ABSTRAK
Nama : Sri LestariProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Determinan Severe Wasting pada Balita 6-59 Bulan di Kota TangerangTahun 2019Pembimbing : Dr. Ir. Diah Mulyawati Utari, M.KesSevere wasting merupakan salah satu permasalahan gizi pada tingkat global, Asiamaupun di Indonesia termasuk di Kota Tangerang. Berdasarkan Data Riskesdas Tahun2018 balita severe wasting di Indonesia sebesar 3,5%, Provinsi Banten 4,58%,sedangkan Kota Tangerang lebih tinggi dibanding Indonesia dan Provinsi Banten yaitusebesar 4,84%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan severe wastingpada balita 6-59 bulan di Kota Tangerang Tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitiankuantitatif dengan desain kasus kontrol. Total sampel sebanyak 108 balita (kasus 36balita, kontrol 72 balita). Analisis statistik yang digunakan adalah analisis univariat,bivariat dengan chi square dan multivariat dengan analisis regresi logistik. Penelitiandilakukan pada bulan April-Mei 2019 di 13 Kecamatan di Kota Tangerang. Hasilanalisis bivariat adalah secara statistik tidak ada hubungan antara asupan energi, asupankarbohidrat, asupan lemak, asupan protein, ASI eksklusif, keberagaman makanan, statusimunisasi, perilaku mencuci tangan, kunjungan posyandu, tingkat pendidikan danpenghasilan orang tua dengan severe wasting, tapi terdapat hubungan antara penyakitinfeksi dengan severe wasting. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa penyakitinfeksi berhubungan signifikan dengan severe wasting. Hasil analisis didapatkan bahwaOR dari variabel penyakit infeksi adalah 4,828 (95% CI: 1,034 – 22,544) artinya balitayang terkena penyakit infeksi memiliki risiko terjadi severe wasting 4,828 kali lebihtinggi dibanding balita yang tidak terkena penyakit infeksi setelah dikontrol variabelstatus imunisasi. Kesimpulan penelitian ini adalah penyakit infeksi merupakandeterminan severe wasting pada balita 6-59 bulan di Kota Tangerang Tahun 2019.Kata kunci:Severe wasting, determinan, balitaABSTRACT
Name : Sri LestariStudy Program : Public Health ScienceTitle : Determinant of Severe Wasting Among 6-59 Months Childrenin Tangerang City 2019Counsellor : Dr. Ir. Diah Mulyawati Utari, M.KesSevere wasting is one of Global Nutritional Problems and Tangerang City is noexception. Based on Riskesdas data in 2018, 3.5% of children in Indonesia were in thegroup with severe wasting problems. While in Banten Province and Tangerang Citywere found in order 4.58% and 4.84% children are in severe wasting problems. Thisstudy aims to determine the determinants of severe wasting problems of 6-59 monthschildren in Tangerang City on 2019. This research was a quantitative study with casecontrol design. The total sample were 108 children within the age of 6-59 months (case36 children, controls 72 children). The results of bivariate analysis were statistically norelation between energy intake, carbohydrate intake, fat intake, protein intake, exclusivebreastfeeding, food diversity, immunization status, hand washing behavior, posyanduvisits, education level, and parent income with severe wasting, but there was a relationbetween infectious diseases with severe wasting. The results of multivariate analysisshowed that infectious disease was significantly associated with severe wasting. Themost dominant variable was infectious disease, while immunization status as controllingvariable. Analysis result to be found that OR of the infectious disease variable was4.828 (95% CI: 1.034 - 22.544), meaning that group of children at the age of 6-59months with infectious diseases had a risk of severe wasting 4.828 times higher. In aconclusion, Infectious Disease was a determinant variable of severe wasting problemsamong children of the age 6-59 months in Tangerang City 2019.Keywords:Severe wasting, determinant, children"Latar belakang: Kanul dalam trakea yang dibersihkan secara rutin sangat penting untuk pencegahan infeksi. Belum diketahui cara pencucian kanul trakea yang baik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya koloni bakteri pembentuk biofilm dan pertumbuhan kuman serta pola kuman pada kanul trakea.
Tujuan penelitian: Memperbaiki tatalaksana perawatan kanul trakea terkait dengan penghambatan koloni bakteri pembentuk biofilm, resistensi kuman terhadap antibiotika dengan kombinasi pencucian kanul trakea menggunakan klorheksidin dan NaCl 0,9% pada pasien yang menggunakan kanul trakea. Metode: Terdapat 40 subjek yang dikelompokkan menjadi 20 subjek kelompok kontrol (dilakukan pencucian kanul menggunakan NaCl 0,9 % dicuci 100 ml selama 10 menit) sedangkan kelompok studi (pencucian kanul menggunakan NaCl 0,9 % sebanyak 100 ml lalu dicuci dengan cairan klorheksidin 2,5 % minimal 20 ml secara merata selama 10 menit). Penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol paralel 2 kelompok dengan penyamaran tunggal. Hasil: Dari 40 subjek yang diteliti, didapatkan 17 subjek (85 %) masing-masing kelompok yang menghasilkan bakteri pembentuk biofilm sebelum dilakukan intervensi. Setelah dilakukan intervensi pada kelompok studi didapatkan, 15 subjek negatif biofilm dan 5 subjek positif biofilm p=0,001. Bakteri paling banyak ditemukan pada kelompok kontrol adalah Pseudomonas aeruginosa sedangkan pada kelompok studi masih didapatkan bebrapa bakteri seperti Acinetobacter sp. dan Proteus mirabilis. Amoxicilin-Clavulanat memiliki resisten yang paling tinggi terhadap bakteri pembentuk biofilm pada kedua kelompok. Piperacilin, ceftazidime, ciprofloxacin dan meropenem memiliki sensitifitas yang paling tinggi terhadap bakteri pembentuk biofilm. Kesimpulan: Terdapat penurunan yang bermakna jumlah koloni yang menghasilkan biofilm pada kanul trakea pada kelompok studi dibandingkan kelompok kontrol dalam pencucian kanul trakea (p=0,001).Tujuan: Mengetahui frekuensi kejadian refluks, apnea, desaturasi, dan bradikardi pada bayi prematur. Mengetahui faktor risiko refluks pada bayi prematur terkait dengan modalitas suplementasi oksigen dan strategi pemberian susu. Mengetahui hubungan refluks dengan apnea, desaturasi, dan bradikardi.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Subjek adalah bayi prematur dengan postmentrual age 32-36 minggu yang memiliki riwayat apnea, desaturasi, atau bradikardi dicurigai akibat refluks. Subjek sudah mendapat susu minimal 60 mL/kg/hari. Subjek dieksklusi jika sudah mendapat obat prokinetik, penekan asam lambung, menggunakan alat bantu pernapasan yang lanjut (terintubasi, noninvasive positive pressure ventilation, atau continuous positive airway pressure dengan positive and expiratory pressure >7 cmH2O), terdapat kelainan intrakranial, kongenital mayor, atau dalam kondisi sepsis. Posisi semua bayi adalah terlentang dengan kepala lebih tinggi 45°. Diagnosis refluks ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan baku emas, yaitu multipel intraluminal impedance – pHmetri, yang merekam kejadian refluks selama 24 jam. Diagnosis apnea, desaturasi, dan bradikardi ditegakkan dengan perekaman monitor hemodinamik dan pencatatan oleh perawat selama 24 jam.
Hasil: Dari total 20 subjek, terdapat 3882 refluks selama 24 jam. Dari refluks tersebut, sebanyak 331 refluks (8,5%) mencapai batas sfingter esofagus atas. Sebanyak 17 subjek (85%) mempunyai nilai indeks refluks normal (<5). Dari 2 subjek yang mempunyai indeks refluks ≥ 10, tidak ada gejala klinis esofagitis refluks yang khas. Karakteristis refluks sebagian besar merupakan jenis refluks cair (79,9%) yang bersifat asam lemah (84,6%). Tidak ada hubungan yang signifikan antara refluks dengan jenis suplementasi oksigen, jenis susu, frekuensi pemberian susu, durasi pemberian susu, ataupun volume pemberian susu. Proporsi refluks tinggi yang disertai dengan apnea dan bradikardi sangat kecil (0,3%). Secara statistik, refluks tinggi tidak berhubungan dengan kejadian desaturasi. Namun, terdapat 2 subjek (10%) yang mempunyai refluks tinggi disertai dengan desaturasi. Pada kedua subjek tersebut, tidak ada alarm symptoms yang khas.
Kesimpulan: Semua bayi prematur mengalami refluks, tetapi hanya 15% yang mengalami refluks patologis. Refluks pada bayi prematur tidak dipengaruhi oleh modalitas suplementasi oksigen ataupun strategi pemberian susu. Tidak ada hubungan antara refluks dengan kejadian apnea, desaturasi, dan bradikardi.
Objective: To determine the frequency of reflux, apnea, desaturation, and bradycardia in preterm infants. To determine the risk of reflux in preterm infants related to oxygen supplementation and milk feeding strategy. To determine the significance of the association between reflux with apnea, desaturation, and bradycardia.
Method: Observational analytic study with a cross-sectional design. Subjects were preterm infants with postmenstrual age of 32-36 weeks who have a history of apnea, desaturation, or bradycardia suspected of reflux and have received milk at least 60 mL/kg/day. Subjects were excluded if they have received prokinetic drugs, gastric acid suppressants, are still using advanced respiratory support (intubated, non-invasive positive pressure ventilation, or continuous positive airway pressure with positive and expiratory pressure >7 cmH2O), having intracranial abnormalities, major congenital abnormalities, or sepsis condition. The position of all subjects is lying with head elevated 45°. Diagnosis of reflux was done using the gold standard examination, namely multiple intraluminal impedance – pHmetry, which records for 24 hours. Diagnoses of apnea, desaturation, and bradycardia were made with 24-hour hemodynamic monitor recording and was recorded by the attending nurse.
Results: From a total of 20 subjects, there were 3,882 refluxes over 24 hours. Of these refluxes, 331 refluxes (8.5%) reached the upper esophageal sphincter. A total of 17 subjects (85%) had normal reflux index values (<5). Of the 2 subjects who had a reflux index ≥ 10, there were no typical clinical symptoms of reflux esophagitis. Reflux characteristics were mostly liquid reflux (79.9%) and weak acid reflux (84.6%). There is no significant relationship between reflux with modes of oxygen supplementation, types of milk, frequency of feeding, duration of feeding, and milk volume. The proportion of high reflux accompanied by apnea and bradycardia was very small (0.3%). Statistically, high reflux was not associated with the incidence of desaturation. However, there was two subjects (10%) with refluxes accompanied by desaturation. There was no specific alarm symptoms in both subjects.
Conclusion: Reflux occurs in all preterm infants, but only 15% of them have pathological reflux. Reflux in preterm infants is not affected by oxygen supplementation modes or milk feeding strategy. There is no association between reflux and the incidence of apnea, desaturation, and bradycardia."