Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127577 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Farchana Ramadhanty
"Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) untuk pekerja migran di Kabupaten Cirebon menjadi LTSA di Indonesia yang dalam mengelola layanannya menggunakan tata kelola kolaboratif. Tata kelola kolaboratif dilakukan dengan aktor non pemerintah yaitu International Labour Organization (ILO) dan juga Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Cirebon serta Women Crisis Center (WCC) Mawar Balqis. Meskipun secara kesepakatan formal tata kelola kolaboratif ini telah berakhir di November tahun 2022, nyatanya tata kelola ini masih tetap berlanjut sampai pada saat ini dengan berbagai dinamika yang terjadi didalamnya. Selain itu, masih ada kekosongan aturan terkait pelaksanaan tata kelola kolaboratif ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses tata kelola kolaboratif pada LTSA untuk Pekerja Migran di Kabupaten Cirebon untuk mengetahui konteks sistem, pendorong dan dinamika tata kelola kolaboratif sesuai dengan teori Collaborative Governance Regimes (CGR) (Emerson & Nabatchi, 2015). Hasil penelitian menunjukkan dari indikator yang diturunkan dari teori CGR, hampir seluruhnya terpenuhi namun 2 (dua) indikator di antaranya masih terdapat catatan yang penting. Indikator tersebut terkait dengan kerangka regulasi atau aturan juga masih terdapat kekosongan yang perlu segera ditindaklanjuti untuk keberlanjutan tata kelola ini. Selain itu, sumber daya bersama khususnya anggaran masih belum memadai. Untuk itu, diharapkan pemerintah pusat dapat segera menciptakan aturan ditingkat Menteri atau badan terkait dengan tata kelola kolaboratif dalam LTSA. Selain itu, penyediaan anggaran juga perlu dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Cirebon untuk keberlanjutan tata kelola kolaboratif.

The One-Stop Integrated Service (LTSA) for migrant workers in Cirebon Regency has become LTSA in Indonesia which uses collaborative governance to manage its services. Collaborative governance is carried out with non-government actors, namely the International Labor Organization (ILO) and the Cirebon Regency Indonesian Migrant Workers Union (SBMI) and the Mawar Balqis Women Crisis Center (WCC). Even though the formal agreement on this collaborative governance has ended in November 2022, in fact this governance is continuing today with various dynamics that occur in it. In addition, there is still a regulatory vacuum regarding the implementation of this collaborative governance. This study aims to analyze the process of collaborative governance at LTSA for Migrant Workers in Cirebon Regency to determine the system context, drivers, and dynamics of collaborative governance according to the theory of Collaborative Governance Regimes (CGR) (Emerson & Nabatchi, 2015). The results of the study show that from the indicators derived from the CGR theory, almost all of them are fulfilled, but 2 (two) indicators of which there are still important notes. These indicators are related to the regulatory or regulatory framework and there are still gaps that need to be followed up immediately for the sustainability of this governance. In addition, shared resources, especially the budget, are still inadequate. For this reason, it is hoped that the central government can immediately create regulations at the ministerial or agency level related to collaborative governance in LTSA. In addition, the regional government of Cirebon district also needs to provide a budget for the continuation of collaborative governance."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresia Lemauk
"Ketahanan keluarga yang kuat adalah aspek penting dalam rangka mengantisipasi datangnya ancaman atas terpenuhinya kebutuhan pokok sebuah keluarga. Kesanggupan sebuah keluarga untuk dapat mencukupi kebutuhan primer keluarganya juga disebut sebagai ketahanan keluarga. Tujuan penelitian ialah mengidentifikasi kondisi ketahanan ekonomi keluarga PMI yang telah dipulangkan pada mengidentifikasi PMI yang terakomodir mengikuti program pemberdayaan, dan mengidentifikasi implikasi program pemberdayaan terhadap ketahanan ekonomi keluarga PMI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara sebagai instrument utama. Informan terdiri dari perwakilan BP2MI (2) dan PMI purna yang berasal dari Kabupaten Karawang (7). Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ketahanan ekonomi keluarga, teori pemberdayaan masyarakat, ketahanan nasional dan konsep ketahanan keluarga. Penelitian ini menganalisis kondisi ketahanan ekonomi keluarga PMI setelah terakomodir mengikuti program pemberdayaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketahanan ekonomi PMI setelah mengikuti program pemberdayaan belum optimal.  Hal ini diukur dengan salah satu indikator ketahanan keluarga yang dirilis KemenPPA 2016. Strategi terhadap ketahanan keluarga PMI yang dicanangkan oleh pemerintah harus memberikan dampak konkrit kepada PMI yang dipulangkan ke Indonesia.

Strong family resilience is an important aspect in anticipating threats to the fulfillment of a families basic needs. The ability of a family to be able to provide for the primary needs of the family is also referred to as family resilience. The aim of the research is to identify the condition of the economic resilience of PMI families who have been sent home to identify PMI who are accommodated in empowerment programs  for the economic resilience of PMI families. This study uses a qualitative approach with informants consisted of BP2MI representatives (2) and full-time PMI is from Karawang Regency (7). The theories and concepts used in this study are the theory of family economic resilience, community empowerments theory, national resilience and the concept of family resilience. This study analyzes the condition of the PMI family’s economic resilience after being accommodated in the empowerment program. The results showed that PMI’s economic resilience after participating in the program was not optimal. This is measured by one of the family resilience indicator released by KemenPPA 2016. The strategy for PMI family resilience proclaimed by the government must have a concret impact on PMI who are repatriated to Indonesia."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raghdah Kautsarita Permata
"Perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia sudah menjadi kewajiban negara. Hal ini merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak memilih pekerjaan yang bebas dari perbudakan, kerja paksa, dan diskriminatif. Sebagai Badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk melaksanakan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia membentuk layanan yang bernama Crisis Center. Pembentukan layanan Crisis Center diharapkan mampu memfasilitasi Pekerja Migran Indonesia bermasalah untuk menemukan jalan keluar atas permasalahannya. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini menganalisis bagaimana bentuk bantuan hukum layanan Crisis Center serta perannya dalam penanganan kasus Pekerja Migran Indonesia di Malaysia. Dalam menjawab persoalan yang ada, penelitian ini menggunakan metode hukum doktrinal dengan tipe deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa layanan Crisis Center belum optimal dalam memberikan pelayanan kepada Pekerja Migran Indonesia di Malaysia yang bermasalah. Layanan Crisis Center juga masih menggunakan pedoman pelaksanaan yang sama sejak tahun 2015 yang mana sudah tidak relevan dengan perkembangan yang ada. Pemberlakuan pedoman yang tidak relevan tentu tidak dapat mengakomodir kebutuhan Pekerja Migran Indonesia saat ini.

Protection of Indonesian Migrant Workers is a state’s reponsibility. This is a mandate as stated in Undang-Undang Dasar 1945 that everyone has the right to choose occupation that is free from slavery, forced labour, and discrimination. As an institution mentioned in enacted Law of the Republic Indonesia Number 18 of 2017 on Protection of Indonesian Migrant Workers, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia formed a service named Crisis Center. Crisis Center Service aims to facilitate Indonesian Migrant Workers to resolve their problems. Based on this, this research analyzes how the legal assistance of Crisis Center works and their role in handling cases of Indonesian Migrant Workers in Malaysia. This is a doctrinal law method and a descriptive analytical research typology. The conclusion of the research is that Crisis Center services are not optimal yet in handling cases of Indonesian Migrant Workers in Malaysia. Crisis Center services are also still using an old regulation since 2015 which is not relevant with the current situation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Fahrudin
"Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh tingkat kesejahteraan terhadap jumlah pekerja migran di kabupaten dan kota pada tahun 2015-2019. Dari variabel yang diukur dalam penelitian ini dengan regresi Random Effect Model (REM) ditemukan fakta bahwa variabel yang memiliki tingkat elastisitas tinggi adalah jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) pada tahun sebelumnya, dan jumlah PMI pada 2 tahun sebelumnya, serta luas wilayah, dan jumlah populasi. Variabel dalam penelitian ini antara lain: tingkat kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui tingkat kemiskinan, indikator pendidikan dan PDRB per kapita dengan variabel kontrol jumlah penduduk, luas wilayah (daratan dan lautan), Jawa-luar Jawa, dan kabupaten/kota. Dari simpulan penelitian, Pemerintah setidaknya memiliki 2 (dua) pilihan kebijakan, pertama, apabila Pemerintah memandang bahwa pengiriman pekerja migran merupakan manifestasi ketidaksejahteraan/kemiskinan daerah kab./kota, maka Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang memfokuskan pada program-program penanggulangan kemiskinan di daerah kantong PMI melalui program padat karya, meningkatkan PDRB per kapita dan Harapan Lama Sekolah (HLS), terutama di daerah kabupaten yang memiliki populasi tinggi, terutama di Jawa, dan memiliki luas wilayah yang tidak besar, dan kebijakan yang akan diambil pemerintah sekurang-kurangnya dimulai dari 2 tahun sebelumnya. Kedua, apabila pemerintah melihat pengiriman pekerja migran sebagai aset yang harus dihandel Pemerintah, fokus kebijakan pemerintah dipusatkan pada daerah terutama kabupaten yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, dengan HLS yang rendah, populasi tinggi, di Jawa, dengan luas wilayah yang sempit.

This study aims to analyze the effect of welfare levels on the number of migrant workers in districts and cities in 2015-2019. From the variables measured in this study using the Random Effect Model (REM) regression, it was found that the variables that had a high level of elasticity were the number of Indonesian Migrant Workers (PMI) in the previous year, and the number of PMIs in the previous 2 years, as well as the area, and the number of migrant workers. population. The variables in this study include: the level of community welfare as measured by the level of poverty, education indicators and GRDP per capita with the control variables being population, area (land and sea), Java-outer Java, and districts/cities. From the conclusion of the study, the Government has at least 2 (two) policy options, first, if the Government views that sending migrant workers is a symbol of poverty/poor in the regencies/cities, then the government must carry out policies by focusing on poverty reduction programs in PMI enclaves through labor-intensive programs, increasing per capita GRDP and expected years of schooling, especially in districts that have a high population, especially in Java, and have a small area, and policies that the government will take at least start from the previous 2 years. Second, if the government sees the sending of migrant workers as an asset that must be handled by the government, there are several government on the regions, especially districts with high poverty rates, with the expectation of low years of schooling, high population, in Java, with a narrow area."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Wulandari
"Tesis ini akan menjawab pertanyaan tentang peraturan terkait perlindungan pekerja migran, khususnya peraturan tentang Layanan Terpadu Satu Pintu sebagai a bentuk perlindungan yang diberikan oleh UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Buruh Migran Indonesia. Metode penelitian adalah yuridis-empiris oleh menganalisis produk hukum terkait dengan layanan terpadu satu atap, kemudian menerapkan hukum dan praktik apakah telah memberikan akses ke layanan perlindungan bagi perempuan
sebagai pekerja migran di Desa Jambenenggang dan Barabali. Akses ke wanita pekerja migran dalam hal perlindungan sebelum bekerja bahkan belum terpenuhi meskipun mereka telah membentuk layanan terpadu satu atap yang bertujuan untuk memfasilitasi perempuan pekerja migran untuk mengelola pekerjaan di luar negeri mulai dari memperoleh kompetensi dan mengelola dokumen penempatan langsung di LTSA. Penerapan diperlukan aturan dalam melaksanakan layanan terpadu satu atap sesuai dengan UU No. 18 tahun 2017 yang memuat mekanisme penempatan, perlindungan dan pengawasan dalam menjalankan LTSA.

This thesis will answer questions about regulations relating to the protection of migrant workers, specifically the regulations on One Stop Integrated Services as a form of protection provided by Law No. 18 of 2017 concerning Protection Indonesian Migrant Workers. The research method is juridical-empirical by analyzing legal products related to one-stop integrated services, then applying the law and practice whether it has given access to protection services for women as a migrant worker in the villages of Jambenenggang and Barabali. Access to women migrant workers in terms of protection before work has not even been fulfilled even though they have established a one-stop integrated service that aims to facilitate women migrant workers to manage work abroad starting from gaining competence and managing direct placement documents at LTSA. Application required rules in carrying out one-stop integrated services in accordance with Law no. 18 of 2017 which contains the mechanism of placement, protection and supervision in carrying out LTSA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fila Kamilah
"Penelitian ini menganalisis pengaruh rezim buruh migran di Taiwan terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam mendorong kenaikan upah pekerja migran Indonesia (PMI) domestik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan studi literatur dan wawancara mendalam untuk memperoleh data empiris dari studi kasus yang diangkat. Berdasarkan Chia-Wen Lu (2011), konsep rezim buruh migran mengacu pada kontrol terhadap populasi pekerja migran yang memiliki karakteristik tidak sama di berbagai negara tujuan pekerja migran. Rezim buruh migran di Taiwan menurut Lu memiliki karakteristik tidak transparan dan mengisolasi pekerja migran domestik dari hak-hak politik mereka dalam memengaruhi kebijakan. Oleh karena itu, peranan pemerintah Indonesia menjadi penting dalam mengadvokasikan kepentingan PMI domestik di Taiwan. Mengingat kondisi PMI domestik di Taiwan bekerja dalam kondisi yang eksploitatif, ketika upah yang mereka terima relatif tidak setimpal dengan panjang dan intensitas jam kerja yang dijalani. Hasil penelitian ini mengonfirmasi bahwa karakteristik rezim buruh migran di Taiwan telah memengaruhi upaya pemerintah Indonesia dalam proses negosiasi kenaikan upah minimum bagi PMI domestik. Selain itu, penelitian ini menemukan faktor lain di luar kerangka analisis Lu (2011) yaitu bahwa meskipun pemerintah Indonesia memiliki bargaining power untuk mengusulkan kenaikan upah minimum PMI domestik kepada otoritas Taiwan, dalam prosesnya terdapat hambatan untuk mencapai kesepakatan dalam waktu singkat. Hal ini terkait dengan karakteristik rezim buruh migran di Taiwan yang lebih mengutamakan kepentingan atau kondisi pemberi kerja atau majikan ketimbang pada pekerja migran. Hal ini yang menyebabkan proses negosiasi kenaikan upah minimum antara pemerintah Indonesia dan otoritas Taiwan, memakan waktu cukup lama hingga mencapai kesepakatan resmi. Hasil proses resmi tersebut pun masih tergantung pada itikad baik pemberi kerja di Tawan untuk mematuhinya.

This research analyzes the influence of the labour migrant regime in Taiwan on the Indonesian government’s efforts to enforce a wage increase for Indonesian domestic migrant workers. This research uses a qualitative method by conducting literature studies and in-depth interviews to obtain empirical data. According to Chia-Wen Lu (2011), the labour migrant regime is the state’s control over the migrant worker population. Hence, each country has its own characteristic of control. For instance, the characteristics of the labour migrant regime in Taiwan are non-transparency and isolates domestic migrant workers from their political rights to influence a policy-making process. Due to the exploitative conditions, when the wage received is not worth the working hours they took. Therefore, the role of the Indonesian government is essential to advocate the needs of Indonesian domestic migrant workers in Taiwan. The findings in this study confirm the characteristics of the labour migrant regime in Taiwan affect the Indonesian government’s effort to increase the minimum wage of Indonesian migrant domestic workers. In addition, this study found other factors aside from Lu’s analytical framework. It discovered the characteristics of the labour migrant regime in Taiwan prioritize the interests of employers. Therefore, although the Indonesian government has the bargaining power to propose an increase in the minimum wage, there are obstacles to reaching an agreement immediately. This is related to the characteristics of the labour migrant regime in Taiwan, which prioritizes the interests or conditions of employers or employers instead of migrant workers. This characteristic caused the negotiation process for the minimum wage increase between the Indonesian government and the Taiwanese authorities to take a long time to reach an official agreement. The results of the official process also depend on the goodwill of employers in Taiwan to comply."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istianah
"Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Indramayu dan Kota Hongkong, bekerjasama dengan organisasi yang berfokus pada perlindungan pekerja migran yaitu Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Pendekatan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 19 orang terdiri dari 14 orang informan utama yaitu PMI Perempuan dan 5 informan pendukung yaitu perwakilan dari SBMI, P3MI, dan Lembaga Christian Action. Informan kunci pada penelitian ini diantaranya 2 orang PMI Perempuan Pra Penempatan, 5 Orang PMI Perempuan Masa Penempatan, dan 7 orang PMI Perempuan Purna Penempatan. Semua PMI perempuan dalam penelitian ini memiliki karakteristik dan permasalahan berbeda satu sama lainnya. Penelitian ini menggambarkan bagaimana mekanisme perlindungan sosial bagi PMI Perempuan baik di level mikro, meso, dan makro. Penelitian ini juga melihat adanya dinamika sistem perlindungan sosial bagi PMI Perempuan di ketiga level tersebut terutama celah ketidakcukupan cakupan perlindungan sosial di level makro dan meso. Di level mikro, skema perlindungan sosial merupakan skema informal yang mengedepankan asas gotong royong yang berfungsi untuk menutupi celah katidakcukupan cakupan perlindungan sosial di level makro-mesol. Ketika PMI Perempuan bersentuhan dengan mekanisme perlindungan sosial dan dinamika sistem perlindungan sosial di level mikro, meso, dan makro, maka mereka bisa memaknai perlindungan sosial tersebut sesuai dengan pengalaman masing-masing.

This study conducted in Indramayu Regency and Hongkong City in partnership with an organisation which focused to the protection againts migrant workers rights known as Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). This study uses qualitative descriptive approach. The number of informants of this study are 19 persons comprise 14 key informants are women migrant workers and 5 supporting informants are the represetative from SBMI, P3MI, and Christian Action respectively. Key informants are included among others 2 person of pre-placement women migrant workers, 5 persons woman migrant workers, and 7 persons post-placement woman migrant workers. All these women migrant workers have their own characteristic and have its problem differently. This study describe the social protection mechanism for Indonesian Women Migrant Workers (hereinafter referred as IWMW) at the micro, mezzo, and macro level. It also highlights the dynamic social protection system at all levels in particular the gap caused by the insufficient social protection coverage at the macro and mezzo level. The social protection scheme on micro level is informal scheme upholds the mutual cooperation principle to fill this gap. The IWMW could define the social protection based upon their respective experience the moment they come in contact with the social protection mechanism and dynamic system at the micro, mezzo, and macro level."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munarni Aswindo
"Problematika kerentanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak hanya bersinggungan dengan aspek ekonomi, tetapi juga pilar bagi stabilitas politik, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan nasional. Penulisan ini bertujuan menganalisis upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh Komunitas Relawan Pekerja Migran Indonesia (KAWAN-PMI) di Desa Lontar sebagai salah satu kantung PMI, sekaligus dampaknya bagi ketahanan PMI. Data diperoleh melalui studi literatur, wawancara, Diskusi Kelompok Terfokus (FGD), dan dokumentasi yang kemudian dianalisis secara deskriptif-analitis. Dalam mengkaji upaya pemberdayaan, studi ini menggunakan teori Pemberdayaan Masyarakat yang terdiri dari aspek enabling, empowering, dan protecting, sedangkan ketahanan PMI dianalisis mengunakan konsep faktor resiko dan faktor protektif dari Saleebey dan teori ketahanan sosial/komunitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pemberdayaan oleh KAWAN-PMI mendukung ketahanan PMI, baik dari sisi sumber daya individu maupun sosial dalam menghadapi resiko ekonomi, resiko rumah tangga, dan resiko bekerja di luar negeri. Dari sisi ketahanan sosial, kehadiran KAWAN-PMI dengan sejumlah kegiatan pemberdayaan yang diberikan turut mendukung kemampuan komunitas PMI dalam menghadapi sejumlah faktor resiko yang ada baik dari sisi kapasitas mengatasi, kapasitas adaptif, maupun transformative. Dengan demikian. Pemberdayaan oleh KAWAN-PMI terhadap Komunitas PMI Desa Lontar telah mampu menciptakan keberdayaan yang tidak hanya mendukung ketahanan PMI secara individual namun juga sosial. Adapun faktor pendukung dalam upaya pemberdayaan mencakup: 1) Pemerintah Desa yang pro-aktif; dan 2) Dukungan pembinaan dan pendampingan dari UPT BP2MI Serang. Adapun faktor penghambat pemberdayaan KAWAN-PMI seperti: 1) Kendala kebijakan pemerintah pusat, 2) dukungan anggaran dan SDM yang masih minim bagi KAWAN-PMI, dan 3) minimnya akses permodalan terhadap komunitas PMI.

The vulnerability of Indonesian Migrant Workers (IMW) not only interacts with economic aspects, but also political stability, socio-culture, as well as national defense and security. This paper aims to analyze the empowerment efforts carried out by the Indonesian Migrant Worker Volunteer Community (KAWAN-PMI) in Lontar Village, Indonesia which is one of the largest suppliers of foreign workers, as well as its impact on IMW resilience. Data was obtained through literature study, interviews, Focus Group Discussions (FGD) and documentation which were then analyzed. The review using Community Empowerment theory which consists of enabling, empowering, and protection aspects to the foreign workers and families, while PMI resilience is analyzed using the concepts of risk factors and protective factors by Saleebey and social/community resilience theory. The results of the analysis show that Empowerment by KAWAN-PMI supports, both individual and social resources resilience in facing economic risks, household risks, and the risks of working abroad. In terms of social resilience, the presence of KAWAN-PMI with several empowerment activities provided, also supports the ability of the PMI community dealing with several existing risk factors, in terms of coping capacity, adaptive capacity, and transformative. Thus, Empowerment by KAWAN-PMI towards the PMI Community in Lontar Village has been able to create empowerment that not only supports IMW's resilience individually but also socially. The supporting factors in empowerment efforts include: 1) Pro-active Village Government; and 2) Guidance and mentoring support from UPT BP2MI Serang. However, this empowerment is not free from several inhibiting factors such as: 1) Central government policy constraints, 2) budget and human resource support that is still minimal for KAWAN-PMI, and 3) lack of access to capital for the IMW community."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Syahran P.
"Beberapa studi menunjukkan bahwa membengkaknya pekerja sektor informal yang terjadi di daerah perkotaan disebabkan terbatasnya daya serap sektor formal. Meningkatnya jumlah angkatan kerja di kota, diantaranya dikarenakan oleh arus migrasi dari desa. Kelompok pendatang (migran) yang tidak dapat tertampung di sektor formal, alternatif pilihan yang paling tepat adalah menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dengan cara memasuki pekerjaan di sektor informal.
Tesis ini mencoba menganalisis apakah probabilitas maupun resiko dalam memasuki pekerjaan di sektor informal ditentukan oleh status migrannya atau lebih ditentukan oleh variabel sosial demografinya seperti umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal kota-desa, tempat tinggal botabek-lainnya, status kawin dan jenis kelamin dengan menggunakan data sensus penduduk 1990. Studi dilakukan untuk Propinsi Jawa Barat, karena kedekatannya dengan pusat pemerintahan sehingga pembangunannya berkembang lebih pesat dan sekaligus merupakan propinsi yang banyak dituju migran.
Kriteria migran yang digunakan adalah migran berdasarkan propinsi tempat lahir (life time migrant). Disamping itu variabel kontekstual yang ikut dianalisis adalah PDRB perkapita dan angka pengangguran dari migran dan non migran yang bersangkutan berdomisili. Metode analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis inferensial dengan menggunakan model regresi logistik berganda.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status migran dengan pekerjaan sektor informal. Selanjutnya hasil analisis status migran menurut masing-masing variabel sosial demografi dan variabel kontekstual seperti disebutkan di atas menunjukkan bahwa secara statistik ada pengaruh yang signifikan dalam memasuki pekerjaan sektor informal. Jika analisis deskriptif dihubungkan dengan temuan inferensial untuk menghitung besarnya proporsi migran dan non migran menurut variabel yang diperhatikan, ternyata hasilnya menunjukkan pola yang sama dan konsisten. Hal ini disebabkan regresi logistik berganda yang dipakai adalah model terlengkap."
2000
T7123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tegar Bimantoro
"Data menunjukan setidaknya ada sekitar 113 ribu warga negara indonesia yang kerja sebagai tenaga kerja migran. Berbagai alasan menjadi landasan validasi tenaga kerja indonesia untuk memberanikan diri bekerja di luas negeri, salah satunya adalah himpitan ekonomi. Kendati demikian, ada banyak sekali ancaman yang mengintai pekerja migran di ranah global, salah satunya adalah aksi radikalisme dan terorisme yang menjadi bahaya laten. Rekrutmen terorisme menjadi kesempatan terbaik untuk menyusupi paham-paham radikal kepada pekerja migran, dengan segenap cara dan taktik silat lidah kelompok teroris mampu menggaet anggota baru. Tidak sedikit pekerja migran yang terjerumus dan mengikuti praktik terorisme. Tulisan berusaha untuk mengulik cerita dan pengalaman pekerja migran yang telah terjerumus dalam aksi tindakan terorisme dengan melakukan wawancara kepada para narasumber. Tulisan ini berusaha untuk mengupas bagaimana rawannya posisi pekerja migran terhadap paparan radikalisme dan terorisme berdasarkan sudut pandang studi kriminologi

Data shows that there are at least 113 thousand Indonesian citizens who work as migrant workers. Various reasons have become the basis for validating Indonesian workers to dare to work across the country, one of which is the economic demands. Nevertheless, there are many threats that lurk migrant workers in the global sphere, one of which is acts of radicalism and terrorism which are latent dangers. Recruitment of terrorism is the best opportunity to infiltrate radical ideas into migrant workers, with all the means and tactics of the tongues of terrorist groups to attract new members. Not a few migrant workers fall into and follow the practice of terrorism. This paper attempts to explore the stories and experiences of migrant workers who have fallen into acts of theorizing by conducting interviews with informants. This paper attempts to explore how vulnerable the position of migrant workers is to exposure to radicalism and terrorism from the point of view of criminology studies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>