Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137453 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Danang Septianto Nugroho
"Pemakaian material high tensile pada komponen otomotif semakin marak seiring dengan tuntutan cost reduction dalam dunia industri. Permasalahan mengenai besarnya tonnase proses dan sifat mampu bentuk material menjadi dasar dikembangkanya proses warm forming. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter optimal untuk proses warm forming sehingga bisa dihasilkan produk sesuai dengan standard komponen tanpa terjadinya kerusakan. Proses warm forming material SAPH 400 dengan variasi temperatur pre-heat menunjukkan bahwa besarnya pengurangan tonnase terbesar dihasilkan pada saat material dipanaskan pada temperatur pre-heat sebesar 600?C, dimana pengurangan tonnase proses mencapai 27% (4 Ton) dari tonnase cold forming (5,5 Ton). Semakin tinggi temperatur pre-heat, maka semakin mudah butiran dalam material terdeformasi, sehingga bentukan butir dari sample setelah dikenai proses warm forming menjadi pipih. Besarnya deformasi yang diterima oleh material membuat kerapatan antar butir meningkat serta menyebabkan pergerakan dislokasi akan terhambat, hal ini akan menyebabkan sample dengan variasi pre-heat sebesar 600?C mengalami kenaikan tensile strength sebesar 13% (menjadi 408 MPa dari 361 MPa), akan tetapi mengalami penurunan elongation sebesar 25% (menjadi 39,1% dari 52,4%). Penambahan air di cooling channel dalam dies menyebabkan kenaikan cooling rate menjadi 2 kali lipat menjadi 30?C/s, sehingga sample dengan media cooling menggunakan air yang mengalami kenaikan tensile strength sebesar 13% (menjadi 408 MPa dari 361 MPa). Sample yang dilakukan proses warm forming tanpa proses anil hanya mengalami kenaikan tensile strength sebesar 5%, karena material hanya mengalami proses tempering saja tanpa mengalami perubahan fasa, sehingga hal ini menyebabkan sample tanpa proses anil tetap susah ditingkatkan tensile strength-nya walaupun sudah dilakukan deformasi plastik dan proses cooling saat proses warm forming

In the industral, high tensile materials used for automotive components generaly increase due to of the cost reduction requirement. Issues concerning the amount of tonnage process and formability of material becomes warm forming process of developing basic. This study aimed to obtain the optimal parameters for warm forming process so that products can be produced in accordance with standard components without damage. The warm forming process of SAPH 400 steel with a pre-heat temperature variation indicates that the magnitude of the largest tonnage reductions generated when the material is heated at 600?C of a pre-heat temperature, where the tonnage reduction reached 27% (4 Ton) from cold forming tonnage (5.5 Ton). The higher the preheat temperature, the more easily deformed grains in the material, so that the formation of grain samples after subjected to warm forming process becomes flat. The amount received by the material deformation made ??between grain density increases and causes the movement of dislocations is inhibited, this will cause the sample to the variation of preheat of 600?C tensile strength increased by 13% (from 361 MPa to 408 MPa), but the elongation decreased by 25% (to 39.1% from 52.4%). The addition of water in the cooling channels in the dies causes an increase in cooling rate become twice to 30 ?C/s, so the sample by using water cooling media that tensile strength increased by 13% (from 361 MPa to 408 MPa). Samples were subjected to warm forming process without annealing process is only increased tensile strength by 5%, because the material only experienced tempering process without phase transformation, so this causes the sample without annealing process remains difficult improved its tensile strength despite tight plastic deformation and cooling process when the warm forming process"
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finia Nur Chaerunisa
"Baja High Strength Low Alloy digunakan sebagai material bucket tooth pada excavator. Perlakuan panas dilakukan pada baja HSLA mulai dari hasil pengecoran, yaitu normalisasi, pre-tempering, austenisasi, dan double quenching. Penelitian sebelumnya menemukan adanya austenit sisa pada komponen bucket tooth yang menyebabkan delay crack akibat austenit sisa yang bertransformasi dan menimbulkan tegangan sisa. Struktur mikro yang seragam diperlukan agar material lebih responsif terhadap perlakuan panas selanjutnya. Penelitian ini berfokus pada optimalisasi temperatur normalisasi sebelum pengerasan dan meneliti pengaruhnya terhadap struktur mikro dan sifat mekanis baja HSLA, yaitu normalisasi pada temperatur 910oC, 940oC, 970oC, dan 1000oC. Struktur mikro baja HSLA hasil cor terdiri dari matriks granular bainit yang dendritik dan adanya area transformation zone yang memiliki kekerasan mikro lebih tinggi dibanding matriks. Ketika dinormalisasi pada berbagai temperatur, dihasilkan matriks carbide free upper bainit dengan pola yang masih dendritik dan masih terdapat transformation zone (lower bainite dan martensite dan/atau retained austenite). Namun, normalisasi 1000oC, struktur dendritik tidak ditemukan pada permukaan sampel. Penggunaan etsa Vilella’s reagent, ditemukan pada sampel hasil cor memiliki ukuran butir yang besar. Meningkatnya temperatur normalisasi menyebabkan peningkatan ukuran butir. Namun pada temperartur 970oC, pengamatan dengan SEM ditemukan adanya nukleasi butir secara intra-granular yang ditandai ditemukannya butir-butir yang lebih halus. Presentase area transformation zone pada baja HSLA hasil cor sebesar 7,786%, kemudian meningkat seiring meingkatnya temperatur normalisasi, secara bertutut-turut menjadi 8.043%, 10.012%, 10.222%, dan 11.295%. Nilai kekerasan makro untuk sampel hasil cor sebesar 356,05 HV dan meningkat seiring meningkatnya temperatur normalisasi, yaitu secara berturut turut menjadi 361,90 HV; 366,47 HV; 377,18 HV; 382,00 HV. Kekuatan tarik sampel as-cast 1172,31 MPa, kemudian meningkat seiring meningkatnya temperatur normalisasi, berutut-turut menjadi 1190,93 MPa; 1205,74 MPa; 1238,55 MPa; dan 1253,35 MPa. Meningkatnya temperatur normalisasi menyebabkan peningkatan kekerasan dan kekuatan tarik, walaupun tidak signifikan. Tegangan sisa pada permukaan sampel normalisasi 970oC didominasi tegangan sisa tarik.

High Strength Low Alloy steel is used as bucket tooth material in excavators. The heat treatment is carried out on as-cast HSLA steel starting from normalization, pre-tempering, austenisation, and double quenching. Previous research found the presence of residual austenite in the bucket tooth component which causes delay cracks due to the residual austenite that transforms and causes residual stress. A uniform microstructure is needed, so that the material is more responsive to subsequent heat treatment. This research focuses on optimizing the normalization temperature before hardening and investigating its effect on the microstructure and mechanical properties of HSLA steels, with normalization at 910oC, 940oC, 970oC, and 1000oC. The microstructure of HSLA steel as-cast consists of a dendritic matrix of granular bainite and transformation zone area with a higher micro hardness than the matrix. When normalized at various temperatures, carbide free upper bainite matrix is ​​produced with a dendritic dendritic pattern and there is still a transformation zone (lower bainite and martensite and/or retained austenite). However, normalizing 1000oC, the dendritic structure was not found on the surface of the sample. A large grain size was found on the cast sample when the Vilella’s reagent etching was used. Increasing the normalization temperature causes an increase in grain size. However, at a temperature of 970oC, observations with SEM found that there was intra-granular nucleation characterized by the discovery of finer grains. The percentage of transformation zone area on HSLA steel produced by casting is 7,786%, then increases with increasing normalization temperature, which are 8,043%, 10,012%, 10,222%, and 11,295% respectively. The macro hardness value for the cast sample was 356,05 HV and increased with increasing normalization temperature, which are 361,90 HV; 366,47 HV; 377,18 HV; and 382,00 HV respectively. The tensile strength of the as-cast sample was 1172,31 MPa, then increasing with increasing normalization temperature to 1190,93 MPa; 1205,74 MPa; 1238,55 MPa; and 1253,35 MPa, respectively. An increase in normalization temperatures cause an increase in hardness and tensile strength, although not significant. Residual stress on the surface of the 970oC normalized sample is dominated by tensile residual stress."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Hidayat
"Pendinginan laminar merupakan salah satu dari rangkaian proses pembuatan HRC, di dalamnya terpasang vertical spray. Fungsinya sebagai pembatas atau sebagai penahan air pendingin strip pada zone tertentu, sehingga air pendingin di zone tersebut tidak ikut terbawa ke zone berikutnya oleh laju strip. Selain itu berdampak lain kepada peningkatkan akurasi pencapaian temperatur penggulungan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari peri1aku pengaruh vertical spray terhadap pendinginan baja. Jenis baja yang diteliti dititik beratkan kepada baja ns G 3101 SS 400 sebagai bahan baku baja struktural umum (misal : jembatan, kapal dan rolling stocks). Percobaan dilakukan pada skala pabrik dan ska1a laboratorium untuk laku panas sebagai validasi konsistensi terbentuk tidaknya struktur mikro yang diakibatkan oleh pengaruh vertical spray. Jenis pengujian dilakukan meliputi: uji tarik, uji kekerasan, uji tumbuk Charpy, pemeriksaan metalografi dan uji fraktografi. Berdasarkan hasil percobaan dan pengujian diketahui bahwa dengan adanya turbulensi aliran dan penahanan air pendingin oleh vertical spray akan mengakibatkan laju pendinginan di permukaan atas strip lebih cepat sehingga mempengaruhi perilaku pendinginan baja selama di pendinginan laminar. Hal ini mengakibatkan terbentuknya struktur mikro dual fasa. Di fasa merupakan kombinasi struktur mikro bainite-like dan ferit-perlit normal. Dengan terbentuknya struktur rnikro dual fasa dalam satu ketebalan, mengakibatkan kekerasan tidak homogen antara daerah sisi atas dan bawah. Pengaruh lain dari vertical spray berdampak terhadap besar butir yang relatif lebih kecil, sedangkan fraksi perlit relatif sama.
Untuk meneliti terbentuk tidaknya struktur mikro bainite-like pada temperatur akhir 840°C dan temperatur penggulungan 640°C sesuai proses pembuatan HRC. Dilakukan percobaan perlakuan panas baja dengan temperatur 840°C dan diclinginkan kejut pada temperatur 640°C sebagai validasi percobaan skala pabrik. Hasil percobaan diketahui bahwa baja basil perlakuan panas tidak terdapat struktur mikro bainite-like dan besar butir terlihat relatif lebih kecil dibandingkan baja yang menggwtakan vertical spray.
Penelitian permukaan patah dengan uji fraktografi diketahui kedua baja menWljukkan pola patahan yang relatif sama yaitu patah dimpel sebagai indikasi patah ulet."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"During thermo-mechanical treatment process of High Strength Low Alley Steel, strengthening is
occurred during finishing deformation due to pre precipitation hardening formed after roughing. Using
HSLA steel containing 0.031% Nb, strengthening of this steel during finishing deformation at temperature
of 900?C under strain of 0.5 is evaluated in terms of stress at 0.05% strain. Data results shows that
the strengthening of this steel due to roughing deformation can be described into empirical model as a
function activation energy (QM) and roughing deformation temperature.
"
Jurnal Teknologi, Vol. 15 (3) September 2001 : 317-322, 2001
JUTE-15-3-Sep2001-317
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Wahyu Utomo
"Piston pada motor adalah komponen dari mesin pembakaran dalam yang berfungsi sebagai penekan udara masuk dan penerima hentakan pembakaran pada ruang bakar cylinder liner. Material penyusun piston tersebut adalah aluminium AC8H yang sifatnya ringan, kuat, dan tahan aus. Dalam proses pengecoran paduan aluminium, penambahan modifier dan perlakuan panas merupakan proses yang dapat mempengaruhi sifat mekanis coran paduan. Sifat mekanis yang dimaksud adalah kekerasan, kekuatan tarik, keuletan serta keausan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan penggantian proses perlakuan panas T6 (artificial ageing) yang merupakan standar dari proses pembuatan piston dengan proses penambahan modifier dan kemungkinan mempersingkat proses perlakuan T6 (artificial ageing) dengan proses T4 (natural ageing). Penelitian dilakukan dengan melebur ingot AC8H yang kemudian ditambahkan modifier stronsium dalam ladle. Jumlah kandungan stronsium yang dihasilkan setelah proses penambahan modifier adalah sebesar 0,00072% Sr, 0,0068% Sr, 0,0133% Sr dan 0,031% Sr. Hal yang sama dilakukan dengan menambahkan modifier phospor, dimana kandungan phospor yang dihasilkan menjadi 0,0036% P,0,0038% P, 0,0041% P dan 0,0046% P. Pada perlakuan panas setelah proses pengecoran, hasil ascast dilakukan proses T6 (artificial ageing) dan T4 (natural ageing) dengan pengamatan 0 jam, 24 jam, 48 jam , 72 jam, 96 jam dan 120 jam. Masing masing sampel hasil percobaan diatas dilakukan pengujian karakterisasi struktur mikro dan sifat mekanis.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan 0,031 % Sr dan Proses perlakuan panas T4 (natural ageing) 96 jam dan 120 jam setelah quenching memiliki sifat mekanis yang telah masuk range standar kualifikasi komponen piston. Dalam implementasi hasil ini masih harus dilanjutkan dengan uji coba melalui proses engine dyno test.

Piston is motor components of the engine which works as a press incoming air and recipient burning fuel in the cylinder liner space. Material of aluminum piston is AC8H that are lightweight, strong, and wear resist. In the process of casting aluminum alloy, adding modifiers and heat treatment is a process that can affect the mechanical properties as cast alloy. Mechanical properties of the object is referred to hardness, tensile strength, elongation and wear resistance.
This research aims to find out the possibility of replacing the T6 heat treatment process (artificial ageing), as standard process of making a piston with the addition of modifiers and possibility to shorten the treatment T6 (artificial ageing) with the T4 (natural ageing). Research conducted by melt ingot AC8H then added Strontium in ladle. Strontium added that the amount until contain 0.00072% Sr, 0.0068% Sr, 0.0133% Sr, and 0.031% Sr. The same is done by adding Phospor until contain 0,0036% P, 0.0038% P, 0.0041% P and 0.0046% P. In the heat treatment process sample after casting will be process with T6 and T4 observation 0 hour, 24 hours, 48 hours, 72 hours, 96 hours and 120 hours. Each sample of an experiment conducted over the microstructure characterization and mechanical properties test.
The test results indicate that the addition of 0.031% Sr. and heat treatment process T4 (natural ageing) 96 hours and 120 hours after quench as mechanical properties have already entered the qualifying standard range of part-piston. Implementation of the experiment must be continued to engine dyno test process before mass production."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T25267
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairul Muslim
"Penggunaan baja perkakas dalam aplikasi sebagai cetakan selalu diinginkan dapat menghasilkan cetakan yang berkualitas untuk dapat menghasilkan produkproduk yang berkualitas pula. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terus dilakukan penelitian dan pengembangan terus dilakukan untuyk mendapatkan kualitas baja yang baik, dengan menggunakan susunan komposisi dan perlakuan khusus untuk mendapatkan kualitas baja yang baik.
Baja perkakas memiliki sifat-sifat khusus yang sesuai dengan kebutuhan proses dalam mengolah material dasar menjadi produk siap pakai atau jadi, sifatsifat khusus tersebut terpengaruhi oleh adanya unsur paduan dan perlakuan yang diberikan pada baja perkakas.
Pada penelitian ini, material baja perkakas diatur komposisi paduannya dengan menambahkan unsur paduan Si yang berbeda yaitu 0,8%wt, 2,0%wt, dan 3,0%wt Si pada setiap material baja perkakas dengan unsur paduan lainnya ditambahkan dengan perbandinganan tetap untuk setiap material baja perkakas dan tidak diberikannya unsur vanadium untuk material baja perkakas lainnya untuk mengetahui perbandingan sifat mekanis setelah ditambahkan unsur paduan Vanadium. Kemudian baja perkakas tersebut dilakukan perlakuan panas quenc temper dengan penggunaan temperatur temper yang berbeda yaitu 600°C, 640°C, dan 690°C dan sphroidized anneal dengan menggunakan temperatur 820°C.
Dengan variabel yang digunakan adalah penambahan unsur paduan dan perlakuan panas yang dilakukan maka akan diketahui pengaruhnya terhadap sifat mekanis, yaitu kekerasan, laju aus, dan kuat tarik serta struktur mikro material baja perkakas.
Dalam penelitian ini disimpulkan dengan penambahan unsur paduan Si maka sifat mekanis meningkat, dan untuk membandingkan baja perkakas yang diberikan unsur paduan vanadium dan yang tidak, baja dengan paduan vanadium sifat mekanis yang dimiliki lebih tinggi. Sedangkan untuk variable perlakuan panas yang diberikan dengan semakin tingginya temperatur temper maka sifat mekanis akan menurun sehingga didapati baja perkakas yang lebih tangguh.

Usage of tool steel in application as mold always is wanted able to make mold with quality to be able to make products that is with quality also. To fulfill the requirement, always is done research and development always is done for to get quality of good steel, by using arrangement of special composition and treatment to get quality of good steel.
Tool steel has special properties as according to requirement of process in processing fundamental material become ready for use product or thus, the special influenced by existence of alloying element and treatment passed to tool steel.
At this research, tool steel material is arranged by alloy composition adding alloying element Si which different composition there are 0,8%wt, 2,0%wt, and 3,0%wt for each tool steel material with other alloying element is added with balance comparison for every tool steel material and doesn't give of element of vanadium for other tool steel material to know comparison of mechanical properties after added alloying element Vanadium. Then the tool steel is done with heat treatment quench temper with usage of different temper temperature that is 600°C, 640°C, and 690°C and sphroidized anneal by using temperature 810°C. With variable applied is addition of unsure alloy and heat treatment done hence will be known the influence to mechanical properties, that is hardness, wear resistant, and tensile strength and tool steel material microstructure.
In this research concluded with addition of alloying element Si hence mechanical properties increases, and compare tool steel given alloying element of vanadium and another steel is not, steel with mechanical properties vanadium alloy owned higher. While for variable heat treatment given increasing height of temper temperature hence mechanical properties will decline causing is discovered tool steel which more tough.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41762
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Duskiardi
"Squeeze casting sering juga disebut dengan liquid metal forging, dimana logam cair dibekukan dibawah tekanan eksternal yang relatif tinggi. Terjadinya kontak antara logam cair dengan punch dan die pada saat penekanan memungkinkan terjadinya perpindahan panas yang cukup cepat.
Ini akan menghasilkan struktur mikro yang lebih homogen serta perbaikan sifat mekanik, karena itu proses ini sangat baik digunakan untuk memproduksi komponen engineering yang membutuhkan kualitas tinggi.
Material yang digunakan untuk pengujian ini diambil dari produk piston komersial lokal dengan komposisi bal. 12.62 wt% Si, 2.83 wt% Cu, 1.58 wt% Ni, 0.89 wt% Mg, 0.38 wt% Fe, 0.15 wt% Mn, 0.078 wt% Zn, 0.016 wt% Pb, 0,009 wt% Sn, 0.006 wL% Ca dan selebihnya Al, kemudian dilebur pada temperatur 4 00°C. Kemudiar, dibuat benda uji menggunakan teknik direct squeeze casting dengan jalan memvariasikan tekanan dan temperatur.
Selanjutnya benda uji dikarakterisasi berupa kekerasan, porosity, struktur mikro dan kekasaran permukaan.
Pada pengujian yang dilakukan, laju pendinginan material akibat pengaruh tekanan dan temperatur die sangat signifikan pengaruhnya terhadap perbaikan properties benda uji. Dari hasil pengamatan, proses ini mampu menurunkan porositas sampai 85.15 % dan memperbaiki kekerasan sebesar 5.29 % setelah dilakukan perlakukan panas T6. Tekanan serta temperatur die optimal didapatkan pada 70 - 100 MPa dan 400 - 450 °C.
Squeeze casting which often known as liquid metal forging where molten metal is solidified under relatively high external pressure. Contact between molten metal and punch and die enable to increase the rate of heat tranfer. The microstructure of the casting will be more homogenous and the mechanical properties will be improved. Thus the process is very useful to produce high quality engineering components.
The material used this investigation is taken from comercial piston product with the following composition bal.: 12.62 wt% Si, 2.83 wt% Cu, 1.58 wt% Ni, 0.89 wt% Mg, 0.38 wt% Fe, 0.15 wt% Mn, 0.078 wt% Zn, 0.016 wt% Pb, 0.009 wt% Sn, 0.006 wt% Ca and Al. The material was melted up to 700 °C, the specimens were made using direct squeeze casting by combining pressure and temperature.
Finally the specimens were examined through hardness, porosity, microstructuere and surface roughness test as well.
The results show the solidification rate significantly improves the properties of the specimen. The process decrease quantity of the porosity up to 85.15% and increase the Brinell hardness 5.29% after heat treated (T6). The optimum pressure and temperature is 70 - 100 MPa and 400 - 450 °C.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T1597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desrilia Nursyifaulkhair
"Paduan Al-Zn-Mg (Seri 7xxx) telah banyak dikembangkan dalam berbagai aplikasi, terutama dalam industri penerbangan sebab memiliki kekerasan yang tinggi sementara densitasnya rendah. Paduan tersebut umumnya diperkuat melalui perlakuan penuaan, di mana terjadi difusi atom-atom Zn dan Mg dari larutan padat sangat jenuh sehingga terbentuk presipitat metastabil. Selain itu, paduan dapat diperkuat pula dengan penambahan Ti yang akan memperhalus butir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Ti dalam penguatan presipitasi paduan Al-5.1Zn-1.8Mg-0.4Ti (% berat) pada berbagai temperatur.
Paduan ini dibuat dengan proses squeeze casting. Kemudian dilakukan homogenisasi pada temperatur 400 oC selama 4 jam dan laku pelarutan pada 440 oC selama 1 jam yang dilanjutkan dengan pencelupan air hingga temperatur ruang. Penuaan dilakukan pada temperatur 90, 130 dan 200 oC selama 200 jam. Untuk mengetahui respon penuaan, dilakukan pengujian kekerasan Rockwell, sementara itu perubahan struktur mikro diamati dengan menggunakan Mikroskop Optik dan Scanning Electron Microscope (SEM) - Energy Dispersive Spectroscopy (EDS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi dihasilkan setelah penuaan di temperatur 90 oC, bahkan pada temperatur ini, kekerasan terus meningkat setelah 200 jam. Semakin tinggi temperatur penuaan, semakin rendah kekerasan puncak yang dihasilkan, tapi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kekerasan puncak akan berkurang. Penambahan Ti diketahui dapat menahan penguatan dengan memperlambat kinetika presipitasi melalui penurunan jumlah kekosongan kompleks zat terlarut. Urutan presipitasi yang terbentuk adalah GP zone  ƞ?  ƞ (MgZn2).

Al-Zn-Mg alloys (7xxx series Al alloys) have been widely used in many applications, especially in aerospace industry because of their high strength and low density. These alloys are commmonly hardened upon ageing treatment, in which diffusion of Zn and Mg atoms from super saturated solid solution results in formation of metastable precipitates. To further increase the strength of the alloys, Ti is added to decrease the grain size. The objective of this study is to investigate the role of Ti in the precipitation strengthening of Al-5Zn-1.8Mg-0.4Ti (wt.%) alloy.
The alloy was fabricated by squeeze casting process. Then, the alloy was homogenized at 400 oC for 4 hours. Subsequent solution treatment was employed at 440 oC for 1 hour and followed by water quenching to room temperature. The ageing was conducted at 90, 130 and 200 oC for 200 hours. The ageing response was followed by Rockwell hardness testing, while the microstructural evolution was observed by using Optical Microscope (OM) and Scanning Electron Microscope (SEM) - Energy Dispersive Spectroscopy (EDS).
The results showed that the highest hardness was achieved after ageing at 90 oC, and even at this temperature, the hardness remained increase after 200 h of ageing. The higher the ageing temperature, the lower the achieved peak hardness but the time needed to peak hardness reduced. Addition of Ti retarded the strengthening by slowering kinetics of precipitation through decreasing number of solute-vacancy complexes. The suggested major precipitation sequence was GP zones  ƞ?  ƞ (MgZn2).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Heryanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S40812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S40838
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>