Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114482 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwin Umi Latifah
"Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang bersumber dari virus arbovirus ditransmisikan oleh nyamuk Aedes sp yang menular keseluruh dunia
termasuk Indonesia. Penyakit ini bersifat endemis di beberapa wilayah seperti
Jawa Barat salah satu diantaranya adalah kabupaten Cirebon yang kasusnya selalu
ada di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara spasial
kejadian penyakit demam berdarah dengue di kabupaten Cirebon pada tahun
2014-2018. Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi ekologi yang
dimana menganalisis secara populasi antara variabel iklim (suhu udara,
kelembaban udara, curah hujan, dan kecepatan angin), kepadatan penduduk, dan
angka bebas jentik dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini
menggunakan analisis hubungan grafik, analisis statistik yaitu uji statistik uji
korelasi, dan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
hubungan signifikan secara statistik antara kepadatan penduduk dengan kejadian
penyakit demam berdarah dengue. Untuk variabel lain dalam penelitian ini tidak
menunjukkan adanya hubungan secara signifikan. Hasil analisis spasial
menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel angka bebas jentik dengan
kejadian penyakit demam berdarah dengue dan adanya hubungan yang lemah
antara variabel kepadatan penduduk dengan kejadian penyakit demam berdarah
dengue. pemerintah Kabupaten Cirebon secara keseluruhan adalah mengadakan
kerjasama yang lebih baik antara Dinas Kesehatan, Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, badan pusat
statistik untuk membuat regulasi terkait penanganan demam berdarah dengue dan
mengajak masyarakat untuk melakukan program-program pencegahan penyakit
demam berdarah dengue.

Dengue hemorrhagic fever is a arbovirus disease transmitted by Aedes sp.
throughout the world including Indonesia. This disease is endemic in several
regions such as West Java, one of regions is Cirebon regency whose cases are
always in the region. This study aims to spatially analyze the incidence of dengue
fever in Cirebon regency in 2014-2018. This study uses an ecological study
design, which analyzes the population between climate variables (air temperature,
relative humidity, rainfall and wind speed), population density, and larval free
numbers using secondary data. This study uses graphical relationship analysis,
statistical analysis that is statistical test correlation test, and spatial analysis. The
results showed that there was a statistically significant relationship between
population density and the incidence of dengue fever. For other variables in this
study did not show a significant relationship. The results of spatial analysis
showed that there was no relationship between larval free variables with the
incidence of dengue fever and has weak relationship between population density
variables and the incidence of dengue fever. Cirebon Regency government must
establishing better cooperation between the Health Office, the Meteorology,
Climatology and Geophysics Agency, the Population and Civil Registry Agency,
the statistical center to make regulations regarding the handling of dengue fever
and to encourage the public to doing prevention programs dengue hemorrhagic
feve
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliyana
"Perilaku lelaki berhubungan seks tidak aman dengan lelaki merupakan perilaku yang cenderung tertutup dan sulit ditemui di populasi umum, dengan jumlah kaum LSL yang semakin meningkat dan prevalensi HIV dan IMS masih tinggi di kalangan LSL, penelitian terkait HIV pada LSL masih belum banyak ditemui di Indonesia, serta kejadian HIV yang merupakan salah satu masalah kesehatan yang timbul dengan berbagai faktor.
Desain penelitian ini adalah potong lintang, dengan menggunakan data sekunder Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) di Indonesia Tahun 2011, Variabel dependen adalah kejadian HIV (+) dan variabel independennya meliputi karakteristik demografi (umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan), pengetahuan mengenai HIV-AIDS, perilaku (perilaku seksual dengan pasangan seks tetap, konsumsi napza, merasa berisiko tertular, riwayat mengalami gejala IMS), dan layanan klinik VCT. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi LSL yang mengalami status HIV(+) sebesar 8,5%, rata-rata umur LSL yaitu 29 tahun, sebagian besar LSL berpendidikan SMU/sederajat sebesar 52%, sebagian besar bekerja sebagai karyawan sebesar 32,4%, dengan status belum kawin sebesar 77,5%. Proporsi LSL yang memiliki pasangan tetap sebesar 56,3%. Sebagian besar LSL tidak mengkonsumsi napza sebesar 89,6%, merasa berisiko tertular 64,5% dan sebesar 30,7% LSL pernah mengalami gejala IMS, serta sebagian besar reponden tidak di rujuk ke layanan VCT sebesar 77,2%.
Faktor-faktor yang ada hubungan bermakna dengan kejadian HIV (+) pada LSL adalah tingkat pendidikan, status belum kawin dibandingkan dengan status kawin, bekerja disalon/panti pijat yang dibandingkan karyawan, merasa berisiko tertular, dan layanan klinik VCT.

The behavior of men having unsafe sex with men is tend to be closed and difficult to find in the general population. With the increasing number MSM (Men who have Sex with Men) and prevalence of HIV and STI stil remains high among MSM, HIV-related research on MSM also not widely found in Indonesia, as well as the case of HIV is a health issues that causes with various factors.
The study design was cross-sectional, using secondary data Integrated Biological and Behavioral Surveillance (IBBS) in the group of Men who have Sex with Men (MSM) in Indonesia in 2011. The dependent variable is HIV (+) incidence and the independent variables include demographic characteristics (age, education, occupation, marital status), knowledge about HIV-AIDS, behavior (sexual behavior, drug consumption, perceive by risk of contracting, history of IMS symptoms) and VCT clinics services. Data analysis was performed by univariate and bivariate analysis.
The results showed that the proportion of MSM with HIV (+) status approximately 8.5% , the MSM average age is 29 years old, most of the MSM education was high school/equivalent was 52%, mostly working as an employee approximately 32.4%, unmarried status approximately 77.5%. The proportion of MSM who had a regular partner approximately 56.3 %. Most of the MSM do not consume drugs approximately 89.6%, perceive by risk of contracting approximately 64.5% and approximately 30.7% of MSM had experienced symptoms of IMS, as well as most of the respondents did not refer to the VCT service approximately 77.2%.
Factors that not have significant correlation with the incidence of HIV (+) on MSM is: level of education, unmarried status compared with marital status, work at salon / massage parlor compared by office employees, perceive by risk of contracting , and the VCT clinic services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Aldis Ruslialdi
"HIV/AIDS berdampak kepada peningkatan kerentanan terkena infeksi penyakit lain yang berujung kepada kematian. Menurut UNAIDS, Indonesia termasuk ke dalam daftar negara dengan kematian akibat AIDS tidak mengalami penurunan atau laju penurunannya kurang dari 25%. Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian dan faktor atau determinan utama yang berhubungan dengan kematian berkaitan AIDS pada pasien HIV/AIDS di unit rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2008-2012. Sampel penelitian ini sebanyak 207 pasien. Data pasien diambil dengan memanfaatkan data rekam medis pasien untuk melihat variabel independen yang terdiri dari jenis kelamin, umur, pekerjaan, kadar CD4, faktor risiko penularan, jumlah penyakit yang diderita, status gizi, riwayat gangguan syaraf pusat, riwayat konsumsi obat ARV, dan kondisi psikologis untuk nantinya dihubungkan dengan status kematian pasien HIV/AIDS. Analisis data dilakukan hingga analisis multivariat dengan model prediksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian AIDS sebesar 28,5%. Dari hasil analisis multivariat didapatkan 4 variabel yang berhubungan dengan kematian AIDS, yaitu status gizi kurang dari normal (OR=4,75) dengan 95% CI (2,278-9,917), riwayat gangguan syaraf pusat (OR=1,82) dengan 95%CI (1,025-3,251), jumlah penyakit yang diderita lebih dari 5 penyakit (OR=4,09) dengan 95%CI (1,854-9,043), dan kadar CD4. Kadar CD4 menjadi faktor paling berpengaruh terhadap kematian AIDS dengan nilai OR sebesar 5,9 dengan 95%CI 2,096-17,106. Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan upaya peningkatan awarenessakan pentingnya kontrol kadar CD4 darah untuk pasien HIV/AIDS dan upaya pendukung lainnya untuk mencegah kematian AIDS seperti peningkatan kualitas gizi pasien AIDS, skrining dan deteksi dini gangguan syaraf pusat, dan pencegahan komplikasi penyakit

HIV/AIDS impact to increased susceptibility to other diseases infections which lead to death. The death of AIDS is also a problem, especially in Indonesia. According to UNAIDS, Indonesia is included in the list of countries where deaths from AIDS do not decline or rate of less than 25% of his descent. This research is observational research, design with cross sectional. This research aims to know the description and the main factors which related to mortality of AIDS HIV/AIDS in inpatient unit RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo in 2008-2012. The sample of this research are 207 patients. Data collected by utilizing the patient's medical record data to see the independent variables consisted of gender, age, job, CD4 levels, risk factors of transmission, the amount of illness suffered, nutritional status, history of central nervous disorders, drug consumption history ARV consumption, and psychological conditions to be linked with the status of a patient's death related with HIV/AIDS. The data analysis done to multivariate analysis with prediction model.
The results showed that the AIDS death prevalence reach up to 28.5%. The results of Multivariate analysis obtained 4 variables related to the death of AIDS, poor nutritional status (OR=4,75) with 95% CI (2,278-9,917), central nervous disorder history (OR=1,82) with 95% CI (1,025-3,251), the number of illnesses suffered more than 5 disease (OR=4,09) with 95% CI (1,854-9,043), and CD4 levels. CD4 levels became the most influential factors towards AIDS deaths with a value of 5, 9 OR and 95% CI (2,096-17,106). From the results can be recommended the efforts to increased awareness toward control CD4 blood levels for HIV/AIDS patients and other supporting efforts to prevent deaths of AIDS such as improved quality of nutrition AIDS patients, screening and early detection of central nervous disorders, and prevention of complications of the disease.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiany Sukmawati
"ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorragic Fever (DHF)
merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem
kesehatan masyarakat. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Kejadian
demam berdarah dengue di Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan pada setiap 3
tahun terhitung mulai tahun 2007-2015, pada 2010 dan 2013 sehingga diperkirakan
akan mengalami kenaikan pada tahun 2016. Dan jika dilihat dari rata-rata jumlah kasus
DBD per bulan dari tahun 2011-2015 terlihat bahwa kasus DBD berada pada posisi
puncak di bulan Januari, Juni dan Juli. Sehingga pada tahun 2016 Januari akan
mengalami kenaikan jumlah kasus. Tujuan penelitian ini adalah didapatkan gambaran
secara spasial wilayah beresiko Demam Berdarah Dengue pada 5 kecamatan di
Kabupaten Tangerang Tahun 2016. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi
karakteristik individu,yaitu karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
perilaku, pengetahuan dan variabel deteksi serologi agen serta variabel lingkungan
vektor, yaitu suhu, kelembaban dan breeding place. Penelitian ini menggunakan desain
korelasi Ekologi dengan pendekatan spasial. Penelitian ini meneliti sampel sebanyak
150 sampel dari 5 wilayah kecamatan endemis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola sebaran kasus DBD menunjukan
bahwa kecamatan Curug memiliki kasus paling tinggi yang sebanding dengan sebaran
keberadaan jentik dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain, Dominasi serotipe
virus DEN-2 dan DEN-3 dan hasil kuesioner didapatkan kecamatan Cikupa memiliki
tingkat pengetahuan dan prilaku mengenai demam berdarah dengue paling rendah, yaitu
sebanyak 28 responden dari 30 (93,3%) memiliki pengetahuan kurang dan 25 responden
dari 30 (83,3%) memiliki pengetahuan kurang.

ABSTRACT
Demam berdarah dengue or Dengue Haemorragic Fever (DHF) is a disease
caused by dengue virus infection remains a public health problem. Number of
patients and the area of distribution is increasing along with the increasing
mobility and population density. The incidence of dengue fever in the district of
Tangerang has increased in every 3 years starting from the year 2007 to 2015, in
2010 and 2013 and is expected to increase in 2016. By the views of the average
number of dengue cases per month from 2011-2015 seen that dengue cases in the
top position in January, June and July. So in January 2016 will increase the
number of cases. The purpose of this study was obtained picture of the spatial
region are at risk of Dengue Fever in 5 districts in Tangerang year 2016. The
variables studied in this research include individual characteristics age, sex,
education, occupation) behavior, knowledge and serological detection variables
agents and vectors environment variables, such as temperature, humidity and
breeding place. The design of this research is study ecological correlation with the
spatial approach. This study examined a sample of 150 samples of 5 areas
endemic in Tangerang.
"The results of this study showed that the distribution pattern of dengue cases"
"showed that the districts Curug have a case of the highest comparable to the distribution of the existence of larva than in other districts, domination virus serotypes DEN-2 and DEN-3 and the results of the questionnaire obtained districts Cikupa have a level of knowledge and attitudes regarding the lowest dengue fever, as many as 28 respondents out of 30 (93.3%) have less knowledge"
"and 25 respondents from 30 (83.3%) have less knowledge."
"
2016
S639890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Dwiyuli Setiani
"Selama tiga tahun terakhir, seluruh kelumhan di Kota Cirebon dinyatakan sebagai kelurahan endemis DBD. Kejadian penyakit DBD Kota Cirebon setiap tabun selalu meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2006 sebanyak 507 kasus. Meakipun prosentase angka kematian DBD Kota Cirebon dari tahun ke tahun mengalami penurunan akan letapi masih diatas angka nasional (1%). Tujuan pene1itian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian penyalcit DBD dan po1a hubungan secara spasial antara faktor risiko lingkungan iklirn (saku udara, kelembaban, curah hujan), faktor kependudukan (kepadatan penduduk, kepadntan permukirnan, peududuk usia kurang dari 15 tahun) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) terhadap kejadian DBD di Kota Cirebon dari tahun 2005 - 2007. Hasil analisis spasial memperlihalkan bahwa kasus DBD (2005-2007) banyak menyebar di wilayah padat permukiman. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan DBD adalah: kelembaban (p=0,043) dan penduduk usia kurang dari 15 tahun (p=0,027) terjadi ditahun 2005. Tahun 2007 variabel yang berhubungan dengan DBD adalah curah hujan (p=0,008), sedangkan tahun 2006 tidak ada variabel yang berhubungan. Distribusi yang hampir merata disemua variabel memberikan hasil tidak berhubungan.

During the last three years, all sub-districs at Cirebon Clty finding expression as endemics area of dengue fever. The incident rate of dengue fever at Cirebon City is always increasing every years and reaches the top in 2006 with 507 cases. Although the death rate percentage at Cirebon City are decreasing every year but still above the national rate). Objectives of research to find out the image of the incident rate of dengue fever and model of relationships spatialy between environmental risk factor of climate (temperature, humidity. and rainfall), demographics factors (population density. residences density, population of age lowest than 15 years) and Larva Free Rate (LFR) ofDHF incident at Cirebon City from year2005 to 2007. Design of the study used ecology design of time trend studies. The incident rate of dengue fever for look according to the time diffusion every years per sub-districs as analysis unit with making the secondary data. The analysis data is variable with dengue fever is rainfall {p""'0,008). whereas in 2006 years no associate variable with dengue fever."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21062
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Julita Pangesti
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan oleh nyamuk dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. DBD disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara spasial keterkaitan antara faktor-faktor risiko DBD yaitu kepadatan penduduk, ketinggian wilayah, indikator kepadatan vektor (HI, ABJ), cakupan PHBS (rumah tangga, TTU), dan pelayanan kesehatan (puskesmas) dengan kejadian DBD di tiap kelurahan Kota Depok pada tahun 2020-2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan spasial yang signifikan dengan pola sebaran kasus mengelompok yaitu pada variabel kasus DBD terhadap wilayah geografis tahun 2020 dan 2021, kepadatan penduduk terhadap kasus DBD tahun 2020 dan 2021, cakupan PHBS RT terhadap kasus DBD tahun 2020 dan 2021, cakupan PHBS TTU terhadap kasus DBD tahun 2021, dan variabel puskesmas terhadap kasus DBD tahun 2021.Sedangkan variabel pada tahun lainnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hasil skoring prioritas wilayah dengan risiko paling tinggi terhadap kejadian DBD di Kota Depok yaitu kelurahan Pancoran Mas, Beji, dan Kemirimuka. Peningkatan pengendalian DBD yang berfokus pada kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB), penguatan komitmen stakeholder untuk monitoring dan evaluasi pengendalian DBD, serta penguatan program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), pelatihan kader DBD, dan pemantau jentik di lingkungan masyarakat dan tempat-tempat umum diharapkan dapat menjadi kunci keberhasilan pengendalian kejadian DBD di wilayah Kota Depok.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus, transmitted by mosquitoes and is still a major public health problem in Indonesia. DHF is caused by various risk factors. This study aims to spatially identify the relationship between DHF risk factors, that is population density, altitude, vector density indicators (house index, free larva index), clean and healthy live behavior or PHBS (households, public places), and health services (puskesmas) with DHF incidents in each urban village area of Depok City in 2020-2021. The results showed that there was a significant spatial relationship with the pattern of distribution of cases in clusters, that is the variable DHF cases for geographical areas in 2020 and 2021, population density for DHF cases in 2020 and 2021, PHBS households coverage for DHF cases in 2020 and 2021, PHBS public coverage for DHF cases in 2021, and puskesmas for DHF cases in 2021. Meanwhile, the variables in other years do not show a significant relationship. The results of the priority scoring areas with the highest risk of DHF incidents in Depok City are the Pancoran Mas, Beji, and Kemirimuka sub-districts. Increasing DHF control that focuses on community empowerment activities with the Mosquito Nest Eradication (PSN) movement and Periodic Larvae Monitoring (PJB) activities, strengthening stakeholder commitment to monitoring and evaluating DHF control, as well as strengthening the Movement of 1 House 1 Jumantik (G1R1J) program, DHF cadre training, and larva monitoring in the community and public places is expected to be the key to successful control of DHF incidents in the Depok City area.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Dwi Syafitri
"Demam berdarah dengue (DBD) di Sumenep mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama 9 tahun, sejak 1999-2007dan pada tahun 2008 insiden DBD mengalami penurunan sedikit dari tahun sebelumnya, 2007. Berdasarkan berbagai penelitian, faktor iklim terutama suhu, kelembaban, dan curah hujan diyakini dapat berpengaruh terhadap angka insiden DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi faktor iklim dengan kejadian DBD di Sumenep, tahun 1999-2008. Hubungan suhu, kelembaban, dan curah hujan terhadap angka insiden DBD menggunakan studi ekologi time series dan dianalisis menggunakan uji korelasi dan regresi linier sederhana.
Hasil penelitian menyatakan bahwa suhu, kelembaban, curah hujan memiliki korelasi dengan DBD (p<0,05), yaitu secara berurutan (0,052; 0,000; 0,000). Insiden DBD memiliki korelasi dengan suhu (r = -0,178; p = 0,052) kelembaban (r = 0,600; p= 0,000), dan curah hujan (r = 0,464; p = 0,000).

Dengue in Sumenep were raising for past 9 years, since 1999 until 2007 and in 2008, the incidence decreased than incidence in 2007. Based on a several researches, climatic factors have well-defined roles in dengue transmision. The aim of this study is to find out the correlation between climatic factors like temperature, relativite humidity, and rainfall with dengue incidence in Sumenep District year 1999-2008. The relationship between temperature, relative humidity, and rainfall were studied using ecological time series study, and were analyzed by correlation and simple linier regression test.
The result of this study showed that temperature, humidity rainfall have significant correlation with DBD incidences (p>0,05), which is in a series (0,052; 0,000; 0,000). Dengue incidence was significantly correlated with temperature (r = -0,178; p = 0,052) relative humidity (r = 0,600; p = 0,000), and rainfall (r = 0,464; p = 0,000).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thamrin
"Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran maupun identifikasi perbedaan spasial keterkaitan antara faktor risiko penyakit DBD khususnya iklim, lingkungan, serta kepadatan penduduk terhadap persebaran kejadian DBD di Kota Bandar Lampung tahun 2006-2008. Jenis penelitian adalah deskriptif. Hasil analisis spasial pola sebaran DBD tidak merata dan bervariasi. Kondisi iklim sesuai kondisi perkembangan hidup Aedes aegypti. Sebaran DBD lebih banyak di wilayah kepadatan tinggi. Proporsi ABJ rata-rata per tahun berkisar 74%-9O,7%. Proporsi pengguna SAB berkisar l2,2%-60,3%. Hasil uji statistik semua variabel independen tidak signifikan. Penelitian menghasilkan beberapa kesimpulan dan saran kepada beberapa pihak berkompeten, masyarakat, serta unit analisis alternatif bagi peneliti lain.

This descriptive research is aimed at understanding the description and identification of spatial difference in Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) risk factors, especially those on account of climate, environment, and population density in an outbreak case in Bandar Lampung during 2006-2009. Based on the results of spatial analysis of DHF occurrence, it showed that the spread was sporadic and varied. Climatological condition had average number suitable for the growth of Aedes aegypti. It resulted in the annual prevalence of DHF cases. The spread relying on the factor of population density was prevalent. Larvae-free index proportion iluctuated with approximate annual larvae-ii-ee average index of 74%-90.7%. Clean water facility user proportion number in the same period moved between 12.2%-60.3%. Statistic analysis showed that all independent variables had no significant correlation with the outbreak. This research results some conclusions and bears suggestion to authorized bodies, public, and may become an alternative analysis unit for later researchers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34398
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Eka Putri
"Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit endemis di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk juga di wilayah tropis lainnya. Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Status gizi erat hubungannya dengan status imunologi seseorang yang berkaitan dengan imunopatogenesis dari DBD. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan stunting dengan kejadian DBD pada balita di Kabupaten Sumbawa. Desain studi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan kasus control. Sampel kasus akan di ambil dari keseluruhan kasus, dan untuk sampel kontrol akan diambil dengan menggunakan tekhnik sampel acak (Simple Random Sampling). Sehingga dapat disimpulkan jumlah kasus 97 (total kasus) keluarga yang memiliki balita dengan diagnosa DBD selama tahun 2018 sampai Maret 2020 (dari 5 wilayah kerja puskesmas dengan jumlah DBD pada balita terbanyak) sedangkan kontrol 194 keluarga yang memiliki balita yang merupakan tetangga kasus. Dari hasil bivariat dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian DBD pada balita di Kabupaten Sumbawa (p value = 0.0001) dengan OR = 3.269 (95% CI: 1.757-6.083). Pada analisis multivariate menunjukkan hal yang sama (p value = 0.0001) dengan OR = 3.22 (95% CI: 1.679-6.174). Hal ini menunjukkan bahwa balita dengan status gizi pendek dan sangat pendek meningkatkan risiko 3.22 kali terkena DBD.

Dengue Hemorrhagic Fever is an endemic disease in most parts of Indonesia, including in other tropical regions. Not all infected with dengue virus will show severe DHF manifestations. Nutritional status is closely related to a person's immunological status related to immunopathogenesis of DHF. The purpose of this study was to determine the relationship of stunting with the incidence of DHF in toddlers in Sumbawa Regency. The study design that will be used in this study is an analytic study with a case control design. Case samples will be taken from all cases, and for control samples will be taken by using a random sample technique (Simple Random Sampling). So it can be concluded the number of cases 97 (total cases) of families who have toddlers with DHF diagnoses from 2018 to March 2020 (from 5 working areas of puskesmas with the highest number of DHFs in toddlers) while control of 194 families who have toddlers who are neighboring cases. From the bivariate results it can be concluded that there is a significant relationship between nutritional status and the incidence of DHF in children under five in Sumbawa Regency (p value = 0.0001) with OR = 3,269 (95% CI: 1,757-6,083). In multivariate analysis showed the same thing (p value = 0.0001) with OR = 3.22 (95% CI: 1,679-6,174). This shows that toddlers with short and very short nutritional status increase the risk of 3.22 times getting DHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Delia Revorina
"

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang sebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi virus dengue dari penderita kepada orang lain. Penyakit ini endemik lebih dari 100 negara beriklim tropis dan sub tropis di belahan dunia. Sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) dari populasi yang berisiko terkena demam berdarah di seluruh dunia tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik Barat, salah satunya Indonesia. Pada tahun 2016, DKI Jakarta ditetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD, dengan jumlah penderita sebanyak 22.697 kasus dan Incidence Rate (IR) sebesar 220.8 per 100.000 penduduk. Kota Jakarta Barat menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kejadian DBD tertinggi dibandingkan dengan kota lain di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis spasial kejadian DBD di Kota Jakarta Barat tahun 2015-2019 dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti demografi, iklim, dan angka bebas jentik. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi ekologi dengan pendekatan analisis spasial dan analisis korelasi untuk melihat kekuatan hubungan antara kejadian DBD dengan faktor kepadatan penduduk, iklim, dan angka bebas jentik. Secara spasial kejadian DBD cenderung terjadi di wilayah dengan tingkat kepadatan tinggi dan ABJ rendah. Secara statistik, analisis korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk, kelembanam udara, dan curah hujan dengan kejadian DBD. Sedangkan suhu udara dan angka bebas jentik menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan terhadap kejadian DBD di Kota Jakarta Barat. Dari 56 kelurahan di Jakarta Barat, terdapat 53 kelurahan yang tergolong tingkat kerawanan tinggi, dan 3 kelurahan tergolong kategori kerawanan sedang terjadinya kasus DBD. Tingginya masalah kasus DBD di Jakarta Barat membuat Dinas Kesehatan sebaiknya meningkatkan upaya atau perencanaan serta optimalisasi pemberdayaan masyarakat dalam pemberantasan kasus DBD.

Kata kunci:

Demam Berdarah Dengue (DBD), Kepadatan Penduduk, Iklim, ABJ, Analisis Spasial.


Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease transmitted by Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes who infected with dengue virus. DHF have been affecting more than 100 tropical and sub-tropical countries in the world. Around 1.8 billion (more than 70%) of the population at risk of dengue fever worldwide live in countries of Southeast Asia and the Western Pacific Region, including Indonesia. In 2016, DKI Jakarta was assigned the status of outbreak of DHF, with a total of 22,697 cases and an incidence rate (IR) of 220.8 per 100,000 population. West Jakarta is one of the regions with the highest DHF incidence rate compared to other cities in DKI Jakarta. This study aims to determine the spatial analysis of the incidence of dengue in West Jakarta in 2015-2019 by considering several factors such as demographics, climate, and larval free index. This study uses an ecological study with a spatial analysis approach and correlation analysis to see the strength of the relationship between the incidence of DHF with factors of population density, climate, and larvae free index. Spatially the incidence of DHF tends to occur in areas with high density and low larvae free index. Statistically, correlation analysis shows that there is a significant relationship between population density, air humidity, and rainfall with the incidence of DHF. Meanwhile, there is no significant correlation between the air temperature and larvae free index with the incidence of DHF in West Jakarta. Result shows that from 56 urban villages in West Jakarta, there are 53 urban villages that are categorized as high vulnerability, and 3 urban villages categorized as medium vulnerability. The high problem of dengue cases in West Jakarta makes the authorities should increase efforts or planning and optimize community empowerment in eradicating dengue cases.

Keywords:

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), Population Density, Climate, Larvae Free Index, Spatial Analysis.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>