Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nia Novita Wirawan
"Asam amino menjadi zat gizi baru yang diduga berhubungan dengan pertumbuhan linier ketika banyak penelitian menemukan bahwa asupan protein cukup dan intervensi zat gizi mikro menunjukkan hasil yang tidak memuaskan. Kondisi stunting terjadi bersamaan dengan wasting karena kemungkinan berbagi jalur yang sama. Oleh karena itu, studi mengenai stunting dapat memiliki hasil yang berlebihan ketika wasting tidak dijadikan pengecualian. Studi potong lintang komparatif 2 fase ini bertujuan untuk membandingkan asupan asam amino dan konsentrasinya dalam darah antara anak stunted non-wasted (SNW) dan non-stunted non-wasted (NSNW) yang berusia 12-23 bulan dan menggunakan hasil dari fase 1 untuk mengembangkan rekomendasi pemberian makan dan makanan campuran (MC) dengan menggunakan makanan yang tersedia secara lokal yang kurang dimanfaatkan. Stunting didefinisikan sebagai panjang badan menurut umur (PB/U) dalam Z skor <-2 SD sedangkan untuk non-stunting dengan PB/U ≥-1 SD. Kedua kelompok memiliki Z skor berat badan menurut panjang badan yang normal (BB/PB antara -2 SD hingga +1SD). Pemrograman linier digunakan untuk pengembangan rekomendasi pemberian rekomendasi pemberian makan (Optifood) dan CG (Nutrisurvey2004). Sebanyak 151 data dianalisis. Tidak ada perbedaan signifikan pada asam amino dan asupan gizi makro mikro kecuali proporsi protein yang berisiko kekurangan lebih tinggi pada kelompok SNW. Arginin merupakan satu-satunya konsentrasi darah yang berbeda antar kelompok. Histidin menjadi sebuah masalah gizi mutlak pada kelompok SNW dan NSNW, sedangkan riboflavin dan zink rendah dalam kelompok stunting tetapi cukup pada kelompok normal. Selain itu, zat gizi makro dan mikro lainya kurang dalam kedua kelompok kecuali protein dan vitamin A. Zat gizi yang kurang adalah Ca, Vit C, Thiamin, Riboflavin, Niasin, B6, Folat, B12, Besi, Zink, dan Histidin. Rekomendasi yang diusulkan dapat memenuhi Vit C, Riboflavin, Besi, dan Zink tetapi tidak dapat mencukupi Ca, Thiamin, Niasin, B6, Folat, B12, dan Histidin. Dengan memasukkan kacang tunggak, buncis batik, ikan wader, dan susu sapi dalam pengembangan CG, zat gizi yang sebelumnya kurang dapat tercukupi.

Amino acids be the emerging nutrients that hypothesized to be associated with linear growth when many studies found that protein intake is considerably adequate and micronutrient intervention showed an unsatisfactory result. Stunting condition concurrently occurred with wasting as they may share similar pathways. Therefore, studies on stunting may have an exaggerated results when wasting was not an exclusion. This 2 phases comparative cross sectional study aimed to compare amino acid intake and its concentration in blood between stunted non-wasted (SNW) and non-stunted non-wasted (NSNW) children aged 12-23 months and using the results of phase 1 to develop a complementary feeding recommendation (CFR) and food multi-mix (FMM) by incorporating underutilized locally available foods. Stunted was defined as length for age z-score (LAZ) <-2 SD whereas for non-stunted with LAZ ≥-1 SD. Both groups have normal weight for length z-score (WLZ between -2 SD to +1SD). Linear programming was used for CFR (Optifood) and FMM development (Nutrisurvey 2004). A total of 151 data was analyzed. No significant different on the amino acid and macro micronutrients intake except the proportion protein at risk of inadequacy was significantly higher among SNW group. Arginine was the only blood concentration that significantly different between the groups. Histidine was an absolute problem nutrient in SNW and NSNW group, whereas riboflavin and zinc were inadequate among stunted group but adequate among normal group. In addition, other macro and micronutrients were inadequate in both groups except for protein and vitamin A. The inadequate nutrients were Ca, Vit C, Thiamin, Riboflavin, Niacin, B6, Folate, B12, Iron, Zinc and histidine. With the proposed recommendations, it can fulfil Vit C, Riboflavin, Iron and Zinc. But it cannot fulfil Ca, Thiamin, Niacin, B6, folate, B12 and histidine. With the incorporation of the selected underutilized cowpea, buncis batik, wader fish and cows’ milk in the FMM development, the nutrients that are challenging in CFR development, can be fulfilled."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duma Octavia Fransisca
"Pendahuluan. Anak perawakan pendek mempengaruhi sekitar sepertiga dari anak-anak balita di negara berkembang dan berhubungan dengan kesehatan dan pembangunan yang buruk. Golden 2009 mengusulkan bahwa anak perawakan pendek mungkin perlu MP-ASI densitas gizi lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal untuk mengejar pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh MP-ASI densitas standard SND-CF dan lebih tinggi HND-CF yang dikembangkan dari Rekomendasi MP-ASI dioptimalkan dan makanan fortifikasi pada pertumbuhan anak perawakan pendek berusia 12-23 bulan dibandingkan dengan kontrol.
Metodologi. Sebuah percobaan terkontrol berbasis masyarakat, acak-ganda-buta, dilakukan di antara anak perawakan pendek berusia 12-23 mo. Penelitian ini terdiri dari dua tahap: Tahap I untuk mengembangkan Rekomedasi MPASI dioptimalisasi menggunakan pendekatan program linear LP dan merumuskan tingkat densitas gizi yang berbeda dari MP-ASI. Tahap II, intervensi 6 bulan dengan 3 kelompok intervensi a HND-CF menerima Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dan biskuit fortifikasi lebih tinggi, b SND-CF menerima Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dan biskuit fortifikasi standar dan c ND-CF menerima Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dan biskuit tidak difortifikasi/kontrol. Panjang badan dan berat badan diukur setiap bulan. Konsumsi biskuit dicatat pada kunjungan mingguan.
Hasil. Survei pola makan menunjukkan bahwa niasin diidentifikasi sebagai zat gizi masalah sebagian dan tujuh nutrisi tidak bisa mencapai 65 kebutuhan diet. Ada peningkatan proporsi anak yang memenuhi frekuensi konsumsi makanan padat gizi mingguan yang direkomendasi oleh Rekomendasi MP-ASI, seperti makanan fortifikasi, buah semua kelompok, hati ayam SND-CF dan HND-CF dan ikan teri ND-CF. Energi, protein, vit B1, intake B6 meningkat pada semua kelompok. Kelompok HND-CF cenderung memiliki episode yang lebih tinggi dan durasi diare dan demam. Studi ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pertambahan panjang dan LAZ antara kelompok intervensi setelah disesuaikan untuk faktor perancu. Dibandingkan dengan ND-CF, ukuran efek pada pertambahan panjang -0,39 dan -0,39 untuk HND-CF dan SND-CF, masing-masing. Tidak ada pertambahan yang nyata pada berat badan, WAZ dan WHZ antara kelompok intervensi antara HND-CF dibandingkan dengan SND-CF dan kontrol. Tapi ada tren bahwa SND-CF memiliki pertambahan WAZ lebih besar. Dalam semua kelompok ada 8,5 ND-CF, 8,7 SND-CF dan 11,1 HND-CF anak perawakan pendek menjadi normal setelah intervensi 6-mo.
Kesimpulan dan Rekomendasi. Data kami menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dari MP-ASI densitas lebih tinggi pada pertumbuhan anak perawakan pendek dibandingkan dengan SND-CF dan ND-CF. Studi lebih lanjut harus menyelidiki efek MP-ASI dioptimalisasi dengan kecukupan gizi dirancang pada Estimated Average Requiement EAR dibandingkan dengan Rekomendasi MP-ASI dioptimalisasi dengan makanan fortifikasi. Program fortifikasi harus dirancang setelah mengidentifikasi kesenjangan zat gizi antara kebutuhan dan asupan gizi dioptimalkan.

Introduction. Stunting affects about one third of children underfive in developing countries and is associated with poor health and development. Golden 2009 proposed that stunted children may need higher nutrient density diets as compared to normal children to catch up their growth. The purpose of this study is to investigate the effect of Standard SND CF and higher HND CF nutrient density complementary food diets developed from optimized complementary feeding recommendation CFR and fortified foods. on growth of stunted children aged 12 23 month compare to control.
Methodology. A community based, double blind randomized, controlled trial was conducted among stunted children aged 12 23 mo. This study consisted of two phases Phase I to develop optimized CFR using linear programming LP approach and to formulate different nutrient density level of CF. Phase II, 6 month intervention with 3 intervention groups a HND CF received optimized CFR and higher fortified biscuit, b SND CF received optimized CFR and standard fortified biscuit and c ND CF received optimized CFR and unfortified biscuit control. Body length and weight were measured every month. Biscuit consumption was recorded on weekly visit.
Results. Dietary survey shows that niacin was identified as partial problem nutrient and seven nutrients could not achieve 65 dietary requirements. There were improvement on proportion of children meeting the recommended weekly frequency of promoted nutrient dense foods such as fortified foods, fruits all groups, chicken liver SND CF and HND CF groups and anchovy ND CF group. Energy, protein, vit B1, B6 intakes increased in all groups. HND CF group tend to have higher episode and duration of diarrhea and fever. Findings show there were no significant differences on length gain and LAZ gain between intervention groups after adjusting for covariates. Compared to ND CF, effect size on length gain were 0.39 and 0.39 for HND CF and SND CF, respectively. There was no significant weight gain, WAZ gain and WHZ between intervention groups between the HND CF as compared to SND CF and control. But there is a trend that SND CF has better WAZ gain. In all groups there were 8.5 ND CF, 8.7 SND CF and 11.1 HND stunted children became non stunted normal after 6 mo intervention.
Conclusion and Recommendation. Our data shows that there is no significant difference of higher nutrient density CF on the growth of stunted children as compared to SND CF and ND CF. Further study should investigate the effect of optimized CFR with nutrient adequacies designed at Estimated Average Requirement level in comparison to optimized CFR with fortified food. Fortification program should be designed after identifying nutrient gaps between the requirements and optimized intakes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah Atthahirah
"Pemenuhan kebutuhan gizi pada 1000 Hari pertama kehidupan seorang anak merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Saat anak berusia di bawah dua tahun (baduta) anak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan tidak dapat terulang. Salah satu faktor yang dinilai efektif dalam memenuhi kebutuhan gizi baduta adalah menerapkan praktik pemberian makan responsif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran praktik pemberian makan responsif pada anak usia 6-23 bulan di DKI Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, dengan pengambilan data secara daring dan luring. Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan (atau pengasuh yang sudah merawat lebih dari 3 bulan) yang sesuai dengan kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, dengan jumlah total keseluruhan sampel 445 responden. Peneliti menyebarkan kuesioner yang mencakup data karakteristik anak, karakteristik ibu/ pengasuh, stres pengasuhan, dan praktik pemberian makan responsif.
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah menerapkan praktik pemberian makan responsif di tingkat sangat baik (88,1%). Namun, sayangnya masih terdapat 2% responden yang menerapkan praktik pemberian makan responsif dalam tingkat buruk. Tentu angka ini bukanlah angka yang sedikit, mengingat saat ini terdapat lebih dari 100.000 jiwa baduta yang berdomisili di DKI Jakarta. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar intervensi preventif untuk meningkatkan kesuksesan praktik pemberian makan responsif pada anak usia 6-23 bulan.

Fulfilling nutritional needs in the first 1000 days of a child's life is an important thing that needs attention. When a child is under two years old, the child experiences a very rapid growth and it cannot be repeated. One factor that is considered effective in meeting the nutritional needs of under-two years old is implementing responsive feeding practices. This study aims to describe responsive feeding practices in children aged 6-23 months in DKI Jakarta.
The used research method is cross-sectional, with online and offline data collection. The sample in this study were mothers who had children aged 6-23 months (or caregivers who had cared for more than 3 months) who met the inclusion criteria. The sampling technique used was proportionate stratified random sampling, with a total sample of 445 respondents. Researcher distributed questionnaires that included data on child's characteristics, mother's characteristics, parenting stress, and responsive feeding practices.
The results of the study generally showed that the majority of respondents had implemented responsive feeding practices at a very good level (88.1%). However, unfortunately there are still 2% of respondents who apply responsive feeding practices at a poor level. Certainly, this number is not a small number, considering that currently there are more than 100,000 children under two years old living in DKI Jakarta. This research is expected to be the basis for preventive interventions to increase the success of responsive feeding practices in children aged 6-23 months.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenandi Raihan Librianto
"Latar Belakang L-Sitrulin merupakan asam alfa-amino non-protein yang disintesis dalam siklus urea. L- Sitrulin sendiri memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai produk sekunder dari nitrat oksida yang merupakan hasil dari oksidasi arginin. Nitrat oksida memiliki beberapa fungsi yang di antaranya adalah sebagai molekul antioksidan, antiinflamasi, serta, vasoproteksi. L-Sitrulin ini ditemukan pada berbagai buah famili Cucurbitaceae. Adapun beberapa contoh buah famili Cucurbitaceae di antaranya adalah melon, semangka, mentimun, dan labu siam. Akan tetapi, belum ada penilitian terkait apakah ada perbedaan kadar L-Sitrulin di buah semangka merah dan buah semangka kuning. Oleh karena itu, peneliti terdorong dan ingin membuktikan kadar sitrulin pada buah semangka merah dan kuning. Metode Penelitian yang dilakukan menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Desain ini dilakukan untuk mengetahui kadar L-Sitrulin di dalam buah semangka merah dan semangka kuning dengan metode Knipp dan Vasak sebagai acuan. Adapun sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kadar L-sitrulin dalam berat bersih 50 gram buah semangka merah dan semangka kuning. Hasil Berdasarkan hasil pengukuran, semangka merah dan kuning memiliki kadar sitrulin dalam 100 gram sampel masing-masing adalah 2,55 gram/100 gram sampel dan 2,63 gram/100 gram sampel. Hasil pengukuran dua jenis buah tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan nilai p > 0,05. Kesimpulan Semangka merah dan kuning memiliki kadar sitrulin yang cukup untuk dikonsumsi berdasarkan pengukuran dan pengujian data yang telah dilakukan.

Introduction L-Citrulline is a non-essential alpha-amino acid that is synthesized in the urea cycle. L- Citrulline itself has several functions in the body, namely as a secondary product of nitric oxide which is the result of arginine oxidation. Nitric oxide has several functions, including as an antioxidant, anti-inflammatory, and vasoprotective molecule. L-citrulline is found in various fruits of the Cucurbitaceae family. Some examples of the Cucurbitaceae family include melons, watermelons, cucumbers and chayote. However, there has been no research related to whether there is a difference in L-citrulline levels in watermelon red flesh and yellow flesh watermelon. Therefore, researchers are motivated and want to prove the levels of citrulline in red and yellow flesh watermelons. Method The research was conducted using a descriptive design along with a quantitative approach. This design was carried out to determine the levels of L-Citrulline in red watermelon and yellow watermelon using the Knipp and Vasak method as a reference. The samples used in this study were L-citrulline levels in a net weight of 100 grams of red watermelon and yellow watermelon. Results Based on the measurement results, red and yellow flesh watermelon have citrulline levels in 100 grams of sample, respectively 2.55 grams/100 grams of sample and 2.63 grams/100 grams of sample. The measurement results of the two types of fruit did not have a significant difference with a p value > 0.05. Conclusion Red and yellow watermelons have sufficient citrulline levels for consumption based on measurements and testing data that have been carried out."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viramitha Kusnandi Rusmil
"Latar Belakang : Tingginya prevalensi stunting di Indonesia dipengaruhi oleh kebutuhan gizi yang meningkat disertai kuantitas dan kualitas MPASI yang terbatas. Pemberian protein hewani yang mengandung asam amino esensial lengkap dan berjumlah cukup diharapkan mendukung pertumbuhan linear adekuat. Penelitian mengenai efektivitas PMT protein hewani terhadap pertumbuhan linear pada setting komunitas belum pernah dilakukan di Indonesia.
Metode : Penelitian ini merupakan non-randomised controlled trial di Kelurahan Warakas Jakarta Utara pada bulan Agustus-November 2022 dengan subjek antara berusia 6-59 bulan mendapat intervensi PMT protein hewani (telur dan/atau susu) selama 4 bulan serta edukasi, dibandingkan dengan mendapatkan edukasi saja. Analisis dilakukan dengan membandingkan insidens stunting, delta WAZ dan LAZ, weight increment, dan length increment antara kedua kelompok.
Hasil : Analisis dilakukan terhadap 56 subjek kelompok intervensi dan 67 subjek kelompok kontrol. Insidensi stunting baru di akhir penelitian ditemukan sebanyak 11,9% pada kelompok kontrol dibandingkan kelompok intervensi 0% memiliki hasil berbeda bermakna (p=0,021, OR IK 95% 1,13). Median delta WAZ kelompok intervensi (0,13 SD) berbeda bermakna (p=0,01) dibandingkan dengan kelompok kontrol (-0,09 SD). Analisis kelompok intervensi delta WAZ menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0,01) dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun hasil delta LAZ secara statistik tidak berbeda bermakna tetapi secara klinis intervensi ini bermanfaat. Persentase subjek mencapai weight increment dan length increment adekuat lebih besar pada kelompok intervensi dan berbeda bermakna dibandingkan kelompok kontrol.
Kesimpulan : Pemberian edukasi dan PMT protein hewani mampu mencegah terjadinya stunting dengan mendukung tercapainya weight increment dan length increment adekuat dan memberikan efek bermakna terhadap perubahan WAZ.

Background : The high prevalence of stunting in Indonesia is influenced by increasing nutritional needs and the limited quantity and quality of complementary food. Supplementary feeding of animal proteins containing complete and sufficient amounts of essential amino acids is expected to support adequate linear growth. Research on the effectiveness of animal protein supplementation on linear growth in community settings has never been conducted in Indonesia.
Methods : This study is a non-randomized controlled trial in Warakas, North Jakarta, from August-November 2022. Subjects between 6-59 months in intervention group received supplementary feeding of animal proteins (egg and/or milk) for four months and education, meanwhile the control group received education only. Analysis was conducted by comparing the incidence of stunting, delta WAZ and LAZ, weight increment, and length increment.
Result : Analysis was conducted on 56 subjects of the intervention group and 67 subjects of the control group. The incidence of stunting at the end of the study (11.9%) was found in the control group compared to the intervention group (0%) has significant results (p=0.021, OR CI 95% 1.13). Analysis of the delta WAZ intervention group showed a significant difference (p=0.01) compared to the control group, however, the delta LAZ result was not statistically different but clinically the intervention was beneficial. The average of endline LAZ subjects at risk of stunting in the intervention group (-0.24 SD) differed significantly (p=0.001) compared to the control group (-0.93 SD). The percentage of subjects achieving adequate weight increment and length increment was greater in the intervention group and showed a significant difference from the control group.
Conclusion : The intervention of education and animal protein supplementation can prevent occurrence of stunting by promoting adequate weight increment and length increment and also has a meaningful effect on changes of WAZ.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Charion Gibreth Hannes
"Antioksidan diperlukan oleh tubuh untuk menangkal radikal bebas yang ada . Sumber antioksidan dapat diperoleh dari vitamin maupun enzim. Salah satu antioksidan yang baik adalah glutathione (GSH) sintesis, isolasi dari yeast ekstrak hasil fermentasi broth. Karakterisasi yeast ekstrak sebagai antioksidan berupa asam amino. Dalam penelitian karakterisasi yeast ekstrak merujuk pada metode isolasi GSH, dengan memvariasi pelarut dan waktu ekstraksi menggunakan air panas dan etanol 25%. Dari variasi waktu dan pelarut ekstraksi akan diuji kandungan GSH dengan metode alloxan, untuk memperoleh kosentrasi maksimal.
Hasil penelitian menunjukkan isolasi asam amino dengan pelarut air panas, pada waktu 15 menit lebih baik. Hasil ini kemudian dilakukan karakterisasi asam amino dengan metode HPLC dan LCMS. Asam amino yang memiliki aktivitas antioksidan ialah methionine, pada pelarut air panas dengan metode HPLC kandungannya 4869,93 ppm dan metode LCMS kandungannya 3402,91 ppm dan pelarut etanol dengan metode LCMS kandungannya 4137,002 ppm. Karakterisasi asam amino nantinya dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku kosmetik bernilai jual ekonomis.

Antioxidants are needed by the body for scavenge free radicals. Source of antioxidants can be obtained from vitamins and enzymes. One is a good glutathione (GSH) synthesis, isolation of yeast extract from fermented broth. Characterization of yeast extract as an antioxidant in the form of amino acids. In the characterization studies of yeast extract refers to the method of isolation of GSH, by varying solvent and extraction time using hot water and ethanol 25%. From the variation of time and solvent extraction will be tested with the GSH content of alloxan method to obtain the highest concentration.
The results show the isolation of amino acids with a hot solvent at the time of 15 minutes is better. These results are then carried out the characterization of amino acids by HPLC and LCMS methods. Amino acid which has antioxidant activity is methionine, the hot water solvents with HPLC method 4869.93 ppm abortion and abortion LCMS method and 3402.91 ppm ethanol with LCMS method implies 4137.002 ppm. Characterization of amino acids can then be used as a source of raw materials economical cosmetics worth selling.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dipelajari metode pengasaman dalam proses produksi minyak kelapa sebagai alternatif proses pioduksi. Pioduk minyak kelapa yang dihasilkan dibandingkan dengan syarat mutu SNI 01-2902-2011 dan dilakukan uji komposisi asam amino pada pioduk samping (blondo) menggunakan HPLC untuk mendeteksi kegagalan prod uksi melalui proses pengasaman. Rendemen minyak kelapa yang diproduksi melalui proses pengasaman berkisar antara 14-32,3%, sedangkan kualitas mutu minyak kelapa meliputi kadai air beikisai 0,1-0,48%, kadar kotoran beikisar 0,01-0,06%, bilangan iodida beikisar 6%, 8-9%, 8%, kadar asam lemak bebas (FFA) beikisar 0, 2-1, 26, bilangan penyabunan berkisar 243-267, warna jernih dan aroma khas, sedangkan kadar protein dihitung sebagai total N-Kjeldhal 9%, 09-21%, 8%. Produk samping blondo dianalisa menggunakan HPLC, hasil kiomatogiam
blondo menunjukkan beberapa puncak asam amino asam aspartat, glutamin, serin, histidin, glisin, argini, alanin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin dan I/sin. Pada proses pengasaman yang gagal tidak muncul puncak kromatogram leusin clan lisin, sifat fisiknya menunjukkan bau tengik clan warna keruh pada sampel minyak kelapa tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengasaman menggunakan asam asetat (CH3COOH) dapat dijadikan metode untuk proses produksi minyak kelapa yang memenuhi persyaratan mutu SNI 01-2902-2011 dan APCC Standards Asian & Pacific Coconut Community 2006."
JDPI 23:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Annisa Permana
"Asupan makan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kegagalan pertumbuhan pada anak-anak dalam waktu yang lama menyebabkan stunting. Anak stunting ditetapkan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama. Penelitian sebelumnya menunjukkan anak stunting mempunyai asupan protein yang lebih rendah daripada normal. Selanjutnya, asupan dan konsentrasi serum asam amino pada anak stunting termasuk dalam kategori rendah. Literatur terbaru mengatakan bahwa pertumbuhan manusia dipengaruhi oleh jalur genetik berupa mTORC1. Manfaat peningkatan asupan protein dan asam amino dipercayai dapat mengatur sinyal anabolik asam amino melalui mechanistic target of rapamycin complex 1 (mTORC1). Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan korelasi antara asupan protein dan asam amino dengan aktivasi mTORC1. Empat puluh anak usia 8-10 tahun dihitung asupan makan selama tiga hari dan dikumpulkan sampel darahnya. Sel lysat yang diambil dari buffy coat dalam darah untuk mengukur fosforilasi mTORC1 menggunakan ELISA kits. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setengah dari respondent memiliki kecukupan asupan energi tidak adekuat, namun untuk asupan protein dan asam amino, sebagian besar dari mereka mempunyai asupan yang adekuat. Fosforilasi mTORC1 diukur dari persamaan linear optical density (OD) positif control y = 6x10-6 x +0.032; r2: 0.998. Hasil dari fosforilasi mTORC1 pada sampel terletak pada rentang positif control, bahkan ada yang lebih tinggi dari positif control 1 (P1). Korelasi antaran asupan makan seperti energy, protein dan asam amino esensial (histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine, phenylalanine, threonine, tryptophan, and valine) dan fosforilasi mTORC1 menunjukkan tidak ada korelasi (p>0.05). Menariknya, leucine dan arginine dinyatakan memiliki peran dalam jalur mTORC1. Analisis multivariate pada semua potensial factor ditemukan tidak ada korelasi yang signifikan. Pengukuran konsentrasi asam amino dalam darah dapat menjadi saran untuk menyimpulkan jenis asam amino yang mempengaruhi mTOR.

Dietary intake affects children growth and development. Persistent growth failure in children can cause stunting. Stunted children remain as a major public health problem. Recent study showed that stunted children had lower dietary protein intake than normal children. Furthermore, intake and serum concentration of essential amino acid in stunted children was categorized as low. Recent studies found that human growth was regulated by mTORC1 pathway. Increasing protein and amino acid intake maintains amino acid anabolic signaling through the mechanistic target of rapamycin complex 1 (mTORC1). The purpose of study was to determine the correlation between protein and essential amino acid intake toward activation of mTORC1. Forty children aged 8-10 year old were assessed for their dietary intake in three days and collected blood sample. Lysate cells were collected from buffy coat to determine mTORC1 phosphorylation using ELISA kits. The result showed that half of the children had inadequate energy intake, however most of them had adequate protein and amino acids intake. mTORC1 phosphorylation was obtained from the linear equation of Optical Density (OD) positive control y = 6x10-6 x +0.032; r2: 0.998. Correlation between dietary intake as energy, protein, and essential amino acids (histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine, phenylalanine, threonine, tryptophan, valine, cysteine, tyrosine and arginine) and mTORC1 phosphorylation showed no correlation (p>0.05). Interestingly, leucine and arginine was known to have role in mTORC1 pathway based on literature. Multivariate analysis on all potential factors showed no significant correlation. The correlation of protein and amino acids intake with mTORC1 needs to be analyzed further. This study suggests assessing concentration of amino acid in the blood to determine specific type of amino acid that regulate mTOR activation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholida Eliyana
"Label informasi nilai gizi produk pangan kemasan dapat digunakan untuk memantau asupan makanan, sehingga pemahaman terhadap informasi nilai gizi pada kemasan harus diperhatikan karena akan mempengaruhi pemilihan makanan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang  mempengaruhi kebiasaan membaca label informasi nilai gizi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Pengumpulan data dilaksanakan bulan Mei-Juli 2023 pada Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia. Sampel penelitian ini yaitu 208 responden melalui pengisian kuesioner.  Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu chi square dan uji t independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30,8% responden memiliki kebiasaan baik dalam membaca label informasi nilai gizi. Uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara gaya hidup dan pengetahuan gizi pada produk pangan kemasan dengan kebiasaan membaca label informasi nilai gizi. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai keuntungan dan cara membaca label informasi nilai gizi untuk meningkatkan kebiasaan yang baik dalam membaca label informasi gizi sebelum membeli produk pangan kemasan.

Nutrition labels on packaged food products can be utilized to monitor dietary intake and understanding of nutrition labels on the packaging should be noticed because it affects daily food selection.  Lack of understanding of nutrition labels will impact inappropriate food selection. The Objective of this study is to identify the factors influencing the habit of reading nutritional information labels. The research adopts a quantitative approach with a cross-sectional design. Data collection was conducted from May to July 2023 among students from the Health Sciences Cluster at the University of Indonesia. The sample in this study was 208 respondents who were collected with a self-administered questionnaire and who were selected using accidental sampling. The study utilized two statistical analysis methods: chi-square and independent t-test. This study showed that 30,8% respondents have a good habit of reading nutrition labels. According to bivariate analysis, there was a significant association between  healthy lifestyle and nutrition knowledge of packaged food products with the habit of reading nutritional information labels. Therefore, it is necessary to improve knowledge and understanding of the benefits and methods of reading nutritional information labels to enhance the good habit of reading such labels before purchasing packaged food products."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deryana Avidhianita
"Latar Belakang: L-arginin merupakan asam amino semiesensial yang produksinya tidak mencukupi kebutuhan dalam kondisi stres oksidatif akibat inflamasi. L-arginin adalah satu-satunya substrat bagi enzim nitric oxide synthase (NOS) yang memproduksi nitric oxide (NO) yang dapat mengaktivasi focal adhesion kinase (FAK) pathwaydan memicu terjadinya proses migrasi sel.
Tujuan: Mengetahui potensi media kultur asam amino L-arginin terhadap laju kecepatan migrasi hDPSCs.
Metode: Evaluasi media kultur asam amino L-arginin konsentrasi 300, 400, 500 ¼mol/L, serta DMEM sebagai kontrol terhadap laju kecepatan migrasi hDPSCs menggunakan uji scratch assay menggunakan uji scratch assay yang dihitung dengan rumus laju kecepatan migrasi setelah 24 jam. Analisis statistic menggunakan Paired T-Test dan Oneway ANOVA dengan post hoc LSD.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna potensi L-arginin 500 μmol/L dibandingkan konsentrasi 300 dan 400 μmol/L, serta kontrol.
Kesimpulan: Media kultur asam amino L-arginin 500 ¼mol/L memiliki potensi laju kecepatan migrasi yang lebih baik dibandingkan konsetrasi 300, 400 ¼mol/L dan kontrol.

Background: L-arginine is semiessential amino acid which the production is insufficient under oxidative stress due to inflammation. L-arginine is the only substrate of nitric oxide synthase (NOS) enzyme that produces nitric oxide (NO) which activates focal adhesion kinase (FAK) pathway to stimulate cell migration.
Objective: To understand potential of L-arginine amino acid culture media towards speed rate of hDPSCs migration.
Methods: Evaluation of 300, 400, 500 ¼mol/L of L-arginin amino acid culture media and DMEM as control towars speed rate of hDPSCs migration using scratch assay and calculation of migration speed rate after 24 hours. Statistical analysis using Paired T-Test and Oneway ANOVA with post hoc LSD.
Results: Significant result was shown between 500 ¼mol/L of L-arginin amino acid culture media compared with 300 and 400 ¼mol/L concentration and control towards migration speed rate after 24 hours.
Conclusion: 500 ¼mol/L of L-arginin amino acid culture media has a better migration rate compared with lower concentrations and control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>