Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184522 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Ayu Febriani
"Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 dan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan peraturan perundang-undangan yang baik, dibentuklah Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan PUU). Dalam perkembang peraturan perundang-undangan di Indonesia, ditemukan beberapa permasalahan yang timbul dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang belum dapat mencerminkan nilai-nilai dari Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, diantaranya yaitu: 1) peraturan perundang-undangan tidak memenuhi kebutuhan dan perkembangan masyarakat, 2) peraturan perundang-undangan yang tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Permasalahan lainnya yaitu setelah tahap pengundangan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan PUU 2011) bagaimana keberlakuan dari undang-undang tidak diatur secara detail sehingga banyak terdapat hasil temuan produk peraturan pelaksanaan dari undang-undang tidak disusun, ataupun disusun namun bertentangan dengan undang-undangnya sendiri sehingga ketentuan delegasinya tidak sinkron dengan materi muatan yang didelegasikan. Hal ini yang menjadi awal mula dari diusulkannya tahap pemantauan dan peninjauan untuk memantau secara keseluruhan dari awal sampai akhir dan meninjau kembali materi muatan undang-undang apakah dia efektif dan efisien dalam implementasinya sehingga dapat membantu bagi lembaga pelaksana kedaulatan rakyat yaitu DPR dalam menghasilkan produk legislasi yang bisa mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal ini yang menjadi latar belakang dimasukannya tahap pemantauan dan peninjauan undang – undang dalam UU Pembentukan PUU. Namun, saat ini pemantauan dan peninjauan UU di Indonesia bukan merupakan siklus dalam pembentukan UU. Dalam Pasal 95A dan 95B UU Pembentukan PUU 2019 tidak terdapat kewajiban bagi DPR RI untuk melakukan pemantauan dan peninjauan setelah dibentuknya sebuah UU.

As an implementation of the provisions of Article 22A of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and in order to fulfil the needs of society for good laws and regulations, a Law on the Formation of Laws and Regulations was established. In the development of laws and regulations in Indonesia, there are several problems that arise in the formation of laws and regulations that cannot reflect the values of Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, including: 1) laws and regulations do not meet the needs and developments of society, 2) laws and regulations that do not function effectively and efficiently. Another problem is that after the enactment stage, Law No. 12/2011 on the Formation of Laws and Regulations does not regulate the enactment of laws in detail so that there are many findings that the products of implementing regulations from laws are not compiled, or are compiled but contradict the laws themselves so that the delegation provisions are not in sync with the delegated content material. This is the beginning of the proposed monitoring and review stage to monitor the whole from start to finish and review the content material of the law whether it is effective and efficient in its implementation so that it can help the implementing institution of people's sovereignty, namely the DPR, in producing legislative products that can achieve national development goals. This is the background to the inclusion of the monitoring and review stage of laws in the PUU Formation Law. However, currently monitoring and reviewing laws in Indonesia is not a cycle in the formation of laws. In Articles 95A and 95B of the 2019 Law on the Formation of Public Laws, there is no obligation for the Indonesian Parliament to conduct monitoring and review after the formation of a law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huang, Septeven
"Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan Hindia Belanda penting yang masih diberlakukan oleh Republik Indonesia, meskipun peraturan tersebut dibentuk jauh sebelum Republik Indonesia terbentuk. Skripsi ini membahas bagaimana peraturan perundang-undangan Hindia Belanda tersebut diberlakukan, kedudukannya dalam hierarki norma hukum Republik Indonesia, serta implementasi dari keberlakuan peraturan tersebut setelah dibatasi oleh norma hukum Republik Indonesia. Dalam menganalisis peraturan perundang-undangan Hindia Belanda tersebut, digunakan metode penelitian yuridis-normatif berdasarkan studi pustaka yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dengan sudut pandang sejarah serta filsafat hukum. Dengan hasil penelitian bahwa peraturan perundang-undangan Hindia Belanda berlaku secara parsial serta setara dengan undang-undang karena terjadi proses pembentukan hukum berupa resepsi dalam aturan peralihan di Undang-Undang Dasar 1945.

ABSTRACT
There are numerous Netherlands East Indies regulations that are still in use within the Republic of Indonesia’s legal system, even though those regulations are created far before the Republic of Indonesia was born. This research analyzes how those regulations are still considered valid and implemented within the Indonesian legal system. To analyze those Netherlands East Indies regulations, a normative juridical method based on literature studies on valid regulations with legal history and jurisprudence perspectives. With results showing that Netherlands East Indies regulations are still partially used in Indonesia with the same level as parliamentary law because of the reception based law creation process in the transitional clause of Indonesia’s constitution of 1945.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antoni Putra
"Omnibus law adalah pendekatan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berkembang di negara-negara common law, namun juga diterapkan di negara-negara civil law. Penggunaan Pendekatan omnibus law di Indonesia adalah dalam rangka untuk melanjutkan reformasi peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan tesis ini, terdapat tiga rumusan masalah yaitu: 1) Bagaiamana tinjauan penerapan pendekatan omnibus law dan apa saja upaya reformasi peraturan perundang-undangan yang telah dilakukan? 2) Bagaimana dampak omnibus law dalam reformasi peraturan perundang-undangan di Indonesia? dan 3) Bagaimana pembentukan peraturan perundang-undangan dengan pendekatan omnibus law yang ideal? Untuk menjawab rumusan masalah tersebut digunakan teori negara hukum, teori perbandingan hukum, teori pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dan teori peraturan perundang-undangan. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan simpulan: 1) pendekatan omnibus law menawarkan pembenahan regulasi yang disebabkan oleh peraturan yang terlalu banyak dan tumpang tindih; 2) penggunaan pendekatan omnibus law di Indonesia belum memliki korelasi positif dengan upaya reformasi peraturan perundang-undangan; dan 3) penggunaan omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang ideal adalah sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, oleh sebab itu penggunaan omnibus law perlu dievaluasi. Penulis menyarankan agar Pemerintah dan DPR melakukan evaluasi penggunaan pendekatan omnibus law agar tidak menyebabkan kerumitan baru dalam hal peraturan perundang-undangan.

Omnibus law is an approach to the formation of laws and regulations that has developed in common law countries but is also applied in civil law countries. The use of the omnibus law approach in Indonesia is to continue the reform of laws and regulations. In writing this thesis, there are three formulations of the problem, namely: 1) How is the review of the implementation of the omnibus law approach and what efforts to reform legislation have been carried out? 2) What is the impact of the omnibus law in the reform of laws and regulations in Indonesia? and 3) how is the formation of laws and regulations with an ideal omnibus law approach? To answer the formulation of the problem, the theory of the rule of law, the theory of comparative law, the theory of the formation of good laws and regulations, and the theory of legislation. From the research that has been carried out, it can be concluded that: 1) the omnibus law approach offers regulatory reforms caused by too many and overlapping regulations; 2) the use of the omnibus law approach in Indonesia does not yet have a positive correlation with efforts to reform laws and regulations; and 3) the use of omnibus law in the formation of ideal laws and regulations is by the principles of establishing good laws and regulations, therefore the use of omnibus law needs to be evaluated. The author suggests that the Government and DPR evaluate the use of the omnibus law approach so as not to cause new complications in terms of legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung : Nuansa Aulia, 2009
343.077 TIM u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini memuat Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja di Bidang Koperasi, UMKM, dan BUM Desa meliputi PP RI No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; PP RI No. 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil; PP RI No. 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa."
Jakarta: Bumi Aksara, 2021
334 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: CV. Bina Dharma Putra, 2010
R 378 Him
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup 1990,
364.046 91 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dep. P & K., 1990
R 348.028 Ind b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Robertus Seta Dyaksa Hanindya
"Dalam rangka mendukung pemberantasan pengelakan dan penggelapan pajak yang dilakukan lintas negara dibutuhkan kerja sama internasional yang memungkinkan adanya pemberian sanksi kepada para wajib pajak yang melakukan pengelakan dan penggelapan pajak tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung hal tersebut adalah melalui pengimplementasian Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Untuk mendukung upaya tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan ketentuan terkait AEOI salahs satunya melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017.
Diterbitkannya UndangUndang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai payung hukum implementasi AEOI di Indonesia merupakan babak baru bagi dunia perpajakan khusunya berkaitan denan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan. Penerbitan undangundang sebagaimana dimaksud sebagai payung hukum implementasi AEOI diikuti dengan penerbitan ketentuan teknis di bawahnya yang berfungsi sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Penerbitan beberapa aturan tersebut tentunya memiliki konsekuensi berkaitan dengan harmonisasi dengan peraturan lain khususnya yang berkaitan dengan rahasia bank.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yaitu, pertama, menganalisis pengaturan mengenai rahasia bank dan AEOI di Indonesia dan kedua, menganalisis harmonisasi peraturan pelaksanaan AEOI yang berkaitan dengan rahasia bank setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah yaitu pertama, pengaturan mengenai rahasia bank dan implementasi AEOI terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berbeda waktu penerbitannya dan latar belakang penerbitannya sehingga terdapat potensi permasalahan terkait harmonisasinya. Kedua, permasalahan harmonisasi terhadap ketentuan sebagaimana tersebut dapat diatasi melalui penegasan pengesampingan pasal yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Sementara isu harmonisasi terhadap peraturan di bawah perundang-undangan yang berfungsi sebagai petunjuk teknis dapat dilakukan melalui penyesuaian ketentuan yang lama dengan yang baru yang dapat dilakukan dengan penerbitan peraturan perubahan ataupun pencabutan peraturan yang lama.

The effort of tackle down the tax evasion and tax evading in the global scope requires international cooperation and instrument that allows the impose of sanctions to the taxpayers who are shifting their profit and revenue outside their home country. One of the actions that made by the global scope to support this, is through the implementation of Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Government of Indonesia issued regulations of AEOI in order to support to fight tax evasion and tax evading by the enactment of Act Number 9 of 2017.
The enactment of Act Number 9 of 2017 as the legal basis of AEOI implementation triggered the new phase for the world of taxation in Indonesia, especially concerning the bank secrecy in tax matters. The enactment of Act Number 9 of 2017 as a legal basis of the implementation of AEOI followed by the enactment of the technical regulations under the act as the technical guideline. The enactment of these regulations have consequences related to harmonization with other regulations, especially those related to bank secrecy.
This study aims to analyze the problems related to these matters, first, to analyze the regulation of bank secrecy and AEOI in Indonesia and second, to analyze the harmonization of AEOI regulations related to bank secrecy after the enactment of Act Number 9 of 2017. Research methods that used in this study is juridical normative based on literature study.
This study concluded that first, the regulations of bank secrecy and implementation of AEOI are found in several different laws and regulations that has the different time and background so there are potential problems related to harmonization. Second, the solutions of the harmonization of these issues of regulations can be overcome by the waiver of the old regulations by using the Act Number 9 of 2017. The harmonization issues of regulations under the Act Number 9 of 2017 can be done through the adjustment of the old regulations referring to the Act Number 9 of 2017."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Alfiana
"Pasal 1868 KUHPerdata adalah Undang Undang yang menghendaki keberadaan Notaris, dimana pasal ini menyatakan bahwa Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat "Oleh" atau "Dihadapan" Pegawai-pegawai Umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Merujuk dari hal tersebut berarti Pasal ini mengatur 2 (dua) bentuk akta otentik yaitu :
1. Bentuk akta yang dibuat ?Oleh? Notaris disebut dengan Akta Pejabat atau Akta Relaas.
2. Bentuk akta yang dibuat ?Dihadapan? Notaris atau disebut Akta Partai atau Akta Partij.
Sedangkan dalam pasal 38 UUJN tidak mengatur dan menjelaskan tentang ke 2 (dua) bentuk akta yang disyaratkan dalam pasal 1868 KUHperdata. Ditambah, tidak adanya penjelasan secara rinci dalam UUJN; pasal per pasal. Tentunya hal ini dapat mengakibatkan masalah-masalah hukum yang dapat berujung kepada ketidak-pastian hukum atas akta yang dibuat oleh Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Azas publisitas membuat UUJN tidak hanya bagi notaris saja, tapi juga bagi masyarakat luas termasuk bagi penegak hukum. Oleh karena itu, UUJN harus jelas dan tegas dalam pasal-pasalnya terutama dalam pengaturannya sehingga masyarakat luas dan penegak hukum lebih memahami akan fungsi, keberadaan dan tanggung jawab atas akta yang dibuatnya.

Article 1868 Civil Code is the foundation for the existence of Notary in Indonesia, where the act stated : The Authentic deed is a deed in the form prescribed by law,
made "by" or "before" any public officers who has the power to it in a place where the deed is made?, which means the above act ruled 2 form of authenticate deeds which are :
1. In the form of made ?by? notary that is Deed Party
2. In the form of made ?before? notary, that is Deed Notary.
Article 38 UUJN determine the form and nature of the deed, but actually this article did not rule those forms into two groups in which required by deed of Article 1868 Civil Code. In addition, the absence of a detailed description of the form and nature of deed ?explanation in UUJN; article by article? in UUJN, can possibly create problems in the future upon the deed which is made by or before notary. Issuing UUJN means that Social Publicity Principal automatically took place so that those articles in UUJN made not only for the notary but as well as for the police, judge, etc in handling the law enforcement. Therefore, UUJN should have a clear and firm rules both in articles and explanation in order to give a better understanding upon the notary function, the existence and responsibilities to society."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28188
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>