitian ini memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan narasumbernarasumber yang memiliki kapasitas dalam bidang perpajakan, khususnya yang terlibat langsung dengan permasalahan sunset policy, yaitu dari kalangan legislatif, pengusaha, Direktorat Jenderal Pajak, dan pengamat. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survey persepsi masyarakat sebagai upaya mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih komprehensif dan mengetahui kemungkinan adanya deviasi antara hasil analisis dengan persepsi yang berkembang di masyarakat. Gambaran umum dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sunset policy di Indonesia dilatarbelakangi oleh upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak sejalan dengan meningkatnya tuntutan target penerimaan pajak, sekaligus sebagai upaya mengakomodasi aspirasi dunia usaha yang menginginkan adanya pengampunan pajak.
Manfaat terbesar yang diharapkan dari sunset policy ini adalah meningkatnya penerimaan pajak dan kesetaraan antara Wajib Pajak dengan Aparat Pajak, sementara kendala yang dihadapi terutama adalah masalah kepastian hukum, kerangka waktu sosialisasi yang minim dibarengi dengan kurangnya kapasitas kuantitas dan kualitas penguasaan materi aparat pajak mengenai sunset policy, kesiapan sistem, serta pengenaan tarif umum yang masih cukup tinggi. Pengalaman penerapan pengampunan pajak di Amerika Serikat menunjukkan bahwa keberhasilan pengampunan pajak sangat ditentukan oleh kapasitas penegakan hukum sebagai upaya utama sementara pengampunan pajak hanyalah bersifat kuratif dan komplementer.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian ini secara umum merekomendasikan pengutamaan penegakan hukum dalam meningkatkan kepatuhan pajak serta perbaikan kondisi struktural perekonomian agar tujuan meningkatkan penerimaan negara dapat berjalan lebih berkelanjutan. Secara khusus, penelitian ini merekomendasikan pelaksanaan sosialisasi sunset policy secara lebih baik melalui penerapan strategi komunikasi khusus, penguatan pengawasan internal di dalam Direktorat Jenderal Pajak sendiri, serta pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak dalam konteks sunset policy, peningkatan pelayanan perpajakan sebagai kompensasi pemberlakuan tarif umum, serta peningkatan kapasitas dan pengintegrasian sistem administrasi dan informasi perpajakan dengan lembaga-lembaga lain yang terkait.

Implementation of sunset policy in Indonesia as a form of tax amnesty is a brandnew experience for Indonesia?s taxation. Tax amnesty is by and large implemented as a last resort policy to increase tax revenue since it might contraproductively plummet tax compliance if it is not well prepared and managed during the implementation. With regards to benefits and obstacles inherent in tax amnesty, this study attempts to explore factors within the background underlying the selection of sunset policy as a form of tax amnesty that is implemented in Indonesia.
This study analyzes also the advantages and shortcomings of tax amnesty, more specifically of sunset policy, experience of other countries in implementing such policy, and possible efforts that can be taken to safeguard sunset policy implementation in Indonesia and improve tax compliance in general. A mix of qualitative approach and quantitative approach is incorporated in this study to capture more comprehensive depiction of the research inquiries.
The qualitative approach of this study was done through library research and indepth interview with key informants whose capacities in taxation matters are sufficient and also directly involved with sunset policy formulation. These key informants cover the legislative, business, government executive in taxation (Directorate General of Tax), and observers circle. The quantitative approach was done through perception survey find out possibilities of deviation between the analysis result and society?s perception.
The study findings in general show that sunset policy was drawn by efforts to increase tax revenue along with the soaring tax revenue target. It serves also to accomodate the business circles? aspiration demanding for tax amnesty. The main benefits expected from sunset policy are increases in tax base and equality improvement between taxpayers and tax authorities, while the main obstacles are problems in legal certainty, insufficient timeframe for socialization along with limited number of tax personnel with adequate knowledge to support the socialization, system readiness, and the relatively high normal tariff used in this program. The experience of tax amnesty implementation in the United States showed that the success of such program relies significantly on tax enforcement efforts as the main instrument, while tax amnesty shall only be used as curative and complementary policy.
Based on the analysis conducted, this study in general recommends legal and tax enforcement mainstreaming and improvement of economic structural condition in any efforts to make tax base and revenue improvement more sustainable. More detailed suggestions include the use of special communication strategy to support sunset policy socialization, strengthening internal supervision within the Directorate General of Tax and external supervision on the taxpayers within suset policy implementation, improvement of service for taxpayers to compensate the normal tariff applied, and capacity improvement of tax administration and information system through integration of the system with related institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24582
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eisenhower, Dwight P.
Washington DC: United State, 1957
815 EIS s (1);815 EIS s (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sirait, Tomi
"ABSTRAK
Dalam pemanfaatan teknologi informasi yang kritikal seperti e-commerce dan e-government, dibutuhkan sistem transaksi elektronik yang aman dan handal. Aman dan handal berarti memberikan jaminan terhadap keontentikan dari data atau transaksi elektronik, integritas data atau transaksi elektronik, dan nir-sangkal kepemilikan data atau transaksi elektronik.
Untuk mengatur hal itu maka pemerintah mengeluarkan Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang di antaranya mengatur tentang tanda tangan elektronik dan sertifikat elektronik.
Untuk menjalankan amanat hukum tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membangun Infrastruktur Kunci Publik (IKP) Nasional dengan Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) Induk sebagai root anchor-nya. Untuk hal itu Kemenkominfo perlu menyusun Certificate Policy (CP) dan Certification Practice Statement (CPS).
Penelitian dilakukan di PSrE Induk Infrastruktur Kunci Publik Nasional Indonesia di bawah tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah action research, untuk membangun CP dan CPS digunakan kerangka kerja RFC 3647. Metode wawancara, telaah dokumen digunakan untuk mendapatkan data. Metode focus group discussion digunakan untuk validasi konsep rancangan.
Hasil dari penelitian ini adalah satu dokumen CP IKP Nasional yang dapat digunakan oleh Kemenkominfo untuk mengatur kebijakan untuk pengelolaan seluruh sertifikat yang diterbitkan dalam IKP Nasional Indonesia, dan satu dokumen CPS Root CA Indonesia yang mendefinisikan prosedur dan praktek yang dilakukan oleh PSrE Induk dalam administrasi dan pengelolalaan sertifikat

ABSTRACT
In the critical use of information technology such as e-commerce and e-government, electronic transaction system needs safe and reliable. Safe and reliable means providing assurance for authencity of data or electronic transactions, data integrity or electronic transactions, and non-repudiation of data or electronic transactions.
To set it, the government of Republic of Indonesia issues Law (UU) No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions, and Government Regulation (PP) No. 82 of 2012 on the Implementation of Systems and Electronic Transaction, of which regulates the electronic signature and electronic certificate.
To execute the mandate of the law, the Ministry of Communications and Information Technology (Kemenkominfo) build a Public Key Infrastructure (IKP) and Root CA Indonesia as its root anchor. For that matter Kemenkominfo needs to write a Certificate Policy (CP) and Certification Practice Statement (CPS).
The study was conducted at the Indonesia National Public Key Infrastructure under the responsibility of the Ministry of Communications and Information Technology.
The research methodology used was action research, to build the CP and CPS we used RFC 3647 as framework. Interviews, and review of documents was methods used to obtain data. Focus group discussion method was used to validate the design.
The result of this study is a CP document, which regulates the life cycle all over certificates issued in IKP National and a CPS document, which defines the procedures and practices conducted by rooted CA in the administration and management of certificate."
2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Nazmi
"Penyelesaian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tertunggak, sangat serius ditangani pemerintah, terutama Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berbagai upaya terus dilakukan dan dikembangkan, baik secara sistem, pola, maupun peraturan. Tujuannya agar proses penyelesaiannya dapat dipercepat tanpa menimbulkan masalah. DJP menerbitkan dua ketentuan baru terkait proses penyelesaian restitusi. Pertama, PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN/PPnBM. Kedua, PER-124/PJ/2006 tentang Pelaksanaan Analisis Risiko dalam Rangka Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Lebih Bayar. Hal menarik dalam aturan baru ini adalah ditetapkannya analisis risiko untuk setiap permohonan restitusi PPN. Output dari proses ini akan berakibat pada ruang lingkup maupun jangka waktu pemeriksaan yang akan dilakukan. Kenyataannya tidak semua Pemeriksa memanfaatkan analisis risiko tersebut. Adapun masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana latar belakang dikeluarkannya kebijakan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak dalam proses pemeriksaan restitusi PPN yang berlaku saat ini? Bagaimana pemanfaatan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak oleh pemeriksa pajak dalam proses penyelesaian restitusi PPN?, dan bagaimana pengaruh analisis risiko Pengusaha Kena Pajak terhadap waktu penyelesaian pemeriksaan restitusi PPN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan latar belakang dikeluarkannya PER-124/PJ/2006 pada dasarnya untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 17B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. Permasalahan seputar tertundanya proses penyelesaian restitusi PPN mendorong DJP untuk menetapkan suatu prosedur yang mampu mendeteksi ketidakbenaran pelaporan Wajib Pajak sekaligus menentukan tingkat prioritas penyelesaian restitusi. Kebijakan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak diharapkan mampu mengakomodir kedua hal tersebut. Pemeriksa Pajak umumnya tidak menggunakan analisis risiko yang diatur dalam PER-124/PJ/2006 sebagai alat yang membantu pemeriksaan restitusi PPN, karena analisis risiko PKP terlalu bersifat umum dan sederhana serta tidak dapat menunjukkan indikasi pelanggaran Wajib Pajak. PER-124/PJ./2006 tidak memiliki pengaruh terhadap waktu penyelesaian restitusi PPN di KPP PMA Empat. Hal itu terbukti dari tidak adanya percepatan waktu penyelesaian restitusi antara sebelum dengan setelah diberlakukannya ketentuan tersebut. Saran yang disampaikan adalah ketentuan PER-124/PJ/2006 tidak diberlakukan lagi. Untuk mempercepat proses penyelesaian restitusi, ketentuan yang mengatur prosedur pemeriksaan restitusi dan ketentuan yang mengatur dokumen-dokumen pendukung restitusi harus segera diperbaharui. Ketentuan analisis risiko harus dapat mengukur tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak secara menyeluruh, bukan berdasarkan salah satu jenis pajak seperti yang dianut saat ini. Penentuan risiko seharusnya tidak hanya mengandalkan data hasil pemeriksaan, akan tetapi melibatkan juga data eksternal yang disusun dalam bentuk database, dikelola secara professional dan selalu diperbaharui. Hasil pengolahan database dapat dimanfaatkan guna menentukan tingkat pelayanan yang seharusnya diberikan kepada Wajib Pajak.

The government, especially the Directorate General of Tax is seriously handling the settlement of arrears of VAT restitution. Numerous attempts are done and improved concerning the system, the model as well as the regulation. The purpose is to settle the process as quickly as possible without creating any problem. Directorate General of Tax issued two regulations which concern with the restitution settlement process. The first regulation, PER-122/PJ/2006, deals with the settlement timing and the system of VAT/ luxurious goods tax. The second regulation, PER-124/PJ./2006, deals with Risk Analysis implementation in Audit Framework towards Notification Letter regarding the SPT masa on VAT overpayment. The interesting part found about the regulations is the conduct of risk analysis for each restitution request. The output of the analysis will affect the audit scope as well as the timing. Unfortunately, not all auditors make good use of the risk analysis. The main problems discussed in this research are: What is the background of issuing the policy of risk analysis on Taxable Entrepreneurs in the process of VAT restitution, which is effective now? How do tax auditors make good use of risk analysis on Taxable Entrepreneurs in the process of VAT restitution settlement? And How does risk analysis on Taxable Entrepreneurs affect the time needed for examination of VAT restitution settlement? The research methodology applied is descriptive methodology with qualitative approach.
The research finding shows that the background of issuing the Directorate General of Tax regulation number PER-124/PJ./2006 is to implement what is stated in article 17B in Edict number 6 year 1983 begarding the General Rules and Conduct of Tax which has been amended several times. The last amendment is as in Edict number 16 year 2000. Issues concerning the delayed of restitution settlement process pushed Directorate General of Tax to implement a procedure to be able to detect dishonesty report of tax payers along with deciding priority level in settling the restitution. Policy of risk analysis on Taxable Entrepreneurs (PKP) in auditing hoped accommodate both condition. Auditor used to be not using analysis risk which has been arranged in PER-124/PJ/2006 as a tool to help the audit restitution on VAT, since analysis risk on Taxable Entrepreneurs (PKP) is too general and simple also can not show the failure of taxpayers. PER-124 does not affect the length of time needed for VAT settlement process at Tax Service Office for Foreign Capital Investment Four. It is proven by the absence of time acceleration regarding restitution settlement compared to the previous condition in which PER-124 was not implemented. Suggestion is the regulation of PER-124/PJ/2006 should not be implemented anymore. To speed up the restitution process, the regulation which set up the procedure of restitution process and the regulation which set up additional documents for restitution should be renewed. Criteria of risk analysis should be formulated to measure disobedience of taxpayers overall, not based on one kind of tax which is currently used. Decision on risk should not depend on record on tax audit results, however it should also consider the external records from data base which is professionally managed and up to date. Results of processed data base should be able to access and give benefits to the service quality given to the taxpayers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24610
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Solahuddin
"Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak Tidak Langsung memiliki konsekuensi adanya dua pihak yang terlibat dalam pemungutan pajak, yaitu penjual sekaligus menjadi pemungut pajak, sedangkan pembeli adalah pembayar pajak. Jika pembeli tadi masih dalam mata rantai maka suatu saat akan bertindak sebagai penjual (pemungut pajak) demikian terus mekanisme berlaku sampai penaggung pajak yang sesungguhnya adalah konsumen akhir. Ada pengecualian yang dilakukan dengan penunjukkan bendaharawan pemerintah sebagai pemungut PPN. Dalam mekanisme yang lazim, maka penjual adalah pihak pemungut PPN, namun jika yang menjadi pembeli atau pengguna jasa adalah pemerintah, maka bendaharawan pemerintah yang memungut PPN. Pengecualian ini dimaksudkan untuk menjamin masuknya Pajak ke kas negara dengan lebih lancar.
Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan PPN menghendaki adanya bukti yang akurat tentang pemungutan pajak. Alat bukti adanya transaksi yang harus dipungut PPN adalah Faktur Pajak. Pada transaksi kepada bendaharawan pemerintah sebagai pemungut PPN, faktur pajak harus dibuat paling lambat pada saat dibuatnya tagihan/invoice. Dalam praktiknya Wajib Pajak yang melakukan pekerjaan/proyek dengan pemerintah, baik yang pembiayaannya dari pinjaman atau hibah luar negeri maupun dari APBN murni, pada saat melakukan penagihan kepada bendaharawan selalu membuat commercial invoice dan membuat faktur pajak dengan mengosongkan atau tidak mencantumkan tanggal faktur pajak, karena nanti akan diberikan tanggal pada saat tagihan tersebut dicairkan. Sementara tenggang waktu antara penagihan dengan pencairan tagihan biasanya memakan waktu yang cukup lama.
Masalah dalam penelitian ini yaitu apa latar belakang dikeluarkannya tata cara pembuatan faktur pajak? Bagaimanakah Implikasi dikeluarkannya ketentuan mengenai faktur pajak? Bagaimanakah cara mengantisipasi permasalahan pelaksanaan kewajiban PPN berkaitan dengan transaksi yang melibatkan bendaharawan pemerintah sebagai pemungut PPN? Alternatif-alternatif kebijakan yang bagaimanakah yang dapat menjadi solusi terbaik dari masalah saat pembuatan faktur pajak bagi pengusaha kena pajak rekanan yang menyampaikan tagihan kepada bendaharawan pemerintah sebagai pemungut PPN? Metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa latar belakang dikeluarkannya ketentuan tersebut adalah sebagai peraturan pelaksana dari UU PPN, memberikan kepastian hukum, mengoptimalkan sistem faktur pajak, dan menjadi sarana pengawasan faktur pajak. Implikasi berlakunya ketentuan atas pembuatan faktur pajak justru menyulitkan bagi PKP rekanan. Di lain pihak bagi DJP memerlukan tambahan pengawasan dalam pelaksanaan kewajiban PKP. Saran yang diberikan adalah penunjukkanbendaharawan dan KPPN sebagai pemungut PPN sebaiknya dihilangkan saja karena tidak sesuai dengan konsep dan karakter PPN.

Value Added Tax as an Indirect tax gives an impact on the involvement of two parties in levying tax, namely the seller as the tax levier, and the buyer as the tax payer. If the buyer is part of the chain, it will be the seller (tax levier) later on and it continues until it comes to the last consumer as the tax payer. There is an exception done concerning the appointment of The Government Treasurer as the levier of VAT. In regular mechanism, the seller is the one who levies the tax, but if the buyer or the service user is government, then the tax will be levied by the Government Treasurer. Such exception is aimed to guarantee that the tax goes to the Government Treasury more smoothly.
Mechanism of crediting VAT input tax requires accurate evidence concerning tax levies. The evidence of the existence of a transaction in which tax must be levied is tax invoice. At transaction to Government Treasurer as VAT levier, tax invoice is made at the latest on the same date as the date of the invoice. In practice, tax payers who carry out projects with government and financed by loan, donation from other countries or merely by The National Budget always make commercial invoice and tax invoice by not putting the date of the tax invoice or by leaving it blank when they hand over the claim to the treasurer.
The problems in this research are: What is the background of the issue of tax invoice regulation? What is the implication of tax invoice regulation towards the implementation of VAT which involves the Treasurer as tax levier for tax payers as well as tax officers? How to anticipate the problems in implementing VAT which involves the Treasurer as VAT levier? What policy can be used as the best solution of the problem caused by the Treasurer as VAT levier? The research method used is descriptive method with both qualitative and quantitative approaches. Data collection is done by interview and library research.
The result of the analysis shows that the background of the issue of tax invoice regulation includes some aspects, namely: to play the role as the rules of implementation of VAT Law, to assure law certainty, to optimize tax invoice system, and to be an instrument to monitor tax invoice. The implication of tax invoice regulation making is difficult for taxable entrepreneur. The other hand, Directorate General of Tax must do extra monitoring in doing the obligation of taxable entrepreneur.It is suggested that the appointment of the Treasurer and KPPN as VAT levier be eliminated since it does not go with the concept and the characteristics of VAT."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24608
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>