Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111922 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ronny Bara Pratama
"Penelitian ini berupaya untuk menganalisis prosedur pemeriksaan permohonan keberatan atas putusan KPPU saat ini di Indonesia termasuk kelemahannya. Analisis dilanjutkan dengan melakukan perbandingan atas prosedur penyelesaian sengketa persaingan usaha di negara Amerika Serikat terkait FTC (Federal Trade Commission) dan di negara Jepang terkait JFTC (Japan Fair Trade Commission). Analisis dalam penelitian ini tujuan untuk dapat merumuskan prosedur penyelesaian sengketa persaingan usaha yang berkeadilan dalam pemeriksaan upaya hukum keberatan atas Putusan KPPU. Metode penelitian yang digunakan bersifat kualitatif dengan mengumpulkan data melalui tatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian, yakni Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, KPPU dan Mahkamah Agung. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan menggambarkan data-data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan, observasi secara langsung di beberapa tempat penelitian, wawancara terhadap narasumber, serta studi kasus yang terkait upaya keberatan atas putusan KPPU. UU No. 5 Tahun 1999 hanya memberikan kesempatan bagi pihak yang merasa tidak puas atas putusan KPPU untuk mengajukan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri sementara ketentuan teknisnya diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Namun dalam praktiknya masih terdapat berbagai ketidakjelasan terkait prosedur penyelesaian upaya keberatan, seperti misalnya terkait kedudukan dan tata cara pemeriksaan maupun pembuktian yang dilakukan Pengadilan Negeri yang berwenang, sehingga pada akhirnya juga dianggap masih belum dapat memberikan putusan yang berkeadilan sehingga pihak yang kalah menempuh upaya hukum lainnya. Sementara baik FTC maupun JFTC saat ini lebih mengedepankan penyelesaian secara damai. Putusan Pengadilan Negeri yang belum dianggap berkeadilan ini juga berkaitan erat dengan landasan hukum, sistem pemeriksaan dan kewenangan yang dilakukan KPPU sebelum menerbitkan Putusan KPPU. Karenanya upaya perumusan prosedur penyelesaian sengketa persaingan usaha yang berkeadilan tidak dapat terpaku pada aturan pelaksanaan seperti Perma saja, melainkan juga meliputi landasan hukum, sistem pemeriksaan dan pembuktian serta kewenangan yang dimiliki oleh KPPU dan personilnya

This study seeks to analyze a procedure that tests to prove its error. The current KPPU in Indonesia includes its weaknesses. Analysis by comparing the comparison of business dispute resolution solutions in the United States related to the FTC (Federal Trade Commission) and in Japan related to the JFTC (Japan Fair Trade Commission). The analysis in this research is to determine a solution for dispute resolution, fair business competition in a legal examination based on the KPPU's decision. The research method is qualitative in nature by collecting data through face-to-face and can be measured by people at the research site, namely the Commercial Court at the Central Jakarta District Court, KPPU and the Supreme Court. This research uses a descriptive analytical approach by describing the data collected through literature studies, direct observation at several research sites, interviews with informants, and related case studies based on KPPU's research. UU no. 5 of 1999 only provides an opportunity for parties who are dissatisfied with the KPPU's decision to submit an application for approval to the District Court while the technical provisions are regulated through a Supreme Court Regulation (Perma). However, in practice, there are still various uncertainties related to the procedures for resolving the solutions being considered, such as related to and procedures for examination or evidence conducted by a crisis District Court, so that in the end they are still unable to provide a fair decision so that the party who loses the legal remedies other. Meanwhile, both the FTC and the JFTC are currently prioritizing peaceful settlement. The decision of the District Court that is not yet mature with justice is also closely related to the legal basis, examination system and the powers that are carried out by KPPU before issuing the KPPU's decision. Therefore, efforts to formulate a fair business competition dispute settlement cannot be fixed on implementing regulations such as Perma alone, but also include the legal basis, examination and evidence system as well as the authority possessed by KPPU and its personnel. Keywords: KPPU's decision, objection, fair procedure "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Antonius Jasminton
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah disahkan dan diundangkan pada tangal 5 Maret 1999, akan tetapi sampai saat ini menurut penulis masih ada permasalahan terkait kedudukan hukum (Legal Standing) dan permasalahan terkait domisili hukum dalam upaya hukum keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal Pemohon Keberatan berbeda-beda domisili hukum.
Dalam praktek, ada pelapor yang menafsirkan secara berbeda Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu bahwa pelapor memiliki Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU yang dijatuhkan terhadap pihak Terlapor dengan cara menghubungkannya ketentuan pada Pasal 44 ayat 2 dengan Pasal 1 angka 5 yang berbunyi sebagai berikut: “Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, padahal Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU telah diatur secara tegas dalam Pasal 2 ayat (1) Perma Nomor 3 Tahun 2005 akan tetapi pengaturan tersebut tidak menghilangkan penafsiran bahwa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Pelapor dapat melakukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU. Domisili hukum pemohon upaya hukum keberatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 44 ayat (2) menyebutkan bahwa Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut dan Pasal 1 angka 19 menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri adalah pengadilan di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Istilah kedudukan hukum usaha pelaku usaha.telah menimbulkan penafsiran yang berbeda atas defenisi kedudukan hukum usaha dan menjadi bias karena dapat saja perseroan terbatas melakukan kegiatan usaha dibanyak tempat diwilayah hukum negera Indonesia bahkan diluar negeri karena mengacu kepada penjelasan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak ada istilah dan pengaturan tentang kedudukan hukum usaha, yang ada adalah tempat kedudukan yang diatur dalam Pasal 17 yang menyebutkan Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar dimana tempat kedudukan tersebut sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.

Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition has been ratified and promulgated on March 5, 1999, but until now according to the author there are still problems related to legal standing and issues related to legal domicile in an effort the law of objection to the decision of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in the case that the Petitioners object to different legal domiciles.

In practice, there are reporting party who interpret differently Article 44 paragraph 2 of Law Number 5 of 1999, namely that the reporter has a legal standing to file an objection to the Court for objections to the KPPU's decision handed down against the Reported party by linking the provisions to Article 44 paragraph 2 with Article 1 number 5 which reads as follows: Business Actors are every individual or business entity, whether in the form of a legal entity or not a legal entity established and domiciled in the jurisdiction of the Republic of Indonesia, either and together through agreements, carrying out various business activities in the economic field, whereas the legal standing for filing an objection to the Court over the KPPU's decision has been expressly regulated in Article 2 paragraph (1) Perma Number 3 of 2005, but the regulation does not eliminate the interpretation that it refers to Law Number 5 of 1999 , The Reporting Entity may make legal remedies against the KPPUs decision.
The legal domicile of the applicant for objection legal remedies in Law Number 5 of 1999 regulated in Article 44 paragraph (2) states that Business Actors may submit objections to the District Court no later than 14 (fourteen) days after receiving notification of the decision and Article 1 number 19 states that a District Court is a court in the legal place of business of a business.
The term legal business undertaking has caused a different interpretation of the legal position of the business and is biased because it can be limited liability companies to do business in many places in the legal territory of Indonesia even outside the country because it refers to the explanation of Article 18 of Law Number 40 concerning the Company Limited mentioned that business activities are activities carried out by the Company in order to achieve their aims and objectives which must be clearly specified in the articles of association, and these details must not conflict with the articles of association. In Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies there are no terms and regulations regarding the legal status of business, which is the place of residence stipulated in Article 17 which states that the Company has a place of residence in the city or district area within the territory of the Republic of Indonesia specified in the articles of association where the domicile is at once the Companys head office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Armelia Maharani
"Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pengawasan dalam perkara kemitraan terdapat dalam Pasal 36 UU No. 20 Tahun 2008 (UU UMKM). Lebih lanjut dalam peraturan pelaksana UU UMKM, yaitu dalam PP No. 7 Tahun 2021 (PP 7/2021) disebutkan pula dalam Pasal 123 bahwa tata cara pengawasan perkara kemitraan akan adanya indikasi pelanggaran persaingan usaha diatur dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Peraturan Komisi). Peraturan Komisi yang berlaku saat ini adalah Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2019 (Perkom 4/2019). Menariknya dalam Perkom 4/2019 ini disebutkan dalam Pasal 66 ayat (4) bahwa putusan KPPU bersifat final. Lebih lanjut dalam Perkom 4/2019 ini juga tidak lagi diatur mengenai upaya hukum yang dapat diajukan oleh Terlapor terhadap putusan yang dijatuhkan oleh KPPU. Padahal dalam PP 7/2021 tidak disebutkan bahwa putusan yang dijatuhkan oleh KPPU bersifat final. Dengan adanya ketentuan dalam pasal 66 ayat (4) Perkom 4/2019 tentunya bisa sangat merugikan Terlapor yang dirugikan akibat putusan KPPU yang dijatuhkan kepadanya, sebab mekanisme untuk mengajukan upaya hukum tidak diatur dalam Perkom 4/2019. Adapun dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini dilakukan analisis menggunakan metode kepustakaan sehingga menghasilkan penelitian yang deskriptif. Sementara dari hasil Penelitian skripsi ini didapati bahwa Putusan KPPU dalam perkara kemitraan yang tidak menyediakan mekanisme pengajuan upaya hukum kepada Terlapor tidak tepat ditinjau berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku. Serta tidak ada perlindungan hukum yang diberikan kepada terlapor setelah adanya Perkom 4/2019. Sehingga diperlukan adanya peninjauan ulang atas ketentuan dalam Pasal 66 ayat (4) Perkom 4/2019 yang menyebutkan bahwa Putusan Komisi bersifat final serta perlu disebutkan secara tegas pula mengenai alternatif perlindungan hukum yang dapat ditempuh oleh Terlapor atas Putusan KPPU dalam perkara kemitraan yang dijatuhkan kepadanya, yang dapat dilakukan melalui alternatif yang diberikan kepada Terlapor untuk dapat mengajukan permohonan pembatalan Putusan Komisi ke Pengadilan Niaga.

The authority of the Indonesia Competition Commission (KPPU) to supervise partnership agreements is contained in Article 36 of Law No. 20 of 2008 (UU UMKM). Further in the implementing regulations of the UMKM Law, namely in government regulations No. 7 of 2021 (PP 7/2021) It is also stated that in Article 123 PP, the procedures for supervising partnership agreements for indications of business competition violations are regulated by the Regulations of the Indonesia Competition Commission (“Peraturan Komisi"). The Commission Regulation currently in effect is Commission Regulation No. 4 of 2019 (Perkom 4/2019). Interestingly, in Perkom 4/2019 it is stated in Article 66 paragraph (4) that the KPPU's decision is final. Furthermore, Perkom 4/2019 also no longer stipulates legal remedies that can be submitted by the Reported Party against decisions handed down by the KPPU. Even though PP 7/2021 does not state that the decisions handed down by the KPPU are final. With the provisions in Article 66 paragraph (4) Perkom 4/2019, of course, it can be very detrimental to the Reported Party who is harmed by the KPPU's decision handed down to him, because the mechanism for filing legal remedies is not regulated in Perkom 4/2019. As for answering the problems in this study, analysis was carried out using the library method so as to produce descriptive research in the form of a description of the existing facts. Meanwhile, from the results of this thesis research it was found that The KPPU's decision in a partnership agreement that does not provide a mechanism for filing legal action against the Reported Party is inappropriately reviewed based on the provisions of the applicable procedural law. As well as no legal protection was given to the reported party after Perkom 4/2019. So it is necessary to review the provisions in Article 66 paragraph (4) Perkom 4/2019 which states that the Commission's Decision is final and it is also necessary to state explicitly regarding alternative legal protections that can be taken by the Reported Party for the KPPU's Decision in the partnership case handed down to him, which can be done through an alternative provided to the Reported Party to be able to submit a request for cancellation of the Commission Decision to the Commercial Court.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akira Mairilia
"Tesis ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, bagaimanakah sistem penyelesaian perkara persaingan usaha di negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Dan kedua, bagaimanakah peranan KPPU dalam penanganan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan perbandingan penyelesaian perkara persaingan usaha di berbagai negara, yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pilihan penyelesaian perkara persaingan usaha yang sesuai dan dapat membawa KPPU bekerja lebih baik di masa datang. Penyelesaian perkara persaingan usaha dibebankan kepada Federal Trade Commission (FTC) dan Antitrust Division of The Department of Jusrice (DOJ-AD); the Australian Competition and Consumer Commission (ACCC), Autorité; Japan Fair Trade Commission (JFTC); dan Komisi Perngawas Persaingan Usaha (KPPU). Terdapat perbedaan peranan antara tiap komisi dalam penyelesaian perkara. Perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam tata cara penyelesaian perkara, perbedaan kewenangan dan tugas pada tiap-tiap komisi, perbedaan dalam penggunaan pembuktian dalam suatu kasus, program-program yang telah dilaksanakan dan sebagainya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU sebagai organ penegak Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih banyak kekurangan dalam menjalankan peranannya. Kekurangan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kelembagaan KPPU yang belum jelas, kewenangan KPPU yang cenderung bersifat absolute, dan sebagainya. Diperlukan penyempurnaan dari UU No.5 Tahun 1999 melalui pengaturan yang tegas mengenai hukum acara persaingan usaha guna menciptkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi Indonesia yang berpengaruh terhadap perekonomian negara.

This thesis mainly discusses about two issues. First, how does the dispute settlement system of competition in United States, Australia, France and Japan? And second, how does the role of KPPU to handling of competition dispute as compared to the United States, Australia, France and Japan? This research is conducted on a juridical normative method, the purpose of this research is provide a comparison of the settlement competition in many countries, which is intended to give an overview or option in dispute settlement that appropriate and could bring the KPPU to work better in the future. Competition settlement imposed on the Federal Trade Commission (FTC) and the Antitrust Division of the Department of Justice (DOJ-AD), the Australian Competition and Consumer (ACCC), Autorité, Japan Fair Trade Commission (JFTC) and Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). There are differences between each commission in settling cases. The differences can be found in the settlement procedure, the differences in the powers and duties each commission, the differences in the use evidence to a case, and so on.
The result showed that KPPU as a law enforcement organ of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 on prohibition of monopolistic practices and unfair business competition are still many lacks to execute its role. The lacks is caused by many factors, including the institutional of KPPU is not yet clear, the authority tend to be absolute, and so on. Required refinement of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 by setting strict regulation regarding antitrust law in order to establish competition for justice, legal certainty and the benefits to Indonesia that effect to the economy."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T33044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqiy El Farabiy
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan lembaga independen pengawas pelaksanaan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU berhak memberikan putusan tetapi tidak memiliki kedudukan sebagai lembaga peradilan perdata, sehingga putusan tersebut tidak dapat di eksekusi oleh KPPU.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya, megetahui mengapa hingga saat ini masih banyak pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap, serta apakah upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan agar eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Penulisan skripsi ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis normatif dan metode deskriptif analitis, yaitu memfokuskan pemecahan masalah berdasarkan data yang diperoleh yang kemudian dianalisa berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan terkait Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, literatur serta bahan lain yang berhubungan dengan penelitian dan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer melalui wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya mengalami berbagai hambatan sehingga tidak dipatuhi oleh pelaku usaha, adanya defense kerahasiaan informasi perusahaan menyebabkan KPPU tidak dapat memperoleh data perusahaan yang diperlukan untuk diletakkan sebagai objek sita eksekusi.

The Business Competition Supervisory Commission (KPPU) is an independent institution who supervise the implementation of Indonesian Law Number 5 of 1999 concerning the Banning of Monopoly Practice and Unfair Competition. KPPU is entitled to give judgment but not has the position as a private court, therefore the aforementioned judgment cannot be executed by KPPU.
With this sense, this research tries to analyze the execution of final and binding judgment given by KPPU in it's implementations,to do know why until now there is still businesses not to execute KPPU verdict, and to know what legal remedy that can be done so the execution of KPPU verdict be function properly.
The methodological approach in this research is a juridical normative approach and the analitical descriptive research, which analyze the research to secondary materials and it's relations with Business Competition Law in Indonesia, as well as any other literatures, and field researching in order to obtain primary materials through interviews.
The result shows the execution of final and binding judgment given by KPPU was initiated by KPPU to the District Court to conduct an execution, further, to put a seizure over the execution and also the outcome of auction sales. The District Court will later demand KPPU to be more active in conducting the seizure of the execution by revealing KPPU to earn some kind of object of the execution, such as assets to be seized, when in reality, those objects are difficult to find.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradylla Ninda Octaviani
"Praktik penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) meskipun telah diatur sebagai salah satu bentuk kegiatan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam Undang-Undang Anti Monopoli, namun fakta di lapangan ditemukan bahwa praktik penyalahgunaan posisi dominan justru kerap kali digunakan oleh para pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan usaha yang mereka jalankan. Permasalah yang kemudian diangkat adalah bagaimana penerapan pelanggaran penyalahgunaan posisi dominan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap putusan-putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan; Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi dan bagaimana bentuk analisis ekonomi yang digunakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam membuktikan adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, menggunakan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan disimpulkan melalui metode deduktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada putusan Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi, keduanya telah terbukti secara sah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, sedangkan pada putusan Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan, posisi dominan yang dimiliki terbukti tidak disalahgunakan

Practice abuse of dominant position although has been set up as one form of unfair business competition in the Indonesia?s Antimonopoly Law, however the facts found that the practice of abuse of dominant position is often used by entrepreneurs in order to develop and managing their business. The issues which is the writer trying to solve is, how the adjustment of violation of abuse of dominant position under Article 25 of Indonesia?s Antimonoply Law related to The Commission for the Supervision of Business Competition's verdict Number: 15/KPPU-L/2006 on the distribution of LPG in South Sumatra; Number: 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamarts Supermarket; and Number: 17/KPPU-I/2010 on Pharmacy; and how the form of economic analysis used by the Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) in proving the existence of abuse of dominant position committed by entrepreneurs. This study is a normative, using secondary data processed in a qualitative and inferred through deductive method. Eventually, the results showed that the 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamart Supermarket; and the 17/ KPPU-I/2010 of Pharmacy, both have been proven to legally commit abuse of dominant position, meanwhile the 15/KPPU-L/2006 concerning the distribution of LPG in South Sumatra, had not proven to legally commit abuse of dominant position."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurachman Sidik Alatas
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutuskan ada tidaknya suatu pelanggaran terhadap perkara persaingan usaha juga menjatuhkan sanksi terhadap pihak yang divonis bersalah berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU itu sendiri. Terhadap pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KPPU, melalui Perma No. 3 Tahun 2005 diatur mengenai pengajuan upaya keberatan atas putusan KPPU yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pengadilan negeri masih dalam tahap judex factie. Namun berdasarkan pengaturan pasal 5 ayat (4) Perma No. 3 Tahun 2005, pemeriksaan dalam tahap upaya keberatan hanya didasarkan pada berkas pemeriksaan pada tahap pertama di KPPU yang diserahkan oleh KPPU ke pengadilan negeri. Atas perintah hakim pengadilan negeri melalui putusan selanya, pemeriksaan tambahan dapat dilakukan jika hakim pengadilan menganggap hal tesebut diperlukan. Pemeriksaan tambahan dilakukan oleh KPPU. Berdasarkan hal tesebut penulis akan membahas bagaimana kedudukan bukti baru yang diajukan dalam upaya keberatan untuk mendukung argumen dari pihak yang mengajukan permohonan keberatan.

KPPU pursuant to Act 5 of 1999 is an institution that has the authority to decide whether or not there is a breach of competition cases also impose sanctions against parties who were convicted based on an examination conducted by the Commission itself. Against those who feel aggrieved by the decision of the Commission, through the Perma No. 3 of 2005 regarding the filing of an effort organized against the decision of the Commission's objections filed to the District Court. Examination conducted by the district court is still in the stage judex factie. However, based on the setting of article 5 section (4) Perma No. 3 of 2005, the examination in an effort stage objections are based solely on the examination‟s files in the first stage in the Commission which was presented by the Commission to the district court. On the orders of district court judges through the temporary decisions (putusan sela), additional examination can be done if the judge considers it necessary proficiency level. Additional examination conducted by the Commission. Under the terms of proficiency level position of the author will discuss how new evidence is presented in an effort to support the objection that the argument of the parties filed an objection."
2012
S43144
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Syailendra Adi Buwono
"Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016 memperluas pengertian persekongkolan menjadi tidak hanya sebatas terhadap pelaku usaha lain saja, tetapi juga pihak yang berkaitan dengan pelaku usaha lain. Tak hanya itu, putusan tersebut juga membatasi kewenangan penyelidikan yang dimiliki KPPU menjadi hanya sebatas pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan. Jepang sebagai salah satu contoh negara yang telah memiliki hukum persaingan usaha sejak lama, telah memberikan definisi persekongkolan sebatas perilaku antarpelaku usaha. Disamping itu, hukum persaingan usaha di Jepang telah memberikan kewenangan yang cukup besar untuk melakukan penyelidikan kepada Japan Fair Trade Commission JFTC sebagaimana diatur dalam Act on Prohibition of Private Monopolization and Maintenance of Fair Trade Antimonopoly Act. Perbandingan kedua poin diatas akan memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara kedua negara. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penafsiran pihak lain yang juga mencakup pihak yang berkaitan dengan pelaku usaha lain merupakan suatu hal yang tidak tepat. Selain itu, KPPU juga masih belum diberikan dengan jelas tindakan apa saja yang dapat dilakukan dalam melakukan penyelidikan oleh UU No. 5 Tahun 1999. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dari UU No. 5 Tahun 1999 dalam rumusan pasal persekongkolan dan kewenangan yang dimiliki oleh KPPU secara tegas dan jelas untuk memberikan kepastian hukum bagi KPPU untuk menjalankan kewenangannya.

Constitutional courts verdict No. 85 PUU XIV 2016 extends the definition of bid rigging is not only limited to other business actors, but also parties related to other business actors. Furthermore, the decision also restraints KPPUs investigation authority as long as collecting evidence for examination. Japan, as one example of a country that has had long standing business competition law, has given the definition of bid rigging only to the behavior among business actors. In addition, Japan rsquo s law of business competition also gives a lot investigation authority to Japan Fair Trade Commission JFTC as provided in Act on Prohibition of Private Monopolization and Maintenance of Fair Trade Antimonopoly Act. The comparison of these two points will show the differences between both countries. This research was conducted by normative juridical method. The results of the study show that the interpretation of other parties that also includes parties related to other business actors is an imprecise thing. In addition, KPPU also still has not given clear what action can be done in conducting investigation by Law no. 5 of 1999. Therefore, the refinement of Law No. 5 Year of 1999 is required, regarding on formulation of bid rigging and KPPUs authority should be clear to give legal certainty for KPPU to exercise its authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Widijantoro
"Era globalisasi yang sedang melanda dunia dewasa ini, baik langsung maupun tidak langsung, telah mempengaruhi Indonesia dalam mengambil kebijakan perekonomiannya. Sebagai konsekuensi diratifikasinya pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/VITO) berdasarkan UU No.7 Tahun 1994, Indonesia harus mengikuti berbagai aturan main yang disepakati dalam bidang perdagangan internasional. Salah satu hal yang disepakati dalam pembentukan WTO tersebut adalah pelaksanaan Pasal VI GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) tentang Dumping dan Bea Masuk Antidumping. Oleh karena dumping merupakan salah bentuk persaingan yang tidak sehat dalam perdagangan intemasional, GATT/WTO mernbuka kemungkinan bagi negara anggotanya untuk membebani pelaku dumping dengan bea masuk antidumping.
Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia telah mengundangkan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (dan beberapa peraturan pelaksanaannya), yang di dalamnya mengatur mengenai dumping dan bea masuk antidumping. Salah satu dari peraturan pelaksanaannya, yaitu Keputusan Menperindag RI No.136/MMP/Kep16/1996, mengatur tentang pembentukan Komite Antidumping Indonesia (KADI), sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas penanganan kasus-kasus dumping, Oleh karena itu, tulisan ini akan mengkaji peranan KADI dalam mewujudkan persaingan sehat dalam dunia usaha di Indonesia.
Dalam melihat dan mengkaji persoalan di atas, penulis menggunakan pendekatan interdisipliner, yaitu selain didekati secara yuridis normatif juga dikaji aspek-aspek ekonomis dan politisnya. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, dilakukan studi kepustakaan dan penelitian lapangan dengan harapan dapat memberi gambaran yang menyeluruh serta alternatif pemecahannya.
Setelah data yang terkumpul dan dianalisis secara kualitatif, penelitian ini antara lain menyimpulkan bahwa terbentuknya KADI akan sangat membantu terwujudnya persaingan sehat di bidang perdagangan internasional, sepanjang KADI dapat menempatkan dirinya sebagai lembaga yang independen. Namun, untuk merealisasikan perannya tersebut, KADI harus terus meningkatkan kualitasnya, khususnya karena kurangnya tenaga ahli (termasuk ahli hukum) yang dimiliki serta miskinnya pengalaman KADI dalam penanganan kasus-kasus dumping. Di samping itu, KADI harus mewaspadai praktik dumping yang tidak semata-mata dilatarbelakangi oleh kepentingan bisnis, melainkan dilakukan sebagai suatu bentuk "proteksi" baru.
Sehubungan dengan makin ketatnya persaingan global sekarang ini, penulis menyarankan agar pemerintah Indonesia, dalam hal ini KADI, terus memperjuangkan kepentingan Indonesia sebagai negara berkembang dalam bersaing dengan negara-negara maju serta mengambil/mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidwita Andari Wulan
"Skripsi ini membahas tentang Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia. Melalui penelitian dapat diketahui bahwa KPPU merupakan lembaga negara independen yang mempunyai kewenangan eksekutif, yudikatif, dan legislatif. KPPU saat ini bekerja dengan baik dalam menjalankan tugasnya. Terhadap putusan yang dikeluarkan oleh KPPU hanya bersifat sanksi administratif. Sistem Kepegawaian yang dimiliki oleh KPPU terbagi menjadi dua (2) kategori, yaitu, PNS dan non- PNS. Para pegawai yang bekerja dalam KPPU yaitu para pekerja honorer. Dalam Penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Skripsi ini menyimpulkan bahwa pada dasarnya kewenangan yang dimiliki oleh KPPU sudah disebutkan sangat jelas pada Pasal 36 dalam Undang-udang.

This thesis discuss about the KPPU's position in the Indonesian governance system. Through this thesis, it is found that the commission is an independent state institution that has the authority to assist the executive, legislative and judiciary bodies. The Commission is currently working well in executing their duties. The decision issued by KPPU merely administrative sanctions. The employment system in KPPU is divided into two (2), that is, ivil servants (PNS) and non- civil servants (non- PNS). The employees who work in the KPPU are honorary workers. This research used the normative legal research method. This research concluded that the authorities owned by the commission have been very clearly stated in article 36 of Law Number 5 of 1999 about Antimonopoly Law, but in carrying out the powers, there are limitations that cannot be exceeded by the commission."
2014
S53225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>