Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147419 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Belicia Ranti Setiamarga
"Meningkatnya jumlah pendeta Protestan yang merambah ke dunia politik merupakan sebab keprihatinan di Sinode Gereja Masehi Injili di Timor. Studi kualitatif ini menggunakan dalam analisis data wawancara mendalam dan observasi lapangan untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana konflik peran pendeta-politisi terjadi. Dalam kasus di mana seorang individu dikaitkan dengan kedua peran tersebut, konflik peran akan terjadi. Ditemukan juga bahwa terjadinya konflik peran sebenarnya mencerminkan proses role exit dari peran sebagai seorang pendeta. Namun, jika proses peran keluar tidak selesai, dapat menyebabkan kerusakan terhadap aktor yang terkait dengan pendeta, yaitu jemaat gereja dan Sinode.

The rising numbers of protestant pastors venturing into politics is a cause of concern in the Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Synod. This qualitative study used in-depth interview data analysis and field observation in order to explain why and how the role conflict of pastor-politicians happened. In the case where an individual is associated with both roles, a role conflict will occur. It was also found that occurrence of role conflict actually reflects the process of role exit from the role as a pastor. However, if the process of role exit is not completed, it might cause harm towards the actors associated with a pastor, which is the congregation and the Synod."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny
"Tulisan ini berusaha memahami musik gereja Kristen Protestan dalam sudut pandang pemusik gereja volunteer. Sebagai pendahuluan, saya menekankan aspek keragaman dalam komunitas dan musik Kristen. Hal itu menjadi jalan masuk untuk memahami bahwa musik gereja tidak dilihat sebagai sebuah konsep atau pengetahuan abstrak melainkan tertanam dalam keseharian dan transformasi yang dimaknai di dalam sebuah rangkaian pengalaman. Penelitian ini menggunakan sudut pandang fenomenologi dengan artikulasi antara konsep pengalaman dan teori lifeworld. Penelitian dilakukan melalui pengamatan dan wawancara mendalam dengan tiga informan yang merupakan pemusik gereja ‘tanpa bayaran’. Berdasarkan hasil penelitian, ada lima aspek yang membentuk hubungan intersubjektivitas antara seorang pemusik dengan lingkungan di mana individu bermain, yaitu (1) proses skill mastering; (2) ambivalensi perasaan; (3) improvisasi; (4) regenerasi pemusik; (5) transformasi makna. Lima aspek ini mempengaruhi pemusik dalam memaknai ekspresi musik dalam konteks bermain maupun mendapat imbalan yang berujung pada nilai pemusik volunteer.

This research tries to understand Christian Protestant Music from the perspective of volunteer church musician. As the beginning, i emphasizes aspects of diversity in Christian community and music. This is an entry point to understand that church music is not seen as a concept or abstract knowledge but embedded in everyday life and transformation that interpreted in a series of experiences. This study uses a phenomenological point of view with articulation between the concept of experience and theory of lifeworld. The research was conducted through observations and in-depth interviews with three informants who are church musicians 'without payment'. Based on the result of the study, there are five aspects that form the intersubjectivity relationship between a musician and environment in which individual play, namely (1) the process of mastering skills; (2) ambivalence of feeling; (3) improvisation; (4) musician regeneration; (5) transformation of meaning. These five aspects influence musicians in interpreting musical expressions in context of playing and getting rewards that result in the value of volunteer musicians."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumpaet, Riris Kusumawati
Jakarta: Persetia, 1998
271.9 SAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Ulia
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis peran urang-urang lapau sebagai calo politik dalam membantu kandidat legislatif untuk memenangkan kursi dalam pemilihan legislatif Pariaman 2014. Secara khusus, penelitian ini mengajukan pertanyaan tentang bagaimana urang-urang lapau berperan sebagai calo politik dalam menavigasi kandidat legislatif yang mereka dukung untuk memenangkan pemilihan. Bassicaly penelitian ini berpendapat bahwa urang-urang lapau memainkan peran penting dalam memediasi kandidat legislatif dan pemilih mereka. Untuk menjawab pertanyaan di atas, penelitian ini menerapkan teori broker politik seperti yang diusulkan oleh Auyero, Komito, dan Zarazaga. Selain itu, tesis ini menggunakan metode kualitatif dan studi kasus dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder seperti surat kabar, peraturan, dan publikasi media online. Penelitian ini menemukan bahwa urang-urang lapau memainkan peran pialang mereka di empat akun. Pertama, mereka menggambarkan jaringan dukungan politik. Kedua, mereka memberikan informasi mengenai kondisi sosial, peluang politik dan ancaman. Ketiga, mereka memberikan layanan kepada masyarakat. Keempat, mereka bertindak sebagai propagandis yang disewa untuk para kandidat. Sebagai ganti layanan oleh urang-urang lapau kepada kandidat legislatif, mereka menerima manfaat seperti pekerjaan dan uang. Itulah empat peran yang membantu kandidat legislatif memenangkan pemilu.

ABSTRACT
This thesis analyzes the role of urang-urang lapau as political brokers in helping legislative candidates to win the seats in 2014 Pariaman legislative election. In particular, this research asks the question of how urang-urang lapau play a role as political brokers in navigating their supported legislative candidates to win the election. This research bassicaly argues that urang-urang lapau plays significant role in mediating legislative candidates and their voters. In order to answer the above question, this research applies the theories of political brokerage as proposed by Auyero, Komito, and Zarazaga. In addition, this thesis employs qualitative and case study method and gathers the data through in-depth interviews and analyses of secondary data such as newspapers, regulations, and media online publication. This research finds that urang-urang lapau play their brokerage roles in four accounts. First, they portray networks of political support. Second, they provide information concerning societal conditions, political opportunities and threats. Third, they provide services to the society. Fourth, they act as hired propagandist for candidates. In exchange of the services by urang-urang lapau to legislative candidates, they receive benefits such as jobs and money. Those are four roles that help legislative candidates won the election."
2017
S67346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tetelepta, Yudhistira M.
"Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa terjadi penyatuan jemaat dalam Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), antara jemaat berbahasa Belanda dan jemaat berbahasa Indonesia. Terjadinya kegiatan pelayanan jemaat dalam dua bahasa telah terjadi sebelum GPIB terbentuk dan masih dikelola sepenuhnya oleh Gereja Protestan di Indonesia (GPI) sejak masa kolonial. Terjadinya pemisahan yang disebabkan perbedaan bahasa, terus diupayakan untuk dipersatukan semenjak GPIB terbentuk pada tanggal 31 Oktober 1948. Namun kelompok Jemaat berbahasa Belanda tetap menginginkan terjadinya pemisahan karena adanya perbedaan pola pikir dan tingkah laku dengan Jemaat berbahasa Indonesia. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan latar belakang pendidikan dan sosial antara kedua bagian jemaat sebagai pengaruh kehidupan kolonial. Sebaliknya jemaat berbahasa Indonesia tidak memiliki masalah jika jemaat dipersatukan. Usaha untuk rnempersatukan tidak pernah sungguh-sungguh tercapai hingga tahun 1958 ketika terjadinya pemulangan besar-besaran warga negara Belanda kembali ke negaranya. Pemulangan tersebut disebabkan mernburuknya hubungan politik kedua negara (Belanda dan Indonesia) karena kasus Irian Barat. Pulangnya warga negara Belanda berdampak terhadap berkurangnya anggota jemaat berbahasa Belanda. Akibatnya proses ke arah kesatuan jemaat dapat segera diwujudkan. Pada Sidang Sinode V GPIB (1958) diputuskan untuk menyatukan kedua bagian jemaat. Faktanya penyatuan itu baru terwujud hingga 1 Juni 1961 ketika Jemaat Jakarta mengakhiri ibadah/kebaktian berbahasa Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makassar: Yayasan Oase Intim, 2013
230 TEO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Ulia
"ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa peran yang dijalankan urang-urang lapau, sebagai broker politik dalam memenangkan calon anggota legislatif di pemilihan DPRD Kota Pariaman tahun 2014. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peran yang dijalankan oleh urang-urang lapau sebagai broker politik dalam memenangkan calon anggota legislatif di pemilihan legislatif. Penelitian ini berpendapat bahwa urang-urang lapau memiliki peran penting dalam menghubungkan calon anggota legislatif dengan masyarakat (pemilih). Untuk menjawab pertanyaan diatas, penelitian ini menggunakan teori broker politik yang berasal dari Auyero, Komito, dan Zarazaga. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan studi kasus, dengan cara mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder seperti koran, peraturan, dan media publikasi online. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat empat peran yang dijalankan oleh urang-urang lapau, sebagai broker politik. Pertama, melakukan pemetaan jaringan dukungan politik. Kedua, menyediakan informasi terkait kondisi masyarakat, peluang dan ancaman politik. Ketiga, memberikan pelayanan kepada masyarakat. Keempat, mempropagandakan calon anggota legislatif. Atas jasa yang diberikan urang-urang lapau kepada calon anggota legislatif, mereka mendapatkan imbalan berupa pekerjaan dan uang. Jadi empat peran tersebut yang membantu calon anggota legislatif memenangkan pemilihan legislatif.

ABSTRACT
This thesis analyzes the role of urang-urang lapau as political brokers in helping legislative candidates to win the seats in 2014 Pariaman legislative election. In particular, this research asks the question of how urang-urang lapau play a role as political brokers in navigating their supported legislative candidates to win the election. This research bassicaly argues that urang-urang lapau plays significant role in mediating legislative candidates and their voters. In order to answer the above question, this research applies the theories of political brokerage as proposed by Auyero, Komito, and Zarazaga. In addition, this thesis employs qualitative and case study method and gathers the data through in-depth interviews and analyses of secondary data such as newspapers, regulations, and media online publication. This research finds that urang-urang lapau play their brokerage roles in four accounts. First, they portray networks of political support. Second, they provide information concerning societal conditions, political opportunities and threats. Third, they provide services to the society. Fourth, they act as hired propagandist for candidates. In exchange of the services by urang-urang lapau to legislative candidates, they receive benefits such as jobs and money. Those are four roles that help legislative candidates won the election.
"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ilham Arif
"ABSTRAK
Agenda desentralisasi di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat pasca Reformasi 1998. Berbagai aturan diterapkan untuk memperkuat agenda-agenda desentralisasi itu sendiri secara institusional. Namun, meskipun penguatan terus dilakukan, masalah dalam pengelolaan daerah otonom tetap muncul, dengan salah satu kasus terbaru adalah konflik dalam penunjukan figur Sekda di Kota Bandung. Dengan berlatar belakang kasus tersebut, penelitian ini mencoba menyelidiki kekurangan dari berbagai program institusionalisasi desentralisasi yang telah diberlakukan selama ini dengan meneliti baik aktor-aktor yang terlibat dalam kasus tersebut hingga ragam aturan perundangan yang telah ditetapkan.
Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian tesis ini adalah: Mengapa konflik antara Ridwan Kamil dan Oded Danial dalam memperebutkan posisi Sekda Kota Bandung ini terjadi, dan apa yang sebenarnya mereka perebutkan?
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah birokrasi dan politik Smith dan Hill, dan teori konflik Simon Fisher dan Maurice Duverger. Dalam menemukan jawabannya, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam kasus penunjukan Sekda Kota Bandung, telah terjadi politisasi birokrasi yang dilakukan oleh aktor-aktor politik lokal yang bekerjasama dengan aktor-aktor politik pusat, kepada birokrat-birokrat senior baik di tingkat lokal maupun pusat. Politisasi tersebut terjadi dikarenakan dua faktor. Faktor pertama adalah motif politik elit politik lokal Bandung dan Jawa Barat untuk mengamankan posisi Sekda Bandung sebagai sumberdaya politik dan politik balas jasa. Adapun faktor kedua adalah masih ditemukannya celah dalam sistem perundangan yang mengatur keberjalanan pemerintahan di daerah, baik dalam UU 23/2014, UU 5/2014, PP 11/2017, dan UU 10/2016. Celah tersebut terlihat di dalam bab yang mengatur tata kelola pemerintahan daerah terkhusus di masa transisi kekuasaan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peraturan perundangan yang mengatur tata kelola administrasi pemerintahan daerah di Indonesia masih membutuhkan banyak perbaikan, terkhususnya perbaikan dalam bab yang mengatur aturan main kekuasaan di masa transisi pemerintahan. Tidak hanya itu, peraturan perundangan yang mengatur ata kelola birokrasi di negara ini juga masih menyimpan celah politisasi yang bisa dimanfaatkan para elit politiknya. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa laju agenda desentralisasi di Indonesia terbukti masih sangat bergantung pada kemauan dan motif politik aktor-aktor elit politiknya, terutama di level pusat.

ABSTRACT
The decentralization agenda in Indonesia has progressed quite rapidly after the Reformation in 1998. Various rules were implemented to strengthen the decentralization agenda itself institutionally. However, despite continued reinforcement, problems in the management of autonomous regions continue to emerge, with one of the most recent cases being conflict is the appointment of local primary secretary figures in the city of Bandung. With this background, this study tries to investigate the shortcomings of various decentralization institutionalization programs that have been implemented so far by examining both the actors involved in the case and the various rules that have been established.
The research question to be answered in this research is: Why did the conflict between Ridwan Kamil and Oded Danial over the position of Local Primary Secretary of the Bandung City occur, and what were they actually fighting for?
The main theories used in this study were Smith and Hill's bureaucracy and politics, and conflict theory by Simon Fisher and Maurice Duverger. In finding the answer, this study uses qualitative research methods with a case study approach.
This study found that in the case of the appointment of the Secretary of the City of Bandung, there had been a politicization of bureaucracy carried out by local political actors who collaborated with central political actors, to senior bureaucrats both at the local and national levels. The politicization occurred due to two factors. The first factor was the political motives of the local political elite of Bandung and West Java to secure the position of the Bandung Regional Secretary as a political resource in return. The second factor is the fact that there are still gaps in the regulatory system that regulate the running for local government, both in Law 23/2014, Law 5/2014, PP 11/2017, and Law 10/2016. The gap is seen in the chapter that regulates regional governance especially in the transition period of power.
This study concludes that the legislation which governing the governance of local government administration in Indonesia still requires a lot of improvement, especially the improvement in the chapter that regulates the rules of play of power in the transition period. Not only that, the laws and regulations governing the management of bureaucracy in this country also still hold a gap in the politicization that can be utilized by the political elite. The theoretical implication of this research is that the pace of the decentralization agenda in Indonesia is proven to still depend heavily on the political will and motives of the actors of the political elite, especially at the central level."
2019
T53784
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Sugiarto
"ABSTRAK
Pasca reformasi Indonesia dihadapkan pada perubahan pada sistem politik, sistem pemerintahan dan ketatanegaraan. Salah satu persoalan yang penting dan muncul adalah pemilihan kepala daerah secara langsung, dan hasil dari pemilihan kepala daerah secara langsung adalah munculnya kepala daerah yang berusia muda. Kualitas pemimpin muda, terkadang menjadi sorotan publik dalam masa kepemimpinannya, seperti yang terjadi di kota Bogor dimana kepala daerah sebagai representasi eksekutif pernah terjadi konflik dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Bogor sebagai representasi legislatif terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak eksekutif. Akar masalah antar kedua instansi tersebut dikarenakan oleh komunikasi politik yang tidak berjalan dengan baik karena pimpinan kedua instansi tersebut. Hingga pada akhirnya pihak eksekutif berhasil melaksanakan komunikasi politik yang efektif dengan pihal legislatif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan deskriptif analisis. Teori-teori yang dikedepankan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi politik dan teori ketahanan nasional. Teori tersebut dipakai sebagai kerangka berfikir yang membantu peneliti dalam melihat dan menganalis hasil-hasil penelitian yang ditemukan di lapangan. Dengan menggunakan kerangka teori tersebut, korelasi antara fakta di lapangan yang diperoleh selama proses penelitian dan teori dapat dilihat korelasi kesenjangannya. Dari hasil penelitian yang didapat, bahwa politik informal sangat berpengaruh dalam pelaksanaan komunikasi politik yang efektif antara eksekutif dengan legislatif di kota Bogor dibandingkan pertimbangan politik. Wali Kota Bogor sebagai representasi eksekutif berhasil menjalankan komunikasi politik yang efektif sehingga batalnya pengunaan hak interpelasi dari pihak DPRD kota Bogor sebagai representasi legislatif.

ABSTRACT
Post-reform Indonesia are faced with changes in the political system, the system of government and state. One important issue that arises is the direct local elections, and the results of direct local elections is the emergence of regional heads of the young. The quality of young leaders, sometimes into the public spotlight in his tenure, as happened in the city of Bogor, where the executive head of the region as a representation ever conflict with the Regional Representatives Council (DPRD) Bogor city as a representation related legislative policies issued by the executive. The root of the problem between the two agencies was due to political communication does not run well by the leaders of both institutions. Until finally the executives successfully implement effective political communication with legislative pihal.
This study used a qualitative method with descriptive analysis. Theories being put forward in this research is political communication theory and the theory of national security. The theory used as framework of thinking that help researchers in viewing and analyzing the research results found in the field. By using the theoretical framework, the correlation between the facts on the ground which is obtained during the process of research and theory can be seen in correlation gap. From the results obtained, that informal politics is very influential in the implementation of effective political communication between the executive and legislature in the city of Bogor than political considerations. Mayor of Bogor as executive representation to successfully run an effective political communication so that the cancellation of the use right of interpellation of the Bogor city parliament as legislative representation."
[, 2015]
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Khairul Ichwan
"Penelitian ini ingin menganalisis kekalahan Ratu Ati Marliati pada pilkada Cilegon dan kemenangan Ratu Tatu Chasanah pada pilkada Kabupaten Serang. Padahal kedua petahana dari dua dinasti politik di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang memiliki beberapa kesamaan, baik latar belakang keluarga maupun dukungan politik. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang menyebabkan mereka berbeda nasib dalam pilkada serentak pada 2020 di kedua wilayah ini. Penelitian menggunakan teori boundary control Gibson (2012), dan dilengkapi dengan analisis strategi informal dan ilegal dari Buehler (2018) dan permainan tertutup (closed game) dari Behrend. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini memperlihatkan bahwa faktor kekalahan Ratu Ati disebabkan kegagalan dalam menerapkan strategi boundary strengthening, yang kemudian diiringi dengan keberhasilan oposisi menerapkan strategi boundary opening. Faktor-faktor yang menyebabkan kekalahan itu adalah ketiadaan aktor utama, konflik kepentingan elit partai, kontrol politik yang lemah, mesin politik tidak bekerja optimal, tidak ada akses terhadap elit partai di pusat, dan banyaknya kompetitor. Sedangkan faktor kemenangan Tatu Chasanah karena dia berhasil menerapkan boundary strengthening. Hal ini tampak dari besarnya dukungan partai politik, memobilisasi dukungan baik dari birokrasi maupun dari kelompok-kelompok masyarakat, sehingga mampu mengubah arena permainan menjadi tidak kompetitif. Hal ini memperkuat teori dari Gibson mengenai strategi boundary strengthening dan strategi boundary opening di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang.

This study wants to analyze the defeat of Ratu Ati Marliati in the regional elections in Cilegon and the win of Ratu Tatu Chasanah in the regional elections of the Serang Regency. Even though the two incumbents from these two political dynasties have several things in common, both from family backgrounds and political support. This happened due to several factors that caused them to have different fates in the simultaneous local elections in 2020 in these two regions. The research uses Gibson's boundary control theory (2012) and is complemented by an analysis of informal and illegal strategies from Buehler (2018) and closed games from Behrend. Using a qualitative method, this research shows that Ratu Ati's defeat was caused by the failure to apply the boundary- strengthening strategy, which was followed by the success of the opposition in implementing the boundary-opening strategy. The factors that led to the defeat were the absence of the main actors, the conflict of interests of the party elites, weak political control, the political machine did not work optimally, there was no access to party elites at the center, and there were many competitors. Besides, Tatu Chasanah's winning factor because she succeeded in implementing boundary strengthening. This can be seen from the huge support of political parties, mobilizing support from both the bureaucracy and community groups, to turn the playing field into an uncompetitive one. This strengthens Gibson's theory regarding the boundary strengthening strategy and the boundary opening strategy in Cilegon City and Serang Regency."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>