Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95261 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Julizar Idris
"Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilu Legislatif 2014 (Survei Perilaku Pemilih diKecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan) Segmentasipemilihdapatdiklasifikasikan berdasarkan tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, umur, kepercayaan atau agama, etnis, kelas social dan lain sebagainya. Dalam tesis ini penulis ingin menguraikan tentang segmentasi pemilih berdasarkan segmentasi umur dengan melakukan studi khusus tentang perilaku memilih pemilih, khususnya para pemula dalam memilih partai politik. Tesisinimembahasseberapa besar pengaruh faktor platform dan ideologi partai, program kerja partai, citra partai, identifikasi tokoh partai, hubungan emosional pemilih terhadap partai, isu dan pemberitaan yang terkait dengan partai, serta afiliasi sosial (social afiliation) para pemilih, terhadap besar kecilnya preferensi politik para pemilih pemuladalammemilihpartaipolitik. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa faktor platform dan ideologi partai, program kerja, isu dan pemberitaan partai, dan afiliasi sosial pemilih mempengaruhi preferensi politik para pemilih pemula dalam Pemilu Legislatif 2014. Kata kunci: Faktor-faktor, pemilih pemula,Teori Reason Action, komunikasi politik.

Segmentation of voters can be classified based on the economic level, education level, age, religious beliefs, ethnicity, social class, and so forth. In this thesis, the author would like to elaborate on voter segmentation based on age segmentation by making a special study of the first voter behavior in the vote political parties
This thesis discusses how much the the influence of party platforms and ideology, work program of the party, the party's image, identification of party figures, emotional ties to the party's voters, issues and news related to the party, and social affiliation of voters, to the size of the the political preferences of the first voters in choosing the political party,
The results showed , that the factor of party platforms and ideology, work program of the party, issues and news related to the party, and social affiliation, affects the political preferences of first voters in the 2014 legislative elections
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Pratitaswari
"Perubahan desain pemilu di era reformasi telah memberi dampak terhadap perubahan strategi kandidat untuk memenangkan pemilu. Sejak Pemilu 2009 hingga 2019, beberapa peserta pemilu mulai mengejar suara personalnya. Berbagai usaha akan mereka lakukan, termasuk membentuk relasi patron klien dengan seorang broker. Keberadaan broker dipercaya membantu mengatasi kendala timbal balik dialami oleh kandidat. Fenomena jaringan perantara pada pemilu era reformasi semakin beragam. Menurut Aspinall dan Mada Sukmajati (2014), terdapat tiga jenis fenomena broker yaitu partai politik, tim sukses, dan jaringan sosial Sementara penelitian ini akan membahas fenomena broker lainnya yaitu broker penyelenggara pemilu. Studi ini meneliti tentang peran broker penyelenggara pemilu dengan mengambil studi kasus praktik broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang pada Pemilu 2019. Alasan kesediaan beberapa penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang adalah ikatan pertemanan, motivasi ekonomi, serta aspek manajerial pemilu. Tidak semua broker kerap diidentikan sebagai “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) karena memungkinkan broker gagal memenangkan kliennya pada pemilu. Penelitian ini juga menjelaskan problematika loyalitas kesetiaan broker penyelenggara pemilu di Kabupaten Karawang. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu teori brokerage dan konsep integritas pemilu.

The Changes in election design in the reform era have had an impact on changing candidate strategies to win elections. From the 2009 to 2019 elections, several election participants began to pursue their votes. They will do various efforts, including establishing a patron-client relationship with a broker. The existence of a broker is believed to help overcome the reciprocal obstacles experienced by candidates. The phenomenon of the intermediary network in the reform era elections is increasingly diverse. According to Aspinall and Mada Sukmajati (2014), there are three types of broker phenomena, namely political parties, successful teams, and social networks. This study examines the role of election management brokers by taking a case study of the practice of election management brokers in Karawang Regency in the 2019 Election. The reasons for the willingness of several election organizers in Karawang Regency are friendship bonds, economic motivation, and managerial aspects of the election. Not all brokers are often identified as “the Peronist problem-solving network” (Auyero, 2000) because it allows brokers to fail to win their clients in elections. This study also explains the problem of loyalty of election management brokers in Karawang Regency. The theories used in this research are brokerage theory and the concept of electoral integrity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Yulia
"Penelitian ini merupakan sebuah analisis terhadap teks berita politik seputar Pilkada Serentak 2015 yang membahas kandidat kepala daerah perempuan. Metode yang digunakan untuk menganalisis teks berita adalah semiotika, dan difokuskan pada bagaimana harian Kompas dan Koran Tempo merepresentasikan politisi perempuan dalam berita politik. Semiotika yang digunakan adalah metodologi semiotika Roland Barthes yakni lima kode pokok untuk menggali mitos dalam narasi literatur. Kerangka konseptual Cultural Studies dan Media Marxist digunakan untuk mengkritisi kultur patriarki yang tercermin dalam bahasa-bahasa yang digunakan media untuk membahas politisi perempuan. Kultur patriarki dianggap menghegemoni ruang redaksi baik pekerja media maupun komunikator massa, yang tercermin dari pemilihan kata-kata serta fakta yang dimunculkan. Masing-masing media memunculkan mitos tersendiri atas perempuan di ranah politik, khususnya yang maju sebagai kandidat kepala daerah. Mitos tersebut masih menerjemahkan hegemoni ideologi patriarki ke dalam bahasa pemberitaan, walaupun dengan derajat yang berbeda.

This research aims to provide analysis about women candidates on 2015 local elections in political news texts. Semiotics method is applied to analyse news, and I focused the research on how Kompas and Koran Tempo are representing women politicians in political news. On this research, I used Roland Barthes’s semiotic; five major codes to reveal myths on narrative literaturs. Cultural Studies and Media-Marxist as the conceptual framework to criticize patriarchy culture that implies on languages to represent women politician in media. Patriarchy culture is considered as hegemony in redactional spaces, either media workers or mass communicators. This hegemony is mirrored from words and facts that chosen into women politician’s narrative news. Each media brings out their own myths upon women on politics, especially whom run for office in 2015 local election. Both media have myths that translated patriarchy ideology hegemony, despite on different levels. The level can be interpretatively measured by different style of narrative  and language explication.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niode, Burhan
"Objek penelitian ini terfokus kepada perilaku politik (political behavior)
pemilih Muslim pada Pemilu 1999 di DKI Jakarta, yang bertujuan untuk
menjawab permasalahan seperti yang dirumuskan berikut ini. (1) bagaimanakah perilaku memilih pemilih Muslim pada Pemilihan Umum 1999?; (2) bagaimanakah pandangan pemilih Muslim terhadap keberadaan parpol-parpol Islam pada Pemilu 19992; (3) bagaimanakah pandangan pemilih Muslim terhadap penggunaan simbol Islam dalam politik?
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan (questibner) kepada 250 pemilih Muslim yang telah menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 1999 dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan beberapa tokoh informal Muslim yang tersebar di lima wilayah (kotamadya) yang ada di DKI Jakarta. Sedang data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metod deskriptif-analitis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) pengelompokan sosial-keagamaan berperan di dalam membentuk sikap dan perilaku politik pemilih; (2) agama (baca: Islam), yang dimanifestasikan dalam bentuk asas dan lambang parpol, dapat berperan sebagai tali pengikat sekaligus berfungsi sebagai landasan identilikasi diri bagi parpol dengan pemilihnya, terutama pemilih yang yang berlatar belakang pendidikan menengah ke bawah; (3) program partai dapat menjadi dasar bagi pemilih di dalam memilih parpol; (4) figuritas seorang pemimpinan parpol atau pun calon presiden dapat berpengaruh terhadap pilihan politik pemilih; (5) selain perlakuan tidak adil dari rezim Orde Baru terhadap PDIP dan pemimpinnya, juga ligur Megawati Soekarnoputeri sebagai anak presidenvPresiden dan ideologi Nasionalisnya yang mendorong pemilih mengidentifikasi diri dengan PDIP; (6) walaupun media massa sudah menjadi konsumsi keseharian pemilih, tetapi kemanfaatannya sebagai media komunikasi polilikv(baca: sarana informasi Pemilu 1999) dan pendidikan politik lebih dominan difungsikan oleh merek yang memiliki Iatar belakang pendidikan menengah kevatas, dan; (7) sikap mendukung atau pun menolak terhadap keberadaan parpolvIslam dan pnggunaan simbol Islam dalam politik antara lain dipengaruhi olehvfaktor umum.
Penegasan-penegasan di alas setidak-tidaknya telah memberikan gambaran tentang bagaimana perilaku polltik pemilih Muslim pada Pemilu 1999. Lebih dari itu, dapat dijadikan sebagai dasar di dalam mengevaluasi kekalahan parpol Islam dalam Pemilu 1999. Kekalahan tersebut Iebih disebabkan: (1) budaya politik pemilih Muslim yang masih mencerminkan kuatnya unsur paternalisltik; (2) kurang siapnya parpol Islam dalam mengikuti Pemilu 1999; (3) kurangnya soslallsasi parpol Islam ke tingkat massa; (4) simbol Islam tidak serta merta dlterima oleh semua pihak; (5) banyaknya parpol Islam yang terlibat dalam Pemilu 1999, dan; (6) dalam diri PDIP serla pemimpinnya (Megawatl Soekarnoputeri) identik dengan simbol ketidakadilan."
2001
T4925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyna Laura
"Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI pada pemilu 2019 menjadi
kontroversi tersendiri di tubuh Partai Gerindra. Dalam prosesnya masih ada permasalahan
yang belum terselesaikan. Terlepas dari penunjukan Mulan Jameela fenomena keterlibatan
selebritis di dalam dunia politik khususnya di partai politik sudah berlangsung sejak era
reformasi. Kesadaran selebritis mulai berubah dari sekedar hanya sebagai penghibur politik
tetapi sudah mulai ikut lebih dalam yaitu melaksanakan peran politik entah itu sebagai
legislatif maupun eksekutif. Hal ini, pula yang merubah faktor-faktor terjadinya selebritis
terlibat dalam partai politik. Penunjukan Mulan Jameela menjadi Anggota DPR RI tidak
terlepas juga dari partai politik yang menaunginya. Polemik yang terjadi juga berimbas
pada calon lainnya yang seharusnya menjadi Anggota DPR RI. Permasalahan ini yang pada
akhirnya menyebabkan permasalahan di tubuh Partai Gerindra sendiri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan penunjukan Mulan Jameela
sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra dan juga bagaimana proses penunjukan
Mulan Jameela sebagai anggota DPR RI oleh Partai Gerindra tahun 2019-2024. Peneliti
mengambil lokasi penelitian di Provinsi DKI Jakarta dengan beberapa lokasi yakni DPP
Partai Gerindra dan Komisi Pemilihan Umum. Dalam penelitian ini menggunakan
penelitian pendekatan kualitatif.

The appointment of Mulan Jameela to become a Member of the Indonesian Parliament in
the 2019 elections has become a controversy in the Gerindra Party. In the process, there
are still unresolved problems. Apart from the appointment of Mulan Jameela, the
phenomenon of celebrity involvement in politics, especially in political parties, has been
going on since the reform era. Celebrity awareness has begun to change from just being a
political entertainer to become deeper, namely carrying out political roles whether it is as
a legislative or executive. This, too, changes the factors for celebrities to become involved
in political parties. The appointment of Mulan Jameela to become a member of the
Indonesian Parliament was also inseparable from her political party. The polemic that
occurred also had an impact on other candidates who should have become a member of
the DPR RI. This problem ultimately is caused by the problems within the Gerindra Party
itself. This study aims to determine what factors led to the appointment of Mulan Jameela
as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra Party and also how the process
of appointing Mulan Jameela as a member of the Indonesian Parliament by the Gerindra
Party in 2019-2024. The research took the research location in DKI Jakarta Province with
several locations, namely the Gerindra Party DPP and the General Election Commission.
In this study using a qualitative research approach"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Nugroho
"ABSTRAK
Demokrasi dituntut dengan adanya masyarakat yang aktif dalam berpartisipasi politik. Namun partisipasi politik sendiri diukur dengan pengetahuan politik. Sudah sejauh mana pengetahuan politik pemilih pemula di Kota Depok. Studi ini ingin mencari tahu faktor apa saja yang membentuk pengetahuan politik di masyarakat Kota Depok.
Penelitian ini menggunakan enam konsep yang dikembangkan oleh Penny S Visser. Konsep self-interest, social identification, value-relevance, media use, attitude-importance dan attitude-relevant knowledge. Dengan menggunakan metode path analysis dalam pengujiannya, penelitian ini menghasilkan modifiikasi model yang telah dikembangkan.
Setelah menghitung koefisien model fit, penelitian ini menemukan bahwa variabel self-interest dibuang dari model dikarenakan tidak signifikan. Jadi dapat ditetapkan bahwa pengetahuan pemilih pemula Kota Depok dipengaruhi oleh empat faktor utama.

ABSTRACT
Democracy is demanded by a society that is active in participating politics. Yet political participation itself is measured by political knowledge. The extent of the political knowledge of newbie voters in the city of Depok. This study wants to find out what factors make up the political knowledge in the people of Depok City.
This study uses six concepts developed by Penny S Visser. The concept of self-interest, social identification, value-relevance, media use, attitude-importance and attitude-relevant knowledge. By using path analysis method in testing, this research resulted modifiikasi model that has been developed.
After calculating the fit model coefficients, this study found that the self-interest variable was removed from the model because it was not significant. So it can be determined that the knowledge of beginner voters in Depok City is influenced by four main factors."
2018
T50087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghaida Yasmin
"Penelitian ini membahas mengapa mayoritas penduduk di Indonesia beragama Islam, namun partai-partai Islam tidak pernah menang. Dari literatur sebelumnya dijelaskan peran struktur negara pada masa Orde Baru dan elit politik Islam yang tidak kredibel membuat pemilih muslim lebih memilih partai lain (partai non-Islam). Sementara dalam penelitian ini lebih melihat perilaku pemilih muslimnya. Faktor sosiologis yang meliputi ritual ibadah, keterlibatan dalam kelompok sosialkeagamaan, dan orientasi Islam politik berhubungan dengan pilihan politik muslim dan menyebabkan adanya aliran politik. Selain itu, pada faktor psikologis, adanya hubungan afeksi atau kedekatan partai dan tokoh dengan pilihan politik muslim. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui survey. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 100 pemilih muslim yang berasal dari partai politik yang berbeda. Penarikan sampel menggunakan cluster random sampling. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor sosiologis yang meliputi ritual ibadah, keterlibatan dalam kelompok sosial-keagamaan, dan orientasi Islam politik memiliki hubungan dengan perilaku memilih. Sementara faktor psikologis yang meliputi afeksi partai dan afeksi tokoh tidak memiliki hubungan dengan perilaku memilih.

This study discusses why the majority of the population in Indonesia are Muslims, but the Islamic parties have never won. From the literature previously described the role of state structures in the New Order and the political elite of Islam is not credible make Muslim voters prefer the other party, while this research is looking at the behavior of Muslim voters. Sociological factors which include the ritual of worship, involvement in socio-religious groups, and the orientation of political Islam have relationship with political choice of muslim voters and make a political cleavages in islamic societies. Moreover, in the psychological factors, including affection of parties and leader have relationship with political choice of muslim voters. This study uses a quantitative method with data collection through surveys. The number of samples is 100 Muslim voters who come from different political parties. Sampling using cluster random sampling. From the research found that the sociological factors that include rituals, involvement in socioreligious groups, and the orientation of political Islam have relationship with voting behavior. While psychological factors that include affection of party and leader have no relationship with voting behavior."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60950
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Andreas Romulus P.
"Kota Baru Bandar Kemayoran merupakan bagian dari wilayah adminsitrasi DKI Jakarta. Oleh karena kebutuhan akan lahan, maka sejak dilakukan perubahan fungsi tata ruang, mulai dari bandar udara sampai pada saat ini yaitu sebagai sentra bisnis kawasan, telah ada permasalahan yang menjadikan kawasan tersebut tidak sesuai lagi dengan rencana peruntukan semula. Pergeseran ini menyebabkan perubahan pada keseimbangan lingkungan, fungsi serta sosial ekonomi. Lewat metode SWOT untuk melakukan proses identifikasi faktor internal serta eksternal yang ada sehingga didapatkan prioritas untuk melakukan pembenahan lewat strategi serta skenario yang telah dibentuk. Faktor kekuatan pada KBBK adalah sarana dan prasarana ekonomi, sosial dan budaya seperti perkantoran, sarana olahraga, ruang interaksi sosial masyarakat, gedung pertemuan, bank, permukiman, serta sarana pendidikan dan kesehatan yang memiliki skor rata-rata 7,33. Disamping itu faktor kelemahan yang tertinggi diperoleh sebesar 4,33 untuk pengelolaan sistem keuangan yang menyebabkan berkurangnya fleksibilitas dalam pengelolaan ruang. Peluang terbesar diperoleh sebesar 6,83 dengan faktor kontinuitas jaringan listrik, air, gas dan telekomunikasi dengan wilayah DKI Jakarta. Tantangan terbesar yang ada adalah kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di wilayah DKI Jakarta sebesar 4,83. Daerah yang kumuh serta tingkat perekonomian yang tidak merata menyebabkan semakin berkurang kohesi antar masyarakat. Dari hal tersebut diatas maka diperoleh perolehan strategi terbaik yaitu pada perbaikan dan peningkatan infrastruktur yang telah terbangun dengan nilai 0,365 diikuti dengan estate manajemen sebesar 0,355. Proses ini melibatkan bentuk skenario progresif yang menitikberatkan pada perbaikan ruang-ruang tertentu yang dianggap sudah fatal (0,532).

New Town Bandar Kemayoran is a part of DKI Jakarta administration. Because of the need for land, since made changes to the spatial functions, ranging from airport until this time as a business center for the Jakarta, had problems for making the area no longer in line with the original allocation plan. This shift causes a change in the balance of environmental, economic and social functions. Through the SWOT method to make the process of identifying the internal and external factors that exist to obtain a priority to make improvement through the strategies and scenarios that have been established. Factors strength is economic infrastructure, social and cultural such as office buildings, sports facilities, social interaction spaces, conference hall, banks, housing, and education and health facilities had an average score of 7.33. Afterwards, the weakness of the highest factor of 4.33 is obtained for the management of the financial system that reduces the flexibility in the management of space. Obtained the greatest opportunities for continuity factor of 6.83 to the power grid, water, gas and telecommunications to Jakarta. The biggest challenge is that there are social, economic and environmental issues in the Jakarta area of 4.83. Slum areas and uneven levels of economic causes diminishing cohesion between communities. From the above, gained the best strategy. It is the acquisition and improvement of infrastructure improvements that have been awakened to the value of 0.365 followed by 0.355 of estate management. This process involves a progressive form of scenarios that focus on the improvement of certain spaces that are considered fatal (0.532).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lu`Lu Firaudhatil Jannah
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh isu pragmatisme yang diperbincangkan oleh media massa menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan manifestasi ajaran pragmatisme yang tampil melalui cara perilaku pragmatis ? dalam pesan politik calon legislator pada pemilu 2014.
Subjek penelitian ini adalah para calon anggota legislatif DPRD DKI Jakarta 2014 dari gender, partai dan dapil yang berbeda dan media yang digunakan oleh caleg untuk mengirim pesan politik tersebut kepada masyarakat. Subjek penelitian ini diteliti menggunakan konsep komunikasi politik untuk melihat bagaimana komunikator politik mengirimkan pesan politiknya. Penelitian ini juga menggunakan konsep pragmatisme dan komunikator politik pragmatis untuk melihat apakah para informan merupakan seorang komunikator politik yang pragmatis. Selanjutnya pesan politik yang dikirim caleg sebagai komunikator politik diteliti untuk melihat apakah pesan tersebut merupakan pesan politik pragmatis.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana data diperoleh melalui hasil wawancara dan studi dokumentasi yang diteliti menggunakan Analisis semiotika Barthes. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa komunikator politik pragmatis menghasilkan pesan politik pragmatis dalam perpolitikan yang liberal.

This research is motivated by pragmatism issues are discussed by the media ahead of the General Election 2014. This study aims to explain the manifestation of the doctrine of pragmatism that appear through pragmatic behavior ? in the political message legislative candidates in the legislative election 2014.
The subjects of this research are legislative candidates city council 2014 from different gender, political party and different constituencies and media used by candidates to send a political message to the public. The subjects studied using the concept of political communication to see how the political communicator to send political messages. This study also uses the concept of pragmatism and pragmatist political communicators.
This research is qualitative research. Research data was obtained through interviews and documentation studies that examined use Barthes semiotic analysis. The results of this analysis indicate that pragmatic political communicator produce pragmatic political messages in liberal politics.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Bagasyudha
"[ABSTRAK
Penelitian ini ingin mencari tahu faktor apa yang membuat seorang pemilih
memutuskan untuk memilih satu kandidat dan tidak memilih kandidat lainnya.
Penelitian ini membahas pengaruh faktor sosiologis (agama, suku, jenis kelamin,
keluarga dan peer group), faktor psikososial (orientasi isu, orientasi kandidat,
identifikasi partai politik), pilihan rasional (prospectives voting, retrospectives
voting) dan vote buying terhadap preferensi pemilih. Penelitian ini juga membahas
faktor yang dominan di antara faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi
preferensi pemilih. Dengan melakukan metode kuantitatif laboratory
experimental, penelitian ini menemukan bahwa ada empat faktor dominan yang
sangat mempengaruhi preferensi pemilih, yaitu: orientasi isu, orientasi kandidat,
agama dan vote buying. Sehingga, dapat diinterpretasikan bahwa pemilih lebih
rasional namun terjebak dalam pragmatisme politik yang muncul sebagai dampak
dari kekecewaan dan rasa frustasi terhadap kinerja para elit politik.

ABSTRACT
This study examines why voters voted the way they did: what factors make a
voter decides to choose one candidate over the others. This study analyzes the
influence of sociological factors (religion, ethnicity, gender, family and peer
group), psychosocial factors (issues orientation, candidates orientation, party
identification), rational preferences factors (prospectives voting, retrospectives
voting) and vote buying on voter preference. The study also determines the most
dominant factor among these factors in influencing voter preference. Using
quantitative laboratory experimental method, results show that there are four
dominant factors that influence voter preference: issue orientation, candidate
orientation, religion and vote buying. Thus, it can be interpretated that voters are
more rational, but they are currently being trapped in a political pragmatism
resulted from desperation and frustration toward political leaders’ performance, This study examines why voters voted the way they did: what factors make a
voter decides to choose one candidate over the others. This study analyzes the
influence of sociological factors (religion, ethnicity, gender, family and peer
group), psychosocial factors (issues orientation, candidates orientation, party
identification), rational preferences factors (prospectives voting, retrospectives
voting) and vote buying on voter preference. The study also determines the most
dominant factor among these factors in influencing voter preference. Using
quantitative laboratory experimental method, results show that there are four
dominant factors that influence voter preference: issue orientation, candidate
orientation, religion and vote buying. Thus, it can be interpretated that voters are
more rational, but they are currently being trapped in a political pragmatism
resulted from desperation and frustration toward political leaders’ performance]"
2015
T44396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>