Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169247 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tasya Ayu Amira
"Dalam perkembangan web, monetisasi adalah kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari website. Perkembangan teknologi yang pesat telah menghasilkan beragam cara untuk memonetisasi Hak Cipta. Salah satu aspek terpenting Hak Cipta adalah Hak Ekonomi, yang mana adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk menerima keuntungan ekonomi dari Ciptaan mereka. Jikalau ada pihak yang ingin menggunakan Hak Ekonomi tersebut, maka mereka haruslah membayarkan royalti terhadap Pencipta atau Pemilik Hak yang bersangkutan. Karena Internet telah memberikan metode distribusi Ciptaan yang mudah dan murah, peran perantara Internet menjadi sangat signifikan. Salah satu perantara internet yang paling populer adalah Youtube. Youtube memungkinkan penggunanya untuk memperoleh uang melalui iklan online via Google Adsense. Seperti karya audiovisual lainnya, video yang diupload ke Youtube dilindungi Hak Cipta. Sebagai perantara Internet, Youtube tidak bebas dari masalah Hak Cipta di Internet. Sifat Internet membuat sulit untuk pemilik Hak Cipta untuk mengetahui secara pasti saat Ciptaan mereka dimonetisasi oleh orang lain tanpa izin atau imbalan yang layak. Tanpa teknologi yang memadai yang akan memungkinkan Pemegang Hak untuk mengidentifikasi secara akurat, penggunaan Ciptaan mereka, Internet akan selalu rentan terhadap pelanggaran Hak Cipta. Karena itu, untuk memastikan Hak Ekonomi Pencipta dan Pemegang Hak terlindungi, Pemerintah harus melaksanakan pengawasan terhadap perantara internet.

In web development, monetization refers to the ability to generate revenue from a website. Rapid technological advancements have resulted in multiple ways in which Copyright can be monetized. One of the most important aspect of Copyright is Economic Rights, which is the exclusive right of the Creator or Copyright holder to obtain economic benefit of their works. Should anyone wish to utilize said Economic Rights, they must pay royalty to the respective Creator or Rightsholder. As the Internet have enabled easy and low cost distribution of works, the role of internet intermediaries becomes very significant. One of the most popular internet intermediary is Youtube. Youtube allows its users to make money from their videos through advertising revenue via Google AdSense. Just like other audiovisual works, videos uploaded to Youtube is subject to Copyright. By virtue of being an internet intermediary, Youtube is not free from the issues of Copyright on the Internet. The nature of the Internet makes it difficult for Copyright owners to know precisely when their works are being monetized by other people without proper authorisation and remuneration. Without the adequate technology that would enable rightsholder to accurately identify the use of their works, the Internet will always be a place that is susceptible to Copyright infringement. Therefore, to make sure that the Economic rights of Creators or rightsholders are protected, the government must conduct oversight towards internet intermediaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Lesmana
"Perkembangan teknologi telah memudahkan proses penggandaan dari sebuah karya tulis bahkan mengalihwujudkan kedalam bentuk yang berbeda. Perlindungan atas hak cipta pun harus selaras dengan perkembangan teknologi saat ini untuk memaksimalkan hak ekonomi yang seharusnya diperoleh pencipta mengingat sifat droit de suite yang dimilikinya.
Hak ekonomi penulis sebagai pencipta dapat dihasilkan melalui penerbitan; penggandaan; hingga penyewaan ciptaan. Dimungkinkan adanya suatu pemecahan Hak Cipta agar Pencipta mendapatkan keuntungan yang lebih atas karyanya. Penelitian yuridis normatif ini akan menguji apakah pasal 9 Undang- Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 sudah memenuhi kriteria kelengkapan Hak Ekonomi yang seharusnya didapatkan penulis. Penelitian ini juga menjadikan dua kasus pelanggaran Hak Cipta, yaitu kasus adaptasi Novel relatif tidak terkenal ke sinetron tanpa izin di MNC TV dengan judul berbeda dan pembajakan bit standup comedy yang dialami penulis sekaligus standup comedian Pandji Pragiwaksono, untuk melihat bentuk perlindungan dan metode pengindentifikasian pencurian hak cipta yang tepat sehingga memudahkan pengindentifikasian apakah karyanya dibajak atau tidak.
Penelitian ini juga mengkaji sarana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta untuk mendapat perlindungan hukum atas dugaan pembajakan ini, baik preventif ataupun represif, dan menganalisis peran Lembaga Manajemen Kolektif serta model kerjasama yang terbaik antara penulis dengan penerbit atau calon pemegang hak cipta lainnya.

The development of technology has facilitated the duplication process of a paper and even changes it into a different media. Protection of copyright must be in tune with the current technological developments to maximize the economic rights that have accrued creators due to the nature of the droit de suite.
Economic rights of the author as the creator may be generated through the publishing; duplicating; into leasing creation. It is also possible for a disability of Copyright, which the Creator has the right to breaks down elements of Copyright and gain more profit of his/her work. This normative juridical study will test whether Article 9 of the Copyright Act No. 28 of 2014 has met the standard criteria of Economic Rights which should be obtained by the author. The study also analyze two cases of violation of copyright, namely the case of novel adaptation that relatively unwell known into film without permission on MNC TV with a different title and piracy of standup comedy bit experienced by Pandji Pragiwaksono, to see a proper form of protection and methods of identification on copyright theft, making it easier for authors to conclude whether or not his/her work have been hijacked.
This study also examines the means of legal action that can be acted by the creators to get legal protection for alleged piracy, whether preventive or repressive, and analyze the role of Collective Management Institution then give suggestion about the most effective coorporation between author and publishers or other copyright holder candidates.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idzhar Maulana
"Hak Cipta merupakan rezim perlindungan bagi pencipta yang didalamnya terkandung hak moral dan hak ekonomi. Dilihat dari sejarahnya, kedua hak tersebut timbul dikarenakan adanya dua sistem hukum yang berbeda, yakni sistem hukum common law yang mencampurkan antara hak ekonomi dengan hak moral, dan sistem hukum civil law yang mengedepankan hak moral dibandingkan hak ekonomi serta memisahkan diantara keduanya. Namun, Indonesia sebagai negara penganut sistem hukum civil law justru mencampurkan kedua hak tersebut dengan memasukkan bentuk hak moral ke dalam pengaturan hak ekonomi pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Maka dari itu, penelitian ini mengkhususkan pembahasan pada pengaturan hak moral dan hak ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan beberapa pandangan terkait dengan kedua hak tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif yang mana berlandaskan pada bahan pustaka atau data sekunder atau dengan kata lain penelitian ini mengacu pada norma hukum peraturan perundang-undangan dan referensi dokumen lain yang terkait dengan hak cipta. Hasil penelitian ini adalah terdapat pencampuran hak moral dan hak ekonomi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menunjukkan bahwa pembuat undang-undang menggunakan monist theory dalam mengatur kedua hak tersebut. Sehingga diperlukan konsistensi dari pembuat undang-undang dalam mengatur kedua hak tersebut agar sesuai dengan sistem hukum dan filosofi bangsa Indonesia.

Copyright is a protection for the creator that includes moral rights and economic rights. Judging from its history, the two rights arise because of two different legal systems, namely the common law legal system which mixes economic rights with moral rights, and the civil law legal system which is a moral right compared to an economic right and separates the two. However, Indonesia that adheres to a civil law system, precisely mixes the two rights by incorporating a form of moral right into the regulation of rights in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Therefore, this study focuses on the discussion of the regulation of moral rights and economic rights in Law Number 28 of 2014 concerning copyright and several doctrines related to these two rights. This research was conducted with a juridical-normative research method, which is based on library materials or secondary data, or in other words, this research refers to the legal norms of laws and regulations and other document references related to copyright. The results of this study show that there is a mixture of moral rights and economic rights in Law No. 28 of 2014 concerning Copyright, which shows that legislators use monist theory in regulating these two rights. Therefore, the consistency of the legislators is needed in regulating these two rights so that they are in accordance with the legal system and philosophy of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggo, Grace Pratamaningtyas Putri
"This thesis is written to analyze how copyright regulations accommodate the ever-growing creations, especially in relation to dance. Dance as one of the works protected by copyright is regulated in regulations at the international and regional levels in each country, such as in the United States and Indonesia, which are also the focus of writing this thesis. Currently, coupled with technological developments, many dances are being exploited without giving credit or commensurate compensation to the creators. Therefore, this thesis will discuss how existing regulations accommodate the growing demands of dance creators. This thesis is written using the normative legal research method, where this thesis is written based on legal literatures. This thesis is written using descriptive research method to accurately describe the problem being researched. This thesis is made based on two research questions, the first question is why does dance need to be copyrighted and the second question is whether the current regulations are sufficient to meet the demands of dance creators in the modern era. To answer the research question, it has been established that dance is one of the intellectual property rights protected by copyright. However, in practice, dance as one of the works protected by copyright does not yet have the implementation of regulations that are equivalent to other copyrighted works. Therefore, dances deserve copyright protection like other copyrighted works, because dance copyright protection is also regulated in the regulations. Then to answer the second research question, it was first found that the types and forms of dance were growing along with technological developments, which also led to the development of demands for copyright protection from dance creators. However, the current regulations are not sufficient to meet the demands of dance creators in the modern era.

Skripsi ini ditulis untuk menganalisis bagaimana peraturan hak cipta mengakomodir ciptaan yang semakin berkembang, terutama dalam kaitannya dengan tari. Tarian sebagai salah satu karya cipta yang dilindungi oleh hak cipta diatur dalam peraturan mengenai hak cipta baik dalam tingkat internasional maupun regional di masing-masing negara, seperti di Amerika Serikat dan Indonesia, yang juga menjadi fokus dalam penulisan skripsi ini. Saat ini, ditambah dengan adanya perkembangan teknologi, banyak tarian yang dieksploitasi tanpa memberikan kredit maupun kompensasi yang sepadan kepada para penciptanya. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana peraturan yang ada mengakomodir tuntutan yang semakin berkembang dari para pencipta tarian. Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dimana skripsi ini ditulis berdasarkan pada literatur hukum. Skripsi ini ditulis menggunakan metode riset deskriptif untuk menggambarkan secara akurat permasalahan yang sedang diteliti. Skripsi ini dibuat dengan berdasarkan pada dua rumusan masalah, yaitu pertanyaan pertama adalah mengapa tarian perlu dikenakan perlindungan hak cipta dan pertanyaan kedua adalah apakah peraturan yang saat ini berlaku memadai untuk memenuhi tuntutan dari para pencipta tarian di era modern. Untuk menjawab rumusan masalah pertama, telah ditemukan fakta bahwa tarian adalah salah satu hak milik intelektual yang dilindungi oleh hak cipta. Namun pada praktiknya, tarian sebagai salah satu karya cipta yang dilindungi oleh hak cipta belum memiliki implementasi regulasi yang setara dengan karya cipta yang lain. Oleh karena itu, tarian layak untuk mendapatkan perlindungan hak cipta sebagaimana karya cipta lainnya, karena perlindungan hak cipta tarian juga diatur di dalam peraturan. Kemudian untuk menjawab rumusan masalah kedua, terlebih dahulu ditemukan fakta bahwa jenis dan rupa tarian semakin berkembang seiring dengan adanya perkembangan teknologi, yang juga menimbulkan adanya perkembangan tuntutan perlindungan hak cipta dari para pencipta tari. Namun, peraturan yang ada saat ini belum memadai untuk memenuhi tuntutan dari para pencipta tari di era modern."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Alexander
"Skripsi ini menganalisis legalitas penggunaan lagu dalam aplikasi Spotify untuk hiburan karaoke massal komersial serta perlindungan hukum bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Karaoke adalah suatu hiburan yang menyanyikan lagu-lagu dengan diiringi musik berbentuk rekaman. Industri karaoke ini kian berkembang hingga menciptakan berbagai konsep baru, salah satunya karaoke massal. Karaoke Massal merupakan suatu konsep karaoke dimana puluhan bahkan ratusan orang bernyanyi bersama-sama sambil mengikuti lirik yang ditampilkan di sebuah layar. Penyelenggara karaoke massal umumnya memanfaatkan aplikasi Spotify untuk memperdengarkan lagu serta menampilkan lirik kepada pengunjung. Penyelenggara karaoke massal umumnya juga mematok tiket masuk atau minimal pembelian makanan dan/atau minuman bagi pengunjung sehingga memberikan keuntungan bagi penyelenggara. Pemanfaatan lagu untuk memperoleh keuntungan merupakan bentuk dari Penggunaan Secara Komersial yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Tindakan memperdengarkan lagu kepada pengunjung dalam karaoke massal juga tergolong sebagai Pengumuman ciptaan yang merupakan hak ekonomi pencipta. Penggunaan lagu dalam aplikasi Spotify untuk hiburan karaoke massal komersial tanpa memperoleh izin dan membayar royalti adalah tindakan yang ilegal. Penggunaan lagu untuk hiburan karaoke massal komersial harus memperoleh izin dari pencipta berupa lisensi pengumuman serta membayar royalti. Lisensi dan royalti merupakan bentuk perlindungan hukum hak cipta dan hak terkait yang diberikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.

This thesis analyzes the legality of using songs in the Spotify application for commercial mass karaoke entertainment as well as legal protection for authors, copyright holders, and related rights owners. This thesis was prepared using doctrinal research methods. Karaoke is an entertainment that involves singing songs accompanied by recorded music. The karaoke industry is increasingly developing to create various new concepts, one of which is mass karaoke. Mass Karaoke is a karaoke concept where tens or even hundreds of people sing together while following the lyrics displayed on a screen. Mass karaoke organizers generally use the Spotify application to play songs and display the lyrics to visitors. Organizers of mass karaoke generally also set entrance tickets or minimum purchases of food and/or drinks for visitors, thereby providing a profit for the organizer. The use of songs to gain profit is a form of Commercial Use regulated by Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. The act of playing songs to visitors in mass karaoke is also classified as publishing works which is the economic right of the creator. Using songs in the Spotify application for commercial mass karaoke entertainment without obtaining permission and paying royalties is illegal. The use of songs for commercial mass karaoke entertainment must obtain permission from the creator in the form of a performing license and paying royalties. Licenses and royalties are a form of legal protection for copyright and related rights given to authors, copyright holders, and related rights owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasha Avicenna
"Penelitian ini membahas implementasi hak moral dalam hukum hak cipta, dengan fokus pada studi perbandingan antara Indonesia dan Korea Selatan. Hak moral, yang mencakup hak atribusi dan integritas, sangat penting untuk menjaga martabat dan integritas pencipta serta ciptaannya. Indonesia dan Korea Selatan telah membangun kerangka hukum untuk melindungi hak cipta, namun menghadapi tantangan yang berbeda dalam penegakannya, terutama di era digital. Penelitian ini mengungkap perbedaan dalam ketentuan hak moral, praktik penegakan hukum, dan persepsi budaya di kedua negara. Menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian ini mengidentifikasi kesenjangan dan peluang untuk meningkatkan sistem hukum agar lebih melindungi hak moral. Temuan ini menawarkan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan perlindungan hak cipta sekaligus mendorong keseimbangan antara inovasi dan hak kekayaan intelektual.

This research examines the implementation of moral rights in copyright law, focusing on a comparative study between Indonesia and South Korea. Moral rights, encompassing the right of attribution and integrity, are critical for maintaining the dignity and integrity of authors and their creations. Indonesia and South Korea have established legal frameworks to protect copyright, yet face distinct challenges in enforcement, particularly in the digital age. This study highlights differences in moral rights provisions, enforcement practices, and cultural perceptions in both countries. Using a normative legal research method, the research identifies gaps and opportunities for improving legal systems to better safeguard moral rights. The findings offer policy recommendations to enhance copyright protection while fostering a balance between innovation and intellectual property rights. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Marlin Agustin
"Karya Sinematografi dalam bentuk film impor merupakan bentuk tayangan yang diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia sejak sebelum kemerdekaannya. Film impor yang ditayangkan di Indonesia dapat dikonsumsi dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena adanya penerjemahan yang dilakukan atas film-film impor tersebut. Terdapat 2 dua metode penerjemahan film yang paling sering dipakai oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia yaitu metode sulih suara dubbing dan metode penerjemahan dalam bentuk teks subtitle.
Film impor yang selama ini diedarkan dan ditayangkan di bioskop untuk konsumsi publik, diterjemahkan menggunakan metode penerjemahan dalam bentuk teks subtitle, namun tidak demikian adanya dengan film impor yang ditayangkan di televisi. Film sebagai salah satu dari serangkaian Ciptaan yang dilindungi oleh hukum Hak Cipta di Indonesia diakui sebagai sebuah wujud nyata dari sebuah ide yang diekspresikan yang kepada Pencipta atau Pemegang Hak Ciptanya melekat Hak Ekonomi dan Hak Moral.
Dalam tulisan ini penulis akan membedah kedua metode penerjemahan film tersebut dan membongkar satu per satu setiap tahap yang harus dilalui untuk menerjemahkan film menggunakan kedua metode penerjemahan tersebut. Penulis juga akan membahas mengenai penerjemahan film dilihat dari perspektif hak ekonomi dan hak moral. Selanjutnya penulis menganalisis lebih jauh mengenai metode sulih suara dubbing yang selama ini dipakai untuk menerjemahkan film impor yang ditayangkan di televisi dan dampaknya terhadap hak moral Pelaku Kegiatan Perfilman sebagai Pencipta, dikaitkan dengan definisi Ciptaan yang dilindungi oleh hukum Hak Cipta sendiri. Penulis berharap pada akhirnya film impor yang ditayangkan di televisi Indonesia dapat disuguhkan kepada masyarakat menggunakan metode penerjemahan film yang tetap memastikan Hak Ekonomi Pencipta terlindungi namun tidak menciderai Hak Moral Pencipta.

Cinematographic work in the form of imported film is something that was already introduced to the people of Indonesia even prior to its independence as a nation. Imported film that are aired in Indonesia are able to be consumed and enjoyed by Indonesian people because of film translation methods applied on the films, that allow them to do so. There are 2 two methods of film translating that are most commonly used in many countries across the world including Indonesia itself, which are dubbing and subtitling.
The imported films that have been circulated and showcased in movie theatres for publics consumption, are translated by subtitling them, but it isnt so when it comes to those that are aired on television. Film as one of the forms of creation that are protected under the Copyright Law which recognizes it as an embodiment of an expressed idea. On that creation economic and moral rights are attached.
In this writing, author hopes to be able to dissect both film translating methods in terms of the technicalities and how they affect the moral rights of creator with how the Copyright Law defines the very creation it protects in mind. Author hopes for a future where imported films are able to be consumed by our society using a translating method that is able to make sure that both of creators rights which the economic one and the moral one stay protected, specifically in terms of sound which is one of the most important elements in movie as a form of audiovisual work.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Adytia Pratama
"Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi pada kenyataannya, hal tersebut masih diperdebatkan oleh berbagai kalangan terkait, terutama mengenai mekanisme penilaian dan pengikatan jaminan, sehingga sampai saat ini belum ada pihak yang memberikan kredit dengan jaminan berupa Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan bertujuan untuk mempelajari mekanisme penilaian dan pengikatan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia di Indonesia, dengan membandingkan dengan metode yang dilakukan di negara Common Law yaitu Amerika Serikat. Dari hasil penelitian didapati bahwa meskipun sudah terdapat peraturan yang mengatur, namun belum adanya praktik konkrit dari lembaga keuangan bank dan/atau non-bank yang menjadikan hak cipta sebagai objek jaminan untuk mendapatkan kredit seperti di Amerika Serikat. Dari contoh di Amerika Serikat kita dapat melihat bahwa banyak pihak yang dilibatkan dalam sebuah perjanjian kredit dan adanya agunan tambahan sebagai bentuk proteksi terhadap pihak peminjam. Polemik ini haruslah dipecahkan lewat kolaborasi yang solutif antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pihak jasa penilai, dan juga pihak perbankan agar terbangun sebuah infrastruktur hukum sampai ke teknis pelaksanaannya.

Law number 28 of 2014 concerning Copyright stipulates that Copyright as an intangible movable object can be used as an object of fiduciary guarantees. Provisions regarding Copyright as an object of fiduciary security will be implemented in accordance with the provisions of the applicable laws and regulations. However, in reality, this is still being debated by various related parties, especially regarding the mechanism for assessing and binding guarantees, so that until now there has been no party that has provided credit with collateral in the form of a Copyright. This study uses a normative juridical method and aims to study the mechanisms for assessing and binding Copyright as an object of fiduciary guarantees in Indonesia, by comparing it to the method used in Common Law countries namely United States of America. From the results of the study it was found that although there are already regulations governing, there is no concrete practice by bank and/or non-bank financial institutions that make copyright an object of collateral to obtain credit like in the United States. From the example in the United States of America we can see that many parties are involved in a credit agreement and there is additional collateral as a form of protection for the borrower. This polemic must be resolved through a solutive collaboration between the Financial Services Authority, the Ministry of Law and Human Rights, the appraisal service, and also the banking sector in order to develop a legal infrastructure down to the technical implementation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Sri Aryani
"Ditengah-tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia, ada satu kegiatan yang tidak terpengaruh oleh kejadian tersebut yaitu pertunjukan musik baik yang langsung (off-air) maupun yang dipertunjukkan di televisi swasia (on-air). Pertunjukan musik dari penyanyi atau grup musik dapat seeing diselenggarakan clan disaksikan sekarang ini tidak lepas dari peran serta perusahaan produsen barang maupun jasa yang sedang rnengadakan kampanye promosi untuk barang maupun jasa yang sedang rnengadakan kampanye promosi. Peran serta perusahaan produsen barang atau jasa tersebut adalah dari segi pembiayaan penyelenggaraan pertunjukan musik tersebut baik di venue atau di televisi. Dikatakan demikian, karena untuk pengurusan penyelenggaraan pertunjukkannya sendiri dilakukan oleh pihak promotor musik atau event organizer atau stasiun televisi swasta. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan produsen barang maupun jasa di dalam membiayai penyelenggaraan suatu pertunjukan musik disebut dengan banyak macam, tergantung pada tenat penyelenggaraan pertunjukan tersebut apakah off-air atau on-air. Untuk pertunjukan off-air atau biasanya berupa tur musik, yang diselenggarakan oleh promoter atau event organizer, maka disini bagi produsen perusahaan barang maupun jasa itu dikatakan melakukan kegiatan sponsorship atau pemberian biaya sponsor sedangkan untuk pertunjukan on-air , yang diselenggarakan oleh bagian produksi stasiun televisi yang memproduksi program hiburan musik tersebut, maka disini perusahaan produsen barang maupun jasa tersebut dikatakan melakukan pemberian sponsor atas program televisi. Kegiatan pemberian sponsor atas suatu program acara hiburan televisi dalam praktek pertelevisian disebut dengan istilah blocking time, yaitu dimana si perusahaan produsen membeli jam siaran suatu program dengan cara membayar biaya produksi suatu program clan membeli jam tayang iklan pada program tersebut, dengan imbalan produsen tersebut dapat memanfaatkan ruang di dalam program acara hiburan tersebut untuk melakukan promosi. Dari kegiatan penyelenggaraan pertunjukkan musik televisi ini timbul isu-isu hak kekayaan intelektual khususnya yang rnenyangkut hak cipta den hak terkait Hal itu karena di dalam program acara musik tersebut telah digunakan Iagu-lagu dan musik ciptaan para pencipta lagu, kemudian lagu tersebut dinyanyikan oleh penyanyi dengan iringan orkestra yang telah membuat aransemen lagu, kemudian terdapat naskah komedi yang dimainkan oleh pars komedian. Malta dalam program acara hiburan musik televisi tersebut banyak terdapat penggunaan hak cipta dan hak terkait Sehingga pula terdapat pengaturan dan penggunaan hak-hak kekayaan intelektual tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T19143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novan Priami Syahrial Lepap
"Hal yang sangat mendasar dalam mcndukung terciptanya iklim pendidikan yang baik dan berkualitas adalah, tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung bagi proses beiajar-mengajar. Salah satu sarana yang sangat penting dalam proses belajar-mengajar adalah buku pelajaran yang merupakan sumber pengetahuan. Hal ini disebabkan, selama kegiatan proses belaiar-mengajar berlangsung, tentunya tidak terlepas dari keberadaan buku sebagai sumber pengetahuan yang akan memperkaya ilmu yang dimiliki peserta didik. Dewasa ini, usaha pengadaan buku, khususnya buku-buku hasil karya pengarang asing (buku berbahasa asing) sangat diperlukan bagi peningkatan kualiras pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, serta bagi kemajuan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia. Menyadari keadaan tersebut, maka diperlukan upaya untuk menerjemahkan buku berbahasa asing tersebut kedalam bahasa Indonesia. Dalam peneijemah buku berbahasa asing terkait dua pihak, yaitu pengarang asli dan penerjemah. Kedudukan hukum pengarang asli adalah sebagai pemegang hak cipta, yang hak moralnya tetap melekat pada buku hasil terjemahan. Sedangkan kedudukan hukum dari penerjemah adalah juga sebagai pencipta yung mandiri. Penerjemah dalam kegiatan penerjemahan buku berbahasa asing berkedudukan sebagai pencipta karena hasil terjemahannya merupakan ciptaan yang asli dan mandiri. Sehingga buku berbahasa asing yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sesuai prosedur hukum, menghasilkan karya baru yaitu buku terjemahan. Karya terjemahan tersebut, juga diakui sebagai salah satu karya cipta yang dilindungi dalam UUHC. Hal yang melatar belakangi dimasukkan terjemahan sebagai salah satu bentuk ciptaan adalah karena terjemahan merupakan hasil karya intelektual atau hasil olah pikir manusia yang memiliki keahlian dalam bahasa. Dengan demikian setiap orang yang akan memperbanyak ciptaan yang, berbentuk terjemahan harus mendapat izin dari pemegang hak ciptanya. Tanpa adanya izin dari pemegang hak cipta, maka tindakan memperbanyak karya terjemahan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Hak Cipla. Dengan adanya perlindungan terhadap penerjemah buku tersebut dimaksudkan untuk menggairahkan penerjemahan buku-buku berbahasa asing kedalam bahasa Indonesia, sehingga kebuluhan dunia pendidikan dan penelitian dapat terpenuhi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T 17318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>