Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51058 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yeremia Putra Pradana
"Untuk mencapai eksistensi, manusia memerlukan pihak lain untuk menciptakan suatu relasi sosial. Dalam proses ini, manusia hendaknya mampu menerima dan berinteraksi dengan pihak lain demi mencapai eksistensi. Di jaman modern ini, teknologi menjadi bagian penting dalam kehidupan dan sangat mungkin bagi teknologi menjadi bagian dari ‘pihak’ lain. Jurnal ini berfokus pada relasi unik yang tercipta antara manusia dan teknologi dalam film Her (2013) oleh Spike Jonze. Ketika manusia bertemu dengan teknologi, hubungan mereka menjadi lebih kompleks sebab merupakan dua ciptaan yang berbeda. Meminjam pemikiran Martin Buber tentang eksistensialisme manusia, jurnal ini melakukan analisa terhadap kemungkinan dan keterbatasan interaksi hubungan eksistensial antara manusia dan teknologi. Menilik pada emosi dan logika pikir pihak teknologi untuk menjadi sama dengan manusia, jurnal ini hendak membedah bagaimana subyek, yaitu manusia dan teknologi dapat bersatu menjalin hubungan romantis yang bergantung pada sikap seseorang dalam menghadapi masalah dan kondisi suatu hubungan.

To exist, human being needs others to create social relations. In that process, human should accept and interact with others so that they can exist. In this modern era, technology becomes a significant part of human life, and, it is possible for technology to be “the others”. Examining a movie by Spike Jonze titled Her (2013), this essay spotlights a unique relationship between human and technology. When human creates relation with technology, the problem is more complex since the relation is between two different creatures. Using Martin Buber’s theory about human existentialism, this essay will analyze the possibility as well as the limit of human-technology interaction. By criticizing the subject’s emotion and logic in the process in which technology exist like a human being, this writing will highlight how the subjects, both human being and technology could coexist and engage in romantic relations, which depends on how humans reacts to the problems and conditions of the intimacy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, O.E.
"Berangkat dari konsepsi individu abstrak dari Hegel, telaah ini hendak menjumpakan konsepsi di atas dengan pandangan Kierkegaard tentang individu yang konkret. Roh dengan segala manifestasinya sebagaimana dijelaskan Hegel, mendapat jawaban kritis dari Kierkegaard dengan menekankan manusia konkret, yang bereksistensi, unik dan berada dalam proses perjuangan menuju hidup yang sejati. Roh dengan elaborasi sistematisnya bukanlah segala-galanya, dan tidak dapat menjelaskan seluruh masalah hidup yang benarbenar dialami, dihayati dan selalu menegangkan, mencemaskan dan terkadang menakutkan bahkan dapat membuat putus asa. Hidup adalah hidup yang konkret, dijumpai dan dihadapi dengan segala resiko yang tampak jelas dari ungkapan suasana batin dengan segala bentuk kegelisahannya. Hidup tidak dapat dikeluarkan dari situasi aktual dan lari ke dalam sistem dan teori-teori sistematis. Ringkasnya, individu itu bereksistensi sehingga hidupnya penuh dengan konflik dan problema.
Sebelum memasuki perjumpaan kedua filsuf di atas, lebih dahulu akan diberikan penjelasan singkat atas telaah ini dalam bab pendahuluan. Kemudian, dalam bagian dua, titik tolak perjumpaan akan diuraikan dengan menjelaskan sistem filsafat Hegel dan Kierkegaard. Pada bagian berikut, diperlihatkan bagaimana seluruh elaborasi pemikiran Hegel berangkat untuk membenarkan konsep-konsep abstrak yang sekaligus menempatkan manusia dalam kerangka konsep yang jauh dari pengalaman hidup konkret. Dan bagian selanjutnya, sebagai jawaban atau perjumpaan kritis dengan Hegel, uraian manusia yang bereksistensi dengan segala masalah dan perjuangannya menuju hidup yang sejati dipaparkan. Akhirnya, sebagai penutup, diberikan sepintas rekapitulasi telaan dan sekaligus kontektualisasinya dengan situasi konkret di mana penulis hidup."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayoga Rafila Dwikurnia
"Skripsi ini merupakan sebuah analisis filosofis terhadap eksistensialisme manusia. Dengan menggunakan Carl Allen sebagai tokoh utama dalam film Yes Man untuk dijadikan representasi, maka dapat terlihat tahapan-tahapan eksistensialisme yang dijalani oleh Carl Allen dalam kehidupannya dari pilihan-pilihan yang diambil. Analisis filosofis menaruh perhatian pada kehidupan Carl Allen sebagai manusia yang mencapai tahapan-tahapan eksistensialisme untuk dapat menemukan pemaknaan dalam dirinya. Penelitian dilakukan dengan mengamati perubahan passion yang ada dalam diri Carl Allen yang kemudian menjadi faith sebagai salah satu contoh kehidupan manusia, dan kemudian dianalisis untuk kemudian dapat diketahui tentang perpindahan tahapan-tahapan eksistensilisme yang dicapai.

This thesis is philosophical analysis towards to human existentialism. By applying Carl Allen, the main character of Yes Man, as the representation of human existentialism, we can see existentialism phases through Carl Allen’s life options. The philosophical analysis explains Carl Allen’s life as human that gets his existentialism phases to find the real of Carl Allen. This research analyzes the change of Carl Allen’s passion, which becomes faith that one of human life instances. Therefore, we can know the adjustment of the existentialism phases of Carl Allen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44793
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajrina Luthfia
"Penelitian ini hendak membahas keberadaan unsur eksistensialisme dalam film animasi Spirited Away karya Hayao Miyazaki dengan pendekatan Eksistensialisme Jean-Paul Sartre. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang menggunakan metode analisis naratif untuk menganalisis keterkaitan unsur eksistensialisme dengan alur pada suatu karya sastra dalam bentuk media film. Analisis yang dilakukan dalam film ini melibatkan keterkaitan faktor internal seperti tema, alur cerita, dan penokohan, serta faktor eksternal seperti kepercayaan masyarakat Jepang, keadaan ekonomi, serta kritik terhadap masyarakat Jepang modern. Hasil dari penelitian ini menunjukkan elemen-elemen dalam pemahaman Eksistensialisme Sartre ditemukan dalam film animasi Spirited Away dan direpresentasikan oleh tindakan dan perilaku dari beberapa karakter dalam film tersebut.

This study intends to discuss the existence of existentialism elements in the animated film "Spirited Away" by Hayao Miyazaki with an approach of Jean-Paul Sartre's existentialism. This research is a qualitative research, which uses a narrative analysis method to analyze the connection between existentialism elements and the plot of a certain literary work in the form of a film media. The analysis carried out in this film involves the interconnection of internal factors such as themes, storylines, and characterizations, as well as external factors such as Japanese beliefs, economic conditions, and criticism toward modern Japanese society. The results of this study indicate that elements in Sartrean existentialism was found in the animated film of "Spirited Away" and were represented by actions and behaviors of several characters in the film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Isyana Rahmadanti
"Kebebasan eksistensial merupakan suatu teori yang mendukung ide bahwa eksistensi mendahului esensi pada diri manusia. Penelitian ini membahas struktur naratif dan sinematografis yang menjadi bagian dari pembangun film Le Roi de Cœur (1966). Aspek dari struktur naratif dan sinematografis yang dipaparkan meliputi alur dan karakterisasi tokoh hingga teknik pengambilan gambar dalam film dan audio yang dimainkan. Kebebasan eksistensial yang ditemukan dalam tokoh Charles Plumpick dalam membuat keputusan dan bertindak dianalisis secara tematis menggunakan teori Jean-Paul Sartre. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya eksistensi dan esensi dalam tokoh Plumpick yang membentuk kebebasan eksistensialnya serta membedah proses penemuan kesadaran dalam dirinya untuk memperjuangkan kebebasan ini. Hasil temuan penelitian ini berupa unsur ‘eksistensi’,‘esensi’, serta pergeserannya pada tokoh utama yang didasari oleh konsep “L'existence précède l'essence” dalam teori eksistensialisme Sartre. Pergeseran esensi ini menunjukkan keberhasilan Plumpick dalam memenuhi kebebasan eksistensialnya sebagai manusia. Ia menggunakan kebebasan itu untuk menentukan bagaimana ia menjalankan hidupnya.

Existential freedom is a theory that proposes the idea that existence precedes essence in humans. This study discusses the narrative and cinematographic structure in Le Roi de Cœur (1966). Aspects of the narrative and cinematographic structure covers the plot and characterization to shooting techniques and the audio used in the film. The existential freedom found in the main character, Charles Plumpick, in making decisions and behaving is explained thematically using Jean-Paul Sartre's theory. This study uses qualitative research methods to collect and analyze data from the film. The purpose of this study is to prove the existence and essence in the main character which forms his existential freedom and to further investigate the process of finding awareness within himself to fight for this freedom. This study found the elements of 'existence' and 'essence', as well as shifts of these elements within the main character, based on the concept of "L'existence précède l'essence" in Sartre's theory of existentialism. This shift in essence shows Plumpick's success in fulfilling his existential freedom as a human. Plumpick uses this freedom to decide how he lives his life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rendi Lustanto
"ABSTRAK
Perbincangan dalam politik seringkali berfokus pada sistem politik atau pergerakan politik dalam cakupan luas. Fokus tersebut mengarah pada uaha untuk mengarahkan publik dalam percakapan Politik sebagai sebuah sistem, serta melupakan bahwa politik dibangun melalui kristalisasi ide dari individu yang memaknai kondisi togetherness di dunia. Padahal pemaknaan itu menjadi sangat penting karena sebagai titik awal dari diskursus itu tumbuh dan berkembang, sering menyebut kondisi tersebut sebagai pergulatan politik individu. Pergulatan tersebut melibatkan percakapan antara me dan myself yang kemudian diejawantahkan menjadi sebuah gagasan politik individu. Upaya untuk menguak pentingnya politik dalam kerangka pergulatan individu menjadi sangat penting ketika diskursus yang ditawarkan oleh Politik mengalami kemampatan. Kondisi tersebut dapat , berdampak pada kualitas dari Politik yang dapat menyebabkan penurunan yang signifikan, Politik bukan lagi diartikan sebagai jalan untuk mencapai sebuah keadilan, melainkan hanya menjadi sarana mengejar kepentingan semata. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berdasarkan kajian teoritis dan studi pustaka terhadap pemikiran eksistensialisme dari Hannah Arendt yaitu teori Vita Activa. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah upaya rekonstruksi konsep politik dari tingkatan individu yang menjadi syarat perlu bagi manusia untuk mengada di dunia.

ABSTRACT
Discussions in politics often focus on a broad range of political systems or political movements. This focus leads to efforts to direct the public in the conversation Politics in the sense of a system, and forget that politics is built through the crystallization of ideas from individuals who interpret conditions togetherness in the world. Though the meaning becomes very important because it is the starting point of the political discourse that grows and develops, it often calls it an individual political struggle. The struggle involved a conversation between me and myself which was later embodied into an individual political idea. Efforts to uncover the importance of politics within the framework of individual struggle become very important when the discourse offered by Politics suffers. These conditions can have an impact on the quality of politics which can cause a significant decline, politics is not interpreted as a way to achieve justice, but only as a means of pursuing mere interests. This study uses qualitative methods based on theoretical studies and literature studies on the existentialism of Hannah Arendt, the Vita Activa theory. The expected result of this study itself is the effort to reconstruct the political concepts of the individual level that are necessary for human beings to be in the world."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"Di dalam diri manusia terdapat "rasa keakuan" atau "rasa pribadi" yaitu rasa individualitas atau "rasa aku" sebagai individu. Rasa yang menyatakan bahwa diri sendiri itu adalah "aku", dan orang lain itu adalah "kamu". "Rasa keakuan" ini disebut oleh Ki Ageng Suryomentaram sebagai kramadangsa. Kramadangsa adalah istilah yang merujuk "rasa namanya sendiri", untuk menggantikan nama setiap individu. Yang dimaksudkan sebagai "rasa namanya sendiri" itu identik dengan "rasa pribadi"nya sendiri misalnya: orang namanya Suto, Krama, Narto dll. Jadi rasa "aku-kramadangsa" itu sama dengan "rasa-aku-Suto" atau "rasa aku-Krama" atau "rasa aku-Narto".
Rasa itu menandai hidup orang. Kalau hanya badan saja tanpa rasa, disebut bangkai. Mempelajari tentang rasa adalah mempelajari tentang orang. Mempelajari tentang orang berarti mempelajari tentang manusia. Jadi mempelajari tentang orang, dapat dikatakan mempelajari diri sendiri, sehingga mampu memahami diri sendiri, yang disebut Pangawikan pribadi. Struktur kepribadian menurut konsep rasa, dijelaskan Ki Ageng Suryomentaram melalui gambar kramadangsa. Kramadangsa ini bersifat unik, berbeda dengan yang lain, yang menunjukkan eksistensi manusia sebagai pribadi.
Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi. Eksistensi mendahului esensi. Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia. Manusia itu menentukan keberadaannya, dengan perbuatan-perbuatannya, tindakannya dan bahkan pikirannya. Heidegger menempatkan Angst (rasa cemas) menjadi pusat pemikirannya, sedangkan Ki Ageng Suryomentaram menempatkan "rasa hidup" dan sifat keinginan yang mulur mengkret serta akukramadangsa sebagai pusat kajian dan pemahamannya.
Manusia itu terdiri badan dan jiwa. Jiwa adalah bagian manusia yang tidak kelihatan. Walau jiwa itu tidak kelihatan, akan tetapi menurut Ki Ageng, jiwa itu ada. Adanya jiwa itu ditunjukkan adanya rasa. Mempelajari rasa itu akan menghasilkan "kesadaran akan identitas manusia yang sejati" atau "rasa aku sejati" di satu pihak, dan identitas manusia atau "rasa aku kramadangsa" di pihak lain.
Tema-tema yang berhubungan dengan manusia, dibahas dan dikaji serta dihayati oleh Ki Ageng Suryomentaram yaitu tentang hakekat manusia, hubungan antar manusia, rasa takut, kematian, rasa bebas dan senang-susah pada manusia, aku-kramadangsa serta manusia tanpa ciri. Manusia itu merasakan senang-susah silih berganti, pada dasarnya karena aku-kramadangsa mempunyai keinginan, bila aku kramadangsa mati, akan muncul manusia tanpa ciri, yang menurut penulis merupakan "puncak pemikiran eksistensialisme Ki Ageng Suryomentaram."
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T14789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Prima
"Kita tidak sendirian di dunia ini: ada orang lain. Kita hidup bersama dengan the Other. Ketika saya menghadapi the Other, saya merasa terasing sebagai the Other karena dia mengenal saya sebagai objek dalam dunianya. Saya tidak pernah bisa mengalami diri sendiri sebagaimana the Other mengobjekkan saya. Dengan demikian, the Other dikatakan mengetahui rahasia tentang saya. Analisis dari tatapan memungkinkan Sartre untuk menjelaskan bagaimana kehadiran the Other secara radikal dan fundamental mempengaruhi dunia saya dan diri saya, karena saya diobjektifikasi oleh the Other dan merasa terasing, hubungan dengan orang lain akan terdistorsi: konflik adalah inti dari hubungan kita dengan orang lain. Bagi Sartre, "Neraka adalah orang lain!" Bahkan cinta - suatu hubungan yang mungkin kita pikir merasa aman dari konflik, tetaplah berujung dengan konflik. Charlie dalam film The Perks of Being a Wallflower merupakan sebuah contoh realitas atas pemahaman eksitensialisme Jean-Paul Sartre. Charlie memiliki pengalaman buruk yang menyebabkannya tidak lagi percaya dengan relasi antar individu. Menyadari hal itu, hidupnya semakin sulit untuk dijalani. Charlie berkeinginan untuk memiliki kehidupan yang selayaknya mahkluk sosial, namun kekhawatiran Charlie timbul ketika ia memutuskan kembali untuk memulai kembali menjalin relasi dengan orang lain. Setelah menghadapi permasalahan eksistensialnya, Charlie pun bisa merubah pandangannya terhadap dunia sosial, melampaui bad faithnya dan bisa memaknai arti kehidupan orang lain sebagai hal yang positif baginya. Sesaat itu Charlie menemukan otentisitas dalam dirinya.

We are not alone in this world: there are others. We live together with the Other. When I face the Other, I feel alienated as the Other because he knew me as an object in the world. I was never able to experience ourselves as the Other objectify me. Thus, the Other is said to know a secret about me. Analysis of gaze allows Sartre to explain how the presence of the Other is radically and fundamentally affect my world and myself, because I was objectified by the Other and feel alienated, relationships with others will be distorted: the conflict is at the core of our relationships with others. For Sartre, "Hell is other people!" Even love - a relationship which we think may feel safe from the conflict, still lead to conflict. Charlie in The Perks of Being a Wallflower is an example of the reality of understanding existentialism of Jean-Paul Sartre. Charlie had a bad experience that caused it no longer believes the relationships between individuals. Realizing this, the more difficult to live his life. Charlie wants to have a life of proper social creatures, but Charlie concerns arise when he decided to return to restart a relationship with another person. After confronting existential issues, Charlie was able to change his view of the social world, surpassed his bad faith and could interpret the meaning of
other people's lives as a positive thing for him. A moment that Charlie find authenticity in himself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56322
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thareq Muhammad
"Michel Houellebecq merupakan seorang penulis yang lahir di Saint-Pierre, Réunion. Karyanya yang berjudul Sérotonine (2018) menceritakan mengenai seorang tokoh utama bernama Florent-Claude Labrouste yang hidup di periode tahun 2010-an. Novel ini menceritakan bagaimana perjuangan pencarian kebahagiaan Labrouste dengan narasi dan fokalisasi di masa lalu setelah dirinya dikhianati oleh kekasihnya di masa sekarang. Kemudian narasi dan fokalisasi Labrouste memperlihatkan kilas balik di masa lalu yang memperlihatkan kebahagiaan dirinya saat masih bersama para mantan kekasihnya. Berakhirnya kebahagiaan dalam dirinya adalah karena dirinya melakukan perselingkuhan terhadap ketiga mantan kekasihnya yang ada di dalam cerita. Kebebasannya sendiri lah yang menyebabkan berakhirnya hubungan Labrouste dengan para mantan kekasihnya sebagai sumber kebahagiaannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan tekstual serta melibatkan teori fokalisasi dari Gérard Genette (1983) dan teori eksistensialisme dari Jean-Paul Sartre (2017). Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana upaya tokoh utama dalam mengejar kebebasan bersinggungan dengan dilemma eksistensial dalam perspektif Jean-Paul Sartre dalam novel Sérotonine. Hasil penelitian ini adalah dilema eksistensial yang dialami tokoh utama menyebabkan sikap mauvaise foi (itikad buruk) yang berujung pada pengingkaran kebebasan tokoh utama dengan melakukan bunuh diri.

Michel Houellebecq is a writer born in Saint-Pierre, Réunion. His work entitled Sérotonine (2018) tells the story of a main character named Florent-Claude Labrouste who lives in the 2010s. The novel tells how Labrouste struggles to find happiness with narration and focalization in the past after he was betrayed by his lover in the present. Then Labrouste's narration and focalization show flashbacks in the past that show his happiness when he was still with his former lovers. The end of his happiness was because he cheated on his three ex-girlfriends in the story. It was his own freedom that caused the end of Labrouste's relationship with his former lovers as the source of his happiness. This study uses a qualitative research method with a textual approach and involves the theory of focalization from Gérard Genette (1983) and the theory of existentialism from Jean-Paul Sartre (2017). This research will discuss how the main character's pursuit of freedom intersects with the existential dilemma in Jean-Paul Sartre's perspective in the novel Sérotonine. The result of this research is that the existential dilemma experienced by the main character causes a mauvaise foi (bad faith) attitude which leads to the denial of the main character's freedom by committing suicide."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Mauly Adi Nugraha
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai sebuah kejadian ijime yang dialami oleh Nakamura Tsuyoshi di dalam drama Samurai High School melalui pendekatan eksistensialisme yang diperkuat dengan teori bad faith. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis tentang keadaan psikologis Nakamura Tsuyoshi yang menyebabkan terjadinya dan juga berhentinya sebuah ijime. Upaya mengamati keadaan psikologis ini dapat ditunjukkan melalui dialog antar tokoh, tingkah laku, dan penampilan tokoh. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang merupakan ciri-ciri keadaan bad faith didalam pribadi Nakamura Tusyoshi yang menyebabkan terjadinya ijime terhadap dirinya.

ABSTRACT
The focus of this study is the ijime that have befall on Nakamura Tsuyoshi in a Samurai High School movie drama through the approach of existentialism that backed up by bad faith theory. This study aims to analyze the psychological condition of Nakamura Tsuyoshi that triggering the ijime itself and also made it stop. To observe the transformation in the character can be shown through dialogue among characters, behavior, and appearance of the character. The analysis shows that there are few things that representing a bad faith conditions inside Nakamura Tsuyoshi persona that causing the ijime upon himself.
"
2014
S61500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>