Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Namira Luthfia
"Tahun 1950 an mengawali pergerakan sipil kaum kulit hitam di Amerika Serikat dalam mendapatkan kesetaraan dan menghasilkan salah satu peristiwa historis yaitu pemboikotan bus oleh Rosa Parks di Montgomery, Alabama pada tahun 1955. Kisah ini menginspirasi Eugène Ébodé dalam menulis novel La Rose dans le bus jaune (2013) yang dinilai menunjukkan adanya resiliensi atau ketahanan Parks dalam perjuangan mencapai kesetaraan. Menggunakan korpus tersebut, artikel ini akan memperlihatkan bentuk, sumber, dan faktor pendukung serta dampak resiliensi dalam perjuangan tokoh Rosa Parks melawan diskriminasi ras. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan tekstual. Struktur naratif akan dianalisis menggunakan teori naratif Roland Barthes (1975). Selanjutnya untuk memperlihatkan resiliensi Rosa Parks akan digunakan teori resiliensi Wu et al. (2013) dan teori faktor pendorong resiliensi Herman et al. (2011). Berkat dukungan komunitas kaum kulit hitam dan gereja sebagai sumber dan faktor pendukung resiliensi Parks, ia dapat memberdayakan dirinya dengan rasa percaya diri dan merebut kehormatannya kembali dengan menentang hukum segregasi. Resiliensi Parks juga menunjukkan bahwa kaum kulit hitam tidak radikal dan mungkinnya mencapai perubahan tanpa kekerasan. Ébodé juga membawa eksistensi Afrika dalam perjuangan kaum kulit hitam di Amerika melalui tokoh fiktif.

Early 50s marked the start of black civil rights movement in the United States in achieving equality and culminated in one of its most historical movements of Rosa Parks’ bus boycott in Montgomery, Alabama in 1955. This event inspired Eugène Ébodé to write the novel La Rose dans le bus jaune (2013) which is considered to show Parks’ resilience in the struggle for equality. Using the novel, this article will reveal the forms, sources, and supporting factors as well as the impact of resilience in Rosa Parks’ struggle against racial discrimination. This research uses a qualitative method with a textual approach. The narrative structure will be analysed using Roland Barthes’ narrative theory (1975). Furthermore, to analyse Rosa Parks’ resilience, the resilience theory of Wu et al. (2013) and the theory of resilience driving factors of Herman et al. (2011) will be used. Thanks to the support of the black community and the church as sources and supporting factors of Parks’ resilience, she empowers herself with confidence and reclaim her honour by defying segregation laws. Parks’ resilience also shows that the black community is not radical and that it is possible to achieve change without violence. Ébodé also brings Africa to the black community’s fight in America through fictional characters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mudie Khalia Fitriana
"Tesis dengan judul Kebebasan Berekspresi Dalam Musik: Studi Kasus Eminem ini diajukan oleh Mudie Khalia Fitriana untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Magister Sains dalam program pascasarjana bidang studi Kajian Wilayah Amerika yang telah ditempuh sejak tahun 2000. Tesis ini dibuat sembilan puluh delapan halaman dan terdapat dalam lima bab yang disusun secara berkesinambungan, mulai dari latar belakang kasus yang menarik perhatian penulis untuk menguji dalam kasus ini berkenaan dengan kebebasan berekspresi individu dalam lingkungan sosialnya.
Kasus Eminem ini dijadikan bahan studi untuk menguji kebebasan individu dalam masyarakat yang juga menginginkan hak-haknya sebagai manusia diperjuangkan oleh badan hukum yang bertugas untuk melindungi dan menjamin hak-hak individu sebagai warga negara.
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan menggunakan teori kebudayaan, dimana nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya dijadikan pedoman hidup warga negara Amerika yang berazaskan demokrasi. Karena kebudayaan adalah merupakan bagian dari kehidupan yang dijalankan oleh manusia sehari-hari dan dari kebudayaan tersebut berkembanglah industri-industri yang mengkonsentrasikan diri di dunia hiburan yang tentunya dapat memberikan nilai tambah baik bagi individu yang bersangkutan maupun individu lainnya.
Penulis menggunakan metode kajian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penulisan tesis dan data-data tersebut diperoleh dari tulisan-tulisan di jurnal, surat kabar, buku-buku literature yang dipertukan dan juga data-data dari situs-situs di internet.
Kesimpulan akhir dibuat setelah penulis mengkaji dan memahami kasus kebebasan individu yang berkembang di Amerika. Dengan adanya demokrasi yang menjadi pedoman setiap warga negara, menjadikan posisi setiap individu kuat tanpa adanya campurtangan dan pengaruh individu atau badan yang akan merampas hak dan kebebasannya sebagai individu yang bebas. Pemerintah menjamin kebebasan masing-masing individu, tetapi masing-masing individu tersebut sebagai warga negara mempunyai kewajiban yang sama yang harus dijalankan sama halnya dengan hak yang mereka dapatkan. Tanggungjawab moral juga merupakan bagian terpenting yang harus diterapkan dalam kehidupan bersama sebagai individu yang menghargai individu lainnya tanpa melihat perbedaan yang ada sebagai makhluk sosial.

The thesis with a topic Kebebasan Berekspresi dalam Musik: Studi Kasus Eminem proposed by Mudie Khalia Fitriana in order to meet the requirement of master's degree in American studies program that has been taken by the writer since the year 2000. This thesis consist of ninety-eight pages, divided into five chapter that begin by background which the writer is interested and willing to examine the case that focused to the freedom of expression for individual reason in social life.
Eminem has been chosen as a case subject for to examine the freedom of individual in society, where the individual wants their right can be adopted in their real life, not only written on the Amendment and justified by law. Not just because the law have a duty to protect and guarantee individuals rights as a citizen.
For examine the case, writer used the theory of culture because culture values included on that theory can be used as a guide for living by American citizen based on democracy. Culture is a part of human life and technology rise functions of culture, where culture develops some of industry which one of them concentrate on entertainment that would give so much gain for individual itself and other people as consumer.
In order to collect data that needed for this thesis, writer used the library methods with qualitative approach. All data were attracted from journals, newspapers, literature and websites on internet.
The conclusion of this thesis made after writer examines and understands the case about the freedom of individuals in America. Democracy as a guide for the citizen, make every individual position strong without any interference and influence from other people or organization which can take or encroach the right and freedom.
Government promises to guarantee the freedom of individual, but each individual as a citizen have the same duty as same as a rights that they have it. Responsibility is the important things that should be lived on in their social life as individual whose respect other individual without seeing the different as a social creature.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadri Husin
"Hak-hak tersangka/terdakwa dalam KUHAP sejalan dengan pengakuan Hak Asasi Manusia (HAM). Berdasarkan demikian seorang tersangka/terdakwa tidak dapat dianggap bersalah sebelum dinyatakan oleh keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti. Perlindungan tersangka/terdakwa dari kesewenangan penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus dapat dilaksanakan dalam peradilan pidana. Namun kesenjangan hak tersangka/terdakwa dapat terjadi baik secara normatif maupun secara empiris, hal ini dapat disebabkan rumusan undang-undang yang tidak jelas, atau persepsi penegak hukum dan pencari keadilan yang berbeda terhadap hak tersebut. Oleh karena itu masalah penelitian adalah :
1. Apkah terdapat kesenjangan hak tersangka/terdakwa dalam KUHAP?.
2. Bagaimana kesenjangan hukum secara empiris hak-hak tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana di Propinsi Lampung?.
3. Pada tingkat proses peradilan manakah kesenjangan hak tersangka/terdakwa paling banyak terjadi.
Penelitian normatif dan empiris dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hakhak tersangka/terdakwa dan para penegak hukum serta pencari keadilan dalam proses peradilan pidana di wilayah Pengadilan Tinggi Propinsi Lampung, menghasilkan data bahwa secara normatif dan empiris terdapat kesenjangan mengenai hak tersangka/terdakwa baik dalam KUHAP maupun dalam pelaksanaan penerapan hak tersebut.
Kesimpulan kesenjangan hak tersangka/terdakwa secara normatif, karena tidak konsisten perumusan hak yang ada dalam KUHAP. Hal lain adalah disebabkan penggunaan bahasa yang tidak jelas dalam rumusan hak tersangka/terdakwa dalam KUHAP menyebabkan perbedaan persepsi di kalangan penegak hukum maupun dari pencari keadilan terhadap hak tersangka/terdakwa. Kesenjangan hak-hak tersangka terdakwa secara empiris terjadi dalam seluruh tahap pemeriksaan peradilan pidana baik pemeriksaan penyidikan, pemeriksaan penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan. Kesenjangan yang paling banyak terjadi dalam pelaksanaan penerapan hak-hak tersangka/terdakwa terjadi pada proses praadyudikasi.
Saran yang diajukan adalah :
1. Mengurangi atau menghilangkan kesenjangan secara normatif mengenai hak tersangka/terdakwa dengan mengadakan peninjauan kembali KUHAP.
2. Meningkatkan kemampuan profesional para penegak hukum, maupun kesadaran hukum masyarakat pencari keadilan secara memadai.
3. Mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu dalam proses peradilan pidana dengan menumbuhkembangkan sikap batin antara penegak hukum untuk menghargai dan melaksanakan secara benar hak-hak tersangka/terdakwa sebagai komitmen terhadap negara hukum dan negara demokrasi.

It is understood that the rights of the suspect/ accused in the KUHAP are parallel with the declaration/acknowledgement of human right. Based on that a suspect/accused should not be considered guilty before it is officially decided as a final verdict. Protection of the suspect/accused from law enforcement officials cruelty in conduction their duties and authorities should be established in criminal justice. However, discrepancy between rights of the suspect/accused could occur bath normatively as well as empirially due to unclear formulation of law or perception differences on that right between law enforcement officials and justice seekers.
Therefore, the problems of this research are :
1. Is there any discrepancy within the rights of the suspect/accused in the KUHAP?.
2. How is law discrepancy of the rights of the suspect/ accused within the process of criminal law in Lampung empirically?.
3. In what level of law process is the discrepancy of right of the suspect/accused mostly occured?.
Research is carried out normativelly toward regulation of laws concerning rights of the suspect/accused, law enforcement officials, as well as justice seekers within the process of criminal law in Lampung Provincial. High Court shows that both normatively and empirically there are discrepancies concerning the rights both in the KUHAP and in the implementation of the establishment of rights. It can be concluded that normatively the discrepancy of the rights in the KUHAP. The unclarity of the language used in the formulation of the rights in the KUHAP also causes various perceptions among law enforcement officials and justice seekers concerning the rights.
Discrepancies of rights of the suspect/accused emprically occures within all the stages of crimial justice investigations, in spot/close investigations, prosecutions, and hearings. The greatest number of discrepancies concerning the implementation of the establishment of rights of the suspect/accused occur during the prejudiciary process.
To overcome the situation some suggestions are recommended, namely :
1. Decreasing or eliminating the discrepancies concerning rights of the suspect/accused normatively by reevaluating the KUHAP.
2. Increasing the professional skills of the law enforcement officials, and the law awareness of the justice seekers' society appropriately.
3. Establishing integrated criminal justice system within the criminal justice process by developing a certain inner attitude among the law enforcement officials which respects and is willing to establish correctly rights of the suspect/accused as a commitment toward a lawful and democratic country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
D96
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Chandra Anggiat L.
"Pelanggaran HAM Berat Timor Timur yang terjadi dalam kurun waktu Januari-September 1999 pada saat pra dan pasca jajak pendapat menurut KPP HAM TIMTIM, berdasarkan fakta dokumen, keterangan dan kesaksian, dari berbagai pihak, pelanggaran tersebut tak hanya merupakan tindakan yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran berat Hak Asasi Manusia atau gross violation of human rights yang menjadi tanggung jawab negara (states responsibilities), namun dapat dipastikan, seluruh pelanggaran berat HAM tersebut dapat digolongkan sebagai universal jurisdiction. Yaitu mencakup pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran dan pemindahan paksa serta lain-lain tindakan tidak manusiawi, terhadap penduduk sipil, ini adalah pelanggaran berat atas hak hidup (the rights to life), hak atas intregrasi jasmani (the rights to personal integrity), hak akan kebebasan (the rights to liberty), hak akan kebebasan bergerak dan bermukim (the rights of movement and to residence), serta hak milik (the rights to property).
Pemerintah atas desakan internasional akhirnya mengadakan persidangan terhadap pelaku melalui Pengadilan HAM Ad Hoc TIMTIM di Jakarta. Seperti yang sudah diperkirakan bahwa akan terjadi kekecewaan dalam vonis pengadilan tersebut. Hal ini sudah terlihat dari kerancuan definisi-definisi mengenai pelaku pelanggar HAM, tindakan pidana dan tanggung jawab komando dalam pasal-pasal di UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM serta ketidakmampuan para penegak hukum dalam membuktikan dakwaan yang dimaksudkan. Dunia Internasional kecewa terhadap vonis yang telah dikeluarkan dan melalui Komisi Ahli PBB direkomendasikan agar dilakukan pengadilan ulang atau dilakukan pengadilan tribunal. Untuk itu Indonesia harus menyikapi secara serius hal-hal tersebut dan sesegera mungkin mengubah cara pandang pespektif HAM sesuai dengan Hukum Internasional dan melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap perundangundangannya sehingga tidak terulang kembali pelanggaran HAM yang serupa. Dan hendaknya di kawasan Asia Tenggara di bentuk Pengadilan HAM agar HAM dapat ditegakkan, karena pada hakekatnya Penegakan HAM adalah tugas negara dan jika negara gagal melakukannya maka negara yang harus diadili sebagai bentuk tanggung jawab di dunia internasional melalui pengadilan yang tidak dibentuk oleh negara yang bersangkutan tapi merupakan pengadilan yang sesuai dengan standar internasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Aftarini
"Penyidikan sebagai proses awal hukum dalam penegakkan hukum materiil melalui hukum formil yang memungkinkan adanya upaya paksa yang notabene membatasi kemerdekaan dari tersangka pelaku tindak pidana. Tindakan penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (penyidik) terhadap seseorang tersangka pelaku tindak pidana maka akan menimbulkan asosiasi di kalangan masyarakat dan menghubungkan dengan perbuatan pelanggaran hukum atau perbuatan pidana yang tercela oleh masyarakat. Proses labeling sebagai seseorang yang melakukan tindak pidana seketika disandang tersangka begitu penyidik menetapkan penahanan atas dirinya sebagai pelaku tindak pidana. Proses kehidupan sebagai tahananpun dimulai. Sebagai seorang tahanan tentunya hak asasi tersangka yaitu kemerdekaan atau kebebasannya terampas. Hak-haknya sebagai tersangka yang ditahan seketika rentan dari berbagai tindakan yang sewenang-wenang atau penyalahgunaan kewenanga dari aparat penegak hukum. Baik pada saat ditahan maupun pada saat menjalani masa tahanan.
Oleh karena itu, guna menyelamatkan manusia dari perampasan dan pembatasan terhadap hak-hak asasinya dari tindakan penahanan yang tidak disertai surat perintah penahanan maka pembuat undang-undang membuat suatu rumusan ketentuan-ketentuan hukum secara limitatif dan terperinci yang membatas penggunaan kewenangan menahan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan.
Akan tetapi walaupun secara normatif sudah dibatasi penggunaan wewenang untuk menahan tersangka namun, dalam pelaksanaannya masih ditemuinya adanya pelanggaran atau pengabaian terhadap hak-hak asasi manusia (tersangka). Hal ini disebabkan karena tindakan penahanan selalu merupakan tindakan yang menimbulkan persoalan baru bagi tersangka/keluarganya dan persoalan tersebut timbul karena pelaksanaan penahanan memiliki wilayah yang abu-abu (grey area)dan sangat kompleks jika dikaitkan dengan hak asasi manusia.
Hak asasi manusia sebagai hak yang diakui secara universal. Hak asasi manusia pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan dan atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Artinya, ada pembatasan-pembatasan tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan. Perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dilaksanakan secara proporsional tanpa mengorbankan hak masyarakat demi membela hak-hak individu yang berlebihan.
Pemeriksaan perkara pidana diawali dengan kegiatan penyidikan, penyidik untuk kepentingan penyidikan dapat melakukan penahanan berdasarkan norma-norma hukum yang diatur dalam Pasal 20 sampai dengan 31 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Hasil penyidikan inilah yang akan menjadi dasar untuk dilakukan penuntutan dan pemeriksaan perkara pidana oleh majelis hakim sehingga diperoleh putusan pemidanaan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Hasil penyidikan yang tidak baik akan menghasilkan putusan pemidanaan yang tidak balk. Jangan sampai orang yang tidak bersalah yang dijatuhi hukuman.
Hasil penelitian menunjukkan dominasi alasan yuridis subjektif atas alasan yuridis objektif dari penahanan, sehingga urgensi penahanan hanya sekedar menjalankan perintah undang-undang dan merupakan bagian dari menjalankan tugas negara. Jadi terbukti atau tidak bersalahnya tersangka yang ditahan tersebut itu urusan pengadilan. Penderitaan tersangka yang ditahan atas penahanan yang tidak sah bukanlah menjadi tanggung jawab penyidik dan itu hanya dipandang sebagai pelanggaran kode etika profesi.
Berdasarkan latar belakang kewenangan dan tujuan penahanan maka penulis mengkaji apa yang menjadi urgensi dari penyidik untuk memutuskan menahan atau tidak menahan seseorang pelaku tindak pidana dan bagaimana batasan normatif dapat menjamin perlindungan hak asasi tersangka yang di tahan dari tindakan yang sewenang-wenang dari penyidik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Nestahadi
"Artikel ini membahas peran Medgar Evers dalam Jackson Movement. Jackson Movement adalah gerakan sosial yang bertujuan untuk menghapus hukum Jim Crow di Mississippi, salah satu caranya adalah dengan melakukan pemboikotan toko yang melakukan praktik segregasi dan Sit-in. Beberapa karya telah membahas peristiwa ini, namun penelitian ini memberikan sudut pandang baru yaitu peranan Medgar Evers sebagai tokoh sentral dan terkemuka dari Jackson Movement dan pembahasan yang terfokus pada Mississippi.. Medgar Evers merupakan tokoh sentral karena ia adalah Sekretaris Lapangan NAACP di Mississippi sekaligus yang juga sering diliput dalam media nasional dan vokal atas tanggapan mengenai Jackson Movement. keterlibatan Medgar Evers mengakibatkan kematiannya ditangan ekstremis kulit putih. Penelitian bermaksud melengkapi penelitian yang telah ada mengenai Civil Rights Movement pada tahun 1954-1963. Topik bahasan mengenai peran Medgar dalam gerakan hak sipil pada saat itu belum banyak dibahas karena penelitian sebelumnya umumnya terfokus pada gerakan hak sipil dalam skala nasional. Tidak banyak yang membahas dari sudut pandang lokal, terutama Mississippi. Hasil penelitian adalah Medgar Evers menjadi tokoh kuat yang membuat Jackson Movement tetap berjalan untuk melawan Jim Crow dan Gerakan ini sendiri menjadi pemicu dihapuskannya hukum segregasi di Mississippi. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari 4 tahapan berupa heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Sumber yang digunakan adalah autobiografi Medgar Evers, surat kabar, berbagai buku dan jurnal penelitian yang diperoleh secara daring.

This article examines the role of Medgar Evers in the Jackson Movement. The Jackson Movement is a social movement that aims to abolish the Jim Crow law in Mississippi, one of the ways is by boycotting stores that practice segregation and Sit-ins. Several works have discussed this event, but this research provides a new perspective, namely the role of Medgar Evers as a central and prominent figure of the Jackson Movement and a discussion focused on Mississippi. Medgar Evers is a central figure because he is the NAACP Field Secretary in Mississippi as well as frequent coverage in the national media and vocal in response to the Jackson Movement. Medgar Evers' involvement resulted in his death at the hands of white extremists. This research intends to complement existing research on the Civil Rights Movement in 1954-1963. The topic of discussion about Medgar's role in the civil rights movement at that time had not been widely discussed because previous research had generally focused on the civil rights movement on a national scale. Not much is covered from a local point of view, especially Mississippi. The result of the research is that Medgar Evers became a strong figure who kept the Jackson Movement running against Jim Crow and this movement itself became the trigger for the abolition of the segregation law in Mississippi. This study uses the historical method which consists of 4 stages in the form of heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The sources used are Medgar Evers' autobiography, newspapers, various books and research journals obtained online."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
Unggah4  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridhwan Indra
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984
S25332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Susilarti
"Pelanggaran hak tersangka terjadi karena adanya tindakan menyimpang dari pejabat penyidik, penuntut umum dan pengadilan, hal ini berakibat secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Tahanan Negara Klas IIA Jakarta Timur, dan pelanggaran hak narapidana adalah akibat dari sistem administrasi yang tidak baik dalam proses peradilan pidana. Dalam proses hukum seseorang mempunyai hak untuk membela diri dan menuntut hak-haknya sesuai dengan asas "kedudukan yang sama dimuka hukum" dan asas "praduga tidak bersalah".
Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan mengambil data melalui informan-informan yang berhubungan dengan data yang akan diteliti dan kemudian dipaparkan sebagai sebuah hasil penelitian dan kemudian dianalisa.
Data yang dikumpulkan akan dianalisis secara kualiatatif. Metode kualiatatif menghasilkan data yang bersifat diskriptif analisis, yaitu pendapat informan diteliti dan dipelajari secara menyeluruh. Berdasarkan pemikiran tersebut metode kualitatif bertujuan untuk menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat atau tanggapan informan dan narasumber kemudian mendiskripsikannya secara lengkap dan mendetail aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan pokok perrnasalahan, selanjutnya dianalisis untuk mengungkapkan kebenaran, dan memahami kebenaran tersebut.
Dari hasil penelitian deskriptif analisis dan dengan metode kualitatif diperoleh gambaran bahwa : Terjadinya pelanggaran hak tersangka dan narapidana yang dilakukan oleh pihak Rumah Tahanan Negara merupakan akibat faktor ekstemal, berupa keterlambatan administrasi peradilan, yaitu keterlambatan penyerahan surat perpanjangan penahanan atau surat penetapan perpanjangan penahanan; kurang seimbangnya porsi kewenangan di antara aparat penegak hukum, sehingga timbul pelanggaran hak tersangka secara administratif dan fisik. Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan (Hakim) kewenangannya diatur oleh Undang-Undang sedangkan Rumah Tahanan Negara (Pemasyarakatan) hanya diatur oleh Peraturan Pemerintah.; kurangnya sarana dan fasilitas pengadilan mengakibatkan kurang optimalnya pelaksanaan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan yang mengakibatkan pelanggaran hak tersangka. Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dan birokrasi yang buruk mengakibatkan administrasi peradilan tidak berjalan baik sehingga tidak tercipta suatu koordinasi pada setiap sub sistem peradilan pidana dan merupakan pencetus timbulnya pelanggaran hak asasi manusia.

Violation on the defense right resulted from the existence of deviated acts from the identification official, public prosecutor and the court having direct and indirect effect in Class IIA State Penitentiary of East Jakarta, and violation from the defense is resulted from bad administrative system in criminal court process. In legal process anyone has the right to make their defense and demanding their rights according to the basis of "equal standing before the law" and the basis of "presumption of innocence".
The research in this thesis uses qualitative approach that is by data collection through informants related to the data being evaluated and then elaborated as a result of research and then to be analyzed.
The collected data will be analyzed qualitatively. The qualitative method produces data with descriptive analytical characteristics that is the informant opinion is evaluated and studied as a whole. Based on that way of thinking, the qualitative method is aimed to interpret qualitatively about the opinion or response of the informant and source of data and then to be described completely and in detail for certain aspects related to the main issue, and then to be analyzed to reveal its truth, and understanding that truth.
From the results of descriptive analytical research and with qualitative method, a picture has been obtained that is: The occurrence of violation on the defense and prisoner rights done by the State Penitentiary as the results of external factor in the form of the court administrative delay that is delay on the submission of prolonged holding letter or decree letter of prolonged holding; The lack of balance on the authority portion among law enforcing official, resulting in the violation of the defense right administratively and physically. The Police Department, Prosecutor, and the Court (Judge), their authority is' regulated by the Laws and the State Penitentiary (Socialization) is only regulated by Government Regulation; The lack on the court facility and infrastructure resulting in. the lack of optimal implementation of simple, quick, and with cheap cost court basis, resulting in the violation on the defense right. The lack of quality and quantity on human resource and bad bureaucracy results in the court administration not running smoothly thus there is no coordination in every sub-system of criminal court and the trigger on the rising of violation on human right.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>