Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168359 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fathul Gani Santoso
"Latar belakang: Pandemi COVID-19 menyebabkan anak tetap tinggal di rumah untuk menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hal ini dapat berdampak kepada peningkatan paparan screen time anak yang melebihi anjuran. Lebih lanjut hal ini dapat berpotensi terjadinya gangguan tidur. Pada anak dengan thalassemia, yang memiliki beberapa penyulit, dapat semakin meningkatkan risiko gangguan tidur tersebut sehingga akan berdampak terhadap tumbuh kembang anak. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan instrumen Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) versi Bahasa Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling pada orang tua pasien thalassemia yang berada di Poli Hematologi dan Ruang Transfusi RSCM Kiara. Hasil: Dari 93 data yang diperoleh, sebanyak 85 data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian dianalisis. Subjek didominasi oleh kelompok usia sekolah dengan rentang usia 6-15 tahun (51,2%) dan berjenis kelamin laki-laki (57,6%). Sebanyak 57 dari 85 subjek memiliki tingkat screen time yang tinggi. Dengan menggunakan kuesioner SDSC didapatkan juga 50 dari 85 subjek mengalami gangguan tidur dengan hiperhidrosis saat tidur menjadi faktor gangguan tidur terbanyak (26%). Terdapat hubungan bermakna antara screen time dan gangguan tidur (p=0,01). Pasien anak thalassemia dengan screen time tinggi (lebih dari 120 menit) memiliki peluang untuk mengalami gangguan tidur 3,35 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien thalassemia yang tidak memiliki screen time tinggi (OR = 3,35 dan CI 95% = 1,31-8,59). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara screen time dan gangguan tidur pada pasien thalassemia sehingga perlu dilakukan edukasi dan pembatasan screen time.

Introduction: The COVID-19 pandemic has caused children to stay at home and undergo distance learning. This situation can have an impact on increasing exposure to child screen time exceeding the recommendation. Furthermore, it can potentially lead to sleep disturbances. Especially for children with thalassemia, having complications, be able to increase the risk of these sleep disturbances that will increasingly impact the child's development. Method: This study used a cross-sectional design using instruments Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) Indonesian version. Subject selection is done by consecutive sampling in parents of thalassemia patients in the Hematology Poly and Transfusion Room of RSCM Kiara. Result: Of the 93 data obtained, 85 data met the inclusion and exclusion criteria which were then analyzed. Subjects were dominated by the school age group with an age range of 6-15 years (51.2%) and were male (57.6%). As many as 57 out of 85 subjects have level screen time tall one. Using the SDSC questionnaire, it was also found that 50 out of 85 subjects experienced sleep disturbances with hyperhidrosis during sleep being the most common sleep disturbance factor (26%). There was a significant relationship between screen time and sleep disturbance (p=0.01). Thalassemia pediatric patients with high screen time (more than 120 minutes) had a 3.35 times higher chance of experiencing sleep disturbances compared to thalassemia patients who did not have high screen time (OR = 3.35 and 95% CI = 1.31- 8,59). Conclusion: In conclusion, this study recommends education and screen time restriction be needed for children with thalassemia to reduce the chance of sleep disturbances."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Siti Zahra
"Latar belakang: Hemofilia merupakan penyakit kronis yang dapat memengaruhi aspek psikososial penderitanya. Gangguan psikososial yang mungkin dialami adalah gangguan tidur serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menilai gangguan tidur, gangguan emosi dan perilaku, dan hubungan keduanya pada pasien anak dengan Hemofilia.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien anak dengan hemofilia di poli hematologi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari November 2022-Januari 2023. Penilaian gangguan tidur dilakukan melalui kuesioner the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) berbahasa Indonesia. sedangkan gangguan emosi dan perilaku dinilai berdasarkan kuesioner Pediatric Symptom Checklist-17 (PSC-17) berbahasa Indonesia, Analisis hubungan antara keduanya dinilai melalui uji Fisher.
Hasil: Terdapat 43 pasien anak laki-laki dengan hemofilia dalam periode penelitian. Gangguan tidur terdapat pada 19/43 (44,2%). Gangguan emosi dan perilaku terdapat 5/43 (11,6%). Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi perilaku menunjukkan nilai p sebesar 0,387 (Hasil uji Fisher).
Kesimpulan: Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi dan perilaku pada pasien anak dengan hemofilia tidak dapat disimpulkan.

Introduction: Hemophilia is a chronic disease that can affect the psychosocial aspects of sufferers. Psychosocial disorders that may be experienced are sleep disturbances and so emotional and behavioral disorders. This study aims to assess sleep disturbances, emotional and behavioral disorders, and the relationship between the two in pediatric patients with Hemophilia.
Method: This cross-sectional study involved pediatric patients with hemophilia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Assessment of sleep disturbances was carried out through the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire, while emotional and behavioral disorders were assessed using the Pediatric Symptom Checklist-17 questionnaire (PSC-17). Those questionnaires had already validated in Indonesian. The analysis of the relationship between the two was assessed through Fisher's test.
Result: There were 43 male pediatric patients with hemophilia in this study. It showed that 19/43 (44.2%) of pediatric patients with hemophilia experienced sleep disturbances. In addition, there were 5/43 (11.6%) of patients who had emotional and behavioral disorders. Fisher's test results showed p value=0.387.
Conclusion: Thus, the relationship between sleep disturbances and emotional and behavioral disturbances in pediatric patients with hemophilia can not be concluded.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifaurrahma Hanif
"Latar belakang: Pandemi Covid-19 menyebabkan terbentuknya beberapa kebijakan oleh pemerintah guna mencegah penyebaran penyakit. Kebijakan yang dibuat berupa PSBB (pembatasan sosial berskala besar). PSBB ini menyebabkan semua aktivitas yang tidak mendesak dilakukan dari rumah termasuk sekolah. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan kebiasaan terhadap anak-anak usia sekolah dasar. Perubahan kebiasaan tersebut berupa peningkatan penggunaan internet dan juga perubahan pola tidur. Orang tua yang memiliki anak usia sekolah dasar mengeluhkan bahwa sang anak menngalami penurunan kualitas tidur. Penurunan kualitas tidur dapat menjadi indikasi mengalami gangguan tidur yang kadang tidak disadari oleh sang anak dan orang tuanya. Gangguan tidur dapat berdampak kepada emosi, proses tumbuh kembang dan kognitifnya. Oleh karena itu, perlu diketahuinya hubungan aspek sosiodemografi terhadap gangguan tidur pada anak di sebelum dan selama pandemi Covid-19
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder dari projek SEANUTS II yang diambil dari anak usia 6-12 tahun di 22 Kabupaten/Kota di Indonesia. Jenis studi yang digunakan adalah before and after studies dengan uji yang digunakan adalah uji Chi-square, Uji normalitas, uji Kruskall-Wallis dan uji Mc-Nemar)
Hasil: Prevalensi gangguan tidur pada periode sebelum pandemi sebesar 41.82%, sedangkan prevalensi gangguan tidur saat pandemi mengalami penurunan dibanding sebelum pandemi menjadi 40.19%. Akan tetapi, hubungan antara gangguan tidur dengan pandemi Covid-19 tidak memiliki hubungan yang bermakna (p>0.05) Terjadinya peningkatan prevalensi gangguan tidur pada domain sleep-wake transisiton disorders dan diorders of excessive sonolence pada periode saat pandemi dibanding sebelum pandemi. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan usia dengan gangguan tidur baik sebelum pandemi dan saat pandemi (p > 0.05). Akan tetapi, pada variabel area tempat tinggal periode sebelum pandemi memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan tidur (p < 0.05), sedangkan area tempat tinggal pada periode pandemi tidak memiliki hubungan yang siginifikan dengan gangguan tidur.
Kesimpulan: Terjadinya penurunan prevalensi gangguan tidur pada pandemi dibanding sebelum pandemi. Tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara usia dan jenis kelamin dengan gangguan tidur baik periode sebelum dan selama pandemi, sedangkan aspek area tempat tinggal memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan tidur hanya pada periode sebelum pandemi.

Abstrak Berbahasa Inggris:
Introduction: The Covid-19 pandemic has led to the formation of several policies by the government to prevent the spread of the disease. The policy made is in the form of PSBB (large-scale social restrictions). This PSBB causes all non-urgent activities to be carried out from home, including school. This causes a change in the habits of elementary school-age children. Changes in these habits are in the form of increased use of the internet and also changes in sleep patterns. Parents who have elementary school-aged children complain that their children experience a decrease in sleep quality. Decreased sleep quality can be an indication of having a sleep disorder that is sometimes not realized by the child and his parents. Sleep disturbances can have an impact on emotions, growth, and cognitive processes. Therefore, it is necessary to know the relationship between sociodemographic aspects to sleep disorders in children before and during the Covid-19 pandemic.
Method: This study used secondary data from the SEANUTS II project taken from children aged 6-12 years in 22 districts/cities in Indonesia. The type of study used is before and after studies with the tests used are the Chi-square test, normality test, Kruskal-Wallis test, and Mc-Nemar test)
Result: The prevalence of sleep disorders before the pandemic period was 41.82%, while the prevalence of sleep disorders during the pandemic was 41.82%. the pandemic has decreased compared to before the pandemic to 40.19%. However, the relationship between sleep disturbances and the Covid-19 pandemic was not significant (p>0.05). There was an increase in the prevalence of sleep disorders in the domain of sleep-wake transition disorders and orders of excessive somnolence during the pandemic period compared to before the pandemic. There was no significant relationship between sex and age with sleep disturbances before and during the pandemic (p > 0.05). However, the area of ​​residence in the pre-pandemic period had a significant relationship with sleep disturbances (p < 0.05), while the area of ​​residence during the pandemic period did not have a significant relationship with sleep disturbances.
Conclusion: There was a decrease in the prevalence of sleep disorders during the pandemic compared to before the pandemic. No significant relationship was found between age and sex with sleep disturbances both before and during the pandemic, while the area of ​​residence had a significant relationship with sleep disturbances only in the pre-pandemic period
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Dinda Gunawan
"Latar belakang: Pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) secara global menyebabkan pemerintah Indonesia untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya pencegahan transmisi COVID-19. Kebijakan ini berdampak pada perubahan gaya hidup anak melalui penutupan sekolah dan fasilitas rekreasional sehingga terjadi penurunan aktivitas fisik dan perubahan pola tidur anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan gangguan tidur pada anak usia sekolah dasar di masa pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang dilakukan pada 437 subjek. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 2020 yang menggunakan Physical Activity Questionnaire for Older Children (PAQ-C) dan Children Sleep Habits Questionnaire-Abbreviated (CSHQ-A). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Chi-square.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 60,87% subjek tidak aktif dan sebanyak 73,23% subjek mengalami gangguan tidur selama pandemi COVID-19. Hasil uji analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan gangguan tidur (p=0,248).
Kesimpulan: Sebagian besar anak usia sekolah dasar tidak aktif melakukan aktivitas fisik, kurang tidur pada hari biasa, tidur cukup pada akhir pekan, dan mengalami gangguan tidur selama pandemi COVID-19. Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan gangguan tidur pada anak usia sekolah dasar selama pandemi COVID-19.

Introduction: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) globally affected the Indonesian government to implement the large-scale social restriction to prevent the COVID-19 transmission. The policy has altered children’s lifestyles through the closure of schools and recreational facilities which caused the decline in children’s physical activity level and the alteration of children’s sleep pattern. This study aims to determine the relationship between elementary school-aged children’s physical activity level and sleep disorders during the COVID-19 pandemic.
Method: This study was conducted with a cross-sectional design on 437 subjects. The research used secondary data collected in 2020 to obtain the data through the Physical Activity Questionnaire for Older Children (PAQ-C) and the Children Sleep Habits Questionnaire-Abbreviated (CSHQ-A). The data were analyzed using the Chi-square analysis test.
Result: This study showed that 60,87% of the subjects were not physically active and 73,23% of the subjects had sleep disorders. The statistical analysis test showed no significant relationship (p 0.05) between children’s physical activity level and sleep disorders.
Conclusion: The majority of elementary school-aged children were not physically active and had sleep disorders during the COVID-19 pandemic. There was not a significant relationship between elementary school-aged children’s physical activity level and sleep disorders during the COVID-19 pandemic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Benita Tiwery
"Kanker pada anak merupakan masalah kesehatan utama dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Masalah yang ditimbulkan oleh kanker diantaranya masalah tidur dan kelelahan. Karya Ilmiah Akhir Spesialistik ini bertujuan untuk menganalisis gambaran aplikasi teori comfort Kolcaba pada anak kanker dengan gangguan tidur dan kelelahan dan penerapan edukasi tidur sehat serta terapi musik untuk mengatasi masalah tersebut. Penerapan asuhan keperawatan diterapkan dengan metode studi kasus yang didapatkan dari lima kasus terpilih. Lima kasus tersebut, semua mengalami gangguan tidur dan kelelahan. Teori comfort mampu memfasilitasi perawat untuk menggali masalah dan kebutuhan anak kanker secara sistematis. Penerapan edukasi tidur sehat dan terapi musik sebagai salah satu intervensi keperawatan juga terbukti dapat mengatasi gangguan tidur dan kelelahan. Penerapan teori kenyamanan dan pemberian edukasi tidur sehat serta terapi musik diharapkan dapat menjadi komponen pemberian asuhan keperawatan anak kanker dengan gangguan tidur dan kelelahan.

Cancer in children is a major health problem with high morbidity and mortality. Problems caused by cancer include sleep problems and fatigue. This Specialist Final Scientific work aims to analyze the application of Kolcaba's comfort theory on sleep problems and fatigue in children with cancer by implementing sleep hygiene  and music therapy, which aims to overcome these problems. The application of nursing care was applied with the case study method from five selected cases. With the same symptoms, they were namely sleep problems and fatigue. The theory of comfort could facilitate nurses to find problems and needs of cancer in children systematically. The application of sleep hygiene and music therapy as one of the nursing interventions had proven to be able to overcome sleep problems and fatigue. And this was expected to be a component in providing cancer nursing care to children with sleep problems and fatigue."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Demak Agustina
"Masalah tidur pada anak di rumah singgah yang sedang menjalani kemoterapi dapat meningkat bila tidak ditangani dengan tepat. Rumah singgah merupakan rumah kedua bagi anak dan orang tua/pendamping untuk tinggal bersama saat menjalani pengobatan. Jumlah anak dengan kanker yang tinggal di rumah singgah Jakarta dan Pekanbaru ada 104 anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang dapat memengaruhi masalah tidur pada anak dengan kanker di rumah singgah. Jenis penelitian ini studi kuantitatif, dengan desain penelitian cross sectional, menggunakan tekhnik consecutive sampling. Penelitian dilakukan di rumah singgah Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) Jakarta dan Pekanbaru dengan melibatkan 62 anak yang memenuhi kriteria inklusi (42 anak di Jakarta dan 20 anak di Pekanbaru). Pengambilan data menggunakan instrumen data demografi, Skala Fatigue Onkologi Anak_Allen (Skala FOA_A), Skala Depresi CES-DC, Skala Nyeri (Face), dan Skala Gangguan Tidur pada Anak (Skala GATIA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap masalah tidur di rumah singgah yaitu depresi (p=0,002, B=-9,907) dan jenis kanker (p=0,003, B=-4,480). Kedua faktor ini dapat dijadikan pertimbangan bagi perwat anak dalam memberikan intervensi yang tepat dan berkualitas dalam mengatasi masalah tidur di rumah singgah.

Sleep problems which happened in children at halfway house are undergoing to the chemotherapy that can increase if it is not treated properly. A halfway house is a second home for children and their parents/guardians to live together while undergoing treatment. The number of children with cancer living in shelter homes that located in Jakarta and Pekanbaru are 104 children. The aims of this study is to analyze the factors that can affect sleep problems in children with cancer in shelter homes. This type of research is a quantitative study, with a cross-sectional research design, using a consecutive sampling technique. The study was conducted at the Indonesian Cancer Child Care Foundation (YKAKI) shelter in Jakarta and Pekanbaru, involving 62 children who met the inclusion criteria (42 children in Jakarta and 20 children in Pekanbaru). Data retrieval using demographic data instruments, Pediatric Oncology Fatigue Scale_Allen (FOA_A Scale), CES-DC Depression Scale, Pain Scale (Face), and Sleep Disorders Scale in Children (GATIA Scale). The results showed that the factors that influenced sleep problems in the halfway house were depression (p=0.002, B=-9.907) and the type of cancer (p=0.003, B=- 4.480). These two factors can be taken into consideration for pediatric nurses in providing appropriate and quality interventions in overcoming sleep problems in shelter homes."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Nindya Danastri
"Kualitas tidur buruk memiliki prevalensi yang tinggi pada mahasiswa dengan smartphone screen time sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kualitas tidur buruk. Aktivitas fisik menjadi upaya yang dapat dilakukan mahasiswa untuk memperbaiki kualitas tidur. Studi cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh smartphone screen time terhadap kualitas tidur serta melihat peran moderasi dari aktivitas fisik dalam memperlemah pengaruh smartphone screen time terhadap kualitas tidur. Pengukuran smartphone screen time menggunakan data fitur bawaan smartphone iOS dan Android, lalu kualitas tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan aktivitas fisik menggunakan International Physical Activity Questionnaire-Short Form (IPAQ-SF) telah dilakukan kepada 205 partisipan berusia 18-25 tahun (M = 20,65; SD = 1,419). Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi smartphone screen time, kualitas tidur akan semakin buruk [r(203) = 0,166, p < 0,01]. Aktivitas fisik ditemukan secara signifikan memperkuat pengaruh smartphone screen time terhadap kualitas tidur. Penelitian ini mengimplikasikan pentingnya mengurangi smartphone screen time bagi mahasiswa, terutama bagi mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk di situasi pandemi COVID-19. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi tenaga profesional untuk penyusunan program intervensi yang berfokus dalam meningkatkan kualitas tidur pada mahasiswa.

Poor sleep quality is highly prevalent among college students as smartphone screen time became one of the reasons for poor sleep quality. Physical activity has become a way for college students to improve their sleep quality. This cross-sectional study aims to investigate the effect of smartphone screen time on sleep quality also analyze the moderating role of physical activity in weakening the effect of smartphone screen time on sleep quality. This research measures Smartphone Screen Time using data from iOS and Android screen time built-in application, Sleep Quality using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), and Physical Activity using International Physical Activity Questionnaire-Short Form (IPAQ-SF) on 205 participants with age range 18-25 years old (M = 20,65; SD = 1,419). Result shows that higher smartphone screen time worsens sleep quality [r(203) = 0,166, p < 0,01]. There is a significant moderating role of physical activity in strengthen the effect of smartphone screen time on sleep quality. This study implies the importance of reducing smartphone screen time for college students, especially for those who have poor sleep quality in the COVID-19 pandemic situation. This study will also benefit the mental health professionals to develop intervention programs that focus on improving sleep quality for college students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Ahmad Abdillah Putra Carensa
"xLatar belakang: Kejadian leukemia akut sebagai kanker tersering pada anak terus meningkat setiap tahun menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi akibat penyakit. Umumnya, leukemia akut menyerang anak berusia <15 tahun dan remaja. Terapi definitif (kemoterapi) yang lama dan tidak menyenangkan berisiko dalam mengembangkan gangguan emosi dan perilaku pada anak. Di lain sisi, kehidupan pascapandemi juga turut meningkatkan penggunaan gawai pada kaum remaja yang turut berperan dalam terjadinya gangguan emosi dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu hubungan antara screen-time dengan gangguan emosi dan perilaku pada remaja leukemia. Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang yang dilakukan di Poli Hematoonkologi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2022. Penelitian ini menggunakan instrumen data screen-time dan kuesioner PSC-17. Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan aplikasi SPSS versi 24. Hasil: Jumlah remaja leukemia di RSCM 23 orang, tersebar merata secara usia, didominasi anak laki-laki (13/23), jenis leukemia LLA (22/23), tingkat pendidikan anak SD (12/23), tingkat pendidikan ayah dan ibu menengah (11/23; 9/23), pendapatan keluarga < UMP DKI Jakarta (10/23), dan seluruhnya mendapat dukungan emosional keluarga. Nilai median usia dan durasi sakit (bulan) adalah 12,94 (10,05-17,18) tahun dan 16 (0,83-96) bulan. Tingkat screen-time sebagian besar >2 jam/hari (22/23) dengan penggunaan terlama >6 jam/hari (12/23) dan rerata 6.5 ± 3,25 jam/hari, serta digunakan untuk hiburan. Gangguan Emosi dan Perilaku terjadi pada 2/23 orang yaitu gangguan internalisasi (1) dan gangguan eksternalisasi (1). Hubungan antara screen-time dengan gangguan emosi dan perilaku tidak dapat disimpulkan. Kesimpulan: Tingkat screen-time yang tinggi pada remaja leukemia perlu diedukasi kepada orangtua dan remaja, serta 2 orang pasien dengan gangguan emosi dan perilaku perlu diperiksa lebih lanjut.

Background: The incidence of acute leukemia, the most common cancer in children, continues to increase yearly, becoming the highest cause of morbidity and mortality due to disease. Generally, acute leukemia attacks children aged <15 years and adolescents. Long and unpleasant definitive therapy (chemotherapy) is at risk of developing emotional and behavioral disorders in children. On the other hand, post-pandemic life has also increased the use of gadgets among adolescents, contributing to emotional and behavioral disorders. This study aims to determine the relationship between screen time and emotional and behavioural disorders in leukaemic adolescents. Methods: The design of this study was a cross-sectional study conducted at the Children's Hematooncology Polyclinic at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in November 2022. This study used screen-time data instruments and the PSC-17 questionnaire. The analysis was carried out univariate and bivariate using the SPSS version 24 application. Results: The number of leukemia adolescents in RSCM was 23 people, evenly distributed by age, dominated by boys (13/23), type of leukemia ALL (22/23), education level of children SD (12/23), middle education level of father and mother (11/23; 9/23), family income < UMP DKI Jakarta (10/23), and all of them received family emotional support. The median values for age and illness duration (months) were 12.94 (10.05-17.18) and 16 (0.83-96). The screen-time level is mostly >2 hours/day (22/23), with the most frequent use being >6 hours/day (12/23) and an average of 6.5 ± 3.25 hours/day, and it is used for entertainment. Emotional and behavioral disorders occur in 2/23 people, namely internalization disorders (1) and externalization disorders (1). The relationship between screen time and emotional and behavioral disorders is inconclusive. Conclusion: The high level of screen time in adolescents with leukemia needs to be educated to parents and adolescents, and two patients with emotional and behavioral disorders need to be examined further."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Dewi Sharon
"Latar belakang: Transfusi rutin merupakan terapi utama bagi pasien thalassemia mayor, namun transfusi berulang diikuti masalah baru yaitu beban kelebihan besi yang terakumulasi dalam jaringan. Pemberian terapi kelasi besi adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuka mengetahui hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif observasional dengan desain potong lintang, untuk menganalisis hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Luaran efektivitas dinilai dengan penurunan serum feritin ≥ 500 ng/mL.
Hasil: Setelah 6 atau 12 bulan terjadi penurunan serum feritin pada 16 (34,7%) subyek kelompok kombinasi, dan 22 (27,5%) subyek kelompok monoterapi (p = 0,391). Sembilan (19,5%) subyek kombinasi mengalami efek samping obat, dan 17 (21,2%) subjek pada kelompok monoterapi (p = 0,822). Analisis minimalisisasi biaya menunjukkan bahwa rerata biaya per pasien thalassemia-β mayor anak yang menggunakan rejimen monoterapi selama 6 dan 12 bulan lebih murah Rp 13.556.592,64 (30,46%) dan Rp 20.162.836,10 (25,56%) dari rejimen kombinasi.
Kesimpulan: Rejimen kombinasi sama efektifnya dengan rejimen monoterapi dalam menurunkan serum feritin. Tidak ada perbedaan efek samping obat yang bermakna diantara keduanya.

Background: Blood transfusion is the main therapy for thalassemia major patients, but repeated transfusions are followed by new problems namely the excess iron load accumulated in the body tissue. Iron chelation therapy is the only way to maintain iron balance in the body.
Aim: This study aimed to determine the efficacy, safety , and cost analysis of of combination iron chelation regimen with mono-therapy.
Method:This study was designed as a retrospective observational study with a cross-sectional design, to analyze the relationship between therapeutic effectiveness, drug side effects and the cost of combination iron chelation regimen (DFO+DFP and DFP+DFX) and DFP mono-therapy dose ≥ 90 mg/kg/day. Outcome effectiveness was assessed by decreasing serum ferritin ≥ 500 ng/mL.
Result: After 6 or 12 months there was serum ferritin decreased in 16 (34,7%) subjects in combination group and 22 (27,5%) subjects in mono-therapy group (p = 0,391). Nine (19,5%) subjects in combination group experienced adverse effect, and 17 (21,2%) subjects in the mono-therapy group (p = 0,822). Analysis cost of minimization shows that the average cost per major thalassemia-β patient for children using a mono-therapy regimen for 6 and 12 months is cheaper Rp 13.556.592,64 (30,46%) and Rp 20.162.836,10 (25,56%) compared to combination regimen.
Conclusion: Combination regimens are as effective as a mono therapy regimens in decreasing serum ferritin. There were no significant differences in adverse effect between the two.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Akhdes Indra Objektivitas Wau
"Gangguan tidur pada anak dapat menyebabkan gangguan perilaku, emosional, kognitif dan sosial. Gangguan tidur dipengaruhi berbagai faktor terkait anak dan lingkungannya. Namun sampai saat ini tidak banyak penelitian tentang gangguan tidur pada anak di Indonesia. Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui hubungan gangguan tidur pada anak usia lima sampai tujuh tahun dengan faktor sosiodemografi termasuk jenis kelamin, urutan lahir anak, jumlah anak, tingkat pendidikan orangtua, dan status ekonomi keluarga. Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder dari penelitian pada 120 orang anak usia lima sampai tujuh tahun di Posyandu Kelurahan Kampung Melayu tahun 2012. Penilaian gangguan tidur pada anak dilakukan dengan menggunakan kuesioner Sleep Disorder Scale for Children dengan cut off point 39. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anak dengan gangguan tidur yakni 24,2%. Melalui uji statistik non parametrik chi square pada SPSS 16.00 tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara gangguan tidur dengan faktor sosiodemografi anak (p>0,05). Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor sosiodemografi dengan gangguan tidur pada anak usia lima sampai tujuh tahun.

Sleep disturbance in children is can cause behavior, emotional, cognitive and social problem. Sleep disturbance influenced by factors associated with child and the environment. However, the study about child sleep disturbance in Indonesia is limited until now. This research aims to find the relation between sleep disturbance in children aged five to seven with sociodemographic factors included gender, born-ordered child, number of child in family, parents education level, and economic status. This study uses cross sectional design to analyze secondary data from primary research in 120 children aged five to seven in Posyandu Kelurahan Kampung Melayu on 2012. Sleep Disordes Scale for Children with total score 39 as cut off point used to classify sleep disturbance. Prevalence of sleep disturbance is 24,2%. Using the non parametric chi square analysis in SPSS16.00, the result shows no statistically significant relation between sleep disturbance and sociodemographic in children (p>0,05). In conclusion, sociodemographic factors unrelated with sleep disturbance in children aged five to seven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>