Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128044 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fredy Wirya Atmaja
"Penyakit kardiovaskular menjadi masalah kesehatan global dan menempati urutan pertama penyebab kematian. Prevalensinya semakin meningkat seiring peningkatan faktor risiko diabetes melitus (DM), hipertensi, dislipidemia, dan merokok. Infark miokard akut (IMA) merupakan iskemia miokard yang disebabkan oleh ruptur plak arteri koroner yang menyebabkan trombosis dan oklusi. Upaya penanganan IMA dapat dilakukan dengan tindakan revaskularisasi, namun tindakan tersebut berpotensi menyebabkan cedera miokard ireversibel dan kematian kardiomiosit yang dikenal sebagai cedera iskemia reperfusi miokard. Mekanisme cedera iskemia reperfusi miokard menginduksi respons inflamasi yang memicu pembentukan inflamasom NLRP3 sehingga terjadi aktivasi kaspase-1 yang berperan pada maturasi dan pelepasan interleukin (IL)-18. Kolkisin merupakan obat antiinflamasi yang sederhana, murah, dengan masa kerja cepat yang dapat menghambat inflamasom, sehingga tidak terjadi aktivasi dan pelepasan IL-18. Penelitian mengenai efektivitas kolkisin terhadap penyakit kardiovaskular telah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai perubahan kadar IL-18 pada pasien IMA belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan kadar IL-18 pada 48 jam pasca IKPP pada pasien IMA dengan elevasi segmen ST (EST) dengan pemberian kolkisin. Desain penelitian uji klinik tersamar ganda,  dengan total 60 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP, terdiri dari 30 subjek kelompok kolkisin dan 30 subjek kelompok plasebo. Penurunan kadar IL-18 pada 48 jam pasca IKPP pada kelompok kolkisin lebih besar daripada kelompok plasebo, namun tidak didapatkan perbedaan bermakna antara keduanya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berbagai rentang waktu untuk menilai penurunannya. 

Kata Kunci : IMA-EST, cedera iskemia reperfusi miokard, IL-18, kolkisin, penurunan kadar


Cardiovascular diseases have become a global health problem and are the leading cause of death. The prevalence is increasing due to the rise in risk factors such as diabetes mellitus (DM), hypertension, dyslipidemia, and smoking. Acute myocardial infarction (AMI) is myocardial ischemia caused by the rupture of a coronary artery plaque, leading to thrombosis and occlusion. The management of AMI can be done through revascularization procedures, but these interventions have the potential to cause irreversible myocardial injury and cardiomyocyte death, known as ischemia-reperfusion myocardial injury. The mechanism of ischemia-reperfusion myocardial injury induces an inflammatory response that triggers the formation of the NLRP3 inflammasome, leading to caspase-1 activation involved in interleukin (IL)-18 maturation and release. Colchicine is a simple, inexpensive, fast-acting anti-inflammatory drug that can inhibit the inflammasome, thus preventing the activation and release of IL-18. Studies on the effectiveness of colchicine in cardiovascular diseases have been conducted extensively, but research on changes in IL-18 levels in AMI patients is limited. This study aims to assess the changes in IL-18 levels within 48 hours post-primary percutaneous coronary intervention (PPCI) in ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) patients treated with colchicine. The study design is a double-blinded, randomized clinical trial, involving a total of 60 STEMI patients undergoing PPCI, with 30 subjects in the colchicine group and 30 subjects in the placebo group. The reduction in IL-18 levels at 48 hours post-PPCI in the colchicine group was greater than in the placebo group, although no significant difference was observed between the two groups. Further research with different time intervals is needed to assess the extent of IL-18 reduction.

Keyword : STEMI, ischemia-reperfusion myocardial injury, IL-18, colchicine, reduction levels"

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Sari Dewi
"Latar Belakang : Rasio netrofil-limfosit (NLR) sudah banyak diteliti memiliki hubungan yang erat dengan luaran penyakit kardiovaskular. Hal ini berhubungan dengan proses inflamasi yang dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsi dari jantung yang dapat dinilai dengan salah satunya fraksi ejeksi (EF). Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP memiliki resiko untuk mengalami perubahan EF yang berhubungan dengan NLR saat admisi.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara NLR rendah dengan peningkatan fraksi ejeksi (EF) ventrikel kiri pada pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP.
Metode : Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dan data dilaporkan dalam bentuk deskriptif dan analitik korelasi. Dilakukan analisa hubungan NLR admisi pasien STEMI yang mendapatkan IKPP dengan EF ≤50% yang di ambil dengan ekokardiografi selama perawatan, akan kemudian dilakukan ekokardiografi kembali pada bulan ke-3.
Hasil : Total sampel penelitian adalah 58 subjek dengan 91,4% merupakan laki-laki. Rerata nilai EF I 42% dan EF ke-2 45,9%. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok dengan NLR <7 dan >7. Terdapat perbedaan proporsi antara kedua kelompok yang ditunjukan dengan nilai p sebesar 0,05. Subjek yang mempunyai kadar NLR >7 lebih beresiko sebesar 4,30x untuk tidak mengalami perbaikan. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perbaikan EF pada penelitian ini adalah NLR <7 dengan OR sebesar 6,56 (1,31-32,84) setelah dikontrol oleh variable lekosit dan multivesel diseases.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara NLR dengan perbaikan EF ventrikel kiri pada Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP

Background : The neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) has been widely studied to have a close relationship with cardiovascular disease outcomes. This is related to the inflammatory process that can cause structural and functional changes of the heart which can be assessed by ejection fraction (EF). STEMI patients who receive Primary PCI are at risk for experiencing changes in EF related to NLR at admission.
Objective: To determine the relationship between low NLR and increased left ventricular ejection fraction (EF) in STEMI patients who receive primary PCI.
Methods: The design of this study was a retrospective cohort and the data were reported in descriptive and analytic form. An analysis of the relationship between NLR admissions for STEMI patients who received primary PCI with an EF 50% or below were carried out by echocardiography during treatment, then echocardiography was performed again in the 3rd month.
Results: The total sample of the study ware 58 subjects with 91.4% of males. The mean score for EF I was 42% and EF 2 was 45.9%. Patients were divided into 2 groups with NLR <7 and >7. There is a difference in the proportion between the two groups as indicated by a p-value of 0.05. Subjects who have NLR levels > 7 are 4,30x more at risk for not experiencing improvement. The most dominant factor influencing the improvement of EF in this study was NLR <7 with an OR of 6.56 (1.31-32.84) after being controlled by leukocyte and multivesel diseases variables.
Conclusion: There is a relationship between NLR and left ventricular EF improvement in IMA-EST patients who received PCI
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Saeful Hikmat
"Aspek metabolik komplikasi DM tipe 2, khususnya penyakit kardiovaskular, telah banyak dibahas, namun aspek imunometabolik masih terbatas, sehingga sangat penting untuk memahami peran sistem imun dalam perkembangan komplikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami peran subset monosit (CD14,CD16) dan mediator inflamasinya (IL-1β, IL-10) terhadap risiko penyakit kardiovaskular pada Pasien DM tipe 2. Subset monosit CD14, CD16 diperiksa menggunakan sampel kultur PBMC dan dianalisis menggunakan flow cytometry. Metode Multiplex Immunoassays digunakan untuk mengukur IL-1β, dan IL-10. Hasil penelitian ini, menunjukkan terdapat pola peningkatan subset monosit CD14+, CD16+ pada DM tipe 2, namun tidak berbeda secara signifikan. Peningkatan monosit CD14+,CD16+ lebih dari 6.8% berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Rasio mediator inflamasi IL-1β, sebelum dan sesudah stimulasi LPS secara signifikan lebih tinggi pada DM tipe 2 dibandingkan kontrol. Pada kondisi inflamasi, peningkatan IL-10 berespon terhadap stimulasi LPS, namun tidak mampu mengkompensasi peningkatan IL-1β, sehingga kecenderungan menjadi lebih hiperinflamasi pada DM tipe 2. Glukosa puasa merupakan penanda metabolik yang berhubungan dengan peningkatan monosit CD14+,CD16+.

The metabolic aspects of Type 2 Diabetes (T2D) complications, particularly cardiovascular disease, have been widely discussed, but the immunometabolic aspects are still limited, so it is critical to understand the role of the immune system in the development of complications. The objective of this study is to understand about the role of the monocyte subset (CD14,CD16) and its inflammatory mediators (IL-1β, IL-10) in the risk of CVD in T2D. CD14, CD16 monocyte subset was examined using PBMC culture samples and analyzed using flow cytometry. The Multiplex Immunoassays method was used to measure IL-1β and IL-10. This study shows there is an increase in the CD14+, CD16+ monocyte subset in type 2 diabetes, but it is not significantly related. An increase in CD14+,CD16+ monocytes of more than 6.8% is associated with an increased risk of CVD. The ratio of the inflammatory mediator IL-1β to basal conditions and LPS stimulation was significantly higher in T2D than in controls. In inflammatory conditions, the increase in IL-10 responds to LPS stimulation, but it is unable to compensate for the increase in IL-1β in T2D, so the tendency becomes more hyperinflammatory in type 2 DM. Fasting glucose is a metabolic marker associated with an increase in CD14+,CD16+ monocytes"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Joko Purwanto
"Penyakit kardiovaskular menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di tingkat global. Upaya tindakan pencegahan dan tatalaksana terus dikembangkan untuk mengatasi permasalahan ini. Perawat spesialis memiliki peran sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung, menerapkan evidence base nursing dan melakukan inovasi keperawatan. Praktik residensi spesialis keperawatan medikal bedah telah dilaksanakan untuk mengaplikasikan peran tersebut. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung dilakukan dengan memberikan asuhan keperawatan pada 30 kasus kelolaan resume dan kasus kelolaan utama ADHF dengan teori Model Adaptasi Roy. Peran sebagai peneliti dijalankan dengan melakukan edukasi self-care pasien gagal jantung menggunakan metode teach-back. Peran perawat sebagai inovator dilakukan dengan menyusun proyek inovasi tentang penggunaan Munro Pressure injury Risk Assessment Scale untuk mencegah kejadian Perioperative related Pressure injury. Hasil analisis praktik menunjukkan bahwa Model Adaptasi Roy efektif digunakan untuk pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular, edukasi self-care pada pasien gagal jantung dengan metode teach-back dapat meningkatkan pengetahuan, efikasi diri dan kemampuan self-care. Selain itu Munro Pressure injury Risk Assessment Scale dapat diterapkan untuk mencegah kejadian Perioperative related Presure Injury.

Cardiovascular disease is one of the leading causes of death globally. Efforts to carry out management and prevention are always being developed to overcome this problem. Nurse specialists have a role as direct nursing care providers, applying evidence-based nursing and carrying out nursing innovations. The residency practice of medical-surgical nursing specialists has been implemented to apply for this role. The role of a direct nursing care provider is carried out by providing nursing care in 30 resume cases and ADHF main cases with Roy’s Adaptation Model theory. The role of a researcher is carried out by conducting self-care education for heart failure patients with the teach-back method. The role of nurses as innovators is carried out by developing an innovative project, namely "Using the Munro Pressure Injury Risk Assessment Scale to Prevent Perioperative-Related Pressure Injury." The results of practice analysis show that the Roy Adaptation Model is effective for patients with cardiovascular system disorders, and self-care education in heart failure patients with the teach-back method can improve knowledge, self-efficacy, and self-care abilities. In addition, the Munro Pressure Injury Risk Assessment Scale can be applied to prevent perioperative-related Pressure injury events."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trianti Kartikasari Kusuma
"Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi penyakit jantung di provinsi DKI Jakarta sendiri berada di atas rata-rata nasional yaitu di 1,5% dan menempati peringkat ke-5 se-Indonesia. Diantara banyak kelompok obat, obat-obatan kardiovaskular merupakan salah satu kelompok obat-obatan yang paling banyak ditebus resepnya di apotek Roxy Klender. Dikarenakan penyakit kardiovaskular kompleks dan ada kemungkinan pasien bisa memiliki penyakit degeneratif lainnya, maka dokter meresepkan obat yang cukup banyak untuk satu pasien. Dari kasus tersebut, ada kemungkinan untuk terjadinya masalah terkait obat (Drug Related Problem) yaitu interaksi obat. tujuan penelitian ini adalah menganalisa adanya interaksi beberapa jenis obat kardiovaskular dengan obat lainnya dalam beberapa resep pasien Apotek Roxy Klender bulan Agustus-September 2020.
Pengambilan data dilakukan di saat pelaksanaan PKPA. Penulis menyortir resep yang terdapat obat kardiovaskular menggunakann sistem informasi Apotek Roxy, lalu resep dipilih untuk dianalisis dan kemudian dicetak.
Dari analisa dua resep pasien kardiovaskular, ditemukan interaksi obat kardiovaskular pada kedua resep. Pada resep 1, terdapat interaksi obat antara spironolakton dengan kalium klorida yang menyebabkan risiko hyperkalemia. Tetapi karena dokter meresepkan dua jenis diuretic yaitu spironolakton dan furosemide maka dokter juga meresepkan KSR untuk menyeimbangkan kadar kalium. Pada resep 2, terdapat interaksi antara asetosal dengan clopidogrel dan asetosal dengan furosemide. Dikarenakan obat-obatan tersebut mempunyai interaksi satu sama lain, maka dokter memberikan jeda waktu minum obat untuk menghindari adanya interaksi.

Cardiovascular disease is a disease that plays a major role as the number one cause of death in the world. Based on data from the Ministry of Health's Basic Health Research (Riskesdas) in 2018, the incidence of heart and blood vessel disease is increasing. The prevalence of heart disease in the DKI Jakarta province is above the national average at 1.5% and ranks 5th in Indonesia. Among many drug groups, cardiovascular drugs are one of the most over-prescribed drug groups in Roxy Klender pharmacy. Because cardiovascular disease is complex and there is a possibility that the patient may have other degenerative diseases, doctors prescribe quite a lot of drugs for one patient. From these cases, it is possible for drug related problems to occur, namely drug interactions. The purpose of this study was to analyze the interaction of several types of cardiovascular drugs with other drugs in several patient prescriptions at the Roxy Klender Pharmacy in August-September 2020.
Data collection was carried out during PKPA. The author sorted the prescriptions that contained cardiovascular drugs using the Roxy Pharmacy information system, then the prescriptions were selected for analysis and then printed.
From the analysis of two prescriptions for cardiovascular patients, cardiovascular drug interactions were found in both prescriptions. In prescription 1, there is a drug interaction between spironolactone and potassium chloride which causes the risk of hyperkalemia. But because doctors prescribe two types of diuretics, namely spironolactone and furosemide, doctors also prescribe KSR to balance potassium levels. In prescription 2, there is an interaction between acetosal with clopidogrel and acetosal with furosemide. Because these drugs have interactions with each other, the doctor gives a lag time for taking the drug to avoid interactions.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Laura Gabriella
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan utilisasi rawat inap cardiovascular disease di FKRTL oleh Peserta JKN di Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018-2020. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan Data Sampel BPJS Kesehatan Tahun 2018-2020. Uji hubungan dianalisis dengan menggunakan Chi-square. Hasil penelitian didapatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Sumatera Utara pada tahun 2018-2020 yaitu sebesar 876.636 kunjungan yang meningkat pada tahun 2019 dan mengalami penurunan kunjungan pada tahun 2020 dengan otal kunjungan rawat inap cardiovascular disease sebanyak 96.366 kunjungan. Utilisasi rawat inap cardiovascular disease banyak diakses oleh usia lansia (22,4%), jenis kelamin perempuan (11,1%), status kepemilikan FKRTL milik pemerintah (10,1%), segmen Bukan Pekerja (23,6%), hak kelas rawat I (16,3%), lama hari rawat 4 hari, lokasi FKRTL di Kabupaten (10,1%), lokasi tempat tinggal peserta di kabupaten (10%), tempat tinggal peserta berada di wilayah II (10.9%), kunjungan berada di wilayah dengan jumlah Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah lebih dari satu orang (9,8%), serta berada di wilayah dengan jumlah rumah sakit lebih dari tiga rumah sakit (9,9%). Variabel yang paling dominan berhubungan dengan rawat inap cardiovascuular disease adalah umur peserta.

This study aims to determine the factors associated with cardiovascular disease inpatient utilization at FKRTL by JKN Participants in the Province of North Sumatra in 2018-2020. This research is a quantitative study with a cross-sectional design using BPJS Health Sample Data for 2018-2020. Relationship test was analyzed using Chi-square. The results showed that the utilization of inpatient health services in North Sumatra in 2018-2020 amounted to 876,636 visits, which increased in 2019 and decreased visits in 2020 with a total of 96,366 visits to inpatient cardiovascular disease. Cardiovascular disease inpatient utilization is mostly accessed by the elderly (22.4%), female (11.1%), ownership status of government-owned FKRTL (10.1%), non-employee segment (23.6%), rights class I treatment (16.3%), length of stay 4 days, location of FKRTL in the district (10.1%), location of the participant's residence in the district (10%), participant's residence in region II (10.9%), visits were in areas with more than one Cardiovascular Specialist (9.8%), and in areas with more than three hospitals (9.9%). The most dominant variable related to cardiovascular disease hospitalization is the age of the participants"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athikah Khairunnisa
"Latar belakang: COVID-19 menyebabkan respon inflamasi sistemik yang dapat disertai dengan pembentukan trombus koroner dan berhubungan dengan morbiditas serta mortalitas yang tinggi. Pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan beban trombus intrakorener yang tinggi berhubungan dengan luaran klinis yang lebih buruk. Tujuan: Mengetahui hubungan antara COVID-19 dengan beban trombus intrakoroner pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. Metode: Terdapat 181 pasien IMA-EST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) pada periode April 2020 hingga November 2021 dianalisis secara retrospektif. Beban trombus intrakoroner menurut TIMI saat IKPP dibagi menjadi beban trombus tinggi (BTT) dan beban trombus rendah (BTR). COVID-19 dibagi menjadi positif dan negatif berdasarkan pemeriksaan laboratorium, kemudian dinilai hubungannya dengan BTT. Hasil: Beban trombus intrakoroner tinggi berdasarkan TIMI didapatkan pada 70,2% pasien. Subjek COVID-19 positif cenderung mempunyai resiko 3,03 kali (95% IK: 1,11 – 8,31; p=0,025) untuk mengalami BTT. Namun, dari analisis multivariat tidak didapatkan hubungan antara status positif COVID-19 dengan BTT. Pada model akhir analisis multivariat, faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian beban trombus tinggi adalah nilai CRP > 5 mg/L dengan odds ratio 3,29 (95% IK: 1,09 – 9,88; p=0,034) dan merokok (OR 2,92; 95% IK: 1,12 – 7,58; p=0,027). Kesimpulan: Status COVID-19 positif tidak berhubungan dengan kondisi beban trombus intrakoroner tinggi pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. Kata Kunci: IKP primer; IMA-EST; COVID-19; C-reactive protein; trombus; beban trombus

Introduction: COVID-19 infection causes a systemic inflammatory response that increases the activation of coagulation system prone to hypercoagulable conditions that can trigger thrombus formation. Erosion of susceptible atherosclerotic plaques can lead to intracoronary thrombus which is the main cause of ST segment elevation acute myocardial infarction (STEMI). STEMI patients undergoing primary percutaneous coronary intervention (PPCI) with a high intracoronary thrombus burden were associated with a worse clinical outcome. Objective: Aimed to determine association between COVID-19 positivity and other factors related to intracoronary thrombus burden in STEMI. Methode: A total of 181 patients with STEMI who underwent PPCI between April 2020 and November 2021 were retrospectively analized. Intracoronary thrombus burden based on TIMI criteria was reclassified into high thrombus burden (HTB) and low thrombus burden (LTB). HTB was analyzed with COVID-19 which divided into positive and negative based on laboratory results. Results: HTB was found in 70,2% patients. Positive COVID-19 patients tend to showed HTB during PPCI (OR 3,03; 95% IK: 1,11–8,31; p=0,025). From multivariate analysis, there is no association between COVID-19 positivity and HTB. In the last model of multivariate analysis, CRP > 5 mg/L (OR 3,29; 95% IK: 1,09 – 9,88; p=0,034) and smoking status (OR 2,92; 95% IK: 1,12 – 7,58; p=0,027) were associated with HTB. Conclusion: There is no association between COVID-19 positivity and HTB in STEMI patients underwent PPCI. Keywords: Primary PCI; STEMI; COVID-19; intracoronary thrombus; thrombus burden."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Isra Tuasikal
"Latar Belakang: Angka defisiensi besi di negara berkembang sangat tinggi dibandingkan negara maju dan hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien infark miokard akut disertai elevasi segmen ST (IMA-EST) yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) belum pernah dilakukan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dengan myocardial blush kuantitatif pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.
Metode: Kami mengevaluasi 64 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan memenuhi kriteria untuk dilakuakan penilaian myocardial blush kuantitatif menggunakan program Quantitative Blush Evaluator (QuBE). Penilaian defisiensi besi diukur menggunakan feritin, serum besi, dan total iron binding capacity (TIBC).
Hasil: Pasien dengan defisiensi besi memiliki nilai QuBE yang 7,48 kali lebih buruk dibandingkan dengan pasien tanpa defisiensi besi. Analisis multivariat menunjukan bahwa defisiensi besi merupakan prediktor terhadap nilai QuBE yang rendah (OR 7,48, 95% interval kepercayaan 1,78-31,49, p 0,006).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan nilai QuBE yang lebih buruk pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP

Background: Prevalence of iron deficiency in developing countries is higher than developed country, and association between iron deficiency and quantitative myocardial blush in acute ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) undergoing primary percutaneous coronary intervention (PPCI) has not been investigated.
Objective: This study sought to evaluate the association between iron deficiency and quantitative myocardial blush of patient with acute STEMI undergoing primary PCI.
Methods: We enrolled 64 patients with acute STEMI underwent primary PCI who fulfilled the standard criteria for quantitative myocardial blush evaluation using quantitative blush evaluator (QuBE). Iron deficiency were measure by ferritin, serum iron, and total iron binding capacity (TIBC).
Results: Patients with Iron deficiency 7,48 times risk of poor QuBE index than group without iron deficiency. Multivariate logistic analysis showed that iron deficiency was an predictor of a poor QuBE index (OR 7,48, 95% confidence interval 1,78-31,49, p 0,006).
Conclusion: There is association between iron deficiency with poor QuBE index in patients STEMI undergoing primary PCI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abhirama Nofandra Putra
"ABSTRAK

PCSK9 telah diketahui sebagai molekul yang berperan dalam regulasi kadar kolesterol LDL darah. Belakangan ini, PCSK9 diketahui memiliki mekanisme kerja lain yang melibatkan proses inflamasi, peningkatan Lp(a), aktivasi jaras protrombotik dan platelet, metabolisme triglyceride-rich lipoprotein, serta modifikasi plak yang juga dapat berperan dalam patogenesis berbagai spektrum penyakit aterosklerotik, termasuk IMA-EST. Kemajuan dalam strategi penatalaksanaan IMA-EST telah berhasil meningkatkan kesintasan, akan tetapi sekelompok pasien masih mengalami luaran klinis buruk meski telah mendapatkan tatalaksana optimal. PCSK9 dipikirkan dapat memiliki peranan dalam risiko residual pasien-pasien tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara konsentrasi PCSK9 saat admisi pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan luaran kardioserebrovaskular mayor. Sebanyak 239 pasien dengan IMA-EST yang menjalani IKPP diperiksakan konsentrasi PCSK9 pada saat admisi. Data luaran kardioserebrovaskular mayor dan data penunjang lain didapatkan dari rekam medik dan follow-up telepon. Terdapat 28 (11,7%) subjek penelitian yang mengalami luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Akan tetapi, analisis kesintasan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara konsentrasi plasma PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Saat dibandingkan antara tertil 3 dengan tertil 2 konsentrasi PCSK9 didapatkan hazard ratio 1,466 (95%IK 0,579-3,714) serta antara tertil 1 dengan tertil 2 didapatkan hazard ratio 1,257 (0,496-3,185). Dari penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi plasma PCSK9 saat admisi dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.

PCSK9 telah diketahui sebagai molekul yang berperan dalam regulasi kadar kolesterol LDL darah. Belakangan ini, PCSK9 diketahui memiliki mekanisme kerja lain yang melibatkan proses inflamasi, peningkatan Lp(a), aktivasi jaras protrombotik dan platelet, metabolisme triglyceride-rich lipoprotein, serta modifikasi plak yang juga dapat berperan dalam patogenesis berbagai spektrum penyakit aterosklerotik, termasuk IMA-EST. Kemajuan dalam strategi penatalaksanaan IMA-EST telah berhasil meningkatkan kesintasan, akan tetapi sekelompok pasien masih mengalami luaran klinis buruk meski telah mendapatkan tatalaksana optimal. PCSK9 dipikirkan dapat memiliki peranan dalam risiko residual pasien-pasien tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara konsentrasi PCSK9 saat admisi pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan luaran kardioserebrovaskular mayor. Sebanyak 239 pasien dengan IMA-EST yang menjalani IKPP diperiksakan konsentrasi PCSK9 pada saat admisi. Data luaran kardioserebrovaskular mayor dan data penunjang lain didapatkan dari rekam medik dan follow-up telepon. Terdapat 28 (11,7%) subjek penelitian yang mengalami luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Akan tetapi, analisis kesintasan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara konsentrasi plasma PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Saat dibandingkan antara tertil 3 dengan tertil 2 konsentrasi PCSK9 didapatkan hazard ratio 1,466 (95%IK 0,579-3,714) serta antara tertil 1 dengan tertil 2 didapatkan hazard ratio 1,257 (0,496-3,185). Dari penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi plasma PCSK9 saat admisi dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.


ABSTRACT
PCSK9 is a molecule that regulates blood LDL cholesterol level. Recent evidences suggest that PCSK9 may also have other independent mechanisms, such as inflammation, increased Lp(a), triglyceride-rich lipoprotein metabolism, activation of prothrombotic pathways and platelets, and modification of atherosclerotic plaque, which all may play a role in the pathogenesis of atherosclerotic diseases, including STEMI. Previous advances in the management of STEMI had succeed in increasing survival. However, some STEMI patients still experienced adverse outcomes eventhough they already received optimal management in accordance with the guidelines. PCSK9 may have a role in the residual risk that those patients have. However, our knowledge regarding this association between plasma PCSK9 level and MACCE in STEMI is still limited. The aim of this study is to evaluate the association between plasma PCSK9 level during admission with MACCE in STEMI patients who underwent primary PCI. In total, 239 patients with STEMI who were treated with primary PCI had their plasma sample drawn during admission and evaluated for PCSK9 level. PCSK9 level was measured with ELISA.  MACCE and other supportive data were taken from the medical records and telephone follow-up. There were 28 study participants who experienced MACCE in 30 days. However, survival analysis did not show a significant association between plasma PCSK9 level and MACCE in 30 days. The hazard ratio for MACCE between the third tertile and the second tertile of plasma PCSK9 level was 1.466 (95%CI 0.579-3.714) and between the first tertile and the second tertile was 1.257 (95%CI 0.496-3.185). There was no significant association between plasma PCSK9 level during admission and 30 days MACCE in STEMI patients treated with primary PCI.

"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Luthfi
"Latar belakang. Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko berkembangnya gagal jantung dan telah menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. Penelitian mengenai hubungan dislipidemia dan penyakit jantung belum banyak dilakukan di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui karakteristik pasien gagal jantung akut dan mengidentifikasi hubungan antara riwayat dislipidemia dengan mortalitas pasien gagal jantung akut selama perawatan.
Metode. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang serta menggunakan 268 data sekunder dari studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) di lima rumah sakit di Indonesia pada bulan Desember 2005 - 2006.
Hasil. Pasien gagal jantung akut dalam penelitian ini dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok pertama merupakan pasien dengan dislipidemia (88,8% dan kelompok kedua meupakan pasien tanpa dislipidemia (12,2%). Angka mortalitas pada kelompok pertama mencapai 3,0% dan pada kelompok kedua 0%. Melalui analisis bivariat tidak didapatkan hubungan bermakna antada riwayat dislipidemia dengan mortaitas pasien gagal jantung akut (p=0,603; OR: 0,828; CI: 0,101-6,759).
Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat dislipidemia dengan angka mortalitas gagal jantung akut selama perawatan di lima rumah sakit di Indonesia pada bulan Desember 2005 - 2006.

Background. Dyslipidemia can promote the development of heart failure and has become one of global health problem. The study about associatin between dyslipidemia and in-hospital mortality of acute heart failure has never been done before in Indonesia.
Objective. To define the characteristic of patient and to identify the association between dyslipidemia and in-hospital mortality of acute heart failure.
Method. The design of this study was cross sectional with onsecutive sampling. This study used 976 acute heart failure patients from Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) of 5 hospital in Indonesia from December 2005-2006.
Result. Patiens with acute heart failure in this study were categorized in two groups. The first group was patients with dyslipidemia (88,8%) and the second was group wihout dyslipidemia (12,2%). The mortality rate of the first group was 3,0% and from the second was 0%. The bivariat analysis showed that there is no association between dyslipidemia and in-mortality of AHF patients (p=0,603; OR: 0,828; CI: 0,101-6,759).
Conclusion. There is no significant association between Dyslipidemia and Inhospital Mortality of Acute Heart Failure in Five Hospital in Indonesia on December 2005 -2006."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S09130fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>