Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Al Muhammad
"Dewasa ini pemerintah Indonesia telah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 Tentang Kekayaan Intelektual Komunal yang merupakan perangkat hukum pelindungan Ekspresi Budaya Tradisional. Adanya keterkaitan erat antara pelindungan Ekspresi Budaya Tradisional dengan rezim pemajuan kebudayaan mengakibatkan perlunya perhatian lebih atas sinkronasi norma-norma hukum yang dimuat dalam masing-masing peraturan perundang-undangan. Ketidakselarasan norma dalam sistem hukum kekayaan intelektual dan sistem hukum pemajuan kebudayaan terkait pelindungan Ekspresi Budaya Tradisional, implikasi ketidakselarasan, dan upaya yang dapat dilakukan atas ketidakselarasan merupakan hal akan dibahas di dalam skripsi ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan fokus penelitian menganalisis taraf sinkronasi horizontal peraturan perundang-undangan. Dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat ketidakselarasan dalam norma inventarisasi dan pemanfaatan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 dengan Undang Undang Pemajuan Kebudayaan serta peraturan perlaksananya. Dalam ketentuan inventarisasi, ketidakselarasan terjadi pada norma yang mengatur keterlibatan subjek-subjek untuk melakukan inventarisasi atas Ekspresi Budaya Tradisional. Sedangkan ketidakselarasan norma dalam ketentuan pemanfaatan, terletak pada subjek yang terikat dalam perizinan, subjek yang berwenang mengeluarkan perizinan, dan pedoman terkait mekanisme dan tatacara pemberian perizinan maupun pembagian manfaat. Apabila ditinjau melalui asas kepastian hukum, maka ketidakselarasan norma yang terjadi berdampak pada ketidakjelasan, keraguan, kontradiktif, dan ketidakdapatlaksanaan peraturan perundang-undangan. Untuk mengurangi dampak yang terjadi, pemerintah sepatutnya melakukan pengkajian ulang terhadap tiap-tiap regulasi hukum yang memberikan pelindungan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional. Selain itu, mengingat keterlibat seluruh lapisan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelindungan Ekspresi Budaya tradisional, sudah sepatutnya pemerintah mengikutsertakan pihak-pihak tersebut dalam upaya pelindungan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional melalui salah satu mekanisme yaitu Triple Helix Collaboration.

The Indonesian government has recently enacted Government Regulation Number 56 of 2022 concerning Communal Intellectual Property, which serves as a legal framework for the protection of Traditional Cultural Expressions. The close relationship between the protection of Traditional Cultural Expressions and the cultural advancement regime necessitates increased attention to the synchronization of legal norms contained in each legislation. Discrepancies of Norms between the Intellectual Property Law System and the Cultural Advancement Law System Regarding the Protection of Traditional Cultural Expressions, its implications, and possible efforts to address such inconsistency are the subjects to be discussed in this thesis. The research methodology employed in this study is juridical-normative, with a research focus on analyzing the level of horizontal synchronization of legislative regulations. From this research, it can be concluded that there is discrepancies of Norms within the provisions of inventory and utilization stated in Government Regulation Number 56 of 2022, as well as the Cultural Advancement Act and its implementing regulations. In the inventory provisions, discrepancies occurs in the norms governing the involvement of subjects in inventorying Traditional Cultural Expressions. As for the utilization provisions, disharmony arises in the subjects bound by licensing, the authorities responsible for issuing licenses, and the guidelines related to licensing procedures and benefit distribution. When examined through the principle of legal certainty, the discrepancies of norms that occurs leads to ambiguity, doubt, contradictions, and the non-implementation of legislative regulations. To mitigate the resulting impacts, the government should conduct a reassessment of each legal regulation that provides protection for Traditional Cultural Expressions. Furthermore, considering the involvement of all layers of society is crucial to the success of protecting traditional cultural expressions, it is appropriate for the government to involve these parties in the efforts to protect Traditional Cultural Expressions through mechanisms such as Triple Helix Collaboration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Ery Pradipta
"Penelitian ini membahas mengenai pembentukan database sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (SDGPT), penunjukan pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database yang saat ini masih tersebar, serta proses pelaksanaan integrasi dan validasi database SDGPT. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa: pertama, terdapat pendapat atau wacana yang berkembang mengenai pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database SDGPT, yaitu: bentuk konsorsium, membentuk lembaga/instansi baru, dan mengoptimalkan instansi yang sudah ada. Namun, permasalahan utama yang timbul dari penunjukan pihak/instansi tersebut adalah pendanaan. Kedua, data SDGPT sering disampaikan dalam bentuk yang ringkas dan tidak disertakan data lengkap atau data pendukung dari lapangan. Hal ini berarti bahwa temuan data SDGPT tersebut, banyak yang belum divalidasi. Oleh sebab itu, proses validasi data SDGPT yang berada di database-database saat ini perlu dilakukan validasi oleh pihak yang berkompeten secara obyektif. Mengingat banyaknya database terkait SDGPT yang tersebar di berbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi, maka konsep berbagi pengetahuan melalui suatu sistem manajemen pengetahuan (knowledge management system/KMS) bisa dijadikan salah satu cara untuk dapat melakukan integrasi database SDGPT yang saat ini masih tersebar.

This research discusses the establishment of genetic resources and traditional knowledge (GRTK) database, the appointment/agencies that will carry out the integration of databases that are still scattered, and the implementation process of GRTK database integration and validation. From the results of this study concluded that: first, there is a growing opinion or discourse about the party/agency will conduct GRTK database integration, namely: form a consortium, formed new institution, and optimize existing agencies. However, the main issues arising from the designation of parties/agencies are funding. Secondly, GRTK data is often presented in the form of concise and do not include complete data or supporting data from the field. This means that the GRTK data findings, many of which have not been validated. Therefore, the GRTK validation data process residing in databases today is necessary to validation by the competent authorities objectively. Considering the number of databases related GRTK scattered in various research and development institutions and universities, the concept of knowledge sharing through a knowledge management system/KMS could be one way to be able to perform database integration GRTK which is still scattered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Nafik
"ABSTRAK
Otomasi administrasi hak kekayaan intelektual telah dimulai sejak tahun 1990 dengan adanya pembuatan rencana induk sistem informasi manajemen hak cipta, paten, dan merek. Berdasarkan rencana induk tersebut, otomasi dimulai dengan studi kelayakan pengembangan sistem administrasi paten, sistem administrasi merek, dan sistem administrasi hak cipta.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi efektivitas dari otomasi administrasi hak kekayaan intelektual. Lebih lanjut persepsi efektifitas yang dianaiisis termasuk distnbusi dan frekuensinya terhadap otomasi yang telah dibangun dengan mengumpulkan data responden dari internal Ditlen HKI rnelalui pengambilan sampel secara purposif
Hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tingkat persepsi efektifitas otomasi administrasi DitJen HKI berdasarkan siklus pengembangan sistem dari yang tertinggi sampai terendah adalah dimensi investigasi sistem (mean score = -1,300), dimensi desain sistem (mean score = -1,380), dimensi analisis sistem (mean score = -1,513), dimensi pemeliharaan sistem (mean score = -1,670), dan climensi implementasi sisteni (mean score = -1,951) secara berturutturut. Dimensi implementasi sistem yang memiliki mean score terendah terutama terletak pada variabel pengembangan perangkat lunak dengan indikator pengembangan aplikasi perangkat lunak (mean score = -1,990), pelaksanaan evaluasi setiap modul aplikasi perangkat lunak (mean score = -1,058), dan pelaksanaan validasi data (mean score = -2,000).
Dari analisis distribusi dan frekuensi diperoleh rata-rata persentase persepsi efektifitas otomasi adalah sekitar 21% responden menyatakan baik dan sekitar 79% responden menyatakan tidak baik. Dari rata-rata persepsi efektifitas tersebut lebih jauh diketahui bahwa untuk pengembangan aplikasi perangkat lunak hanya sekitar 8% responden menyatakan baik sedangkan sisanya menyatakan tidak baik.

ABSTRACT
Intellectual property administration automation was started since 1990 with the established of the master plan (blue print) management information system of copyrights, patent, and trademark. According to the master plan, automation was started with feasibility study in the system development of patent administration, trademark administration, and copyrights administration.
Focus of this study is the analysis of effectivities perception of intellectual property administration automation_ Further, the effectivities perception were analyzed included its distribution and frequency to the automation that have established, which is by collecting the answering from internal Directorate General of Intellectual Property via questionnaire with purposive sampling.
The study result are disclosed that the level of effectivities perception of intellectual property administration automation in the Directorate General of Intellectual Property based on the system development cycle as follows: system investigation have mean score -1,300 is the most effective, in addition system design (mean score= -1,380), system analysis (mean score = -1,513), system maintenance .(mean score = -1,670), and system implementation (mean score = -1,951), respectively. System implementation is the Iowest effectivities, particularly in the variable indicator of the software application development (mean score = -1,990), evaluation of each software application module (mean score = -1,058), and data validation (mean score = -2,000).
The result of distribution and frequency analysis are average presentation of effectivities perception of automation about 21% respondent give good respond (positive) and around 79% respondent give negative respond. In the system implementation, software application development is the lowest effectivities perception that is only 8% respondent give positive respond and others are give negative respond.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[The Republic of Indonesia which consists of various ethnic and culture for certain possesses various priceless cultural heritages. The protection to cultural products which can be considered as traditional cultural expression have become an urgent issue for Indonesia because of the threats in the form of exploitation to the traditional cultural expression products that emerged along with the development of technology and information.
Ulos as a textile product which is preserved by the Batak society is a form of traditional cultural expression which is possessed and need to be protected by Indonesia. In the development of providing protection to the traditional cultural expressions through Intellectual property legal framework, Indonesia incorporated the protection of the traditional cultural expression to the Copyright legal framework which previously regulated by the law no 19 of 2002.
In 2014 the Indonesian government enacted law no 28 concerning Copyright which intended to complete the provisions which was missing and have yet to be regulated in the previous law, and included in the new law is the provisions on protection of the cultural value and the manufacturer of traditional cultural expression product., Negara Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya tentu memiliki ragam kekayaan budaya yang tidak ternilai harganya. Perlindungan terhadap karya budaya yang merupakan ekspresi budaya traditional telah menjadi isu yang mendesak bagi Indonesia karena seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, ancaman dalam bentuk eksploitasi terhadap produk produk ekspresi budaya tradisional semakin bermunculan.
Ulos sebagai kerajinan tekstil yang dilestarikan oleh masyarakat Batak adalah salah satu ekspresi budaya tradisional yang dimiliki oleh Indonesia yang harus dilindungi. Dalam perkembangan pemberian perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional melalui Hak Kekayaan Intelektual sebagai rezim hukum yang berkembang pesat, Indonesia mengakomodir perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional melalui rezim Hak Cipta yang pada sebelumnya diatur pada Undang Undang no 19 tahun 2002.
Pemerintah Indonesia pada tahun 2014 mengesahkan undang undang no 28 tentang hak cipta untuk melengkapi peraturan peraturan yang belum diatur didalam Undang Undang sebelumnya, dan termasuk didalamnya adalah peraturan tentang perlindungan terhadap nilai budaya dan pengrajin produk Ekspresi Budaya Tradisional.]"
Universitas Indonesia, 2014
S57963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Posma Obed Andreas
"Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan konsep yang mengatur tentang pemberian dan perlindungan hak kepada seseorang atas karya yang diciptakannya, di mana HKI terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Berkaitan dengan hak ekonomi tersebut, pemegang HKI dapat memanfaatkan haknya untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Akan tetapi saat ini, setidaknya terdapat 2 (dua) kendala yang dihadapi pemegang HKI untuk dapat memanfaatkan hak yang dimilikinya tersebut. Kendala yang pertama adalah tidak adanya acuan dalam melakukan valuasi nilai HKI. Sedangkan, kendala kedua yang dihadapi pemegang HKI adalah tidak adanya wadah yang memfasilitasi pemegang HKI untuk menawarkan haknya guna mendapatkan keuntungan ekonomi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Penelitian ini menggunakan Teori Perlindungan Hukum dan Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya bursa HKI dapat menjadi solusi, baik terhadap permasalahan valuasi nilai HKI maupun sebagai fasilitas bagi pemegang HKI dan peminatnya untuk bertemu. Untuk dapat mewujudkan bursa HKI di Indonesia, maka diperlukan suatu skema peraturan yang sistematis dan terukur. Sehingga bursa HKI yang tercipta dapat berjalan dengan maksimal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menyarankan bentuk peraturan yang mengatur tentang bursa HKI dapat berupa Peraturan Pemerintah (PP). Dalam PP tersebut, dapat diatur mengenai frasa-frasa yang akan dipergunakan di dalam bursa HKI, tata cara pembentukan bursa HKI, mekanisme perdagangan, bentuk pengawasan transaksi bursa HKI serta pemberian sanksi terhadap peraturan tersebut.

Intellectual Property Rights (IPR) is a concept that regulates the granting and protection of rights to someone for the work he created, in which IPR consists of moral rights and economic rights. In connection with these economic rights, IPR holders can use their rights to benefit economically. However, at present, there are at least 2 (two) obstacles faced by IPR holders to be able to take advantage of the rights they have. The first obstacle is the lack of reference in valuing IPR values. Meanwhile, the second obstacle faced by IPR holders is the absence of a container that facilitates IPR holders to offer their rights to obtain economic benefits. To answer this problem, this study uses normative juridical methods, namely by examining library materials which are secondary data. This study uses the Theory of Legal Protection and Theory of Formation of Legislation. The results of this study are the formation of IPR exchanges can be a solution, both to the problem of valuation of IPR values ​​and as a facility for IPR holders and interested people to meet. To be able to realize the IPR exchange in Indonesia, a systematic and measurable regulatory scheme is needed. So that the IPR exchanges created can run optimally. Therefore, in this study the authors suggest the form of regulations governing IPR exchanges can be in the form of Government Regulations (PP). In this PP, it can be regulated regarding the phrases to be used in the IPR exchange, the procedures for the establishment of IPR exchanges, trade mechanisms, forms of supervision of IPR exchange transactions and sanctions against the regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eastaway, Nigel
London: Sweet & Maxwell, 2008
346.048 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Caenegem, William van
[Place of publication not identified]: Bond University Law School, 1994
346.04 CAE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cita Citrawinda Priapantja
Jakarta: [publisher not identified], 2000
346.048 CIT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bainbridge, David I.
London: Financial Times Management, 1999
346.048 BAI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syarief
"ABSTRAK
Begitu luasnya cakupan Hak Kekayaan Intelektual, namun dalam praktik pengadministrasian atau yang lebih dikenal dengan pelayanan Hak Kekayaan Intelektual belum mampu menunjukkan kecepatan, efektivitas serta keresponsifan. Dengan diberlakukannya sistem Industrial Property Automation Systemyang intinya mengakomodasikan pengadministrasian sistem Hak Kekayaan Intelektualsecara komprehensif, diharapkan pelayanan permohonan merek dapat meningkatkan kinerjanya sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pemohon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan sistem hak kekayaan intelektual khususnya di bidang merek menurut teori Servqual dan menganalisa strategi peningkatan pelayanan dalam menunjang sistem hak kekayaan intelektual khususunya dibidang merek. Landasan teori yang dipergunakan untuk menganalisa kualitas pelayanan dengan menggunakan teori Servqual yang terdiri dari 5 (lima) dimensi yaitu : Tangible, reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy. Selain itu juga menggunakan teori Framework 7’S McKinsey yang terdiri dari strategy, structure, system, style, staff, skill, share value. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yang dilaukan dalam penelitian ini adalah mix method. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey terhadap 130 pendaftar merek yang diambil secara acak dengan menggunakan teknik accidental sampling dan wawancara dengan informan yang terkait seperti pejabat dan pegawai Direktorat Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi reliability dengan indikator ketepatan waktu penyelesaian permohonan merek, menjadi titik krusial dan perlu penanganan secara serius tanpa mengkesampingkan dimensi-dimensi lainnya.Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan teori Framework 7’S McKinsey, kendala pada aspek System dan Staff harus lebih diperhatikan. Hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran merek di masa yang akan datang.

ABSTRACT
The breadth of the scope of intellectual property rights, but in practice the administration or better known as the Intellectual Property services have not been able to demonstrate the speed, effectiveness and responsiveness. With the enactment of Industrial Property Automation System system to accommodate the administration of intellectual property rights system in a comprehensive, trademark application services can be expected to improve their performance so as to give satisfaction to the applicant. This research aims to determine the quality of the system of intellectual property rights, especially in the field of brand and analyze theory Servqual service improvement strategy to support the intellectual property rights system in particular in the field of brandThe theory used to analyse the quality of service using Servqual theory consisting of five dimensions: Tangible, reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy. It also uses the theory Framework 7 's McKinsey of strategy, structure, systems, style, staff, skills, share value. This research is a descriptive study that take place approach in this study is the method mix. The method used was a survey method to 130 registrants brands drawn at random by using accidental sampling techniques and interviews with relevant informants such officers and employees of the Directorate of Intellectual Property Rights. Based on the results of the research show that the dimension of reliability and timeliness of completion indicator for the brand, to be the crucial point and need to be handled seriously regardless of other dimensions. Based on the results of research using the theory Framework 7 's McKinsey, constraints on the System and Staff should be more aware of. The results of this study would be used as one input to the Directorate General of Intellectual Property Rights in an effort to improve the quality trademark registration services in the future."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>