Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167280 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fanny Yulia
"Penelitian ini merupakan sebuah analisis terhadap teks berita politik seputar Pilkada Serentak 2015 yang membahas kandidat kepala daerah perempuan. Metode yang digunakan untuk menganalisis teks berita adalah semiotika, dan difokuskan pada bagaimana harian Kompas dan Koran Tempo merepresentasikan politisi perempuan dalam berita politik. Semiotika yang digunakan adalah metodologi semiotika Roland Barthes yakni lima kode pokok untuk menggali mitos dalam narasi literatur. Kerangka konseptual Cultural Studies dan Media Marxist digunakan untuk mengkritisi kultur patriarki yang tercermin dalam bahasa-bahasa yang digunakan media untuk membahas politisi perempuan. Kultur patriarki dianggap menghegemoni ruang redaksi baik pekerja media maupun komunikator massa, yang tercermin dari pemilihan kata-kata serta fakta yang dimunculkan. Masing-masing media memunculkan mitos tersendiri atas perempuan di ranah politik, khususnya yang maju sebagai kandidat kepala daerah. Mitos tersebut masih menerjemahkan hegemoni ideologi patriarki ke dalam bahasa pemberitaan, walaupun dengan derajat yang berbeda.

This research aims to provide analysis about women candidates on 2015 local elections in political news texts. Semiotics method is applied to analyse news, and I focused the research on how Kompas and Koran Tempo are representing women politicians in political news. On this research, I used Roland Barthes’s semiotic; five major codes to reveal myths on narrative literaturs. Cultural Studies and Media-Marxist as the conceptual framework to criticize patriarchy culture that implies on languages to represent women politician in media. Patriarchy culture is considered as hegemony in redactional spaces, either media workers or mass communicators. This hegemony is mirrored from words and facts that chosen into women politician’s narrative news. Each media brings out their own myths upon women on politics, especially whom run for office in 2015 local election. Both media have myths that translated patriarchy ideology hegemony, despite on different levels. The level can be interpretatively measured by different style of narrative  and language explication.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julizar Idris
"Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilu Legislatif 2014 (Survei Perilaku Pemilih diKecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan) Segmentasipemilihdapatdiklasifikasikan berdasarkan tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, umur, kepercayaan atau agama, etnis, kelas social dan lain sebagainya. Dalam tesis ini penulis ingin menguraikan tentang segmentasi pemilih berdasarkan segmentasi umur dengan melakukan studi khusus tentang perilaku memilih pemilih, khususnya para pemula dalam memilih partai politik. Tesisinimembahasseberapa besar pengaruh faktor platform dan ideologi partai, program kerja partai, citra partai, identifikasi tokoh partai, hubungan emosional pemilih terhadap partai, isu dan pemberitaan yang terkait dengan partai, serta afiliasi sosial (social afiliation) para pemilih, terhadap besar kecilnya preferensi politik para pemilih pemuladalammemilihpartaipolitik. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa faktor platform dan ideologi partai, program kerja, isu dan pemberitaan partai, dan afiliasi sosial pemilih mempengaruhi preferensi politik para pemilih pemula dalam Pemilu Legislatif 2014. Kata kunci: Faktor-faktor, pemilih pemula,Teori Reason Action, komunikasi politik.

Segmentation of voters can be classified based on the economic level, education level, age, religious beliefs, ethnicity, social class, and so forth. In this thesis, the author would like to elaborate on voter segmentation based on age segmentation by making a special study of the first voter behavior in the vote political parties
This thesis discusses how much the the influence of party platforms and ideology, work program of the party, the party's image, identification of party figures, emotional ties to the party's voters, issues and news related to the party, and social affiliation of voters, to the size of the the political preferences of the first voters in choosing the political party,
The results showed , that the factor of party platforms and ideology, work program of the party, issues and news related to the party, and social affiliation, affects the political preferences of first voters in the 2014 legislative elections
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Pratitaswari
"Perubahan desain pemilu di era reformasi telah memberi dampak terhadap perubahan strategi kandidat untuk memenangkan pemilu. Sejak Pemilu 2009 hingga 2019, beberapa peserta pemilu mulai mengejar suara personalnya. Berbagai usaha akan mereka lakukan, termasuk membentuk relasi patron klien dengan seorang broker. Keberadaan broker dipercaya membantu mengatasi kendala timbal balik dialami oleh kandidat. Fenomena jaringan perantara pada pemilu era reformasi semakin beragam. Menurut Aspinall dan Mada Sukmajati (2014), terdapat tiga jenis fenomena broker yaitu partai politik, tim sukses, dan jaringan sosial Sementara penelitian ini akan membahas fenomena broker lainnya yaitu broker penyelenggara pemilu. Studi ini meneliti tentang peran broker penyelenggara pemilu dengan mengambil studi kasus praktik broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang pada Pemilu 2019. Alasan kesediaan beberapa penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang adalah ikatan pertemanan, motivasi ekonomi, serta aspek manajerial pemilu. Tidak semua broker kerap diidentikan sebagai “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) karena memungkinkan broker gagal memenangkan kliennya pada pemilu. Penelitian ini juga menjelaskan problematika loyalitas kesetiaan broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu teori brokerage dan konsep integritas pemilu.

The Changes in election design in the reform era have had an impact on changing candidate strategies to win elections. From the 2009 to 2019 elections, several election participants began to pursue their votes. They will do various efforts, including establishing a patron-client relationship with a broker. The existence of a broker is believed to help overcome the reciprocal obstacles experienced by candidates. The phenomenon of the intermediary network in the reform era elections is increasingly diverse. According to Aspinall and Mada Sukmajati (2014), there are three types of broker phenomena, namely political parties, successful teams, and social networks. This study examines the role of election management brokers by taking a case study of the practice of election management brokers in Karawang Regency in the 2019 Election. The reasons for the willingness of several election organizers in Karawang Regency are friendship bonds, economic motivation, and managerial aspects of the election. Not all brokers are often identified as “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) because it allows brokers to fail to win their clients in elections. This study also explains the problem of loyalty of election management brokers in Karawang Regency. The theories used in this research are brokerage theory and the concept of electoral integrity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niode, Burhan
"Objek penelitian ini terfokus kepada perilaku politik (political behavior)
pemilih Muslim pada Pemilu 1999 di DKI Jakarta, yang bertujuan untuk
menjawab permasalahan seperti yang dirumuskan berikut ini. (1) bagaimanakah perilaku memilih pemilih Muslim pada Pemilihan Umum 1999?; (2) bagaimanakah pandangan pemilih Muslim terhadap keberadaan parpol-parpol Islam pada Pemilu 19992; (3) bagaimanakah pandangan pemilih Muslim terhadap penggunaan simbol Islam dalam politik?
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan (questibner) kepada 250 pemilih Muslim yang telah menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 1999 dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan beberapa tokoh informal Muslim yang tersebar di lima wilayah (kotamadya) yang ada di DKI Jakarta. Sedang data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metod deskriptif-analitis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) pengelompokan sosial-keagamaan berperan di dalam membentuk sikap dan perilaku politik pemilih; (2) agama (baca: Islam), yang dimanifestasikan dalam bentuk asas dan lambang parpol, dapat berperan sebagai tali pengikat sekaligus berfungsi sebagai landasan identilikasi diri bagi parpol dengan pemilihnya, terutama pemilih yang yang berlatar belakang pendidikan menengah ke bawah; (3) program partai dapat menjadi dasar bagi pemilih di dalam memilih parpol; (4) figuritas seorang pemimpinan parpol atau pun calon presiden dapat berpengaruh terhadap pilihan politik pemilih; (5) selain perlakuan tidak adil dari rezim Orde Baru terhadap PDIP dan pemimpinnya, juga ligur Megawati Soekarnoputeri sebagai anak presidenvPresiden dan ideologi Nasionalisnya yang mendorong pemilih mengidentifikasi diri dengan PDIP; (6) walaupun media massa sudah menjadi konsumsi keseharian pemilih, tetapi kemanfaatannya sebagai media komunikasi polilikv(baca: sarana informasi Pemilu 1999) dan pendidikan politik lebih dominan difungsikan oleh merek yang memiliki Iatar belakang pendidikan menengah kevatas, dan; (7) sikap mendukung atau pun menolak terhadap keberadaan parpolvIslam dan pnggunaan simbol Islam dalam politik antara lain dipengaruhi olehvfaktor umum.
Penegasan-penegasan di alas setidak-tidaknya telah memberikan gambaran tentang bagaimana perilaku polltik pemilih Muslim pada Pemilu 1999. Lebih dari itu, dapat dijadikan sebagai dasar di dalam mengevaluasi kekalahan parpol Islam dalam Pemilu 1999. Kekalahan tersebut Iebih disebabkan: (1) budaya politik pemilih Muslim yang masih mencerminkan kuatnya unsur paternalisltik; (2) kurang siapnya parpol Islam dalam mengikuti Pemilu 1999; (3) kurangnya soslallsasi parpol Islam ke tingkat massa; (4) simbol Islam tidak serta merta dlterima oleh semua pihak; (5) banyaknya parpol Islam yang terlibat dalam Pemilu 1999, dan; (6) dalam diri PDIP serla pemimpinnya (Megawatl Soekarnoputeri) identik dengan simbol ketidakadilan."
2001
T4925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyna Laura
"Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI pada pemilu 2019 menjadi
kontroversi tersendiri di tubuh Partai Gerindra. Dalam prosesnya masih ada permasalahan
yang belum terselesaikan. Terlepas dari penunjukan Mulan Jameela fenomena keterlibatan
selebritis di dalam dunia politik khususnya di partai politik sudah berlangsung sejak era
reformasi. Kesadaran selebritis mulai berubah dari sekedar hanya sebagai penghibur politik
tetapi sudah mulai ikut lebih dalam yaitu melaksanakan peran politik entah itu sebagai
legislatif maupun eksekutif. Hal ini, pula yang merubah faktor-faktor terjadinya selebritis
terlibat dalam partai politik. Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI tidak
terlepas juga dari partai politik yang menaunginya. Polemik yang terjadi juga berimbas
pada calon lainnya yang seharusnya menjadi Anggota DPR RI. Permasalahan ini yang pada
akhirnya menyebabkan permasalahan di tubuh Partai Gerindra sendiri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan penunjukan Mulan Jameela
sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra dan juga bagaimana proses penunjukan
Mulan Jameela sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra tahun 2019-2024. Peneliti
mengambil lokasi penelitian di Provinsi DKI Jakarta dengan beberapa lokasi yakni DPP
Partai Gerindra dan Komisi Pemilihan Umum. Dalam penelitian ini menggunakan
penelitian pendekatan kualitatif.

The appointment of Mulan Jameela to become a Member of the Indonesian Parliament in
the 2019 elections has become a controversy in the Gerindra Party. In the process, there
are still unresolved problems. Apart from the appointment of Mulan Jameela, the
phenomenon of celebrity involvement in politics, especially in political parties, has been
going on since the reform era. Celebrity awareness has begun to change from just being a
political entertainer to become deeper, namely carrying out political roles whether it is as
a legislative or executive. This, too, changes the factors for celebrities to become involved
in political parties. The appointment of Mulan Jameela to become a member of the
Indonesian Parliament was also inseparable from her political party. The polemic that
occurred also had an impact on other candidates who should have become a member of
the DPR RI. This problem ultimately is caused by the problems within the Gerindra Party
itself. This study aims to determine what factors led to the appointment of Mulan Jameela
as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra Party and also how the process
of appointing Mulan Jameela as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra
Party in 2019-2024. The research took the research location in DKI Jakarta Province with
several locations, namely the Gerindra Party DPP and the General Election Commission.
In this study using a qualitative research approach"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustiana Lestari
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan proses framing terhadap dua
kandidat presiden Indonesia pada Pemilu 2014, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan
Prabowo Subianto. Proses framing ditinjau dari wacana berita Koran Tempo,
khususnya pada berita debat calon presiden. Analisis framing ini memanfaatkan
teori framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki (1993). Teori framing
diperkuat dengan analisis makrosintaksis dari van Dijk (1988). Pada praktiknya,
analisis framing ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan dan
keseimbangan berita terhadap pihak-pihak tertentu. Dalam penelitian ini, teori
Entman (2007) mengenai kecenderungan berita diadopsi sekaligus menjadi
jembatan yang menghubungkan antara framing dan kecenderungan atau
keseimbangan antara dua pihak yang terdapat di dalam berita. Hasil sintesis
beragam teori ini memperlihatkan sikap Koran Tempo cenderung positif kepada
Jokowi (capres nomor urut dua) daripada Prabowo (capres nomor urut satu).
Kecenderungan tersebut dibuktikan oleh analisis framing Pan dan Kosicki yang
meliputi analisis struktural, leksikal, headline, dan pendukung berupa insert yang
semuanya dimuat di dalam teks berita.

ABSTRACT,br>
The objective of this study is to reveal the framing process on two Indonesian
presidential candidates in general election 2014, they are Joko Widodo (Jokowi)
and Prabowo Subianto. The framing process is reviewed from news discourse of
Koran Tempo, particularly on the news of presidential candidate debates. This
framing analysis applies the framing theory approach of Zhongdang Pan and
Gerald M Kosicki (1993). The theory is strengthened by macro syntactic analysis
proposed by van Dijk (1988). Practically, this analysis is conducted to find out the
news tendency and balance on certain sides. In this study, Entman theory (2007)
of news tendency is adopted and connects the framing with the tendency or
balance between two sides in news. The synthesis result of the theories indicates
that Koran Tempo shows its more positive posture to Jokowi (presidential
candidate number two) compared to Prabowo (presidential candidate number
one). That tendency is proved by the framing analysis of Pan and Kosicki which is
including structural, lexical, headline, and inserts analysis that are all covered in
news text.;The objective of this study is to reveal the framing process on two Indonesian
presidential candidates in general election 2014, they are Joko Widodo (Jokowi)
and Prabowo Subianto. The framing process is reviewed from news discourse of
Koran Tempo, particularly on the news of presidential candidate debates. This
framing analysis applies the framing theory approach of Zhongdang Pan and
Gerald M Kosicki (1993). The theory is strengthened by macro syntactic analysis
proposed by van Dijk (1988). Practically, this analysis is conducted to find out the
news tendency and balance on certain sides. In this study, Entman theory (2007)
of news tendency is adopted and connects the framing with the tendency or
balance between two sides in news. The synthesis result of the theories indicates
that Koran Tempo shows its more positive posture to Jokowi (presidential
candidate number two) compared to Prabowo (presidential candidate number
one). That tendency is proved by the framing analysis of Pan and Kosicki which is
including structural, lexical, headline, and inserts analysis that are all covered in
news text., The objective of this study is to reveal the framing process on two Indonesian
presidential candidates in general election 2014, they are Joko Widodo (Jokowi)
and Prabowo Subianto. The framing process is reviewed from news discourse of
Koran Tempo, particularly on the news of presidential candidate debates. This
framing analysis applies the framing theory approach of Zhongdang Pan and
Gerald M Kosicki (1993). The theory is strengthened by macro syntactic analysis
proposed by van Dijk (1988). Practically, this analysis is conducted to find out the
news tendency and balance on certain sides. In this study, Entman theory (2007)
of news tendency is adopted and connects the framing with the tendency or
balance between two sides in news. The synthesis result of the theories indicates
that Koran Tempo shows its more positive posture to Jokowi (presidential
candidate number two) compared to Prabowo (presidential candidate number
one). That tendency is proved by the framing analysis of Pan and Kosicki which is
including structural, lexical, headline, and inserts analysis that are all covered in
news text.]"
2015
T43310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shintiya
"Dunia jurnalistik dan ranah politik merupakan dua wilayah yang hingga saat ini masih didominasi laki-laki. Hal tersebut membuat jurnalis perempuan yang ditempatkan dalam kompartemen politik harus menghadapi dua lapis bias gender sekaligus. Skripsi ini hendak melihat bagaimana eksistensi jurnalis perempuan dalam produksi berita politik. Penelitian ini menggunakan paradigma criticalconstructionism dan merupakan penelitian kualitatif dengan metode in-depth interview terhadap jurnalis di ruang redaksi Tempo. Ruang redaksi Tempo dipilih sebagai studi kasus karena merupakan media yang menyajikan berita politik berkualitas. Wawancara dilakukan terhadap enam orang narasumber yang dipilih menggunakan metode snowball. Hasil temuan menunjukkan walaupun jenis kelamin jurnalis tidak mempengaruhi bentuk tulisan, namun pada realitanya terdapat tantangan khusus sebagai perempuan dalam proses produksi berita politik. Jurnalis politik perempuan harus menghadapi berbagai diskriminasi dan pelecehan dalam menjalani profesi mereka.

Journalism and political sphere are two areas that still dominated by men. It makes women journalists who are placed in political compartment have to face two layers of gender bias as well. This thesis is about to see how the existence of women journalists in production of political news. This qualitative research used critical constructionism paradigm and method of in-depth interviews to journalists in Tempo newsroom. Tempo newsroom was chosen as a case study because it produces high quality political news. Interviews were conducted to six sources person who were selected by using snowball method. The findings indicate though journalists’ sex does not affect their news article, in reality there are some special challenges that have to face by women journalist in the process of political news production such as discrimination and harassment"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LIPI Press, 2017
321.5 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Shahril
"Penelitian ini menganalisis Sekolah Partai bagi persiapan Cakada yang diusung dan didukung oleh PDI Perjuangan dalam Pilkada Serentak 2020, dengan kaitannya akan tipe kepartaian PDI Perjuangan yang secara fundament berbasis massa dalam nasionalistik plural. Namun adanya sistem presidensial dan tradisi partai menjadikan PDI Perjuangan sebagai Partai personalistic. Penelitian ini menggunakan teori Gunther dan Diamond (2001; 2003), Wolinetz (2002) mengenai tipe dan fungsi partai politik dalam merancang kelembagaan politik dengan kebijakan partai dalam teori design institution (rancangan institusi) Goodin (1998). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa partai membangun legitimasi terhadap adanya nominasi pencalonan kepala daerah melalui keputusan pimpinan partai baik yang diusung maupun yang didukung. Bentuk legitimasi tersebut adalah Sekolah Partai bagi Cakada. Dengan personalisasi kepemimpinan PDI Perjuangan membangun budaya politik patronage dari personalistik kepemimpinan elit partai. Untuk membangun loyalitas petugas partai dalam menduduki eksekutif daerah maka Sekolah Partai dijadikan sebagai pendidikan ideologi politik partai, sosialisasi dalam mentransformasi nilai-nilai kepartaian PDI Perjuangan, dan penyelarasan antara pemerintahan daerah yang terbentuk  dengan Presiden dalam platform PDI Perjuangan .

This study analyzes the Party School for Cakada preparation that was promoted and supported by the PDI Perjuangan in the  Pilkada Simultaneous 2020, in relation to the type of party of PDI Perjuanan  which is fundamentally mass-based in plural nationalism. However, the existence of a presidential system and party traditions made the PDI Perjuangan as a personalistic party. This study uses the theory of Gunther and Diamond (2001; 2003), Wolinetz (2002) regarding the types and functions of political parties in designing political institutions with party policies in Goodin's (1998) design institution theory. This study uses a qualitative method with a case study design. The findings of this study indicate that the party builds legitimacy for the nomination of regional head nominations through was decisioning of party leaders, both those that are promoted and those that are supported. The form of legitimacy is the Party School for Cakada. By personalizing the leadership of the PDI Perjuangan, it builds a political culture of patronage from the personalistic leadership of the party elite. To build the loyalty of party officials in occupying regional executives, the Party School is used as an education for the party's political ideology, socialization in transforming the values ​​of the PDI Perjuangan party, and alignment between the formed local government and the President on the PDI Perjuangan platform."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Wijanarko
"Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 merupakan salah satu pemilihan kepala daerah yang menjadi target utama untuk dapat dikuasai oleh setiap partai politik, termasuk PDI Perjuangan. Status dan posisi DKI Jakarta yang sangat strategis membuat seluruh elit PDI Perjuangan turut terlibat dalam memberikan usulan-usulan sikap. Masuknya berbagai usulan sikap diinternal PDI Perjuangan tentunya menimbulkan dinamika politik tersendiri disana selain faktor lainnya yang berasal dari luar PDI Perjuangan. Dinamika politik yang berkembang diinternal PDI Perjuangan dilatarbelakangi oleh pertimbangan elit-elit yang menginginkan peran partai yang dominan (sebagai Cagub) dan menguntungkan di Pilgub tersebut. Elit yang diwakili Megawati menginginkan mengusung kadernya sendiri sebagai Cagub sedangkan elit yang diwakili Taufiq Kiemas menginginkan PDI Perjuangan mengambil peran yang juga menguntungkan lainnya dengan berkoalisi dengan incumbent sebagai Cawagub. Munculnya dua pertimbangan sikap ini sangat terkait dengan berbagai faktor seperti perolehan kursi legislatif PDI Perjuangan di DKI Jakarta, evaluasi kepemimpinan gubernur sebelumnya, pertimbangan politik untuk tahun 2014, dan sebagainya. Perkembangan situasi politik di DKI Jakarta turut mempengaruhi semakin kencangnya perdebatan diinternal PDI Perjuangan saat itu, terutama saat beberapa partai politik telah mengarahkan sikap politiknya kepada partai besar lain. Penelitian ini menemukan banyak faktor politik yang melatarbelakangi dan menjadi pertimbangan PDI Perjuangan dalam proses penentuan Cagub yang diusung. Pada akhirnya PDI Perjuangan mengusung figur Joko Widodo sebagai Cagub untuk Pilgub DKI Jakarta tahun 2012. Keputusan mencalonkan Jokowi tentu sangat menarik untuk dilihat karena PDI Perjuangan telah ‘berani’ untuk mengajukan figur yang belum mengenal kondisi sosial dan politik di DKI Jakarta saat itu.

The 2012 election for DKI Jakarta Governor is a main target of every political parties, including the PDI Perjuangan. The strategic status and position of DKI Jakarta prompted all PDI Perjuangan elites to involve in underlining their stances. The infusion of many opinions in the PDI Perjuangan internal ignited distinctive political dynamics therein besides other external factors. The source of this political dynamics is the consideration of the party elites who intended the domination of mutual dominant party role (as candidate). Elites who were represented by Megawati intended to field their own proteges as candidate while other elites who were represented by Taufiq Kiemas intended the party to form a coalition with the incumbent by fielding the PDI Perjuangan candidate as the candidate of vice governor. This political division is related to the legislative chair won by the PDI Perjuangan in Jakarta, the evaluation in the leadership of the incumbent, political consideration for 2014 General Election, etc. The development of political situation in DKI Jakarta also influenced the internal disputes, especially when several lesser political parties showed that they had the intention of joiningnother major parties. The thesis finds many political factors which constituted the background of PDI Perjuangan’s consideration in determining the party’s candidate. Eventually, the PDI Perjuangan fielded Joko Widodo as the governor candidate during the 2012 Governor Election. The decision to field Joko Widodo is very interesting to be researched because the PDI Perjuangan eventually showed its bravery to field a figure who didn’t master the political and social of DKI Jakarta at the time."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>