Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hidayatul Muttaqin
"Perusahaan sektor air Kota XYZ atau disebut perusahaan ABC adalah perusahaan negara yang memiliki perjanjian kerjasama (PKS) dengan dua mitra swasta selama 25 tahun sejak tahun 1998 dalam hal mendistribusikan air minum ke seluruh warga kota. PKS tersebut berakhir pada tahun 2023 sehingga perusahaan ABC kembali mengelola 100% operasional air minum tanpa swastanisasi melalui transisi operasional selama 6 bulan. Fokus pada penelitian ini adalah berdasarkan hasil konsultan transisi operasional bahwa kerangka kerja informasi dan siber yang dirujuk tidak mencakup seluruh proses bisnis serta organisasi dan tata kelola TI tidak cukup kuat mendukung proses bisnis perusahaan. Metode pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah membuat desain kerangka kerja keamanan informasi dan siber yang sesuai dengan lingkup industri utilitas (C2M2 dan ISO 27019) dan memenuhi ketentuan pemerintah Republik Indonesia dalam PP 71:2019. Kerangka kerja ini menjadi acuan dalam penentuan langkah-langkah keamanan informasi dan siber serta penentuan prioritas berdasarkan kerangka SWOT dan Matrix Einsenhower. Selanjutnya kerangka kerja ini dijadikan acuan untuk perencanaan implementasi pada perusahaan ABC. Hasil dari penelitian ini adalah Kerangka Kerja (framework) keamanan informasi dan siber menghasilkan 73 sub-domain, selain itu juga menghasilkan 16 rekomendasi rencana kegiatan yang dapat diimplementasikan oleh organisasi. Melalui hasil tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyusunan Key Performance Indicator (KPI) dalam mewujudkan keamanan informasi dan siber secara organisasi.

Since 1998, the XYZ City water sector firm, also known as company ABC, has had a 25-year cooperation agreement (PKS) with two private partners to deliver drinking water to the entire city's people. The Agreement has been end in 2023, after which company ABC retake complete management of the drinking water operations through a 6-month operational transition. The findings of the operational transition consultant, which indicate that the referenced information and cybersecurity framework does not encompass the entire business processes and organization, and IT governance is insufficient to support the company's business operations, are the focus of this research. The problem-solving strategy is to construct an information and cybersecurity framework that fits with the utilities sector scope (using C2M2 and ISO 27019) and complies with the government regulation of the Republic of Indonesia in PP 71:2019. Based on the SWOT framework and the Eisenhower Matrix, this framework serves as a guide for determining information and cybersecurity measures and prioritizing tasks. Furthermore, this framework serves as a roadmap for putting the action plan within company ABC. The study produces a complete information and cybersecurity framework with 73 sub-domains and 16 suggestions for actions plan that enterprises can implement. These findings are likely to be used to produce Key Performance Indicators Indicators (KPIs) to achieve organizational information and cybersecurity."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Fajar Kurnia
"In this era of digital age where considerable business activities are powered by digital and telecommunication technologies, deriving customer loyalty and satisfaction through delivering high quality services, driven by complex and sophisticated Information Technology (IT) systems, is one of the main services objectives of the Bank towards its customers. From customer services perspective, "availability" is a degree of how closed the Bank is to its customers so that they can "consume" the Bank"s services easily and in preference to its competitors. "Reliability" is the degree of how adequate and responsive the Bank is in meeting its customers" needs. "Confidentiality" is the trust the customers have in the Bank in that their confidential information will not fall into the wrong hands.
Information Technology is one of the means that Bank uses to achieve quality service objectives. Reliance on IT requires an understanding of the importance of IT Security within the IT environments. As business advantages are derived from the use of IT to deliver quality services, critical IT security issues related to the use of IT should be understood and addressed. Safeguarding and protecting security Information systems and assets are prominent issues that all responsible IT users must address. Information is the most valuable assets of the Bank. Adequate resources must be allocated to carry out the safeguarding of Bank"s information assets through enforcing a defined IT Security Policies, Standards and Procedures.
Compliance with international and national standards designed to facilitate the Interchange of data between Banks should be considered by the Bank"s management as part of the strategy for IT Security which helps to enforce and strengthen IT security within an organization."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilyas
"Teknologi informasi telah menjadi bagian penting bagi sebuah organisasi. Hal ini tercermin semakin banyaknya pemanfaatan teknologi informasi untuk membantu jalannya proses bisnis organisasi. Lembaga XYZ selaku lembaga pemerintah yang diberi amanat untuk mengembangkan dan merumuskan kebijakan terkait pengadaan pemerintah telah banyak memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini tercermin dari banyaknya aplikasi e-procurement dan aplikasi pendukungnya yang dikembangkan oleh Direktorat ABC. Teknologi informasi telah banyak memberikan solusi-solusi dari tantangan terkait pengadaan yang ada di Indonesia.
Tingkat pemanfaatan teknologi informasi yang tinggi oleh Direktorat ABC memberikan tantangan baru terkait keamanan informasi. Kerawanan yang ada pada setiap aset informasi yang dimiliki direktorat tersebut dapat dieksploitasi kapan saja oleh ancaman yang ada. Dampak yang ditimbulkan akibat eksploitasi tersebut dapat mengancam keberlangsungan organisasi tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan audit keamanan informasi terhadap Direktorat ABC agar dampak tersebut dapat diminimalisir.
Audit keamanan informasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah audit kepatuhan organisasi dalam mengelola keamanan informasi terhadap ISO/IEC 27001:2005. Penelitian ini fokus untuk melakukan audit pada aset-aset yang dimiliki oleh Direktorat ABC. Penelitian ini dilakukan mengikuti tahapan yang terdapat pada proses Plan yang terdapat dalam model PDCA (Plan-Do-Check-Act) pada ISMS.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran sejauh mana Lembaga XYZ khususnya Direktorat ABC sudah menerapkan pengelolaan keamanan informasi. Daftar kerawanan, daftar ancaman yang mampu mengeksploitasi kerawanan tersebut, dan daftar dampak yang mungkin diterima oleh direktorat tersebut dianalisa untuk diidentifikasi kontrol-kontrol yang mungkin untuk diterapkan guna memperbaiki kondisi yang ada. Rencana kerja kemudian di susun untuk merencanakan kapan kontrol-kontrol tersebut harus diterapkan.

Information technology has become an important part of an organization.This is reflected in the increasing use of information technology to assist the organization to do their business processes. XYZ Agency as the government agency mandated to develop and formulate policies related to government procurement has been widely using information technology. This is reflected in the many applications of e-procurement and supporting applications developed by the Directorate of ABC. Information technology has provided solutions to procurement-related challenges in Indonesia.
The level of high utilization of information technology by the Directorate of ABC provide new challenges related to information security. Vulnerabilities that exist on any asset owned by the directorate of information that can be exploited by a threat anytime there. Impact caused by the exploitation may threaten the sustainability of the organization. Therefore, it is necessary to audit security information to the Directorate of ABC so that these impacts can be minimized.
Information security audit conducted in this study is an audit of compliance in managing information security organization against ISO/IEC 27001:2005. This research focus to audit the assets held by the Directorate of ABC. This study was conducted following the steps contained in the Plan are contained in the PDCA model (Plan-Do-Check-Act) to ISMS.
The results of this study illustrate the extent to which XYZ Agency in particular Directorate of ABC have implemented information security management. Vulnerability list, a list of threats capable of exploiting the vulnerability, and a list of effects that may be received by the directorate analyzed to identify the controls that are likely to be applied in order to improve the existing conditions. The work plan then collated to plan when such controls should be applied.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alhadi Saputra
"Pertukaran informasi dan penyebaran informasi melalui perangkat TIK akan melahirkan era banjirnya informasi dan berujung pada munculnya isu keamanan informasi. Untuk kementerian, lembaga, dan instansi pemerintah, isu keamanan informasi mulai mengemuka setelah diterbitkannya peraturan PP No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Pada peraturan tersebut terdapat kewajiban pengamanan sistem elektronik bagi penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik. Pemerintah Kabupaten X merupakan instansi pemerintah yang melayani publik. Kondisi keamanan informasi di Pemerintah Kabupaten X saat ini masih lemah, terbukti dengan adanya insiden serangan malware yang ditujukan ke situs www.xkab.go.id.
Penelitian ini difokuskan pada audit kepatuhan keamanan informasi dengan menggunakan kerangka kerja ISO/IEC 27001:2013. Model audit yang digunakan adalah model Plan. Model Plan adalah salah satu model Plan-Do-Check-Act yang merupakan pendekatan dalam mengelola Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) pada ISO/IEC 27001:2005. Audit dilakukan dengan mengidentifikasi aset, ancaman, kerawanan dan rencana kerja untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan, prosedur, instruksi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini terdapat 143 kebijakan, prosedur, instruksi, dan dokumentasi yang direkomendasikan. Hasil rekomendasi tersebut telah memenuhi 148 kontrol dari 163 kontrol yang ada pada ISO/IEC 27001:2013.

Information exchange and dissemination of information with ICT will give birth to the era of the flood of information and lead to the emergence of the issue of information security. For ministries, institutions and government agencies, information security related issues started to emerge after the issuance of regulation PP 82/2012 on the Implementation of the System and Electronic Transactions. There is an obligation on the regulation of electronic security systems for organizing electronic system for public services. X Regency is a government agency that serves the public. Information security conditions in X Regency still weak, as evidenced by the incidents of malware attacks aimed to the site www.xkab.go.id.
This study focused on information security compliance auditing by using the framework of ISO / IEC 27001: 2013. The audit model used is a model Plan. Model Plan is one model of Plan-Do-Check-Act which is an approach to managing an Information Security Management System (ISMS) in ISO/IEC 27001:2005. Audit carried out by identifying assets, threats, vulnerabilities and work plan to produce policy recommendations, procedures, instructions and documentation. Results of this study are 143 policies, procedures, instructions, and documentation are recommended. Results of these recommendations have met control 148 of the 163 existing controls in ISO / IEC 27001:2013.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Syihabuddin
"Tesis ini membahas implementasi integrasi kerangka kerja keamanan informasi NIST Versi 1.1 dengan Tata Kelola I&T berbasis Cobit 2019, adapun pengukuran kinerja manajemen menggunakan metode Cobit Performance Management (CPM) model. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus, digabungkan dengan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif kuantitatif. Mengintegrasikan standar kerangka kerja keamanan informasi NIST Versi 1.1 dan tata kelola I&T Cobit 2019 dengan cara memetakan tahapan-tahapan pada cobit 2019 dan langkah-langkah pada NIST Vers 1.1. Tingkat kapabilitas untuk setiap Fungsi Kerangka Kerja Keamanan Informasi NIST Vers 1.1 di Direktorat ABC didominasi oleh level 2, namun terdapat fungsi yang masih berada di level 1 yaitu fungsi Deteksi [DE], yang artinya proses kurang lebih mencapai tujuannya melalui penerapan serangkaian kegiatan yang tidak lengkap yang dapat dikategorikan sebagai awal atau intuitif-tidak terlalu terorganisir. Hasil pengukuran diketahui bahwa terdapat 42 subkategori yang memiliki kesenjangan, 51 Subproses Cobit 2019 sebagai rekomendasi kepada pihak manajemen agar dapat terpenuhi dalam praktik operasional Direktorat ABC atau sebanyak 20 Governance & Management Objectives Cobit 2019 yang harus diperbaiki. Dengan menerapkan Kerangka Kerja Keamanan Informasi NIST Versi 1.1. yang diintegrasikan dengan Tata kelola Teknologi Informasi berbasis Cobit 2019 diharapkan dapat meningkatkan komunikasi tentang prioritas I&T, membantu memaksimalkan I&T untuk keunggulan kompetitif dan membawa transparansi ke definisi dan manajemen risiko I&T.

This thesis discusses the implementation of the integration of the NIST information security framework Version 1.1 with the I&T Governance based on Cobit 2019, as for the measurement of management performance using the Cobit Performance Management (CPM) model. This research is a qualitative research with case study method, combined with quantitative research with quantitative descriptive methods. Integrate the standard information security framework NIST Version 1.1 with the I&T Governance based on Cobit 2019 by mapping the stages in Cobit 2019 and the steps in NIST Vers 1.1. The capability level for each function of the NIST Information Security Framework Vers 1.1 at the Directorate ABC is dominated by level 2, but there is a function that is still at level 1, the Detection function [DE], which means the process is more or less achieving its objectives through the implementation of a series of incomplete activities which can be categorized as initial or intuitive-not very organized. The measurement results are known that there are 42 subcategories that have gaps, 51 Subprocesses Cobit 2019 as a recommendation to management so that they can be fulfilled in operational practices Directorate ABC or as many as 20 Governance & Management Objectives 2019 Cobit that must be corrected. By implementing the NIST Information Security Framework Version 1.1. integrated with the Cobit-based Information Technology Governance 2019 is expected to improve communication about I&T priorities, help maximize I&T for competitive advantage and bring transparency to the definition and risk management of I&T."
[Jakarta, Jakarta]: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Fitri Kurnia Dewi
"Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang menjadi target utama serangan siber. Penggunaan teknologi informasi pada sektor kesehatan menyebabkan munculnya berbagai kerentanan dalam sektor kesehatan. Pengelolaan risiko keamanan informasi merupakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh organisasi sektor kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan kerangka kerja manajemen risiko keamanan informasi pada sektor kesehatan berdasarkan kajian terhadap profil risiko yang ada pada sektor kesehatan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil risk profiling, sektor kesehatan mempunyai enam aset kritikal yang akan berdampak signifikan bila dieksploitasi. Untuk mengatasi hal tersebut, diajukan kerangka kerja manajemen risiko keamanan informasi yang terdiri atas empat tahap, yaitu Risk Profiling, Pengukuran Level Risiko, Perlakuan Risiko, dan Pemantauan. Risk Profiling merupakan tahap yang penting dalam proses manajemen risiko untuk menghasilkan gambaran profil risiko keamanan informasi berdasarkan aset kritikal yang dimiliki instansi dan kondisi ruang siber dalam konteks keamanan informasi di sektor kesehatan. Desain kerangka kerja diuji coba pada Klinik Utama XYZ yang merupakan salah satu instansi fasilitas pelayanan kesehatan. Pada hasil uji coba tersebut, terdapat 20 aset dengan 24 risiko yang terdiri atas 1 risiko level Sangat Tinggi, 5 risiko level Tinggi, 8 risiko level Sedang, dan 10 risiko level Rendah. Perlakuan terhadap seluruh risiko tersebut adalah dikurangi dengan penerapan kontrol dan disalurkan. Hasil evaluasi terhadap usulan kerangka kerja menyatakan bahwa desain kerangka kerja sudah menggambarkan urutan kegiatan, mencakup seluruh aktivitas yang diperlukan, dapat diaplikasikan pada instansi fasilitas pelayanan kesehatan, ideal untuk menyelenggarakan manajemen risiko keamanan informasi, serta memudahkan instansi fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan self-assessment dan melakukan tindak lanjut terkait hasil kegiatan.

The healthcare sector is currently becoming one of the paramount targets for cyberattacks. The utilization of information technology in the healthcare sector triggers the emergence of its varied vulnerabilities. Information security risk management is considered one of obligatory jobs for healthcare sector organizations. This study aims at constructing an information security risk management framework in the healthcare sector based on a study of its risk profile. This research employed qualitative method. Based on risk profiling results, the healthcare sector had six critical assets that will caused significant impact if exploited. To overcome this, an information security risk management framework consisting of four stages is proposed, namely Risk Profiling, Risk Level Assessment, Risk Treatment, and Monitoring. Risk Profiling is a vital stage in the risk management process to produce an overview of the information security risk profile resulted from critical assets owned by the organization and the condition of cyberspace in the information security in the healthcare sector. The proposed framework design was tested in Klinik Utama XYZ which is kind of health care facility agencies. The result of the test is there are 20 assets with 24 risks consist of a very high risk, 5 high risks, 8 medium risks, and 10 low risks. All the risks are reduced by applying some controls. Trea are two risks that will be transferred. The result of the evaluation of proposed framework state that it has described the sequence of security risk management stage, all required activities in information security risk management are includes, can be applied into the healthcare facilities institution, it is the ideal framework to conduct risk management in the healthcare sector, and it is easy to be applied in the health care facility institution to conduct a sel-assessment as well as to follow up related activity results"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusetiawan
"Sistem Penyelenggaraan Berbasis Elektronik (SPBE) adalah bagian penting dari transformasi digital di instansi pemerintahan, salah satunya adalah Instansi XYZ. Meskipun era digital menawarkan banyak keuntungan akan tetapi tidak lepas dari risiko, seperti ancaman siber yang mengancam keamanan nasional. Fokus penelitian ini adalah Pusat Data dan Informasi,  sebagai satuan kerja pelaksana teknologi informasi dalam upaya meningkatkan keamanan siber di Instansi XYZ. Indeks KAMI adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa siap dan lengkap keamanan informasi. Ini memastikan bahwa proses peningkatan kualitas keamanan informasi dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Indeks KAMI v 4.2 digunakan untuk mengukur tingkat kematangan keamanan informasi, selain itu digunakan untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi keamanan informasi sesuai dengan kerangka kerja SNI ISO 27001:2013 untuk Instansi XYZ. Berdasarkan data tahun 2022, hasil penilaian dari sistem elektronik Instansi XYZ masuk dalam kategori “Tinggi”. Sedangkan hasil evaluasi akhirnya mendapatkan nilai total 213 dari total 645 untuk kesiapan dan kelengkapan keamanan informasi. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari bagian Tata Kelola 35 poin, Pengelolaan Risiko 18 poin, Kerangka Kerja Keamanan Informasi 40 poin, Pengelolaan Aset 59 poin, dan Teknologi dan Keamanan Informasi 61 poin. Dengan kata lain, Instansi XYZ masih memiliki tingkat kematangan keamanan informasi pada level I hingga I+ dengan status kesiapan "Tidak Layak". Menurut Peraturan BSSN Nomor 8 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik, Penyelenggara Sistem Elektronik yang menyelenggarakan Sistem Elektronik diwajibkan untuk menerapkan SNI ISO 27001:2013  dan atau standar keamanan lain yang terkait dengan keamanan siber yang ditetapkan oleh BSSN dan standar keamanan lain yang terkait dengan keamanan siber yang ditetapkan oleh Kementerian atau Lembaga, yang penerapannya tergantung pada tingkat kategori Sistem Elektroniknya. Hasil analisis Instansi XYZ belum memiliki kebijakan sistem manajemen keamanan informasi yang ditetapkan, walau sudah menerapkan aspek teknis dibeberapa kategori. Hasil penelitian ini merekomendasikan penerapan kontrol keamanan serta penyusunan kebijakan sistem manajemen keamanan informasi dengan menggunakan kerangka kerja SNI ISO 27001:2013.  Rekomendasi ini diharapkan dapat diimplementasikan pada Instansi XYZ guna menjamin implementasi keamanan informasinya.

The System of Electronic-Based Organization (SPBE) is an important part of digital transformation in government agencies, one of which is XYZ Agency. Although the digital era offers many advantages, it is not free from risks, such as cyber threats that threaten national security. The focus of this research is the Data and Information Center, as the implementing work unit for information technology in an effort to improve cybersecurity at XYZ Agency. KAMI Index is one of the tools that can be used to measure how ready and complete information security is. This ensures that the process of improving the quality of information security can be done quickly and efficiently. KAMI Index v 4.2 is used to measure the maturity level of information security, besides that it is used to evaluate and provide information security recommendations in accordance with the SNI ISO 27001: 2013 framework for XYZ Agencies. Based on 2022 data, the assessment results of the XYZ Agency's electronic system fall into the "High" category. While the final evaluation results get a total score of 213 out of a total of 645 for information security readiness and completeness. These values are obtained from the Governance section 35 points, Risk Management 18 points, Information Security Framework 40 points, Asset Management 59 points, and Technology and Information Security 61 points. In other words, XYZ Institution still has an information security maturity level at level I to I+ with a readiness status of "Not Feasible". According to BSSN Regulation Number 8 of 2020 concerning Security Systems in the Implementation of Electronic Systems, Electronic System Providers that operate Electronic Systems are required to implement SNI ISO 27001: 2013 and or other security standards related to cybersecurity set by BSSN and other security standards related to cybersecurity set by Ministries or Institutions, whose application depends on the level of the Electronic System category. The results of the analysis of XYZ Institution do not yet have a defined information security management system policy, even though they have implemented technical aspects in several categories. The results of this study recommend the implementation of security controls and the preparation of an information security management system policy using the SNI ISO 27001: 2013 framework.  This recommendation is expected to be implemented at XYZ Agency to ensure the implementation of information security."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Lukitowati
"Tujuan utama keamanan informasi adalah menjaga aset informasi yang dimiliki oleh suatu organisasi, seperti kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan (dikenal sebagai CIA). Dalam memelihara aset informasi, perusahaan biasanya mengelola keamanan informasi dengan membuat dan menerapkan kebijakan Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI). Kebijakan SMKI yang banyak digunakan dan diterapkan di Indonesia adalah ISO/IEC 27001. PT ABC adalah salah satu perusahaan telekomunikasi yang telah menerapkan standar dan prosedur ISO / IEC 27001: 2013. Perusahaan melakukan audit setahun sekali untuk menjaga tingkat kepatuhan dengan ISO / IEC 27001: 2013. Namun, hanya beberapa orang yang terlibat dalam melakukan audit, dan masih belum diketahui berapa banyak karyawan yang mengetahui keamanan informasi perusahaan.
Penelitian ini berfokus pada penilaian seberapa besar kesadaran keamanan informasi yang ada dalam PT ABC. Kuesioner dibagikan di dua departemen perusahaan: supply chain management dan service delivery Jakarta Operation Network. Penelitian ini juga memeriksa dokumen perusahaan dan surveillance audit pada tahun 2018, dan menilai kepatuhan PT ABC terhadap implementasi ISO 27001:2013. Para karyawan dikelompokkan berdasarkan masa kerja karyawan. Setelah pendistribusian kuisioner dilakukan, maka dapat dihitung margin kesalahan yaitu 6%. Kuisioner yang didistribusikan dapat menjadi salah satu cara untuk mempermudah pengukuran level kesadaran keamanan informasi.
Data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan yang telah bekerja di perusahaan selama lebih dari enam tahun memahami dan menerapkan kontrol ISO 27001. Sementara itu, perusahaan masih perlu mensosialisasikan ISO kepada karyawan yang telah bekerja di perusahaan hanya selama satu atau dua tahun.

The main purpose of information security is to safeguard information assets owned by an organization, such as confidentiality, integrity and availability (known as the CIA). In maintaining information assets, companies usually manage information security by creating and implementing an Information Security Management System (ISMS) policy. The ISMS policy that is widely used and applied in Indonesia is ISO/IEC 27001. PT ABC is one of the telecommunication companies in Jakarta that has implemented ISO/IEC 27001:2013 standards and procedures. The company conducts audits once a year to maintain compliance with ISO/IEC 27001: 2013. However, only a few people are involved in conducting audits, and it is still unknown how many employees are aware of company information security.
This study focuses on assessing how much information security awareness exists in PT ABC. Questionnaires were distributed in two company departments: supply chain management and service delivery Jakarta Operation Network. This study also examined company documents and surveillance audits in 2018, and assessed PT ABC`s compliance with the implementation of ISO 27001: 2013. Employees are grouped based on their length of work. The results of the questionnaire, with a margin of error of 6%. The distributed questionnaire can be one way to facilitate the measurement of the level of information security awareness.
Research data shows that most employees who have worked in the company for more than six years understand and implement ISO 27001 controls. Meanwhile, companies still need to socialize ISO to employees who have worked for the company for only one or two years.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Sulistyowati
"Tren digitalisasi yang semakin meningkat pada situasi pandemi Covid-19 saat ini telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat baik individu maupun organisasi dan mengubah perilaku konvensional menjadi digital. Era digital menawarkan berbagai kemudahan, namun disisi lain terdapat tantangan berupa ancaman siber yang mempengaruhi keamanan siber suatu negara. Dalam rangka meningkatkan keamanan siber secara lebih efektif dan efisien pada salah satu Instansi Pemerintah di Indonesia, Pusat Data dan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) yang merupakan salah satu unsur pendukung di Badan XYZ menjadi obyek penelitian dalam rencana implementasi pengukuran kematangan keamanan siber. Berdasarkan kondisi saat ini, dapat diketahui bahwa implementasi pengelolaan keamanan TIK belum diterapkan secara optimal. Mengacu hal tersebut, maka dibutuhkan kerangka kerja keamanan secara komprehensif yang akan membantu dalam pengelolaan TIK secara lebih aman dalam mengantisipasi adanya ancaman siber yang semakin meningkat. Dalam penelitian ini, akan melakukan perancangan kerangka kerja kematangan keamanan siber dengan melakukan integrasi berdasarkan kerangka kerja, standar NIST CSF, ISO 27002 dan COBIT 2019. Hasil dari penelitian ini diantaranya: Kerangka kerja (framework) kematangan keamanan siber yang dihasilkan terdiri dari 201 aktivitas yang dapat diimplementasikan oleh organisasi, dan terbagi dalam 38 kategori pada framework kematangan keamanan siber. Selain itu, distribusi aktivitas dalam framework terdiri dari 21.56% berasal dari NIST CSF Model, 14.59% berasal dari ISO 27002, dan 63.85% berasal dari COBIT 2019 Model. Melalui konsep kerangka kerja kematangan keamanan siber yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyusunan instrumen tingkat kematangan keamanan siber dan sandi secara organisasi.

The increasing trend of digitization in the current Covid-19 pandemic situation has affected the lifestyles of both individuals and organizations and changed conventional behavior to digital. The digital era offers various conveniences, but on the other hand, there are challenges in the form of cyber threats that affect the cybersecurity of a country. To improve cybersecurity more effectively and efficiently at one of the Government Agencies in Indonesia, the Center for Data and Information and Communication Technology (ICT), one of the XYZ Agency’s supporting elements, is the research object in implementing cybersecurity maturity. Based on current conditions, it can be seen that the implementation of ICT security management has not been implemented optimally. A comprehensive security framework is needed that will assist in managing ICT more securely in anticipating the increasing cyber threats. This research/ will design a cybersecurity maturity framework by integrating based on the framework, the NIST CSF standard, ISO 27002, and COBIT 2019. The results of this study include: The resulting cybersecurity maturity framework consists of 201 activities that can be implemented by the organization/ and is divided into 38 categories in the cybersecurity maturity framework. In addition, the distribution of activities in the frameworks consists of 21.56% derived from the NIST CSF Model, 14.59% comes from ISO 27002, and 63.85% comes from the COBIT 2019 Model. Through the concept of cybersecurity maturity framework produced, it is hoped that it becomes an input for preparing an organizational cybersecurity maturity level instrument."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Ariefianto
"Peningkatan ketergantungan organisasi pada sistem informasi sejalan dengan resiko yang mungkin timbul. Informasi menjadi suatu yang penting yang harus tetap tersedia dan dapat digunakan serta terjaga keberadaannya dari pihak yang tidak berwenang yang akan menggunakannya untuk kepentingan tertentu atau akan merusak informasi tersebut. Sebagai bagian yang menangani informasi yang bersifat strategis, Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri dituntut untuk dapat menjamin keamanan aset yang terkait dengan informasi agar visi dan misi serta sasaran Deplu dapat tercapai.
Untuk mewujudkannya Puskom Deplu harus memiliki tata kelola keamanan informasi yang baik. Tata kelola keamanan informasi dapat disusun berdasarkan standar sistem manajemen keamanan informasi ISO 27001. Sistem manajemen keamanan informasi menyediakan pendekatan yang sistemik untuk mengelola informasi yang sensitif dalam kaitannya untuk mengamankan informasi tersebut. Manajemen resiko dilakukan untuk menilai sejauh mana dampak yang mungkin terjadi dapat ditangani dengan menerapkan kontrol berdasarkan ISO 27001.

The growing dependence of most organisations on their information systems, coupled with the risks that might be come up. Information has become an important thing that has to be available and usable when required, and is protected against unauthorized who will use it for certain purpose that will spoil the information. Communication centre of department of foreign affair as a division which manage the critical information is expected to guarantee the assets security related to information, so that the objective of Department of Foreign Affair can be achieved.
To accomplish its responsibility, communication centre of department of foreign affair has to have excellent information security governance. Information security governance can be organized based on information security management system standard ISO 27001. Information security management system provides systematic approach to manage sensitive information in order to secure the information. Risks management performed to assess how far possible risks can be handled by control implementation based on ISO 27001."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>