Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Paramita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemahaman pihak ahli terkait mengenai bentuk tindak kejahatan yang baru dan masih jarang terjadi di Indonesia, seperti Munchausen Syndrome by Proxy (MSBP), memiliki pengaruh terhadap bentuk perlindungan anak yang bisa diberikan sebagai bentuk penanganan maupun intervensi apabila tindak kejahatan tersebut dijumpai di Indonesia, serta kaitannya dengan situational awareness pihak ahli terkait dalam mewujudkan legal awareness pada masyarakat di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Keseluruhan narasumber menjawab
“ya” ketika ditanya apakah MSBP dapat dihukum secara pidana, walaupun 3 (tiga) dari 9 (sembilan) narasumber belum memiliki konsep dasar mengenai bentuk tindak kejahatan MSBP itu sendiri. Hasil penelitian tersebut menjawab hipotesis yang diangkat, bahwa kurangnya tingkat pemahaman pihak ahli mengenai MSBP dapat mengakibatkan tidak tepatnya bentuk penanganan yang diambil serta kurang tepatnya bentuk intervensi yang diberikan, baik terhadap pelaku maupun korban, dan kemungkinan terjadinya pengelakan tindak pidana oleh pelaku juga dapat terjadi

This study aims to determine whether the level of understanding of related experts regarding new and rare forms of crime in Indonesia, such as Munchausen Syndrome by Proxy (MSBP), has an influence on the form of child protection that can be provided or the intervention that could be given either for the victim or the perpetrator, as well as it’s relation to the situational awareness of the related experts to raise legal awareness in
Indonesian society. The research method used in this research is a qualitative method with a phenomenological approach. All informants answered “yes” when asked whether MSBP could be criminally punished, although 3 (three) out of 9 (nine) informants did not yet have a basic concept regarding the form of MSBP itself. The results of this study
can answer the hypothesis raised, that the lack of understanding of the expert on MSBP can result in the inaccurate form of treatment taken and the inaccurate form of intervention given, both to the perpetrator and the victim, and the possibility of evading the crime by the perpetrator can also occur.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frascilly Grasia
"Down syndrome merupakan suatu kondisi yang berkaitan dengan keterbatasan perkembangan. Adanya keterbatasan ini membuat anak down syndrome membutuhkan caregiver untuk membantu mereka melaksanakan aktivitas seharihari. Caregiver dapat mengalami dampak negatif akibat merawat anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu dampak negatifnya adalah caregiver strain. Caregiver strain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dukungan sosial. Caregiver strain dapat berkurang jika caregiver mendapatkan dukungan sosial, khususnya perceived social support.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara caregiver strain dan perceived social support. Metode pengambilan data yang dilakukan adalah pengisian kuesioner dan melakukan probing terhadap item dalam kuesioner caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Kemudian partisipan diminta untuk mengisi kuesioner perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara caregiver strain dan perceived social support dengan r=-.174, namun tidak signifikan dengan p>0,05. Pada penelitian ini, partisipan ditemukan memiliki caregiver strain yang relatif rendah dan perceived social support yang relatif tinggi.

Down syndrome is condition related with developmental impairment. These impairments make the child with Down syndrome needs caregiver to help them carry out their daily activities. Caregiver may be negatively impacted due to caring for family members with special needs. One of the negative impacts is caregiver strain. Caregiver strain is influenced by several factors. One factor that influence caregiver strain is social support. Caregiver strain can be reduced if the caregiver get social support, especially perceived social support.
This study aimed to examine the correlation between caregiver strain and perceived social support. Method of data collection was questionnaires and do some probing to the items in the questionnaire caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Then participants were asked to complete a questionnaire perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
The results showed a negative relationship between caregiver strain and perceived social support with r = - .174, but not significant with p> 0.05. In this study, participants were found to have relatively low caregiver strain and perceived social support were relatively high.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mala Kurniati
"LATAR BELAKANG: Anti Mullerian Hormon (AMH) adalah anggota dari golongan Transforming Growth Factor-β yang berperan dalam pengaturan folikuligenesis pada reproduksi wanita. Peningkatan kadar AMH 2 sampai 3 kali dijumpai pada pasien SOPK (Sindrom Ovarium Polikistik) daripada wanita dengan ovulasi normal. Pada penelitian ini dideteksi varian sekuen disepanjang daerah promoter gen AMH. Adanya variasi promoter gen AMH diduga mempengaruhi proses transkripsi gen AMH yang selanjutnya berimplikasi pada pembentukan protein AMH. Apabila terjadi gangguan pada pembentukan protein AMH maka akan berpengaruh terhadap kadar protein tersebut di dalam darah.
BAHAN DAN CARA KERJA: Sampel penelitian ini berjumlah 114 pasien yang terdiri dari 60 pasien SOPK dan 54 pasien non SOPK (Kontrol). Kadar AMH dan Jumlah folikel antral didapatkan dari data rekam medik pasien Klinik IVF Yasmin, RSCM Kencana Jakarta. Analisis molekuler dan genotyping dilakukan dengan teknik PCR dan sekuensing kemudian dilanjutkan dengan analisis bioinformatika.
HASIL : Dari penelitian ini ditemukan 60 titik varian mutasi promoter gen AMH. Jenis varian mutasi terbesar yang ditemukan adalah -674 G/A (100 %), -245 C/CT (88,2 %), dan -444 A/G (17,9 %) dari seluruh sampel. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon Signed Ranks, pada kelompok SOPK ditemukan jumlah mutasi yang terjadi berpengaruh secara bermakna terhadap kadar AMH dan jumlah folikel antral (p<0,05). Pada kelompok kontrol ditemukan bahwa jumlah mutasi tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kadar AMH (p>0,05), tetapi berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah folikel antral (p<0.05). Ditemukan 60 titik varian pada promoter gen AMH. Jumlah mutasi pada promoter gen AMH berpengaruh terhadap kadar AMH dan jumlah folikel antral pada SOPK. Mutasi pada titik -674 G/A merupakan titik mutasi baru yang belum pernah dilaporkan oleh NCBI, ditemukan pada seluruh subyek penelitian baik kelompok SOPK maupun non SOPK.

INTRODUCTION : Anti-Mullerian Hormone (AMH) is a member of the Transforming Growth Factor-β group which plays an important role in the regulation of the female reproductive folliculogenesis. A 2-3 fold increase in AMH levels was found in patients with PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) compared to women with normal ovulation. This study detected sequence variants in the AMH gene promoter region. The AMH gene promoter variation is thought to affect AMH gene transcription process implicated in the formation of proteins. In the event of disruption in the formation of these AMH proteins, the levels of these proteins in the blood will be affected. The purpose of this study was to detect variants of AMH gene promoter sequences.
MATERIALS AND METHODS: The sample size was 114 patients consisting of 60 PCOS patients and 54 non-PCOS patients as control. The AMH levels and anthral follicle number obtained from the patients? medical records of the Yasmin IVF Clinic, RSCM Kencana Hospital, Jakarta. Molecular analysis and genotyping were performed by PCR and sequencing was followed by bioinformatics analysis.
RESULTS: There were 60 point mutations in the AMH gene promoter variants. The highest variant types of mutations found was -674 G/A (100%), followed by -245 C/CT (88.2%), and -444 A/G (17.9%) in the entire sample. Based on the results of the Wilcoxon Signed Rank test, the number of mutations in the PCOS group were significant to effect the serum AMH level and the anthral follicle number (p<0.05). In the control group, the number of mutations had no significant effect on the levels of AMH (p>0.05), but significantly affected the number of anthral follicles (P<0.05). There were 60 point variances in the AMH gene promoter. The number of mutations in the gene promoter affected serum AMH levels and the number of anthral follicles in PCOS. A new point mutation was found in all subjects at position -674 G/A, which have not been reported by the NCBI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Setyawan
"Carpal Tunnel Syndrome occurs when the median nerve, which runs from the forearm into the hand, suffers pressure or is squeezed in the wrist. The results
may be pain, weakness, or numbness in the hand and wrist, radiating up to the arm. This study aimed to examine the risk factors i.e age, sex, work period
and repetitive movements toward Carpal Tunnel Syndrome complaints among food-packing workers in Karanganyar. The study was conducted in October to
December 2014 that used analytic observational design with cross sectional study. Samples were 50 of 67 food-packing workers in Jaten Karanganyar industrial
area as taken by using simple random sampling technique. Data were analyzed using chi square and multivariate logistic regression. Results showed
that age and sex had significant relation with Carpal Tunnel Syndrome and age was the most influential factor 24 times to increased risk of Carpal Tunnel
Syndrome (p value = 0.057, Exp.  = 24.965).
Carpal Tunnel Syndrome terjadi ketika saraf median, yang membentang dari lengan bawah ke tangan, mengalami tekanan atau terpuntir di pergelangan
tangan. Hasilnya mungkin sakit, kelemahan atau mati rasa di tangan dan pergelangan tangan, yang memancar ke lengan tangan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji faktor risiko usia, jenis kelamin, masa kerja dan gerakan repetitif terhadap keluhan Carpal Tunnel Syndrome pada pekerja pengepakan makanan
di Karanganyar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2014 menggunakan desain observasional analitik dengan penelitian potong lintang.
Sampel terdiri dari 50 orang dari total 67 pekerja pengepak makanan di kawasan industri Jaten Karanganyar yang diambil dengan menggunakan teknik
simple random sampling. Data penelitian diolah menggunakan uji kai kuadrat dan regresi logistik multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia dan
jenis kelamin signifikan berhubungan dengan keluhan Carpal Tunnel Syndrome, dan usia merupakan faktor yang paling berpengaruh 24 kali lipat untuk
meningkatkan risiko terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (nilai p = 0.057, Exp.  = 24.965)."
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia, Faculty of Medicine, Occupational Safety and Health Department, 2017
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Christie Patricia Demak
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.

Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sella Devita
"Sindrom pramenstruasi merupakan kumpulan gejala yang muncul pada fase luteal yang menyebabkan ketidaknyamanan serta penurunan kualitas hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi keluhan sindrom pramenstruasi adalah aktivitas fisik. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan skor aktivitas fisik dengan keluhan sindrom pramenstruasi. Sampel penelitian adalah 104 anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Indonesia. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik Baecke dan Shortened Premenstrual Assessment Form. Hasil penelitian menunjukkan sebagian kecil mahasiswi mengalami sindrom pramenstruasi serta tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik total dan sindrom pramenstruasi, namun terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik olahraga dan sindrom pramenstruasi (r=- 0,230, p=0,019). Mahasiswi disarankan untuk melakukan aktivitas olahraga yang cukup dan teratur untuk mengurangi keluhan sindrom pramenstruasi.

Premenstrual syndrome is the symptom which occurs in the luteal phase and cause discomfort and decrease life quality. One of the factors which contribute to premenstrual syndrome is physical activity. The purpose of this study was to determine the correlation between physical activities score and premenstrual syndrome. A sample of this study was 104 members of Unit of Student Activities. Data were collected using Shortened Premenstrual Assessment Form and Baecke physical activity questionnaire. The result showed a small number of students had premenstrual syndrome and there were no significant correlation between total physical activities and premenstrual syndrome, but there was a significant correlation between sport and premenstrual syndrome (r=-0,230; p=0,019). This study encourages students to do sport regularly and sufficiently to decrease premenstrual syndrome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S61126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Eydietha Puspa Arsanty
"Anak-anak dan remaja dengan down syndrome berisiko mengalami overweight dan obesitas dibandingkan populasi umum. Studi ini bertujuan untuk menggambarkan pola asupan energi dan zat gizi, praktik pemberian makan serta perilaku makan mereka. Sebanyak 25 anak dan remaja dilibatkan dalam pengukuran antropometri dan pencatatan riwayat asupan dengan metode 24-hour food recall untuk menilai status gizi dan asupan zat gizi mereka. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk memahami praktik pemberian makan orang tua dan perilaku makan anak. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan terhadap sekelompok orang tua anak down syndrome berstatus gizi normal berdasarkan indeks IMT/U. Wawancara mendalam juga dilakukan dengan ahli gizi dan dokter spesialis anak. Ditemukan bahwa walaupun sebagian besar (80%) anak dan remaja berstatus gizi normal, rerata asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak lebih rendah dari rekomendasi AKG yang berpotensi disebabkan oleh upaya orang tua untuk mengontrol asupan kalori anak mereka secara dominan. Hal ini diperkuat dengan temuan kekhawatiran serius terhadap pertumbuhan anak, laporan rendahnya kontrol anak terhadap sinyal kenyang, serta sensitivitas tekstur. Penilaian pemberian makanan pada setiap kunjungan harus dilakukan, dengan mempertimbangkan aspek karakteristik down syndrome yang dapat mempengaruhi penerimaan makanan mereka.

Children and adolescents with down syndrome are at risk of being overweight and obese than the general population. This study aims to assess their energy and nutrient intake, feeding practices and eating behaviour. A total of 25 children and adolescents were included in anthropometric measurements and 24-hour food recall to assess their nutritional status and dietary intake. To understand parents' feeding practices and their child's eating behaviour, a qualitative approach was taken. A focus group discussion (FGD) was conducted with a group of parents of a child with down syndrome and had normal growth status based on BMI-for-age. In-depth interviews were also conducted with a registered dietician and paediatrician. Although the majority (80%) of children and adolescents had normal nutritional status, their average intake of energy, protein, carbohydrates, and fat were lower than the AKG recommendation, which were potentially caused by parents' predominant control of child's calorie intake. This is later confirmed by parents’ great concerns about child’s growth, reports of child’s low satiety responsiveness, and texture sensitivity. Feeding assessment at any visit should be addressed, taking into account down syndrome's characteristics that may influence their food acceptance."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luis Anthony Jayanata
"Latar Belakang Sindrom metabolik sangat serius karena diperkirakan 20 – 25% populasi orang dewasa di dunia menderita dengan kondisi tersebut. Orang dengan sindrom metabolik dua kali lipat lebih rentan meninggal karena serangan jantung dan tiga kali lebih mungkin meninggal karena stroke. Sindrom metabolik menjadi semakin umum terjadi pada pilot maskapai penerbangan komersial, dengan perkiraan prevalensi sebesar 18,28% pada pilot maskapai penerbangan komersial jarak pendek di Indonesia. Implikasi sindrom metabolik pada pilot maskapai penerbangan sangat signifikan dan dapat berdampak pada keselamatan awak pesawat dan penumpang jika tidak ditangani. Pandemi COVID-19 berdampak besar pada pengurangan lalu lintas udara, dan hal ini dapat berdampak pada paparan pilot terhadap hipoksia hipobarik di kabin dan mempengaruhi berbagai faktor gaya hidup. Studi kohort retrospektif ini menilai proporsi pilot maskapai penerbangan Indonesia yang menderita sindrom metabolik sebelum dan selama pandemi COVID-19. Metode Rekam medis pilot maskapai penerbangan yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan di Aviation Medical Center diambil untuk penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini dari rekam medis meliputi nomor identifikasi individu pilot, usia, tekanan darah, apakah mereka sedang mengonsumsi obat tekanan darah, hasil tes darah (trigliserida, kolesterol, konsentrasi glukosa), dan jam terbang yang terakumulasi dalam waktu sekitar 6-bulan antara pemeriksaan kesehatan. Data diimpor ke SPSS 20.0 dan analisis univariat dan bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi proporsi pilot dengan sindrom metabolik, dan hubungannya dengan faktor-faktor seperti jam terbang dan usia. Hasil Peserta yang termasuk pada studi ini adalah 76 pilot maskapai penerbangan dengan data rekam medis mulai awal tahun 2019-pertengahan tahun 2021. Proporsi pilot yang menderita sindrom metabolik mencapai puncaknya sebesar 31,58% pada pertengahan tahun 2021, jauh lebih tinggi dibandingkan data prevalensi 18,28% yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan sebelumnya dan melebihi kisaran perkiraan prevalensi pada orang dewasa di seluruh dunia. Data menunjukkan tren bahwa semakin banyak pilot yang lanjut menderita sindrom metabolik seiring berjalannya waktu, terlepas dari jam terbang. Glukosa plasma puasa (proporsi puncak pada pertengahan tahun 2021 sebesar 30,3%).

Background Metabolic syndrome is very serious as an estimated 20-25% of the world’s adult population suffer from it. People with metabolic syndrome are twice as likely to die from heart attack & three times as likely to die from stroke. Metabolic syndrome is becoming increasingly common in commercial airline pilots, with an estimated prevalence of 18.28% among short-haul commercial airline pilots in Indonesia. The implication of metabolic syndrome in airline pilots are significant and can have repercussions on aircrew and passenger safety if left unmanaged. The COVID-19 Pandemic has had a large impact on the reduction of air traffic, and this may impact exposure of pilots to hypobaric hypoxia in cabin and influence various lifestyle factors. This retrospective cohort study assesses the proportion of Indonesian airline pilots with metabolic syndrome before and during the COVID-19 pandemic. Methods The medical records of airline pilots who have conducted medical check-ups in the Aviation Medical Centre were taken for this study. Data used in this study from the medical records include the individual pilot’s identification number, age, blood pressure, whether they are taking blood pressure medication, blood test results (triglycerides, cholesterol, glucose concentrations), and flight hours accumulated in the roughly 6-month period between medical check-ups. Data was imported into SPSS 20.0 and both univariate and bivariate analysis was done to identify the proportion of pilots with metabolic syndrome, and its association with factors such as flight hours and age. Results Participants included 76 airline pilots with medical record data spanning from early 2019 – mid-2021. The proportion of pilots with metabolic syndrome reached a peak of 31.58% in mid-2021, much higher than the 18.28% prevalence derived from a previously conducted study and exceeds the range of estimated prevalence in adults worldwide. The data suggests a trend that more pilots continued to develop metabolic syndrome over time, independent of fligh hours. Fasting plasma glucose (peak proportion in mid-2021 of 30.3%). Conclusion The proportion of pilots with MetS had an eightfold increase by the end of the study. The Proportion of pilots with hypertension had 3.21 times increase during the COVID-19 pandemic compared to before. The proportion of pilots with FPG>100 mg/dL increased 2.89 times across the study period. Flight hours and MetS did not have a significant correlation, but the average median 6-month flight hours of pilots with MetS prior to the COVID-19 pandemic is greater than pilots during the COVID-19 pandemic by an average of 163 hours."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anisa Putri
"Skripsi ini mengkaji tentang pengasuhan anak down syndrome dalam keluarga Jawa dalam upaya dadi wong di masa depan. Dadi wong merupakan konsep kesuksesan yang bersifat totalitas tetapi lentur dan dapat disesuaikan dengan kemampuan maksimal setiap individu. Keterlambatan fisik dan mental yang dimiliki oleh anak down syndrome tidak mematahkan semangat orangtua untuk menjadikan anaknya dadi wong dengan melakukan pelbagai strategi penyesuaian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui pengamatan dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data life history dari keluarga yang memiliki anak down syndrome. Data ini diharapkan dapat menjelaskan cara pengasuhan anak down syndrome dalam keluarga Jawa di Jakarta yang tetap mengupayakan dadi wong di masa depan.

This thesis examines the down syndrome child rearing in the Javanese family who strive to be dadi wong in the future. Dadi wong is a concept of success that is totality but flexible and adjustable according to the maximum ability of each individual. The physical and mental retardation of down syndrome children does not discourage parents to make their children to be dadi wong by performing various adjustment. This thesis used a qualitative approach. Data collected by observation and in depth interview method from families who have down syndrome children. This data is expected to explain how to rear down syndrome children from Javanese family who live in Jakarta and seeking dadi wong in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Sesaria
"Latar Belakang: Keterlambatan perkembangan motorik dan keseimbangan menjadi masalah dalam kemandirian sehari-hari anak sindrom Down. Aktivitas fisik merupakan rekomendasi yang dapat meningkatkan keseimbangan, namun terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi ini. Belum ada penelitian mengenai korelasi aktivitas fisik dengan keseimbangan dan kemandirian anak sindrom Down. Hal ini akan memberikan manfaat kedepannya dalam upaya pencegahan risiko jatuh dan kualitas hidup anak dindrom Down.
Objektif: Penelitian ini betujuan untuk mengetahui korelasi antara aktifitas fisik terhadap keseimbangan dan kemandirian anak sindrom Down serta faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Studi potong lintang pada 31 orang anak sindrom Down usia 5 – 12 tahun. Subjek yang telah memenuhi kriteria penerimaan kemudian dilakukan pemeriksaan keseimbangan dengan Pediatric Balance Scale (PBS). Dilakukan pengambilan data aktivitas fisik anak dengan Physical Activity Questionnaire for (PAQ-C) dan kemandirian dengan Modified WeeFIM. Uji korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara aktifitas fisik terhadap keseimbangan dan kemandirian.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan adanya korelasi lemah (r=0.368) antara aktivitas fisik dan keseimbangan anak sindrom Down (p<0.05). Faktor usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, tes IQ, penyakit jantung bawaan tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan keseimbangan. Anak dengan riwayat hipotiroid yang telah ditatalaksana memiliki korelasi sedang (r=0.575) terhadap keseimbangan (p<0.05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keseimbangan dan kemandirian anak. Terdapat korelasi sangat kuat (r=0.906) antara perawatan diri dan mobilisasi (r=0.922) dengan usia anak sindrom Down (p<0.001).
Kesimpulan: Terdapat korelasi antara aktivitas fisik dan keseimbangan anak sindrom Down. Faktor lainnya yang berpengaruh pada hal ini adalah riwayat hipotiroid yang telah diobati. Kemandirian anak sindrom Down lebih karena hubungannya dengan kematangan usia mereka.

Background: Delays in motor development and balance are a problem in the daily independence of children with Down syndrome. Physical activity is a recommendation that can improve balance, but there are factors that influence this condition. There has been no research regarding the correlation between physical activity and balance and independence in children with Down syndrome. This will provide future benefits in efforts to prevent the risk of falls and the quality of life of children with Down's syndrome.
Objective: This research aims to determine the correlation between physical activity with balance in Down syndrome’s children and related factors in order to determine their functional independence.
Methods: Cross-sectional study of 31 Down syndrome children aged 5 – 12 years. Subjects who met the acceptance criteria were then checked for balance using the Pediatric Balance Scale (PBS). Data on children's physical activity was collected using the Physical Activity Questionnaire for (PAQ-C) and functional independence using Modified Wee-FIM. Correlation tests were carried out to see the relationship between physical activity and balance and independence.
Results: The research results showed that there was a weak correlation (r=0.368) between physical activity and balance in children with Down syndrome (p<0.05). The factors age, gender, body mass index, IQ test, congenital heart disease did not show a significant relationship with balance. Children with a history of hypothyroidism who have been treated have a moderate correlation (r=0.575) to balance (p<0.05). There is no significant relationship between balance and children's independence. There is a very strong correlation (r=0.906) between self-care and mobilization (r=0.922) and the age of children with Down syndrome (p<0.001).
Conclusion: There is a correlation between physical activity and balance in children with Down syndrome. Another factor that influences this is a history of hypothyroidism that has been treated. The independence of Down syndrome children is more related to their age maturity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>