Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inez Hanida
"Latar Belakang : E. faecalis merupakan bakteri yang mampu membentuk biofilm dan banyak ditemukan pada kasus kelainan periapeks. Tujuan : Mengetahui perbandingan daya antibakteri ekstrak kulit jeruk lemon (Citrus limon l.) dan klorheksidin 2% terhadap biofilm E. faecalis dari isolat klinis. Metode : Menilai kekeruhan larutan biofilm E. faecalis pasca pemaparan bahan uji, dengan ELISA reader. Hasil : Terdapat daya antibakteri ekstrak kulit jeruk lemon (Citrus limon l.) terhadap biofilm E. faecalis tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna dengan klorheksidin 2% (p>0.05). Kesimpulan : Daya antibakteri ekstrak kulit jeruk lemon (Citrus limon l.) terhadap biofilm E. faecalis sebanding dengan klorheksidin 2%.

ackground : E. faecalis has the ability to form biofilm and is often found in cases of periapical lesions. Aim: To compare the effectivity of lemon peel extract and 2% chlorhexidine against biofilm of E. faecalis. Method : Score the turbidity of E. faecalis biofilm after immersion in antibacterial agent, with ELISA reader. Result : Lemon peel extract has antibacterial effectivity against E. faecalis biofilm but has no significant difference compared to 2% chlorhexidine (p>0.05). Conclusion : Antibacterial effectivity of lemon peel extract against E. faecalis biofilm is equal to2% chlorhexidine. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Permitasari
"ABSTRAK
Latar belakang: Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang resisten. E.faecalis merupakan bakteri resisten dengan prevalensi yang paling banyak ditemukan pada kegagalan perawatan saluran akar. E.faecalis dapat membentuk biofilm di dalam saluran akar sehingga 1000 kali lebih resisten terhadap fagositosis, antibodi, dan antimikroba dibandingkan dalam bentuk planktonik. Diperlukan larutan irigasi dari bahan alami atau herbal, yang efektif membuhun E.faecalis untuk menghindari efek samping yang diakibatkan oleh bahan irigasi sintetik. Tujuan: Menganalisis efek antibakteri Xanthorrhizol yang berasal dari Curcuma xanthorriza Roxb terhadap biofilm Enterococcus faecalis isolat klinis. Metode: Dilakukan uji hitung koloni dan MTT Assay untuk menilai persentase eradikasi E.faecalis setelah pemaparan xanthorrhizol dengan berbagai konsentrasi (0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, dan 1,5%) serta CHX 2% sebagai kontrol positif. Hasil: Analisis data menggunakan uji One-Way ANOVA dan uji Post-Hoc Bonferroni untuk melihat perbedaan antar kelompok. Xanthorrhizol konsentrasi 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, dan 1,5% mampu menurunkan jumlah biofilm E.faecalis isolat klinis. Xanthorrhizol konsentrasi 1% secara statistik tidak berbeda bermakna dengan CHX 2% dalam kemampuannya sebagai antibakteri E.faecalis
(p>0,05) namun berbeda bermakna dengan kelompok 0,5%, 0,75%, 1,25%, dan 1,5% (p>0,05) dengan nilai eradikasi E.faecalis lebih rendah. Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa xanthorrhizol efektif sebagai antibakteri terhadap biofilm E.faecalis.

ABSTRACT
Background: Failure of root canal treatment can be caused by resistant microorganisms. E.faecalis is the most prevalent resistant bacterium found in root canal treatment failure. E.faecalis can form biofilms inside root canal so that it is 1000 times more resistant toward phagocytosis, antibodies, and antimicrobials than when it is in its planktonic form. An irrigation solution made from natural or herbal ingredients, which effectively kills E.faecalis is needed to avoid side effects caused by synthetic irrigation materials. Objective: To analyze the antibacterial effect of xanthorrhizol derived from Curcuma xanthorriza Roxb on clinical isolates of Enterococcus faecalis biofilm. Method: Colony count and MTT Assay were performed to assess the percentage of E.faecalis eradication after exposure to xanthorrhizol with various concentrations (0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, and 1,5%) and CHX 2% as a positive control. Results: Data analysis used One-Way ANOVA test and Bonferroni Post-Hoc test to see differences between groups. Xanthorrhizol concentrations of 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, and 1,5% were able to reduce the number of clinical isolates of E.faecalis biofilms. Xanthorrhizol 1% concentration was not statistically significantly different from 2% CHX in its ability as an antibacterial to E.faecalis biofilm (p>0,05) but was significantly different from groups of 0,5%, 0,75%, 1,25%, and 1,5% (p>0,05) with lower E.faecalis eradication values. Conclusion: From the study results, can be concluded that xanthorrhizol is effective as an antibacterial against E.faecalis biofilms."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sasi Suci Ramadhani
"Latar Belakang: Invasi mikroorganisme kedalam pulpa dan tubuli dentin merupakan penyebab infeksi saluran akar. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang sering ditemukan dalam infeksi primer, sekunder maupun persisten, memiliki kemampuan membentuk biofilm dan dapat bertahan hidup dalam kondisi yang ekstrim tanpa nutrisi sehingga bakteri ini sangat sulit dieliminasi. Preparasi kemomekanis tidak cukup untuk menghilangkan infeksi. Diperlukan suatu bahan irigasi untuk membantu menghilangkan  bakteri sehingga menyempurnakan preparasi saluran akar. Bahan irigasi herbal diperlukan sebagai alternatif pengganti bahan irigasi kimia untuk meminimalisir efek toksik dan resisten, namun tetap memiliki efek antibakteri yang setara dengan bahan irigasi kimia.
Tujuan: Menganalisa efek antibakteri larutan ektrak kayu secang terhadap biofilm E. faecalis isolat klinis.
Metode: Biofilm E. faecalis isolat klinis dibagi menjadi enam kelompok perlakuan untuk dipaparkan dengan bahan uji ekstrak kayu secang dengan konsentrasi 312 µg/ml, 625 µg/ml, 1250 µg/ml, 2500 µg/ml, 5000 µg/ml dan CHX 2% kemudian diuji dengan metode hitung koloni dan MTT assay.
Hasil: Didapatkan hasil dari kedua uji yang dilakukan bahwa konsentrasi optimum yang memiliki efek antibakteri setara dengan CHX 2% adalah konsentrasi 625 µg/ml.
Kesimpulan: Larutan ekstrak kayu secang memiliki efek antibakteri terhadap biofilm E. faecalis isolat klinis yang setara dengan CHX 2%.

Background: Microorganism invasion to the pulp and dentinal tubules is the cause of root canal infection. Enterococcus faecalis  commonly found in primary, secondary and persitent infection because it has ability to form biofilms and can survive in extreme conditions without nutrition, so these bacteria are very difficult to obliterate. Chemomechanical preparation not enough to eliminate infection. Materials needed to eliminate bacteria. Herbal irrigation required as an alternative chemical materials  to minimize toxicity and resistant effect, but still have an antibacterial effect comparable to chemical irrigation materials.
Objective: To analyze the antibacterial effects of secang heartwood againts E. faecalis biofilm clinical isolates.
Methods: em>E. faecalis biofilms were clinically suitable isolates into six treatment groups to be presented with secang heartwood extract test materials with a concentration of 312 µg/ml, 625 µg/ml, 1250 µg/ml, 2500 µg/ml, 5000 µg/ml and CHX 2% then examined by the colony forming unit and MTT assay methods.
Results: Obtained results from both test carried out that the optimum concentration which has an antibacterial effect along with 2% CHX is concentration of 625 µg/ml.
Conclusion: Secang wood extract solution has an antibacterial effect on E. faecalis bioflim clinical isolates that are comparable to CHX 2%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dahmar Luciana Jufri
"Latar belakang: Fokus desinfeksi saluran akar saat ini telah mengalami perubahan dari desinfeksi agresif menjadi proteksi selektif, yang memiliki tujuan utama untuk menciptakan lingkungan yang sesuai, oleh karena itu, bahan irigasi alami sebagai pendamping mulai banyak diteliti potensialnya karena relatif aman. Larutan irigasi dengan kualitas optimal yang dapat membersihkan saluran akar secara menyeluruh sendiri masih belum tersedia dan meskipun ada perkembangan baru di bidang penelitian yang relevan, solusi yang lebih mendekati kualitas ideal belum dikembangkan. Cuka apel dapat dijadikan sebagai bahan alternatif alami yang aman untuk mengeliminasi biofilm sekaligus smear layer, sehingga berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Tujuan: Mengetahui perbedaan efek antibakteri bahan irigasi sintetik NaOCl 1,5% dan 2,5% dibandingkan dengan larutan cuka apel terhadap E. faecalis. Metode: Biofilm E. faecalis isolat klinis dibagi menjadi tujuh kelompok sampel untuk dipaparkan dengan bahan uji larutan cuka apel konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, kontrol positif NaOCl 1,5%, 2,5% dan kontrol negatif tanpa perlakuan, efek antibakteri dilihat menggunakan metode MTT Assay dan hitung koloni. Hasil: Didapatkan hasil dari kedua uji yang dilakukan bahwa larutan cuka apel konsentrasi 2,5% memiliki efek antibakteri terhadap biofilm E. faecalis tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 10%. Kesimpulan: Efek antibakteri larutan cuka apel 2,5%, 5%, dan 10% lebih rendah dibandingkan dengan larutan NaOCl 1,5% dan 2,5% terhadap biofilm E. faecalis.

Introduction: The current focus of root canal disinfection has changed from aggressive disinfection to selective protection, which has the main goal of creating a suitable environment, therefore, natural irrigation materials as a companion have begun to be studied for their potential because they are relatively safe. Irrigation solutions of optimal quality that can thoroughly clean root canals on their own are not yet available and despite new developments in the relevant research area, solutions closer to the ideal quality have not yet been developed. Apple cider vinegar can be used as a safe natural alternative for eliminating biofilm as well as the smear layer, so it has the potential to be developed further. Objective: To determine the differences in the antibacterial effect of synthetic irrigants NaOCl 1,5% and 2,5% compared to apple cider vinegar solution against E. faecalis. Methods: Clinical isolates of E. faecalis biofilm were divided into seven sample groups to be exposed to test materials for apple cider vinegar concentrations of 2,5%, 5%, 10%, positive control NaOCl 1,5%, 2,5%, and negative control without treatment, the antibacterial effect was seen using the MTT Assay method and colony count. Results: The results of the two tests were obtained that a 2.5% concentration of apple cider vinegar had the highest antibacterial effect on E. faecalis biofilm compared to 5% and 10% concentrations. Conclusion: The antibacterial effect of 2,5%, 5%, and 10% apple cider vinegar solutions was lower than 1,5% and 2,5% NaOCl solutions on E. faecalis biofilm.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Dwi Suryani
"Resistensi antibiotik menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang telah mengancam kesehatan dunia. Perkembangan resistensi antibiotik juga mengakibatkan meningkatnya permintaan agen antimikroba baru. Beberapa tahun terakhir, tanaman obat telah banyak dieksplorasi oleh para peneliti sebagai langkah awal dalam penemuan obat antimikroba baru. Bahkan, sebanyak 50% agen antibakteri yang disetujui oleh FDA berasal dari produk alami. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi daya antibakteri dari ekstrak kulit kayu masoyi yang diperoleh dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% terhadap bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, serta Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana kulit kayu masoyi menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen seperti E. coli, S. typhimurium, B. cereus, dan S. aureus. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode difusi cakram kertas dan metode makrodilusi. Hasil dari uji difusi cakram kertas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri lebih baik dengan potensi lemah hingga kuat (1,05-10,33 mm) dibandingkan dengan ekstrak etil asetat (0,82-4,63 mm) dan etanol 96% (0,5-3,81 mm) yang hanya berpotensi lemah terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa. Konsentrasi hambat minimal ditentukan dengan metode makrodilusi. Hasil uji makrodilusi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% semuanya menunjukkan aktivitas antibakteri yang lemah dengan nilai KHM > 1.000 µg/mL terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa.

Antibiotic resistance is one of the health problems that has threatened global health. The development of antibiotic resistance has also led to an increased demand for new antimicrobial agents. In recent years, medicinal plants have been extensively explored by researchers as a first step in the discovery of new antimicrobial drugs. As many as 50% of FDA-approved antibacterial agents are derived from natural products. This study aimed to test the antibacterial potential of masoyi bark extract obtained by ultrasound-assisted extraction using n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% as solvents against pathogenic bacteria, i.e., Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Pseudomonas aeruginosa. Previously, extracts of ethanol, ethyl acetate, and n-hexane from masoyi bark were reported for antibacterial activity against pathogenic bacteria such as E. coli, S. typhimurium, B. cereus, and S. aureus. The antibacterial activity test was carried out using two methods, which were the disc diffusion method and the macro dilution method. The results of the paper disk diffusion test showed that the n-hexane extract had a better antibacterial activity with weak to strong potency (1.05-10.33 mm) than the ethyl acetate extract (0.82-4.63 mm) and ethanol 96% extract (0.5-3.81 mm) which had only a weak potential against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa. Minimum inhibition concentration was determined by a macro dilution method. The results showed that the extracts of n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% all exhibited weak antibacterial activity with MIC values > 1,000 µg/mL against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perdana Rezha Kusuma Putra Hermawan
"Latar belakang: Buah manggis merupakan buah yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Beberapa penelitian menunjukan buah ini memiliki efek antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek antibakteri kulit buah ini.
Metode: Penelitian merupakan studi experimental. Besarnya sampel penelitian adalah 4 dengan jumlah perlakuan sebanyak 7 yaitu kontrol positif (Erythromycin), kontrol negatif (akuades), ekstrak kulit buah manggis pengenceran (10x,15x,20x,30x,40x). Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan mengukur zona hambat (diameter) pada agar darah yang ditanami bakteri streptococcus pneumonia. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis untuk menentukan perbedaan bermakna antar data uji, kemudian akan dilanjutkan uji Mann-Whitney untuk melihat data yang memiliki perbedaan bermakna.
Hasil: Hasil pengujian hipotesis menunjukan perbedaan bermakna dan uji posthoc terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada perbandingan antibiotik Eritromisin dibandingkan dengan akuades dan ekstrak kulit buah manggis dalam berbagai pengenceran. Namun jika dilihat pada perbandingan antara akuades dengan ekstrak kulit buah manggis dalam pengenceran 10x dan 15x menunjukan adanya perbedaan bermakna (p=0,013 dan 0,014). Uji antara ekstrak dari kulit buah manggis pada pengenceran 20x,30x,40x dan akuades tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05).
Simpulan: Ekstraksi kulit buah manggis pengenceran 10x dan 15x memiliki efek antimikroba dengan zona hambat bakteri sebesar 26 mm dan 16,5 mm.

Background: Manggosteen is one of flora that have virtue for health. Few research indicate that this fruit have antioxidan effect and also antibacterial effect. This study head for antibacterial effect of extract mangosteen rind on a streptococcus pneumoniae.
Method : This experimental study have 4 sample with 7 treatment group among others are positive control (Erythromycin), negative control (aquades), extraction in various dilutions (10x, 15x, 20x, 30x, 40x). These treatment group zone of inhibition?s in blood agar which had been planted with sterptococcus pneumoniae bacteria will be measured. This data will be analyzed with Kruskal-Wallis & Mann-Whitney test to identify which data have significant differences.
Result: Kruskal-Wallis test show asignificance value (p = 0.000) and Mann-Whitney test has significant difference (p <0.05) in comparison between erythromycin compared with aquades and mangosteen peel extraction at various dilution. Comparison in mann-wthitney test between aquades and mangosteen peel extract at 10x and 15x dilution indicates there is a significant difference (p = 0.013 and 0,014). Between aquades and mangosteen peel extract 20x, 30x, 40x dilution indicates no significant difference (p> 0.05).
Conclution: Extract of mangosteen rind have a inhibition effect on the growth of Streptococcus Pneumoniae bacteria which create a inhibition zone on blood agar for 10x dilution are 26 mm and for 15x dilution are 16,5 mm.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Arlyta S.
"Latar Belakang : Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang mampu membentuk biofilm dan banyak ditemukan pada kasus kegagalan perawatan saluran akar.
Tujuan : Melihat daya antibakteri kitosan dan klorheksidin terhadap E. faecalis dalam biofilm.
Metode : Deteksi dan kuantifikasi E. faecalis dalam biofilm yang hidup pasca pemaparan bahan uji, dengan real time PCR.
Hasil : Terdapat perbedaan jumlah bakteri yang signifikan antara kedua kelompok bahan uji terhadap kontrol (p ≤ 0,05), tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kitosan dan klorheksidin.
Kesimpulan : Daya antibakteri kitosan 2% terhadap biofilm E. faecalis sebanding dengan klorheksidin 2%.

Background : Enterococcus faecalis has an ability to form biofilms and become a predominant bacteria that plays a major role in the etiology of persistent lesions after root canal treatment.
Aim : To analyze the efficacy of chitosan and chlorhexidine against E. faecalis in biofilms.
Methods : Detection and quantification of E. faecalis DNA that survive and live after immersing the biofilm in antibacterial solution, with real time PCR.
Result : Statistically there is significant difference of living E. faecalis between chitosan and control and between 2% chlorhexidine and control (p ≤0,05). But there is no significant different between chitosan and chlorhexidine (p>0,05).
Conclusion : Antibacterial effectivity of chitosan is equal to chlorhexidine against E. faecalis in biofilm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelcy Theresia Gotama
"Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut utama di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 74,1% pada tahun 2018. Salah satu penyebab utama dari periodontitis merupakan akumulasi biofilm yang mengalami pematangan menjadi plak di daerah permukaan gigi, khususnya subgingiva yang kaya akan bakteri anaerobik seperti Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola. Maka dari itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Hingga saat ini, agen antiplak gold standard di bidang kedokteran gigi ialah Chlorhexidine 0,2%. Namun, penggunaan Chlorhexidine dalam jangka panjang dapat menyebabkan beberapa efek samping. Oleh karena itu, dicarilah alternatif dari Chlorhexidine sebagai agen antibakteri—salah satunya yaitu kulit semangka. Kulit semangka merupakan bagian buah semangka yang tinggi akan zat fitokimia yang memiliki kemampuan antibakteri, seperti saponin, tanin, alkanoid, flavonoid, dan terpenoid, namun khasiatnya belum banyak diteliti di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui dan menganalisa aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dalam menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola, dan membandingkannya dengan kemampuan antibakteri gold standard anti-plaque agent yaitu Chlorhexidine 0,2%.
Metode: aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) dan Treponema denticola (ATCC 35405) diamati melalui uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dengan mengukur Optical Density dari sampel menggunakan microplate reader dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan mengukur secara visual koloni bakteri yang terbentuk setelah dipaparkan ekstrak dengan konsentrasi 30%, 20%, dan 10%. Selanjutnya hasil dioleh secara statistik.
Hasil: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola dengan nilai KHM 10% dan KBM 10%. Uji komparatif secara statistik dengan uji One-Way Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dengan Chlorhexidine 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif agen antibakteri untuk mencegah penyakit periodontal.

Background: Periodontal disease is one of the main oral and dental health diseases in Indonesia, with a prevalence of 74,1% in 2018. The etiology of periodontal disease is multifactorial. One of the main causes is the accumulation of dental biofilm which matures, forming plaque on tooth surfaces, particularly the subgingival area that has an abundance of anaerobic bacteria such as Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola. Hence, preventive measures has to be implemented in order to preserve oral and dental health. One way to do so is by regular usage of oral rinses. Chlorhexidine 0,2% is considered to be the gold-standard antiplaque agent in today’s dental field. However, long-term use of Chlorhexidine may lead to several side effects. As a result, researchers have begun looking for alternatives to Chlorhexidine as an antibacterial and antiplaque agent—one of which is watermelon peel. Watermelon peel is rich in phytochemicals which possess antibacterial properties, such as saponin, tannin, alkanoid, flavonoid, and terpenoid; however, its benefits have not been studied much in Indonesia.
Goal: To analyze the antibacterial activity of watermelon (Citrullus lanatus) peel extract in preventing the growth and eliminating bacteria colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola as well as comparing them to the antibacterial activity of Chlorhexidine 0,2% as gold standard.
Method: the antibacterial activity of watermelon peel extract against the bacteria Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) and Treponema denticola (ATCC 35405) is observed through the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test by measuring the Optical Density (OD) of the studied samples through a microplate reader, as well as the Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test by visually counting the number of colonies formed after being exposed to the extracts at 30%, 20%, and 10% concentration. Afterwards, the data collected is statistically.
Results: Watermelon peel extract is capable of inhibiting as well as eliminating bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola with MIC score of 10% and MBC score of 10%. Statistical comparative test reveals that there’s no significant difference between the antibacterial activity of all sample groups of watermelon peel extract and Chlorhexidine 0,2%.
Conclusion: Watermelon peel extract can inhibit the growth as well as eliminate bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola, which makes it a considerable alternative as antibacterial agent in order to prevent periodontal diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amalia
"ABSTRAK
Latar Belakang: E. faecalis merupakan bakteri yang sulit dieliminasi sehingga dapat menyebabkan kegagalan perawatan endodontik. Klorheksidin 2 merupakan bahan irigasi yang sudah terbukti efektif dalam mengeliminasi E. faecalis, namun memiliki toksisitas terhadap sel-sel yang sehat. Ekstrak jintan putih Cuminum cyminum memiliki potensi efektivitas antibakteri. Namun, belum terdapat penelitian yang meneliti efek antibakteri ekstrak jintan putih terhadap biofilm E. faecalis dari isolat klinis. Tujuan: Mengetahui efek antibakteri ekstrak jintan putih konsentrasi 0,2 mg/ml, 0,5 mg/ml, 0,7 mg/ml, 1,0 mg/ml, dan 1,2 mg/ml dibandingkan dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis. Metode: Menilai kekeruhan larutan biofilm E. faecalis pasca pemaparan bahan uji dengan ELISA reader, dengan hasil akhir berupa nilai optical density OD . Hasil: Terdapat perbedaan efek antibakteri yang bermakna antara ekstrak jintan putih dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis p < 0,05 . Kesimpulan: Efek antibakteri ekstrak jintan putih konsentrasi 1,0 mg/ml lebih baik dibandingkan dengan klorheksidin 2 terhadap biofilm E.faecalis dari isolat klinis.

ABSTRACT
Introduction E. faecalis is a bacteria that is difficult to eliminate which can lead to failure of endodontic treatment. Chlorhexidine 2 is an endodontic irrigation material that has been proven to be effective against E. faecalis, but has toxicity to healthy cells. The extract of cumin Cuminum cyminum has the potential antibacterial activity. However, there have been no research investigating the antibacterial effect of Cuminum cyminum extract on E. faecalis biofilm from clinical isolates. Aims To compare antibacterial efficacy of Cuminum cyminum extract 0,2 mg ml, 0,5 mg ml, 0,7 mg ml, 1,0 mg ml, and 1,2 mg ml and 2 chlorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates. Methods Assessing the turbidity of E. faecalis in biofilm after immersed in antibacterial agents with ELISA reader, with optical density OD as the final result. Results There were significant differences statistically between Cuminum cyminum extract and 2 chlorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates p 0.05 . Conclusion Antibacterial effect of 1,0 mg ml Cuminum cyminum extract was more effective than 2 chorhexidine against E. faecalis biofilm from clinical isolates."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wynne Gabriella
"Kefir merupakan produk fermentasi susu kambing bertekstur seperti krim dan rasa masam beralkohol. Kefir merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan masker wajah untuk kecantikan. Jerawat merupakan suatu bentuk inflamasi pada kelenjar pilosebaseus di kulit remaja dan orang dewasa. Jerawat disebabkan adanya proliferasi bakteri penyebab jerawat, seperti Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini bertujuan untuk menapis isolat laktobasil yang diisolasi dari kefir kemudian menguji aktivitas antibakteri isolat laktobasil terpilih terhadap bakteri penyebab jerawat Cutibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini memiliki 2 tahapan utama, yaitu penapisan isolat laktobasil yang memiliki aktivitas antibakteri menggunakan metode Agar Plug Diffusion pada medium MRS Agar, dan pengujian aktivitas antibakteri isolat laktobasil terpilih menggunakan metode Cylinder Diffusion Method pada medium MRS Agar dengan optimasi hari fermentasi selama 3 hari. Hasil penapisan aktivitas antibakteri menunjukkan semua isolat memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat dengan Indeks Aktivitas (IA) tertinggi dimiliki oleh isolat KNB4. Hasil uji aktivitas antibakteri isolat KNB4 menunjukkan fermentasi paling optimal pada hari ke-3.

Kefir is a fermented goat's milk product with a creamy texture and sour alcoholic taste, one of the ingredients used in making beauty facial masks. Acne is a form of inflammation of the pilosebaceous glands in the skin caused by the proliferation of acne-causing bacteria, such as Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. This study aims to screen lactobacilli isolates isolated from kefir and then test the antibacterial activity of selected lactobacilli isolates against acne-causing bacteria Cutibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. This study has 2 main steps, screening of lactobacilli isolates that have antibacterial activity using the Agar Plug Diffusion method on MRS Agar medium, and testing the antibacterial activity of selected lactobacilli isolates using the Cylinder Diffusion Method on MRS Agar medium with optimization of fermentation days for 3 days. Screening for antibacterial activity showed that all isolates had antibacterial activity against acne-causing bacteria with the highest Activity Index belongs to KNB4. Antibacterial activity test of KNB4 isolates showed the most optimal fermentation on the 3rd day."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>