Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109977 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasto Atmojo Suroyo
"Pasca 1998, kekerasan kolektif horisontal di Indonesia meningkat, tidak hanya distribusi, tetapi juga frekuensi, dan kualitasnya. Walaupun peristiwa kekerasan kolektif lebih termotivasi oleh isu-isu primordial, tapi sebenarnya ada kepentingan ekonomi sebagai dorongan atau motivasi di baliknya. Dalam konteks yang terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, khususnya di Jakarta, sebagian besar kekerasan kolektif banyak dilakukan oleh organisasi masyarakat berbasis primordial, seperti etnik atau agama.
Kembang Latar, sebagai salah satu organisasi berbasis etnik Betawi, tidak dapat dipisahkan dari dinamika dan pertumbuhan Jakarta sebagai ibu kota dan pusat pertumbuhan ekonomi Soliditas dan solidaritas Kembang Latar sebagai organisasi kemasyarakatan meningkat, seiring dengan kompetisi antar kelompok. Kekerasan banyak dilakukan sebagai bentuk reaksi atas ketersingkiran mereka dalam mengakses sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Selain itu, kekerasan juga dilakukan untuk mempertahankan eksistensi organisasi serta untuk memperoleh sumber daya ekonomi yang terbatas. Kembang Latar telah berubah dari geng menjadi kejahatan terorganisasi, sejalan dengan perspektif teoritis Transisi Kontinum Geng menjadi Kejahatan Terorganisasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan beberapa orang Narasumber. Untuk menjelaskan fenomena digunakan kelompok teori: (1) prosesual; (2) struktural; dan (3) konflik. Sedangkan, analisis transformasi geng menjadi kejahatan terorganisasi didasarkan pada perspektif teoritik Transisi Kontinum dari Geng menjadi Kejahatan Terorganisir. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Kembang Latar sering kali menggunakan kekerasan kolektif untuk melindungi “wilayah kekuasaan”, dan akses ke sumber daya ekonomi dengan strategi pembentukan geng menjadi organisasi kemasyarakatan. Kembang Latar telah berkembang dari geng melalui proses transformasi kontinum menjadi organized crime, yang mengambil bentuk Organisasi Kemasyarakatan.

Post1998, horizontal collective violence in Indonesia increase, not only the distribution, but also its frequency, and its quality of hardness. Eventhough collective violence events more motivated by primordial issues, but actually there are economic interests drives or motivations behind. In the context of collective violence that occurred in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi, especially in Jakarta, most of occasions are carried out collectively by the primordial-based community organizations, such as ethnicity or religion. Kembang Latar, as one of the Betawi ethnic-based organization, can not be separated from the dynamics and growth of Jakarta as the capital city and a center of economic growth. Along with the process of urbanization of Jakarta solidity and solidarity Kembang Latar Organization intensified its competition as a result of the defeat in
accessing economic resources are limited. In addition, the patterns of violence carried out to maintain the existence of the organization as well as to obtain limited economic resources. Kembang Latar has been transformed from a gang toward an organized crime as underlined by theoretical perspective of Continuum Transition of Gang into Organized Crime. The research methode used was a qualitative approach and the data collection was conducted through in-depth interviews with several resourche persons. To process the data collected using the group theory analysis: (1) the processual; (2) structural; and conflict. Analysis of the transformation of a gang toward an organized crime was based on theoretical perspective of Continuum Transition of a Gang into Organized Crime.
This study resulting the conclusion that Kembang Latar oftenly using collective
violence to protect solidity and solidarity, territory, and access to economic resources with gang formation strategies and community organizations. The development of Kembang Latar obviously a proccess of its transformation from a gang to be an organized crime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seren Trihardja
"ABSTRAK
Media sering diasumsikan berpengaruh pada pembentukan kebijakan kriminal dengan membentuk opini publik. Peristiwa yang diberitakan terus menerus dilihat dapat membentuk urgensi agenda publik terkait kebijakan yang berimplikasi pada agenda kebijakan. Namun, tingginya jumlah pemberitaan korupsi, terutama kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik, nampak tidak berimplikasi pada kebijakan. Tulisan ini mencoba menganalisis hubungan mutual antara media dengan pembuat kebijakan dalam pembentukkan agenda kebijakan mengenai tindak pidana korupsi berdasarkan riset media KOMPAS tentang pemberitaan kasus korupsi di periode Januari ndash; Juli 2017. Hubungan antara media dan pembuat kebijakan tidak serta merta bersifat kausal, melainkan tergantung dengan peristiwa dan kebijakan yang diagendakan. Dengan detection theory, dijelaskan bahwa media memang dapat membangun isu terkait pembuatan agenda kebijakan. Akan tetapi, peran media tidak begitu besar karena diteruskannya sebuah agenda kebijakan ditentukan oleh pembuat kebijakan itu sendiri. Pembuat kebijakan disini memiliki agenda-agendanya sendiri yang mempengaruhi isu-isu mana yang kemudian ditanggapi. Dengan begitu, terdapat hubungan yang lebih kompleks antara media dan pembuat kebijakan dalam proses perkembangan kebijakan korupsi.

ABSTRACT
Media has been assumed as factor that can influence the process of crime policymaking by constructing public opinion. Massive amount of reports in certain issue can form an urgent public agenda which may influence policy agenda. However, the high number of corruption reporting, in particular Kartu Tanda Penduduk Elektronik corruption case, appears to have no policy implications. This paper tries to analyze mutual relation between media and policymaker in the making of policy agenda regarding corruption, based on media research by KOMPAS regarding corruption case reporting from January ndash July 2017. The relation between media and policymaker is not necessarily causal. Using Detection Theory, it is explained that media can indeed build issues around policy agenda. Though, the role of the media is not that significant as the continuation of a policy agenda is determined by the policymaker itself. Policymaker have their own agendas which influence which issues are addressed. Therefore, there is a complex relationship between media and policymakers in the process of policy development."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erlangga Masdiana
"Social aspects of crimes related to socioeconomic and political conditions in Indonesia."
Kebayoran Baru, Jakarta: NFU Pub, 2006
344.032 88 ADE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Josua Goklas Parulian
"Salah satu kejahatan transnasional yang sering terjadi di masyarakat Indonesia adalah kejahatan perdagangan orang. Pelaku dalam kejahatan perdagangan orang tidak selalu berkaitan dengan organisasi kejahatan. Konsep criminal network dipakai untuk menganalisis tulisan ini. Criminal network dalam tulisan ini menjelaskan bahwa didalam suatu kejahatan perdagangan orang terdapat peran individual yang terbagi menjadi directed network dan transaction network, yang menjadikan kejahatan tersebut sebagai kejahatan terorganisir.

One of the most common transnational crimes in Indonesian society is the crime of trafficking in persons. The perpetrators are not always related to criminal organizations nor group. In this paper, I examine the event of human trafficking by borrowing the concept of Criminal Network. I argue that in a trafficking in persons, there is an individual role that is divided into directed network and transaction network, which makes the crime as organized crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Handilla
"ABSTRAK
Telah terjadi pergeseran paradigma dalam penanganan masalah narkotika, mulai dari hanya diatur penjualan dan pemakaiannya hingga saat ini dikategorikan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang dilakukan oleh organized crime. Belum ada definisi yang jelas dan tegas tentang organized crime, namun ada beberapa karakteristik yang membedakannya dengan kejahatan konvensional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mencari karakteristik organized crime dalam jaringan narkotika yang diungkap oleh BNN, melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam proses pengungkapan jaringan narkotika. Hasil penelitian menunjukkan jaringan narkotika yang diungkap oleh BNN memiliki karakteristik yang serupa dengan karakteristik organized crime. Struktur jaringan narkotika yang diungkap oleh BNN bersifat fleksibel, rekrutmen anggota berdasarkan kepercayaan, ada kecenderungan membentuk kelompok berdasarkan etnis/kesukuan, ada keterkaitan dengan jaringan luar negeri atau setidaknya memiliki anggota level atas yang berada di luar negeri. Strategi BNN secara keseluruhan dengan sedikit adaptasi dapat digunakan sebagai strategi penanganan jaringan narkotika sebagai organized crime. Kata Kunci: jaringan narkotika; organized crime; strategi.

ABSTRACT
There has been a paradigm shift in the handling of narcotics problems, ranging from only regulated sales and use and now it categorized as one form of crime committed by organized crime. There is no clear and firm definition of organized crime, but there are several characteristics that distinguish it from conventional crime. This study used a qualitative approach to find the characteristics of organized crime in the narcotics network disclosed by BNN, through in depth interviews with the parties directly involved in the process of disclosure of narcotic networks. The results showed the narcotics network disclosed by BNN has characteristics similar to the organized crime characteristics. Narcotics network structure disclosed by BNN is flexible, recruitment of members based on trust, there is a tendency to form ethnic tribal groups, there is a linkage with overseas networks or at least have top level members who are abroad.The overall BNN strategy with little adaptation can be used as a strategy for handling narcotics networks as organized crime. Keywords organized crime, narcotics network, strategy"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Marsha
"Match-fixing adalah salah suatu fenomena yang sering kali ditemui dalam pertandingan olah raga profesional. Mudahnya mendapat keuntungan dengan melakukan match-fixing membuat kejahatan jenis ini diminati oleh banyak bandar judi. Dengan adanya keterlibatan bandar judi, tentunya dapat dikatakan bahwa kejahatan ini adalah salah satu aktivitas dalam organized crime. Akan tetapi, penulis masih menemukan fakta bahwa sering kali atlet yang terlibat dalam match-fixing lah yang digambarkan sebagai pihak yang paling bersalah. Penggambaran ini dapat dilihat dalam pemberitaan yang muncul pada media massa berbasis online terkait permasalahan ini. Meskipun sudah ada beberapa pemberitaan yang menggambarkan match-fixing sebagai organized crime, tapi stigma terhadap atlet melalui pemberitaan terkait juga masih sering ditemui. Stigma ini tentunya memiliki dampak merugikan kepada atlet, oleh karena itu, penggambaran match-fixing perlu dilakukan sebagaimana mestinya, yaitu sebagai salah satu aktivitas dalam organized crime, bukan kejahatan yang pelaku utamanya adalah atlet atau bahkan kejahatan yang murni dilakukan oleh atlet. Penulisan Tugas Karya Akhir ini diharapkan mampu membuka pikiran dari masyarakat mengenai match-fixing sehingga stigma terhadap atlet baik yang terlibat maupun tidak, bisa dihapuskan.
Match-fixing is a phenomenon often encountered in professional sport. The ease of getting profit with match-fixing causes this type of crime to be popular in gambling dens. With the involvement of gambling dens, this type of crime could be classified as an organized crime. But this paper finds that there are still many occasions that athletes involved with match-fixings are portrayed as the guilty party. This portrayal seen in news in online mass media regarding this issue. Even though there are a few news that portray match-fixing as an organized crime, stigma towards athletes through the media portrayal are still common. This stigma has caused negative impact towards the athletes, therefore the portrayal of match-fixing needs to be done properly, which is to portray it as an organized crime and not a crime done by athletes. This paper is expected to open the minds of people about match-fixing so stigma towards athletes that are involved or not can be erased"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sterling, Claire
London : Little, Brown, 1994
364.106 STE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abadinsky, Howard
Chicago: Nelson-Hall, 1990
364.109 73 ABA o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Ardella Vidia Putri
"Perdagangan narkotika merupakan salah satu ancaman dalam konsep keamanan non-tradisional. Di tingkat internasional, perdagangan narkotika telah disetujui sebagai kejahatan terorganisasi transnasional. Walaupun begitu, akademisi memiliki fokus pembahasan yang beragam mengenai perdagangan narkotika. Berbagai pendekatan digunakan untuk menganalisis perdagangan narkotika dengan lebih kritis. Para akademisi tidak berhenti pada anggapan mengenai pengedar narkotika sebagai kriminal. Oleh karena itu, tulisan ini berusaha memetakan perkembangan pendekatan dan pandangan para akademisi terhadap perdagangan narkotika di tingkat internasional. Tinjauan literatur ini menggunakan metode taksonomi dengan 50 literatur akademik yang dibagi dalam lima tema utama, 1) konseptualisasi, 2) agenda institusi dan negara, 3) kritik dan perspektif alternatif, 4) komponen perdagangan narkotika, dan 5) relasi antara pengedar dengan kelompok kriminal lain. Penulis menemukan bahwa akademisi mulai mengadopsi pandangan yang lebih toleran terhadap perdagangan narkotika. Analisis menjadi semakin kritis, mempertanyakan aktor yang bertanggungjawab atas perdagangan narkotika dan mengusung kebijakan rehabilitatif.

The non-traditional security concept has considered drug trafficking as a threat. The international world has agreed to view drug trafficking as a transnational organized crime. In reality, analysis regarding drug trafficking has had a variety of focuses. Researchers have been adopting a deeper understanding of drug trafficking. Therefore, they have a more critical view of drug traffickers, not only branding them as criminals. This literature review uses taxonomy method with the aim to give a bigger picture of approach and opinion derived from 50 academic literature, divided into five main themes, 1) conceptualization, 2) institution and countries agenda, 3) critics and alternative perspective, 4) components of drug trafficking, and 5) drug trafficker relations with other criminal groups. The writer found that researchers have adopted a more tolerant view of drug trafficking. It builds a more in-depth analysis, questioning actors deemed responsible and proposing a rehabilitative approach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lunde, Paul
London: Dorling Kindersley, 2004
364.106 LUN o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>