Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ichsan Husayfi
"Try Sutrisno memimpin PBSI selama 2 masa yaitu 1985-1989 dan 1989-1993. Pada periode pertama, kepengurusan bulutangkis Indonesia dibenahi secara sistematis . Kemudian, regenerasi pemain mulai dilakukan dan hasilnya dapat dilihat pada periode kedua. Berbagai ajang mulai memberikan hasil positif, tidak terkecuali dua emas pertama dari Olimpiade, melalui Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti.

Try Sutrisno lead PBSI during the second period,  from 1985 to 1989 and 1989 to 1993. In the first period, the renegeration of the players was adjusted soon after the management of Indonesian badminton was reorganized systematically. Then, the regeneration of the players started to do and the results can be seen in the second period. Various events began to give positive results, not least the two first gold of the Olympic Games, through Alan Budi Kusuma and Susi Susanti.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Husayfi
"Try Sutrisno memimpin PBSI selama 2 masa yaitu 1985-1989 dan 1989-1993. Pada periode pertama, kepengurusan bulutangkis Indonesia dibenahi secara sistematis . Kemudian, regenerasi pemain mulai dilakukan dan hasilnya dapat dilihat pada periode kedua. Berbagai ajang mulai memberikan hasil positif, tidak terkecuali dua emas pertama dari Olimpiade, melalui Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti.

Try Sutrisno lead PBSI during the second period, from 1985 to 1989 and 1989 to 1993. In the first period, the renegeration of the players was adjusted soon after the management of Indonesian badminton was reorganized systematically. Then, the regeneration of the players started to do and the results can be seen in the second period. Various events began to give positive results, not least the two first gold of the Olympic Games, through Alan Budi Kusuma and Susi Susanti.;"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luis Moya
"Tulisan ini membahas upaya Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dalam meningkatkan prestasi Bulu Tangkis Nasional Putra pada masa kepemimpinan Ferry Sonneville dalam kurun waktu 1981-1985. Pada masa ini, kondisi bulu tangkis Indonesia mengalami kondisi yang surut. Kekalahan Indonesia pada Piala Thomas 1982 terhadap Republik Rakyat Tiongkok menjadi ancaman supremasi Indonesia dalam bulu tangkis. Persoalan regenerasi, sarana dan prasarana, sertanya kurangnya perhatian terhadap klub bulu tangkis menjadi akibat dari menurunnya prestasi bulu tangkis Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, PBSI akhirnya membuat suatu kebijakan dengan memfokuskan pembibitan bagi generasi-generasi muda, melalui pengadaan kejuaran nasional diberbagai daerah, pendirian pusat pendidikan dan latihan, serta penerapan kebijakan collective contract. Dapat disimpulkan, bahwa pembinaan dan pengembangan oleh PBSI era Ferry Sonneville cukup membawa angin segar bagi dunia bulutangkis Indonesia karena keberhasilannya dalam merebut kembali Piala Thomas 1984. Tulisan ini menggunakan kaidah dalam metode tulisan sejarah dengan sumber-sumber yang berasal dari buku, surat kabar sezaman, artikel terkait yang dihimpun secara luring maupun daring.

This paper discusses the efforts of the Indonesian Badminton Association (PBSI) in maintaining the achievements of Men's National Badminton during the leadership of Ferry Sonneville in the period 1981-1985. At this time, the condition of Indonesian badminton experienced a receding condition. Indonesia's defeat in the 1982 Thomas Cup against the People's Republic of China threatened Indonesia's supremacy in badminton. Problems of regeneration, facilities and infrastructure, as well as lack of attention to badminton clubs are the result of the decline in Indonesia's badminton achievements. In overcoming these problems, PBSI finally made a policy by focusing on breeding for young generations, through the procurement of national championships in various regions, the establishment of education and training centers, and the application of collective contract policies. It can be concluded, that the coaching and development by PBSI in the Ferry Sonneville era was enough to bring fresh air to the world of Indonesian badminton because of its success in reclaiming the 1984 Thomas Cup. This paper uses the rules in the historical writing method with sources from books, contemporaneous newspapers, related articles collected offline and online."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef Eka Widjaja
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tentang peran Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada saat kepemimpinan Soerjadi terhadap prestasi bulutangkis Indonesia. Pada saat periode kepemimpinan Soerjadi, tim bulutangkis Indonesia berhasil mencapai prestasi gemilang setelah berhasil menyandingkan lambang supermasi bulutangkis Piala Thomas dan Uber secara dua kali beruntun pada 1994 dan 1996. Hasil tersebut diraih berkat berbagai kebijakan dan strategi yang dilakukan PBSI, seperti melakukan perombakan dalam struktur kepengurusan dengan memasukan beberapa nama dari kalangan profesional, melakukan pembaruan dalam sistem latihan, dan memperhatikan hal-hal non-teknis dalam persiapan menghadapi turnamen yang akan diikuti. Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah, penulis mengumpulkan sumber primer yang berasal dari surat kabar dan sumber sekunder yang berasal dari buku, majalah, dan sumber internet, proses selanjutnya penulis melakukan proses kritik dan menginterpretasi data tersebut untuk kemudian dituangkan dalam penulisan sejarah.

ABSTRACT
This research discussed about The Role of PBSI during the Soerjadi leadership period toward badminton achievements in Indonesia. On the Soerjadi leadership period, the Indonesian badminton team achieved a brilliant achievement after successfully became the champion in both Thomas and Uber Cup badminton two times in a row 1994 and 1996. These results were achieved due to various policies and strategies carried out by PBSI, such as doing a reorganization in the management structure by entering a several names from professionals, updating the training system and paying more attention to non-technical matters in preparation, to face the tournament that will be followed after. This study uses historical methods that include heuristic stages, criticism, interpretation and historiography. First the study collects primary sources from newspapers and secondary sources from books, magazines and internet sources, the process follows the critics and interprets the data to later be written in historical writing."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Dani Sudaryono
"

Olimpiade merupakan pesta olahraga terbesar di dunia. Indonesia sudah mengikuti ajang ini sejak tahun 1952. Dari tahun 1952-1988, Indonesia belum pernah mendapatkan medali emas. Olimpiade tahun 1992 menjadi sejarah olahraga terbaik bagi Indonesia. Indonesia berhasil meraih medali emas pertamanya melalui cabang olahraga bulutangkis. Peraihan medali emas ini berhasil dipertahankan sepanjang Olimpiade 1996-2008. Sejak saat itu, bulutangkis menjadi cabang yang selalu mendapatkan medali emas. Namun, tahun 2012 Indonesia gagal meraih medali emas. Peristiwa ini menjadikan peraihan terburuk bulutangkis Indonesia selama mengikuti Olimpiade. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor naik turunnya prestasi bulutangkis Indonesia dan upaya untuk meraih medali emas di ajang Olimpiade tahun 1992-2012. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah (1) Heuristik; (2) verifikasi; (3) interpretasi; dan (4) historiografi. Sumber-sumber penelitian ini didapatkan dari surat kabar, jurnal online, buku, dan website. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang menyebabkan naik turunnya prestasi Indonesia di ajang Olimpiade yaitu regenerasi atlet, mental bertanding, undian pertandingan, dana pembinaan, dan konflik internal. Upaya yang dilakukan PBSI dalam meraih medali emas yaitu pengadaan pelatih, pembinaan atlet, dan pengiriman atlet ke turnamen internasional. Semua upaya untuk menghadapi hambatan dalam meraih medali emas telah dilakukan. Namun, satu faktor yang membuat atlet bulutangkis Indonesia mau berjuang adalah rasa nasionalisme. Rasa nasionalisme ini yang membuat para atlet termotovasi untuk terus berlatih dan berjuang untuk menang ketika bertanding. Inilah yang membuat mereka berhasil meraih pencapaian prestasi tertinggi yaitu medali emas Olimpiade.


Olympic is the biggest event sport in the world. Indonesia has joined in the competition since 1952. From 1952-1988, Indonesia never got gold medal. Olympic 1992 made the best sport history for Indonesia. Indonesia got gold medal for the the first time with badminton. The gold medal can maintained in Olympic from 1996 until 2008. Since then, badminton always can got gold medal. But, in 2012 Indonesia didn’t get gold medal. This is the worst happen for badminton Indonesia since joined in Olympic. This research purpose to analyze the factors of up and down badminton Indonesia achevement and effort for getting gold medal in Olympic. The methods which used in this research is history methods, which consist of four steps. They are: (1) Heuristic; (2) verification; (3) interpretation; and (4) historiography. The resources of this research got from newspapers, magazines, online jurnal and article, and website. The research result show that the cause factors badminton achievement up and down in Olympic are regeneration of athletes, mentally compete, draw of match, training fund, and internal conflicts. The effort of PBSI for got gold medal are procurement of coaches, athlete training centre, and shipping athletes to international tournament. All of the effort for obstacles has done. However, one factor make Indonesia badminton athletes want to fight is nationalism. Nationalism make athlete have motivation for exercise continiously and fighting to be a winner when they competing. This is they make success got the highest achievement is gold medal.

"
2019
T52238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmizar Wahyu Wira Pradana
"Artikel ini membahas usaha-usaha yang dilakukan oleh PBSI dalam meraih gelar Piala Thomas pada periode 1970-an dan menganalisis faktor-faktor yang berperan di dalamnya. Terdapat permasalahan dalam bulu tangkis putra Indonesia saat itu, yakni kegagalan dalam meraih gelar Piala Thomas pada 1967. Kegagalan ini disebabkan oleh kurang kompetennya pengurus PBSI pada periode tersebut. Maka dari itu, PBSI segera melakukan perbaikan dengan harapan Indonesia dapat kembali merebut gelar Piala Thomas. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode sejarah dengan pengkajian sumber-sumber primer berupa literatur tertulis, studi surat kabar sezaman, serta wawancara lisan dengan para pelaku sejarah. Berdasarkan hal tersebut, muncul kebaruan penelitian yang bersifat komplemen terhadap penelitian yang telah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBSI melakukan beberapa usaha, seperti pengiriman pemain ke kejuaraan internasional, membangun hubungan baik dengan organisasi bulu tangkis kawasan maupun dunia, dan melakukan pembinaan serta regenerasi para atlet. Upaya untuk dapat kembali menjuarai Piala Thomas berhasil. Keberhasilan tersebut tidak hanya membawa satu gelar juara, melainkan empat gelar juara secara berturut-turut pada seluruh edisi yang diadakan tahun 1970-an. Faktor-faktor seperti pemilihan susunan pemain yang bertanding dan mental bertanding juga menunjukkan perannya di dalam keberhasilan upaya tersebut.

This article discusses PBSI's efforts to win the Thomas Cup championship in the 1970s and analyzes the factors that contributed to it. There was a problem with Indonesian men's badminton in that era, when PBSI failed to retain the title at Thomas Cup in 1967. This failure was caused by incompetent management. Therefore, PBSI consequently started making changes and improvements so that Indonesia could re-obtain the Thomas Cup title. The method used in this research is the historical method with primary reference reviews such as written literature, archival studies, and interviews with the actors. Based on this, the novelty of research arises which is complementary to existing research. This research proved that PBSI made several efforts such as sending their athletes to participate in international competitions, building good relations with government, world, and regional badminton federations, and developing their athletes' regeneration. Those efforts for obtaining the Thomas Cup were successful, where Indonesia managed to get not only one title, but four consecutive championship titles from all editions that were held in the 1970s. The factors that also played a role in this success were playing line-up and mentality to compete."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Bagas Satwika
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas peran Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia PBSI dalam pasang surut prestasi bulutangkis Indonesia khususnya di kejuaraan Thomas Cup pada rentang waktu tahun 1965 hingga 1989. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia selalu berusaha mempersiapkan pemain untuk berprestasi di kancah internasional khususnya kejuaraan Thomas Cup meskipun ada beberapa hambatan yang dihadapi seperti, Peristiwa Scheele, insiden Bangkok, dan pertikaian IBF dan WBF. Hasilnya adalah Indonesia berhasil menjadi negara peraih juara terbanyak sepanjang rentang waktu 1965 hingga 1989 dan PBSI memprakarsai bersatunya IBF dan WBF.

ABSTRACT
This thesis discusses about the role of The Badminton Association of Indonesia in the ups and downs of Indonesian badminton achievements, especially in the Thomas Cup on the period between 1965 to 1989. This research uses historical methods Heuristic, source criticism, interpretation, and historiography. This research proved that The Badminton Association of Indonesia is always trying to prepare players to excel in the international area, especially in the Thomas Cup, although there are some obstacles encountered such as, Scheele Event, Bangkok incident, and IBF WBF infighting. The result is that Indonesia succeeded in becoming the overall champion from 1965 to 1989 and the merger of IBF and WBF. "
2017
S69758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Downey, Jake
Inggris EP Publishing 1982,
796.345 Dow w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Setyawan
"Skripsi ini membahas perkembangan olahraga bulutangkis dari awal masuknya ke Indonesia sampai olahraga ini membawa Indonesia dikenal di dunia Internasional khususnya bidang olahraga. Pemilihan dari judul tersebut diatas dengan alasan bahwa olahraga bulutangkis di Indonesia merupakan olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia selain sepak bola. Hal ini terlihat dengan sering dimainkannya olahraga ini di berbagai tempat. Baik di kampung-kampung (lingkunga sekitar tempat tinggal) sampai di kejuaraan-kejuaraan yang bertaraf internasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana olahraga bulutangkis di Indonesia dapat berkembang dari olahraga rakyat menjadi olahraga yang dapat mengharumkan nama bangsa Indonesia di dunia olahraga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dimana terdapat empat tahap yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa olahraga bulutangkis di Indonesia berkembang dengan baik dari yang pada awal masuknya adalah olahraga rakyat menjadi olahraga yang dikenal masyarakat dunia pada umumnya, dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Perkembangan bulutangkis di Indonesia mulai benarbenar terlihat ketika PBSI dibentuk. Hal ini berawal dari peranannya PBSI itu sendiri dimana dapat menjadi anggota IBF pada tahun 1953. Mulai masuknya PBSI menjadi anggota IBF perkembangan bulutangkis terus meningkat. Terlihat sebagai puncaknya PBSI dapat mengikuti kejuaran Piala Thomas pada tahun 1958 dan berhasil menjuarainya dengan didasari semangat nasionalisme yang tinggi. Karena saat itu olahraga di Indonesia perkembangannya masih sederhana.

This essay discusses the sport development which is badminton. from the early introduction about this sport in Indonesia, especially when the International field of sports notice indonesia from this sport. reason from selecting the title is that the sport which is badminton is a sport that Indonesia is very tune by the Indonesian community in addition to football. This sport is often played in many places. from the neighborhood to the national championship, and the international championship. The objective of this research is to illustrate how badminton in Indonesia can develop from common sport into the sport that can make indonesia's name pretige in the sports world. Methods which is used in this research are a method of history where there are four stages, namely heuristik, criticism, interpretation, and historiografi.
The results from this research is sport badminton in Indonesia grew well in the beginning of the introduction about this sport when only be played as a neighborhood sport into the sport that is known the world community in general, and the people of Indonesia in particular. The development of badminton in Indonesia began to common when the PBSI formed. This was the role of PBSI itself that can become a member of the IBF in 1953. when PBSI becomes a member of the IBF, the development of badminton increases. as a result which is top of achievement is PBSI participate in Thomas cup Championship in 1958 and successfully win the championship based on the spirit of high nationalism. Because at that time the sports growth in Indonesia are simple."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S12279
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Ladykia Naftali
"Penelitian ini membahas tentang etnis Tionghoa dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia pada tahun 1966 - 1998. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana etnis Tionghoa dari berbagai bidang dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan data akan menggunakan teknik studi pustaka dan wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekalipun di tengah dinamika sosial dan politik pada masa Orde Baru (1966-1998) yang diskriminatif seperti kewajiban memiliki SBKRI dan adanya kekerasan rasial, tetapi etnis Tionghoa dari berbagai bidang tetap melakukan aperannya masing-masing dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia sebagai bentuk rasa nasionalisme untuk menanggapi keadaan yang dialami tersebut. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai bidang, mulai dari atlet yang mengharumkan nama Indonesia di dunia melalui perjuangan prestasi sebagai bentuk menunjukkan identitas nasional, pelatih yang berjuang melatih guna menghasilkan atlet yang berprestasi, organisator yang rela bergerak di bidang politik organisasi bulutangkis demi kepentingan Indonesia, hingga sebagai pengusaha membantu pembinaan bulu tangkis Indonesia melalui pendanaan. Lalu, kesuksesan bulutangkis Indonesia ini berdampak positif terhadap respon yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia yaitu berupa dukungan, sambutan, dan apresiasi yang tinggi kepada para kontingen bulutangkis Indonesia.
This study discusses the Chinese ethnicity and its dynamics in the success of Indonesian badminton in 1966 - 1998. The purpose of this study is to explain how the ethnic Chinese from various fields and their dynamics in the success of Indonesian badminton. The method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In data collection will use literature study and interview techniques. The conclusion of this research is that even in the midst of discriminatory social and political dynamics during the New Order (1966-1998) such as the obligation to have an SBKRI and the existence of racial violence, ethnic Chinese from various fields still carry out their respective roles in the success of Indonesian badminton as a form of a sense of nationalism to respond to the circumstances experienced. This can be observed from various fields, start from athletes who makes Indonesia’s name fame in the world through achievement struggles as a form of showing national identity, coaches who struggle to train to produce outstanding athletes, committee who are willing to engage in badminton organization politics for the sake of Indonesia, entrepreneurs assisting the development of Indonesian badminton through funding. Then, the success of Indonesian badminton has a positive impact on the response given by the Indonesian people and government, namely in the form of support, welcome, and high appreciation for the Indonesian badminton contingent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>