Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15202 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akbar Hariyadi
"Thesis ini membahas tentang kewenangan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU). Terutama kewenangannya sebagai regulator atau pembuat peraturan perundangan. Sebagai Lembaga Negara Non Struktural KPPU hanyalah sebagai pembantu atau pelengkap dari Lembaga Negara Utama. Selain itu, komisi ini dapat disebut sebagai lembaga yang berfungsi semi-peradilan atau sebagai lembaga quasi peradilan. Lembaga ini bersifat independen dan dalam menjalankan tugas pokoknya berdasarkan undang-undang tidak dapat dicampuri oleh pemerintah dan pihak lain. Srebagai lembaga independen, KPPU tidak mempunyai fungsi regulasi sehingga tidak dapat disebut sebagai “independent self-regulatory body”. KPPU dalam UU Anti Monopoli tidak secara tegas diberi kewenangan sebagai regulator oleh pembuat undang-undang, maka KPPU juga sebaiknya tidak membuat peraturan untuk mengatur pelaksanaan tugasnya berdasarkan undang-undang. Dalam menjalankan kegiatannya, KPPU dapat menyusun dan menetapkan pedoman kerja sesuai tugas KPPU yang terdapat dalam Pasal 35 (f) UU Anti Monopoli. Kewenangan KPPU untuk menyusun pedoman kerja itu, tidak dapat disamakan dengan kewenangan regulasi, karena di dalam pedoman bersifat sebagai peraturan kebijakan yang tidak termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan. Jika materi pedoman tersebut berisi norma hukum baru, maka norma hukum yang demikian dapat diabaikan daya ikatnya. Norma hukum yang demikian tidak dapat dipaksakan daya berlakunya.

This thesis discusses the authority of the commission for the supervision business competition (Commission). Especially his authority as a regulator or regulatory makers. As the State Institutions Non-structural Commission merely as an auxiliary or supplementary of the Main State Institutions. In addition, the commission may be called as an institution that serves as a semi-judicial or quasi-judicial agency. These institutions are independent and the principal duties under the law can not be interfered with by the government and other parties. Srebagai independent agency, the Commission does not have regulatory functions that can not be referred to as "independent self-regulatory body". The Commission on Anti-Monopoly Law does not expressly authorized by the regulator as lawmakers, the Commission also should not make rules to regulate the performance of its duties under the law. In carrying out its activities, the Commission may prepare and establish guidelines for appropriate work assignments Commission contained in Article 35 (f) Anti-Monopoly Law. The authority of the Commission to develop guidelines for the work, can not be equated with the regulatory authority, as in the guidelines as regulatory policies that are not included within the meaning of the legislation. If the guidance material containing new legal norms, the rule of law that such power can be ignored strapped him. Such legal norms can not be coerced into force of power."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Antonius Jasminton
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah disahkan dan diundangkan pada tangal 5 Maret 1999, akan tetapi sampai saat ini menurut penulis masih ada permasalahan terkait kedudukan hukum (Legal Standing) dan permasalahan terkait domisili hukum dalam upaya hukum keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal Pemohon Keberatan berbeda-beda domisili hukum.
Dalam praktek, ada pelapor yang menafsirkan secara berbeda Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu bahwa pelapor memiliki Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU yang dijatuhkan terhadap pihak Terlapor dengan cara menghubungkannya ketentuan pada Pasal 44 ayat 2 dengan Pasal 1 angka 5 yang berbunyi sebagai berikut: “Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, padahal Kedudukan Hukum (legal standing) untuk mengajukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan atas putusan KPPU telah diatur secara tegas dalam Pasal 2 ayat (1) Perma Nomor 3 Tahun 2005 akan tetapi pengaturan tersebut tidak menghilangkan penafsiran bahwa mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Pelapor dapat melakukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU. Domisili hukum pemohon upaya hukum keberatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 44 ayat (2) menyebutkan bahwa Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut dan Pasal 1 angka 19 menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri adalah pengadilan di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Istilah kedudukan hukum usaha pelaku usaha.telah menimbulkan penafsiran yang berbeda atas defenisi kedudukan hukum usaha dan menjadi bias karena dapat saja perseroan terbatas melakukan kegiatan usaha dibanyak tempat diwilayah hukum negera Indonesia bahkan diluar negeri karena mengacu kepada penjelasan pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak ada istilah dan pengaturan tentang kedudukan hukum usaha, yang ada adalah tempat kedudukan yang diatur dalam Pasal 17 yang menyebutkan Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar dimana tempat kedudukan tersebut sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.

Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition has been ratified and promulgated on March 5, 1999, but until now according to the author there are still problems related to legal standing and issues related to legal domicile in an effort the law of objection to the decision of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in the case that the Petitioners object to different legal domiciles.

In practice, there are reporting party who interpret differently Article 44 paragraph 2 of Law Number 5 of 1999, namely that the reporter has a legal standing to file an objection to the Court for objections to the KPPU's decision handed down against the Reported party by linking the provisions to Article 44 paragraph 2 with Article 1 number 5 which reads as follows: Business Actors are every individual or business entity, whether in the form of a legal entity or not a legal entity established and domiciled in the jurisdiction of the Republic of Indonesia, either and together through agreements, carrying out various business activities in the economic field, whereas the legal standing for filing an objection to the Court over the KPPU's decision has been expressly regulated in Article 2 paragraph (1) Perma Number 3 of 2005, but the regulation does not eliminate the interpretation that it refers to Law Number 5 of 1999 , The Reporting Entity may make legal remedies against the KPPUs decision.
The legal domicile of the applicant for objection legal remedies in Law Number 5 of 1999 regulated in Article 44 paragraph (2) states that Business Actors may submit objections to the District Court no later than 14 (fourteen) days after receiving notification of the decision and Article 1 number 19 states that a District Court is a court in the legal place of business of a business.
The term legal business undertaking has caused a different interpretation of the legal position of the business and is biased because it can be limited liability companies to do business in many places in the legal territory of Indonesia even outside the country because it refers to the explanation of Article 18 of Law Number 40 concerning the Company Limited mentioned that business activities are activities carried out by the Company in order to achieve their aims and objectives which must be clearly specified in the articles of association, and these details must not conflict with the articles of association. In Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies there are no terms and regulations regarding the legal status of business, which is the place of residence stipulated in Article 17 which states that the Company has a place of residence in the city or district area within the territory of the Republic of Indonesia specified in the articles of association where the domicile is at once the Companys head office."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Miftakhul Ikhsan
"Tesis ini membahas tingkah laku para pelaku usaha sebagai terlapor dalam perkara kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia; terutama pasca reformasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dilengkapi dengan analisis kuantitatif (statistik) sederhana. Hasii penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat resistensi atau ketidakkooperatitan para terlapor selama proses pemeriksaan di KPPU. Olelx karena itu, mengingat KPPU memiliki keterbatasan kewenangan, maka diperlukan penguatan keiembagaan, khususnya dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pengadilan.

This thesis describes the conduct of businesses as reported in a cartel case by the Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), which is one form of unfair business competition in Indonesia, especially after reformasi. The study was a descriptive qualitative research design equipped with simple quantitative analysis (statistics). The result of this study show that there is resistance of uncooperativeness the defendant during the examination process at KPPU. Therefore, given KPPU has limited authority, the necessary institutional strengthening, especially with Kepolisian Republik Indonesia (Pohi) and Pengadilan."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33414
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Katrina Marcellina
"Pembuktian kartel tidak dapat dipisahkan dari penggunaan analisa ekonomi untuk membuktikan adanya perjanjian tertulis di antar para pelaku usaha yang dicurigai melakukan kartel. Namun di satu sisi, penggunaan bukti ekonomi (tidak langsung) masih menjadi perdebatan di Indonesia, karena selain mengandung ambigu, penggunaannya belum diatur secara tegas dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini akan menjabarkan penggunaan analisa ekonomi yang digunakan oleh KPPU untuk membuktikan dugaan-dugaan kartel yang ada selama tahun 2009-2010 serta menganalisa validitas penggunaan analisa ekonomi berdasarkan hukum nasional. Penelitian ini merupakan penelitan hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Ketelitian dan ketepatan dalam melakukan penghitungan serta analisa ekonomi adalah suatu hal yang masih harus ditingkatkan oleh KPPU demi perwujudan penegakan hukum persaingan usaha yang ideal.

The use of economic analyis to prove the existence of a gentlement agreement among the alleged cartel members is unseparable from the processs of cartel verification itself. However, on the other hand, the use of economic analysis (which is an indirect evidence), still remains as a controversy, not only because of its ambiguity, but also its method has not yet clearly been regulated under Indonesian law. This research is to elaborate the use of economic analysis employed by the Commission For the Supervision of Business Competition (KPPU) to prove the alleged cartels cases within the year of 2009-2010 and also to examine the validity of the use of economic analysis according to the national law system. This research is a normative legal research with qualitative analysis. Meticulous economic calculation and accuracy in analysis are of something that KPPU should improve for the fulfillment of an ideal competition law enforcement. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S444
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Made Widyadnya
"Di era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, infrastruktur pertahanan menjadi semakin penting untuk menjaga keutuhan dan keamanan bangsa di mana ia berdiri. Peran Indonesia sebagai anggota ASEAN semakin mempertegas betapa pentingnya untuk tidak hanya memiliki kerjasama ekonomi dengan sesama negara anggota ASEAN tetapi juga kerjasama militer untuk memerangi ancaman pertahanan di masa depan di seluruh Asia Pasifik. Untuk membangun postur militer yang kuat sesuai dengan Minimum Essential Force (MEF), Indonesia sangat bergantung pada pemberdayaan industri pertahanannya untuk membuka jalan menuju pencapaian tujuan tersebut. Namun, dalam perjalanan untuk mencapai keberhasilan dalam memenuhi persyaratan MEF, pemerintah harus melihat ke dalam untuk mewaspadai praktik akuisisi pertahanannya sendiri untuk mencegah merugikan kesehatan industri pertahanannya sendiri, baik publik maupun swasta. Tesis ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang praktik industri pertahanan berupa prosedur Offset dalam akuisisi Alpalhankam dibandingkan dengan aspek Hukum Persaingan Usaha untuk menciptakan lanskap bisnis yang lebih adil bagi para pelaku usaha dalam segala bentuk di industri pertahanan untuk mendukung upaya bangsa dalam menjaga dan mempertahankan perbatasannya.

In this era of globalization and rapid economic growth, a defense infrastructure is all the more essential to protect the integrity and security of the nation in which it stands. Indonesia’s role as a member of ASEAN further cements how important it is to have not only economic cooperation with fellow ASEAN member nations but also a military cooperation to combat future defense threats throughout the asia pacific. In order to build up a strong military posture in accordance with the Minimum Essential Force (MEF), Indonesia is heavily reliant on the empowerment of its defense industry to pave the way towards meeting that goal. However, on the road to achieving success in meeting the requirements of the MEF, the government must look inwards to be wary of its own defense acquisition practices to prevent harming the health of its own defense industry, both public and private. This thesis aims to provide clarity on the defense industry practice of Offset procedures in defense acquisitions in comparison to Business Competition aspects to create a fairer business landscape for business actors of all forms in the defense industry to support the nation’s effort in protecting and defending its borders. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Rahmania
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada KPPU untuk memberikan sanksi berupa denda administratif kepada pelaku usaha. Saat ini, pedoman bagi KPPU untuk menetapan besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009, namun pada praktiknya KPPU tidak melakukan keseluruhan langkah-langkah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009 untuk menetapkan besaran denda administratif. Skripsi ini akan membandingkan beberapa Putusan KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif pada kasus keterlambatan pelaporan pengambilalihan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan yang dilakukan terhadap aturan-aturan hukum tertulis, selain itu dapat pula dikatakan sebagai penelitian berfokus masalah yaitu melihat teori dengan praktiknya. Hasil dari penelitian tersebut adalah KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif tidak mendasarkan pada nilai penjualan, namun didasarkan pada nilai maksimal denda, sehingga hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009.

Law Number 5 of 1999 gives KPPU the authority to impose sanctions in the form of administrative fines. KPPU Regulation No 4 of 2009 is a guideline for the KPPU to assess the amount of administrative fines. In practice, KPPU doesn’t take all the steps as stipulated in the KPPU Regulation Number 4 of 2009 to determine the number of the administrative fines. This research will compare KPPU decisions in determining the number of administrative fines in cases of late acquisition reporting. This research uses a juridicial- normative research method, named library research conducted on written legal rules, also this research used problem focused research, named seeing theory with practice. The result of this research is KPPU in determining the number of administrative fines is not based on the sales value, but is based on the maximum value of the fines, it’s not in accordance with the KPPU Regulation Number 4 of 2009."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Donald Hamonangan
"Tulisan ini menganalisis bagaimana Peran KPPU dalam mengatasi permasalahan Penggunaan Pricing Algorithm dalam Multi-sided Platform, Pembuktian Penggunaan Pricing Algorithm dalam Multi-sided Platform yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia serta pengaturan Penggunaan Pricing Algorithm dalam Multi- sided Platform Pada Persaingan Usaha di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian Doktrinal. Pricing Algorithm adalah metode atau strategi penentuan harga yang digunakan oleh perusahaan untuk menentukan harga produk atau layanan mereka didasarkan pada analisis data dan perhitungan matematis untuk menentukan harga. Multi Sided Platform dapat dianggap sebagai sebuah pasar digital yang menghubungkan penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli secara online. Penggunaan pricing algorithm dalam multi-sided platform sebenarnya menguntungkan bagi konsumen, sebagaimana dapat memberikan penentuan harga yang adil secara real-time. Tetapi Penggunaan pricing algorithm dalam multi-sided platform dapat juga membuat persaingan usaha tidak sehat, hal ini perlu diukur melalui ukuran reasonableness yang benar-benar mengancam ekosistem persaingan usaha di Indonesia. Pada Persaingan usaha di era digital ini KPPU perlu lebih memperluas pengaturan untuk menjaga iklim persaingan usaha di Indonesia menjadi tetap stabil dan sehat.

This paper analyzes how the Role of the KPPU in overcoming the problem of the Use of Pricing Algorithm in Multi-sided Platform, Proof of the Use of Pricing Algorithm in Multi-sided Platform that causes unfair business competition in Indonesia and the regulation of the Use of Pricing Algorithm in Multi-sided Platform on Business Competition in Indonesia. This paper is prepared by using Doctrinal research method. Pricing Algorithm is a pricing method or strategy used by companies to determine the price of their products or services based on data analysis and mathematical calculations to determine the price. Multi Sided Platform can be considered as a digital marketplace that connects sellers and buyers to conduct online buying and selling transactions. The use of pricing algorithms in multi-sided platforms is actually beneficial for consumers, as it can provide fair pricing in real-time. However, the use of pricing algorithms in multi-sided platforms can also create unfair business competition, this needs to be measured through a measure of reasonableness that really threatens the business competition ecosystem in Indonesia. In business competition in this digital era, KPPU needs to further expand regulations to maintain a stable and healthy business competition climate in Indonesia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oshie Bimantara
"ABSTRAK Penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. Artinya adalah perusahaan swasta juga memiliki kesempatan yang sama seperti PT KAI dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana kereta api. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian di Indonesia? Bagaimana penyelenggaraan perkeretaapian umum di Negara Amerika Serikat dan Negara Inggris serta perbandingannya dengan Negara Indonesia? Bagaimana upaya mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia?

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas.

Hasil penelitian menyatakan pemerintah menugaskan pihak swasta hanya untuk membangun prasarana perkeretaapian saja, sedangkan untuk penyelenggaraan sarana dan prasarana telah ditunjuk PT. Kereta Api Indonesia sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2016. Hal tersebut menunjukkan ketidakadilan bagi badan hukum seperti Perseroan Terbatas yang dikelola swasta untuk dapat pula melakukan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum. Oleh karena itu, dalam upaya mewujudkan keadilan dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia adalah dalam setiap pengadaan dan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum, maka penunjukan harus melalui prosedur lelang.


ABSTRACT The operation of public railway facilities and infrastructure is carried out by the Business Entity as an organizer, both individually and through cooperation. This means that private companies also have the same opportunities as PT KAI in the operation of railroad facilities and infrastructure. The problem in this study is how to implement railroad infrastructure and facilities in Indonesia? How is the implementation of public railways in the United States and the United Kingdom and its comparison with Indonesia? What are the efforts to realize healthy business competition in the implementation of public railway infrastructure and facilities by the private sector in Indonesia?

This study uses a normative juridical method, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature.

The results of the study stated that the government assigned the private sector only to build railway infrastructure only, while for the implementation of facilities and infrastructure PT. Indonesian Railways as in Presidential Regulation Number 83 of 2011 and Presidential Regulation Number 55 of 2016. This shows injustice for legal entities such as limited liability companies managed by the private sector to also be able to carry out public rail infrastructure and facilities. Therefore, in the effort to realize justice in the implementation of public railway infrastructure by the private sector in Indonesia, in every procurement and operation of public railroad facilities and infrastructure, the appointment must be through an auction procedure.

 

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Acep Sugiana
"ABSTRAK
Persekongkolan dalam Tender merupakan tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat. Secara khusus larangan melakukan Persekongkolan dalam Tender diatur di dalam Pasal 22. Tujuan dilaksanakannya Tender yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik. Penelitian ini bersifat yuridis normatif berdasarkan penelitian literatur dan perundang-undangan.Dalam perkara KPPU No.03/KPPU-L/2016 KPPU tidak cermat dalam mempertimbangkan dan membuktikan unsur efisiensi dan Afiliasi selain unsur-unsur lainnya.Sehingga meskipun dalam tingkat persidangan di KPPU para Terlapor dinyatakan bersalah namun dalam tingkat keberatan di Pengadilan Negeri dan Kasasi di Mahkamah Agung para Terlapor yaitu Husky-CNOOC Madura Limited dan PT COSL INDO dibebaskan dari tuduhan pelanggaran pasal 22 tentang persekongkolan tender.Pencapaian efisisensi merupakan roh dari hukum persaingan usaha di Indonesia,ketika efisiensi dapat tercapai dengan tujuan utama kesejahteraan konsumen maka faktor-faktor lain menjadi tidak begitu relevan untuk dituduhkan kepada pelaku usaha. Ditambah dengan ketidakcermatan KPPU dalam membuktikan pihak terafiliasi dalam perkara ini menjadi suatu pelajaran dan bahan evaluasi bagi KPPU ke depannya dalam penerapan pasal 22 UU No.5 tahun 1999.

ABSTRACT
Conspiracy in Tender is an action that is prohibited under the Law No. 5 of 1992 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Specifically, the prohibition to conduct Conspiracy in Tender is stipulated in Article 22. The objective of Tender execution is to provide the same opportunity to business actors in order to offer competitive prices and qualities. So that, eventually the said tender process, lowest prices with the best qualities will be obtained. This research is juridical normative based on research on literatures as well as laws and regulations. In the case KPPU No.03 KPPU L 2016, KPPU was not scrupulous in considering and proving the efficiency element and Affiliation apart from other elements. As a result, even though the Reported were sentenced to be guilty in the trial in the stage of KPPU, but in the objection stage in District Court and Cassation in Supreme Court, the Reported, namely Husky CNOOC Madura Limited and PT COSL INDO were exempted from the accusation of Article 22 regarding tender conspiracy. Efficiency accomplishment is the spirit of business competition law in Indonesia. When efficiency can be reached with main objective is consumer welfare, therefore other factors become less relevant for business actor to be accused of. Added with KPPU rsquo s imprecision in proving the affiliated parties in this case, it becomes a lesson and evaluation material for KPPU in the implementation of Article 22 Law No. 5 of 2009 in the future. "
Lengkap +
2018
T50860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fintri Hapsari
"ABSTRAK
Fokus tesis ini adalah analisis berdasarkan Best Practices dan Empiris mengenai penetapan pasar bersangkutan dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfa Retailindo oleh Carrefour. Analisis best paractices dilakukan dengan cara membandingkan sistematika penetapan pasar bersangkutan yang ditetapkan oleh Majelis Komisi dalam Putusan tersebut dengan teori pasar bersangkutan, pedoman tentang Pasar Bersangkutan dari otoritas pengawas persaingan usaha di negara lain dan praktik terbaik dalam menetapkan pasar bersangkutan sektor ritel di negara lain.Selain analisis best practices, penelitian ini juga menggunakan analisis empiris melalui survey konsumen untuk mengumpulkan informasi terkini mengenai pasar bersangkutan di sektor ritel berdasarkan preferensi konsumen. Hasil penelitian menyatakan bahwa metode penetapan pasar bersangkutan dalam Putusan tersebut secara garis besar telah mengikuti kelaziman proses identifikasi pasar bersangkutan dalam kerangka teoritis dan guideline, serta hasil praktik terbaik negara lain. Disarankan agar analisis pasar bersangkutan dapat ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih terukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

ABSTRACT
The focus of this study is to analyse the relevant market which defined in Commission on Supervision of Business Competition rsquo s Decision No. 09 KPPU L 2009 about Acquisition to Alfa Retailindo by Carrefour based on best practices. Best practices analysis by comparing the methodology used on relevant market delineation in the Decision with the perspective of economics theory, guidelines of relevant market from competition authorities other countries and best practices in determining the relevant market retail sector in other countries. This research also using empirical analysis for gathering information present about relevant market on the retail sector based on consumer preferences through surveys. The result shows that relevant market rsquo s delineation process is mainly has followed the prevalence of theidentification process either from theory nor guidelines perspectives. It is suggested to make some improvement on the process by using quantitative and qualitative scientific method."
Lengkap +
2016
T47165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>