Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132930 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Afriadi Hamdan
"Latar belakang: IKPP merupakan salah satu pilihan terapi reperfusi. Kesintasan pasien pasca IKPP dipengaruhi berbagai faktor. Namun, dari hasil penelitian lain pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kesintasan memiliki hasil yang kontradiktif.
Tujuan: Mengetahui kesintasan satu tahun pasien yang menjalani IKPP di RSCM
dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menelusuri RM pasien yang menjalani IKPP di RSCM periode Januari 2014 hingga Desember 2019. Pasien diamati selama satu tahun dengan luaran berupa mortalitas kardiovaskular. Analisis kesintasan dilakukan dengan metode Kaplan-Meier dan uji log rank untuk melihat kemaknaannya. Setelah itu, dilakukan analisis multivariat. Hasil: Didapatkan sebanyak 220 pasien untuk diteliti. Kesintasan satu tahun pasien pasca IKPP di RSCM sebesar 88,2% (SE 0,254) dengan rerata usia sebesar 54,96 ± 9,51 tahun di mana usia < 60 tahun (72,3%), laki-laki (85%), hiperglikemia (65%), Killip I-II (74,1%), dan lesi anterior (89,5%) memiliki proporsi lebih banyak.
Sedangkan, obesitas (39,5%), kadar kreatinin serum tinggi (34,1%), dan PJK 3PD (45,5%) memiliki proporsi yang lebih sedikit. Rasio monosit-HDL memiliki nilai median 14,53 (0 – 61,4). Dari analisis multivariat didapatkan usia > 60 tahun dengan HR 4,25 (IK95% 1,93 – 9,37), kreatinin serum tinggi dengan HR 2,41 (IK 95% 1,08 – 5,33), dan nilai Killip III-IV dengan HR 4,06 (IK 95% 1,83 – 9,00) memengaruhi kesintasan satu tahun pasien pasca IKPP. Kesimpulan: Kesintasan satu tahun pasca IKPP di RSCM sebesar 88,2% (SE 0,254), dipengaruhi oleh usia, rasio monosit-HDL, dan nilai Killip.

Background: Primary PCI plays important roles as reperfusion therapy in STEMI.
The survival rate of post-Primary PCI patients is affected by some of risk factors.
However, the effect of these factors on survival has contradictory results from
others studies.
Objective: To assess the one-year survival of patients undergoing Primary PCI in
Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia (RSCM) and factors
affecting.
Method: A retrospective cohort study was conducted by tracing the medical
records of patients undergoing Primary PCI at RSCM for the period January 2014
to December 2019. Patients were observed for one year after Primary PCI for
cardiovascular mortality outcomes. Survival analysis was performed using the
Kaplan-Meier method, then log rank test to see its significance. Then, multivariate
analysis was performed.
Results: There were 220 patients to be studied. One-year survival rate of patients
undergoing Primary PCI in RSCM is 88.2% (SE 0.254). The mean age of this study
is 54.96 ± 9.51 years with groups of age < 60 years, males, hyperglycemia on
admission, Killip I-II, and anterior lesions had higher proportions (respectively:
72.3%, 85%, 65%, 74.1%, and 89.5%). Meanwhile, the groups of obesity, high
serum creatinine level, and CAD 3VD had lower proportions (39.5%, 34.1%, and
45.5%, respectively). The monocyte-HDL ratio has a median value of 14.53 (0 –
61.4). The variables of age > 60 years, high serum creatinin, and Killip III-IV values
affect one-year survival with HR 4.25 (CI95% 1.93 – 9.37), 2.41 (CI95% 1.08 –
5.33), and 4.06 (CI95% 1.83 – 9,00), respectively.
Conclusion: One year survival after Primary PCI in RSCM is 88.2% (SE 0.254),
affected by age, high serum creatinine, and Killip scores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effita Piscesiana
"Pandemi COVID-19 berdampak pada penurunan jumlah pasien ST-Elevation Miocard Infarct (STEMI) tetapi terdapat peningkatan presentasi pasien dengan tindakan reperfusi yang mengalami penundaan. Penundaan ini berakibat pada pemanjangan waktu reperfusi yang memengaruhi Health Related Quality of Life (HRQOL). Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi HRQoL pada pasien STEMI yang menjalani terapi reperfusi selama masa pandemi. Sampel penelitian berjumlah 110 responden dengan teknik consecutive sampling. Analisa bivariat menunjukkan jenis kelamin, status hubungan pernikahan, ketepatan waktu reperfusi, tingkat depresi, dan persepsi sakit berhubungan signifikan dengan HRQoL. Analisis multivariat menunjukkan persepsi sakit, ketepatan waktu reperfusi dan status pernikahan merupakan faktor dominan yang memengaruhi HRQoL. Ketiga faktor tersebut menjelaskan variabel HRQoL sebesar 32,6% dan selebihnya 67,4% dijelaskan oleh faktor lain. Peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih representatif untuk mendapatkan hasil prediktor R2 yang lebih baik dalam mengidentifikasi faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap HRQoL, evaluasi paska tindakan reperfusi menggunakan HRQoL yang multidimensional, edukasi kepada pasien maupun pasangannya, serta evaluasi secara berkala terhadap efektivitas screening COVID-19 untuk pasien STEMI yang datang ke IGD dalam mempertahankan target terapi reperfusi.

The COVID-19 pandemic has resulted decreasing in the number of ST-Elevation Myocardial Infarct (STEMI) patients but there has been an increase in the presentation of patients with delayed reperfusion. This delay results in a prolonged reperfusion time which affects Health-Related Quality of Life (HRQOL). This cross-sectional study aims to identify the factors that influence HRQoL in STEMI patients undergoing reperfusion therapy during the pandemic. The research sample was 110 respondents with consecutive sampling techniques. Bivariate analysis showed that gender, marital relationship status, the timeliness of reperfusion, level of depression, and illness perception were significantly related to HRQoL. Multivariate analysis showed illness perception, timeliness of reperfusion and marital status were the dominant factors influencing HRQoL. These three factors explained the HRQoL by 32.6% and the remaining 67.4% was explained by other factors. Researcher suggests further research to be conducted using a more representative sample size to obtain better R2 predictor results in identifying other factors that more contribute to HRQoL, post-reperfusion evaluation using multidimensional HRQoL, educating patients and their partners, as well as comprehensive evaluation on the effectiveness of COVID-19 screening for STEMI patients who come to the ED to maintain the target of reperfusion therapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Widiati
"ABSTRAK
Alat kesehatan yang terpasang pada anak akan membuat kulit atau membran mukosa tertekan sehingga dapat menimbulkan cedera tekan. Tujuan penelitian untuk mengetahui efektivitas panduan pencegahan cedera tekan terhadap anak yang terpasang alat medis. Metode penelitian randomized controlled trial, desain cross over dengan jumlah responden 50, usia 1 hari sampai dengan 18 tahun. Kelompok kontrol mendapatkan perlakuan sesuai dengan rutinitas rumah sakit, sedangkan kelompok intervensi diberikan tindakan sesuai dengan panduan Kiss dan Heiler 2014 .Penilaian kulit dinilai selama tiga hari.Kejadian cedera tekan dengan klasifikasi grade 1dan cedera membran mukosa pada responden dengan rata-rata skor NSRAS 15. Alat kesehatan yang menyebabkan cedera tekan pada responden adalah ETT 6,67 , OGT 12 ,NGT 11 , dan probe SpO2 6 . Tidak ada perbedaan yang bermakna kejadian cedera tekan pada kelompok kontrol dan intervensi.Trauma kulit dan cedera tekan akibat alat kesehatan terjadi pada kategori risiko ringan, untuk itu perawat tidak boleh terlena dengan nilai skor NSRAS dan Braden Q dalam melakukan pencegahan cedera tekan.Penelitian selanjutnya diperlukan untuk meningkatkan power penelitian dan pengembangan pengkajian risiko cedera tekan akibat alat kesehatan pada anak. Kata Kunci: alat kesehatan, Braden Q, cedera tekan, Neonatal Skin Risk Asesment Scale.

ABSTRACT
Medical devices attached to the child will make the skin or mucous membrane depressed so that it can cause injury pressure. The objective of the study was to determine the effectiveness of prevention pressure injury guidance for children with medical devices. Research method of randomized controlled trial, cross over design with number of respondent 50, age 1 day up to 18 years. The control group received treatment in accordance with the hospital routine, while the intervention group was administered in accordance with Kiss and Heiler guidelines 2014 . Skin assessment was assessed for three days. Incidence of pressure injury with grade 1 and mucous membrane injury on respondents with mean NSRAS score 15. Medical devices causing pressure injury on respondents were ETT 6, 67 , OGT 12 , NGT 11 , and SpO2 probe 6 . There was no significant difference in the incidence of pressure injuries in the control and intervention groups. Skin trauma and pressure injury related medical devices occurred in the low risk category, therefore nurses should not be complacent with the NSRAS and Braden Q scores in preventing pressureinjury. Further research is needed to improve power the research and development of risk assessment of pressure injuryrelated medical devices in children. "
2017
T48115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luly Nur El Waliy
"Latar Belakang: Cedera reperfusisaat IKPP dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel miokard hingga 50% dari luas infark. Oleh karena itu, diperlukan tatalaksanayang mampu mengurangi dampak cedera reperfusi. Pengkondisian iskemia dari luar jantung(remote ischemic conditioning/RIC) telah berkembang menjadi perlakuan non invasif, murah dan mudahyang dapat membatasi cedera reperfusi.
Tujuan Penelitian: Mengetahui efek perlakuan pengkondisan iskemia pada ekstremitasterhadap luas infarkyang diukurdengan resonansi magnetik jantung padapasienIMA-ESTyang menjalani IKPP.
Metode: Uji klinis ini merandomisasi117pasien infark miokard denganelevasi segmen ST onset kurang dari 12 jam untuk menerimapengkondisian iskemia dari luar jantung (4 siklus 5 menit inflasi dan deflasi manset tekanan darahpada ekstremitas bawah) atau kontrol (manset dibiarkanselama 40 menit) sebelum IKPP. Luaranprimer penelitianiniadalahluas infark akhir yangdiukur dengan RMJ pada mingguke4-6pasca IKPP yang dilakukan pada40pasien. Luaran sekunder yaitufraksi ejeksi ventrikel kiri dan adanya obstruksi mikrovaskular yang dinilai olehRMJ.
Hasil: Penelitian:RIC mengurangi luas infark sebesar 35% dibandingkan dengan kontrol (14,7% [n = 19] vs 22,7% [n = 21]; p = 0,049) pada pasien IMA EST yang menjalani IKPP. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam fraksi ejeksi ventrikel kiri pada minggu ke 4 sampai 6 setelah IKPP (EF RMJ, 52,6% vs 48,3%; p = 0,476) dan keberadaan obstruksi mikrovaskular (1 vs 4; p = 0,345) antara kelompok RIC dan kontrol.
Kesimpulan: PerlakuanPengkondisian Iskemia Ekstremitas sebelum tindakan IKPP pada pasien IMA EST mengurangi luas infark yang dinilai dengan pencitraan RMJ.

Background: Reperfusion injury during PPCI contributes up to 50% of the final myocardial infarct size. Therefore, novel therapeutic interventions are required to protect the heart against myocardial reperfusion injury. Remote ischemic conditioning has emerged as a simple, low cost, non-invasiveintervention for protecting the heart against acuteischemia-reperfusion injury.
Objectives: To determine whether RIC initiated prior to PPCI could reduce myocardial infarct MI size in patients presenting with ST-segment elevation myocardial infarction.
Methods: We randomly assigned 117 ST-segment elevation myocardial infarction patients with onset less than 12 hours to receive RIC (4 5-min cycles of cuff inflation/deflation on lower extremities) or control (uninflatedcuff for 40 minutes) protocols prior to PPCI. The primary study endpoint was final infarct size, measured by CMR in40subjects on weeks 4 to 6 after admission. Secondary endpoints was the left ventricular ejection fraction and presence of microvascular obstruction assessed by CMR.
Result: RIC reduced MI size by35%, when compared with control subjects (14,7% [n= 19] vs22,7% [n= 20]; p=0.049)in STEMI patient underwent PPCI. There was no significant difference in LV function at4 to 6 weeks after admission (EFCMR, 52,6%versus48,3%; p = 0,476) and presence of MVO (1 vs 4; p = 0,345) between the RIC andcontrolgroups.
Conclusion: This randomized study demonstrated that in ST-segment elevation myocardial infarction patients treated by PPCI, RIC, initiated prior to PPCI, reducedfinalMI size, however it has no effect on left ventricular function and the presence of MVO.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Suryatmana
"Pertumbuhan dan perkembangan balita dapat menyebabkan resiko cedera, karena balita mempunyai keinginan yang besar dalam mengenal lingkungannya tetapi belum dapat mengkoordinasikan antara keinganan dengan efek dari aktifitas yang dilakukan sehingga lingkungan dapat mengancam kehidupannya. Dampak yang ditimbulkan dari cedera pada balita adalah cedera ringan, cedera berat berupa kecacatan hingga kematian., tetapi cedera dapat dicegah kejadiannya Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik orang tua dan faktor – faktor predisposisi, penguat serta pemungkin yang berhubungan dengan perilaku pencegahan cedera pada balita. Metode penelitian ini adalah cross sectional, dengan sampel 445 orang tua. Pengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling dengan cara consecutive sampling yang dilakukan secara online yang bersifat terbuka melalui media sosial whatsApp dan facebook. Sampel penelitian adalah orang tua yang mempunyai anak balita. Analisis penelitian menggunakan uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik dan faktor - faktor predisposisi, faktor penguat, serta faktor pemungkin dengan perilaku pencegahan cedera pada balita dengan nilai p value < 0,05. Analisis lebih lanjut menggunakan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa faktor sarana dan prasarana dan pengetahuan merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan perilaku pencegahan cedera pada balita setelah dikontrol variabel perancu yaitu penghasilan. Perilaku pencegahan cedera pada balita dapat berupa pengajaran keselamatan, pengawasan dan modifikasi lingkungan yang aman bagi balita.

The growth and development of toddlers can cause the risk of injury, because toddlers have a great desire to know their environment but have not been able to coordinate between desires and the effects of the activities carried out so that the environment can threaten their lives. The impact of injuries to children under five is minor injuries, serious injuries in the form of disability to death, but injuries can be prevented. This research method is cross sectional, with a sample of 445 parents. Sampling using nonprobability sampling by means of consecutive sampling conducted online which is open through social media WhatsApp and Facebook. The research sample is parents who have children under five. Research analysis using the Chi Square test showed a relationship between characteristics and predisposing factors, reinforcing factors, and enabling factors with injury prevention behavior in toddlers with p value <0.05. Further analysis using multiple logistic regression shows that the facilities and infrastructure factors and knowledge are the dominant variables related to injury prevention behavior in children under five after controlling for confounding variables, namely income. Injury prevention behavior in toddlers can be in the form of safety teaching, supervision and modification of a safe environment for toddlers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachmi Ahmad Muslim
"Latar Belakang : Cedera reperfusi menyebabkan kerusakan dan kematian sel miokard dan memberikan kontribusi hingga 50% dari luas infark. Pengkondisian iskemia dari luar jantung (remote ischemic conditioning, RIC) dapat menjadi perlakuan non invasif, murah dan mudah untuk membatasi cedera reperfusi. Efek kardioprotektif yang didapatkan dari perlakuan ini antara lain penurunan luas infark dan peningkatan fungsi kontraktilitas ventrikel. 6 MWT merupakan salah satu penilaian luaran klinis dan NT pro BNP menjadi salah satu parameter dari penilaian fungsi miokard dari efek RIC. 6 MWT pada sejumlah studi telah menunjukkan hubungannya dengan luas infark. Dalam studi yang lain pemeriksan NT-pro BNP setelah IMA-EST berkorelasi dengan ukuran infark dan fungsi miokard setelah IMA.
Tujuan : Menilai efek perlakuan pengkondisian iskemia ekstremitas pada pasien IMA EST yang menjalani IKPP terhadap 6 MWT dan kadar NT-ProBNP.
Metode : Penelitian ini merupakan studi klinis acak tersamar dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dilakukan perlakuan RIC pada kelompok studi sebelum tindakan IKPP. Pengukuran 6 MWT dan kadar NT-ProBNP dilakukan dalam masa perawatan pada kelompok studi dan kontrol.
Hasil : Terdapat 87 subyek yang terbagi dalam 2 kelompok yakni 41 orang mendapat perlakuan RIC dan 46 orang sebagai kelompok kontrol. Didapatkan jarak 6 MWT lebih jauh pada kelompok studi dibandingkan dengan kelompok kontrol namun tidak bermakna secara statistik (316 (±46) vs 289 (±66) meter; p = 0.06). Didapatkan kadar NT-Pro BNP lebih rendah pada kelompok studi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang bermakna secara statistik (1073 (328-3974) vs 1514 (205-10696) pg/mL; p = 0.05).
Kesimpulan : Perlakuan RIC sebelum tindakan IKPP tidak meningkatkan kapasitas fungsional yang diukur dengan 6 MWT namun dapat menurunkan kadar NT-ProBNP.

Background : Reperfusion injury has been recognized to cause cell damage and death. As consequence, it contributes about 50% of infarct size. Remote ischemic condiotioning (RIC) has been identified as a noninvasive, low-cost, and easy to performed method to prevent it, so cardioprotective effect such as reducing infarct size and ventricular contraction improvement could be achieved. Meanwhile, myocardial function can be clinically assessed by measuring 6 minutes walk test (6MWT) and serum NT-proBNP level. Many studies showed association and correlation among 6MWT, NT-proBNP, infarct size and myocardial function.
Objectives : To assess remote ischemic conditioning in ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) patients undergoing primary percutaneous coronary intervention (PCI) to their 6 MWT distance and serum NT-proBNP level.
Methods : Eighty seven subjects were randomly assigned into 2 groups, those receiving RIC intervention (4 to 5 minutes cycles of cuff inflation/deflation on lower extremity) or control (uninflated cuff for 40 minutes) protocols prior to primary PCI. Prior to hospital discharge, all subjects underwent 6MWT and NT-proBNP evaluation.
Results : RIC improve 6MWT distance in intervention group, but it was not significantly different compared to control group (316 ±46 meters vs. 289 ± 66 meters). Serum NT-ProBNP level was also lower in RIC group compared to control group (1073 (328-3974) pg/mL vs. 1514 (205-10696) pg/mL ) and the difference was statistically significant.
Conclusion : RIC intervention prior to primary PCI improved functional capacity measured by 6MWT but not statistically significant compared to control group, however it improved serum NT-ProBNP significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bakhtiar Rahmat Jati
"Latar Belakang: Disfungsi mikrovaskular merupakan salah satu manifestasi cedera reperfusi letal. Ticagrelor diketahui memiliki efek kardioprotektif terhadap cedera reperfusi pada hewan coba. Efeknya pada manusia masih harus dibuktikan terutama terhadap perfusi mikrovaskular koroner.
Tujuan: Mengetahui efek ticagrelor terhadap perfusi mikrovaskular koroner pada pasien infark miokard akut dengan elevasi segmen ST IMA-EST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer IKPP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak tersamar ganda yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada bulan Agustus 2016 sampai November 2016. Pasien IMA-EST yang akan dilakukan IKPP dirandomisasi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok yang mendapatkan ticagrelor dan yang mendapatkan clopidogrel sebelum IKPP. Dilakukan pemeriksaan myocardial blush kuantitatif dengan menggunakan program Quantitative Blush Evaluator QuBE.
Hasil Penelitian: Terdapat total 40 subyek, 20 subyek kelompok ticagrelor dan 20 subyek kelompok clopidogrel. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kelompok ticagrelor dengan clopidogrel terhadap nilai myocardial blush kuantitatif dengan QuBE 18,8 6,6-33,6 vs 18,1 12,4-32,3 , nilai p 0,978.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan nilai myocardial blush kuantitatif pada pemberian ticagrelor sebelum IKPP pada pasien IMA-EST yang menjalani revaskularisasi bila dibandingkan dengan pemberian clopidogrel sebelum IKPP.

Background: Microvascular dysfunction become one of lethal reperfusion injury manifestation. Ticagrelor known having cardioprotective effect against reperfusion injury in animal trial. It effects in human need further investigation and evidence.
Objective: To determine the effect of ticagrelor on coronary microvascular perfusion in acute ST elevation myocardial infarction STEMI patients underwent primary percutaneous coronary intervention PPCI.
Method: This was a double blind randomized clinical trial conducted in National Cardiovascular Center Harapan Kita from August to November 2016. Acute ST elevation myocardial infarction patients underwent PPCI were randomized into two groups, ticagrelor or clopidogrel loading dose before PPCI. Quantitative myocardial blush score was assessed after PPCI using Quantitative Blush Evaluator QuBE program.
Result: There were 40 subjects included in this trial, 20 subjects in ticagrelor group and 20 subjects in clopidogrel group. There was no significant difference between two groups regarding the QuBE score 18,8 6,6 33,6 vs 18,1 12,4 32,3 , nilai p 0,978.
Conclusion: There is no difference on quantitative myocardial blush score in STEMI patient given ticagrelor before PPCI compare to clopidogrel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Puspitasari
"Upaya pencegahan cedera masih terbatas pada cedera akibat kecelakaan lalu lintas, sementara cedera yang diderita oleh anak-anak usia sekolah mungkin termasuk tenggelam, terbakar, jatuh, keracunan dan kecelakaan lalu lintas. Pendidikan interaktif dengan puzzle 3 dimensi sesuai dengan tahap perkembangan anak usia sekolah yang konkret operasionalnya dengan menunjukkan puzzle menyerupai benda nyata pada pencegahan jatuh, tenggelam, terbakar, kecelakaan lalu lintas dan cedera keracunan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan interaktif dengan teka-teki 3-dimensi pada perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) pencegahan. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain quasy experiment dan menggunakan pendekatan desain pre-post group dengan kelompok kontrol. Sampel dalam penelitian ini adalah 120 siswa sekolah dasar dengan 60 siswa sebagai kelompok intervensi dan 60 siswa sebagai kelompok kontrol. Hasilnya adalah bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan interaktif dengan teka-teki 3 dimensi pada perilaku pencegahan cedera pada kelompok usia sekolah dengan nilai p 0,001 (p<0,05). Teka-teki 3 dimensi adalah media yang baik sebagai alat dalam meningkatkan perilaku pencegahan cedera pada kelompok usia sekolah dasar. Penggunaan teka-teki 3-dimensi efektif untuk meningkatkan perilaku pencegahan cedera. Kerja sama antara pekerja kesehatan, sekolah dan keluarga diperlukan untuk menyediakan alat pendidikan yang inovatif dan menyediakan sarana pencegahan cedera untuk anak-anak usia sekolah.

Injury prevention efforts are still limited to injuries due to traffic accidents, while injuries suffered by school-aged children may include drowning, burning, falling, poisoning and traffic accidents. Interactive education with 3 dimensional puzzle according to the stage of development of school age children that is concrete operational by showing the puzzle resembles real objects on the prevention of falling, drowning, burning, traffic accident and poisoning injury.
The purpose of this study was to identify the effect of interactive education with 3-dimensional puzzles on behavior (knowledge, attitudes and skills) prevention. The research method used is quantitative with quasy experiment design and using pre-post group design approach with control group. The sample in this study were 120 elementary school students with 60 students as intervention group and 60 students as control group. The result is that there is a significant effect of interactive education with 3 dimensional puzzle on injury prevention behavior in school age group group with p value 0,001 (p <0,05). 3-dimensional puzzle is a good medium as a tool in improving injury prevention behavior in the elementary school age group. Use of 3-dimensional puzzles is effective for improving injury prevention behavior. Cooperation between health workers, schools and families is required to provide innovative educational tools and provide means of injury prevention for school-aged children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardy Wildan
"Latar Belakang. Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan ketiga terbanyak di dunia dan memiliki mortalitas yang cukup tinggi terutama bila ditemukan pada stadium lanjut. Kesintasan pasien KKR stadium IV dan faktor yang berhubungan perlu diketahui untuk menentukan perbaikan pada tata laksana KKR. Tujuan. Mengetahui kesintasan satu tahun pasien kanker kolorektal stadium IV serta hubungan usia, lokasi tumor, lokasi metastasis, kemoterapi, terapi target, serta diferensiasi tumor dengan kesintasan dalam satu tahun Metode. Penelitian dilakukan dengan metode kohort retrospektif dengan subyek penelitian pasien kanker kolorektal stadium IV yang berobat ke RSCM sejak Januari 2018 hingga Mei 2020. Data pasien dan faktor yang berhubungan diambil dan dilakukan pengamatan selama 1 tahun sejak pasien pertama kali terdiagnosis stadium IV. Kesintasan dinilai dengan metode Kaplan-Meier dan dilanjutkan dengan uji log-rank untuk faktor yang berhubungan. Hasil. Penelitian ini berhasil mengumpulkan 214 subyek dengan kesintasan 1 tahun sebesar 43% dengan median kesintasan 11 bulan. Pasien yang memiliki berat badan kurang [HR 1,495; IK 1,028-2,173; (p=0,035)] dan tidak mendapatkan kemoterapi [HR 4,466; IK 3,027-6,588; (p=<0,001)] merupakan faktor yang bermakna secara statistic terhadap kesintasan satu tahun pasien KKR stadium IV di RSCM. Kesimpulan. Kesintasan satu tahun pasien KKR stadium IV di RSCM hampir sama dengan negara Asia lain. Pemberian kemoterapi dan berat badan kurang memiliki hubungan yang signifikan dengan mortalitas KKR stadium IV.
Background. Colorectal cancer is the third most common types of cancer in the world. Colorectal cancer has high mortality especially when found in later stage. The survival and its associated factors should be known to improve the cancer treatment. Objective. This study was undertaken to document one year survival for colorectal cancer and whether age, tumor side, metastatic location, chemotherapy, targeted therapy, and tumor differentiation are associated with one year survival. Methods. This study is a retrospective cohort study. The subjects are stage IV colorectal cancer patients in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo since January 2018-May 2020. Data of patients and its mortality status within one year is documented since the patients diagnosed with stage IV colorectal cancer. Survival was done using Kaplan-Meier method and continued with log-rank test. Result. We collected 214 subjects and 1 year survival rate is 43% with survival median of 11 months. Patients who are underweight [HR 1,495; 95% CI 1,028-2,173; (p=0,035)] and did not received chemotherapy [HR 4,466; 95% CI 3,027-6,588; (p=<0,001)] were associated with one year survival of mCRC in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Conclusion. One year survival for mCRC in RSUPN Cipto Mangunkusumo is similar to other Asian countries. Chemotherapy and underweight were associated with survival in 1 year observation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Girisamudra Wikanta
"Latar Belakang: Oklusi total kronik (OKT) adalah salah satu lesi paling sulit untuk ditangani dalam intervensi koroner perkutan (IKP). Menurut studi, kesintasan pasien yang telah melalui IKP bergantung kepada beberapa faktor resiko. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan pasien OKT yang telah melalui IKP. Metode: Riset ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif dengan kriteria sampel pasien OKT yang telah dilakukan tindakan IKP di Rumah Sakit Umum Pendidikan Nasional Dr, Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2017 sampai 2019. Observasi melalui analisis Kaplan-meier dan cox regression dilakukan untuk menentukan kesintasan satu tahun. Hasil: Terdapat 204 sampel yang telah dikumpulkan dalam studi ini. Kesintasan satu tahun yang didapatkan adalah 88,2%, dengan mayoritas kematian terjadi di bulan pertama. Rata-rata pasien merupakan 58,46 + 11,06 ciri ciri pasien lebih banyak di kelompok umur <60 tahun (62,7%) dan laki-laki (87,7%). Rasio hazard menunjukkan pasien OKT setelah IKP lebih beresiko untuk kematian bila merupakan laki-laki, lebih tua dari 60 tahun, memiliki komorbiditas diabetes dan penyakit ginjal kronis, dan memiliki lesi di LAD, LCX dan RCA. Sedangkan pasien yang memiliki hipertensi dan dislipidemia lebih tidak berisiko untuk kematian. Kesimpulan: Pasien OKT setelah IKP memiliki kesintasan 88,2% setelah satu tahun, fator resiko yang ditemukan tidak signifikan secara statistik untuk menentukan faktor resiko kematian.

Background: Chronic total occlusion (CTO) lesion is considered one of the most technically challenging intervention in percutaneous coronary intervention (PCI). The survival of patients who have undergone the procedure varies among research and is affected by several risk factors. This research aims to determine the risk factors and 1 year survival of CTO patients post-PCI. Method: This research uses a retrospective cohort study design with samples of CTO patients that had undergone PCI at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital between 2017 to 2019. The one-year survival of the patients was observed through Kaplan-Meier analysis and cox regression. Result: From 204 samples included in this study, the one-year survival was 88.2%, with the majority of death occuring in the first month. The mean age of the patients was 58.46 + 11.06, with more patients in the <60 age group (62.7%) and males (87.7%). The hazard ratio shows that CTO patients were more likely to experience mortality after PCI when they were older than 60 years old, males, had diabetes, CKD, occlusion on the LAD, LCX and RCA. In contrast, patients were less likely of death when they had hypertension and dyslipidemia. Conclusion: CTO patients that had undergone PCI had a survival rate of 88.2% after one year, and risk factors were statistically insignificant in determining risk factors leading to mortality."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>