Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157291 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Vidina Wulan Asri
"Tesis ini membahas mengenai RUPS PT Terbuka dalam hal adanya pemegang saham tidak hadir (afwezig) pada proses go private dengan melakukan analisis atas Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 263/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel. PT Terbuka harus membeli kembali sahamnya dari pemegang saham publik pada proses go private, dan jumlah pemegang sahamnya menjadi paling banyak 50 pihak. Terkait hal ini, Notaris berperan untuk membuat akta berita acara RUPS terkait go private. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini mengenai pelaksanaan RUPS dengan adanya penetapan afwezigheid atas pemegang saham yang tidak dapat ditemukan; dan peran notaris pasar modal pada penyelenggaraan RUPS tersebut. Metode penelitian tesis ini adalah doktrinal dengan menggunakan data sekunder. Tipologi penelitian tesis ini adalah problem-solving. Hasil dari penelitian ini adalah dalam proses go private PT Terbuka yang pemegang sahamnya tidak dapat ditemukan dapat mengajukan permohonan penetapan afwezigheid kepada Pengadilan Negeri dalam melaksanakan go private. Pengadilan Negeri dapat menunjuk kepada Pejabat Balai Harta Peninggalan untuk mengurus saham tersebut. Balai Harta Peninggalan kemudian dicatatkan dalam Daftar Pemegang Saham PT Terbuka melalui Biro Administrasi Efek dan Kustodian Sentral Efek Indonesia. Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Jabatan Notaris, maka Notaris berwenang untuk memberikan penyuluhan hukum kepada PT Terbuka terkait dengan penyelenggaraan RUPS setelah adanya penetapan afwezigheid, khususnya mengenai komparisi Balai Harta Peninggalan dalam RUPS tersebut.

This thesis analyze the GMS of a Public Company in the event that there are absent shareholders (afwezig) in the go-private process by analyzing the Decision of South Jakarta District Court Number 263/Pdt.P/2022/PN.Jkt.Sel. The Public Company shall buy back its shares from public shareholders for going private purposes, and the number of its shareholders shall not exceed 50 parties. In this regard, the Notary's role is to prepare the deed of minutes of the GMS regarding going private. The issues raised in this thesis are the implementation of the GMS related to the afwezigheid court decision; and the role of the capital market notary at the GMS. The research method of the thesis is doctrinal, using secondary data. The typology of the thesis is problem-solving. The result of this thesis is for go private pupose, a Public Company that has absent sharehoders may submit an application for the afwezigheid decision to the District Court. The District Court may appoint a Property and Heritage Agency to administer the shares as assets. Property and Heritage Agency shall be registered in the List of Shareholders through the Securities Administration Bureau and the Indonesian Central Securities Depository afterward. Referring to Article 15 paragraph (2) of the Notary Public Law, the Notary has the competence to provide legal advice to the Public Company on the GMS implementation following the afwezigheid decision, especially regarding the comparison of the Property and Heritage Agency during the GMS."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine Susantio
"Tesis ini membahas mengenai go private perseroan terbuka dan perlindungan hukum bagi kepentingan pemegang saham publiknya. Go private merupakan proses dimana suatu perusahaan terbuka melakukan perubahan statusnya kembali menjadi perusahaan tertutup. Hingga saat ini belum ada peraturan khusus mengenai go private di Indonesia. Namun Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal dan berbagai peraturan bursa, mengatur tahapan go private yang harus dipenuhi yaitu persetujuan RUPS Independen, penawaran tender, paska penawaran tender dan delisting. Kasus yang dianalisis dalam tesis ini adalah go private PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk, dengan menitikberatkan pada pembahasan perlindungan terhadap pemegang saham publik yang merupakan minoritas yaitu perlindungan dalam aspek keterbukaan informasi, penawaran tender, serta dalam hal pemegang saham publik tidak setuju atas rencana go private perseroan. Penelitian tesis ini merupakan penelitian normatif dan menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung melalui penulusuran kepustakaan atau dokumentasi.

This thesis mainly discusses the process of going private by public company and the legal protection granted to its public shareholders. Going private is a transaction by which a company changes its status from a public company into a private company. To date, there is still no special regulation regarding going private in Indonesia. However, the Limited Liability Company Law, Capital Market Law and various stock exchange regulations specify several stages that should be completed in order to go private, namely: the approval of the Independent Shareholders General Meeting, tender offer, post tender offer and delisting. The case analysis in this thesis is the going private transaction of PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk, highlighting the aspects of legal protection for its public minority shareholders which are disclosure of information, tender offer, as well as in the case of public shareholders disagreement on the company's plan to go private. This thesis is a product of normative research and utilizes secondary data which are obtained from literatures or documents."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwardo Warman Putra
"Pengaturan khusus Go Private diundangkan melalui POJK No. 3/2021. Selama ini pelaksanaan Go Private telah kerap dilakukan, dalam pelaksanaannya Go Private kerap terhambat dengan Pemegang Saham Tidak Hadir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketentuan Go Private berdasarkan POJK No. 3/2021, beserta mekanisme yang dapat dilakukan untuk menangani Pemegang Saham Tidak Hadir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif serta penelitian ini didukung dengan pelaksanaan wawancara bersama praktisi harta peninggalan. Berdasarkan hasil penelitian, Perseroan Terbuka melakukan Go Private secara sukarela maupun akibat perintah dari OJK. Pengaturan Go Private pasca diundangkannya POJK No. 3/2021, lebih memberikan kepastian hukum terhadap pemegang saham independen serta terhadap kelancaran Perseroan Terbuka dalam melakukan Go Private. Mekanisme penyelesaian masalah Pemegang Saham Tidak Hadir dapat diselesaikan dengan memohon jumlah maksimal pemegang saham lain kepada OJK atau melalui mekanisme lain yaitu dengan melakukan pengajuan permohonan penetapan Pengadilan agar Pemegang Saham Tidak Hadir dapat diwakilkan oleh BHP. Berdasarkan penetapan tersebut BHP akan melakukan pengurusan dengan menjual saham yang diurusnya dan menatausahakan uang hasil penjualan selama 30 (tiga puluh) tahun. Apabila jangka waktu penatausahaan tersebut sudah lewat, maka uang penjualan tersebut akan dimasukan ke dalam kas negara.

Go Private special regulation was promulgated through POJK No. 3/2021. During the time of implementation, Go Private is often hampered by the Absence of Shareholders. This study aims to analyze Go Private provisions based on POJK No. 3/2021, in conjunction with the implementation relevant mechanism for Absence Shareholder. The method used in this research is normative juridical and this research is supported by conducting interviews with practitioners of inheritance. Based on the research results, Public Companies transition to Go Private voluntarily or because of orders from the OJK. Go Private regulation after the promulgation of POJK No. 3/2021, provides more legal certainty for independent shareholders and make the transition of going private for publicly listed companies easy. The mechanism for resolving the Absence of Shareholders problem can be resolved by requesting the maximum number of other shareholders to the OJK or through another mechanism, mainly by submitting a request for a court order so that the Absent Shareholders can be represented by Property and Heritage Agency (BHP). Based on this stipulation, BHP will manage it by selling the shares and administering the proceeds from the sale for 30 (thirty) years. If the administration period has passed, the sales money will be included in the state treasury."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cassanda Sarah
"Sebuah penantian panjang bagi PT Aqua Golden Mississippi Tbk. untuk sampai pada akhirnya berhasil mendapatkan persetujuan pemegang saham minoritas untuk go private. Pemegang saham dalam perusahaan terbuka merupakan pihak yang memiliki kedudukan penting dalam pengambilan keputusan aksi korporasi perusahaan. Pemegang saham memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjalankan aksi korporasi tersebut sesuai dengan porsinya sebagai pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Dalam aksi korporasi go private, tindakan ini hanya dapat dilakukan dengan persetujuan pemegang saham minoritas melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Persyaratan tersebut diberikan untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.Dalam tindakan go private, pemegang saham mayoritas hanya diberikan wewenang untuk memberikan usulan dan melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum pasar modal. Peraturan mengenai go private secara spesifik belum ditetapkan oleh Bapepam-LK, namun bertindak sebagai pengawas dan regulator di bidang pasar modal, Bapepam-LK dapat mengeluarkan kebijakan berupa Surat Bapepam-LK perihal Rencana Go Private. Selain surat tersebut, proses go private dilakukan sesuai dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Benturan Transaksi Kepentingan Tertentu, Peraturan Bapepam Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender.

It is a long wait for PT Aqua Golden Mississippi Tbk. to finally managed to get the approval of minority shareholders to go private. Shareholders in public companies is a party that has an important position in the company's corporate decision-making action. The shareholders have the rights and obligations that must be met in carrying out corporate action in accordance with it's portion as a majority shareholder and minority shareholders. In a corporate action, go private can only be done with the approval of minority shareholders through the Extraordinary General Meeting of Shareholders. These requirements are given to protect the interests of minority shareholders. In this go private action, the majority shareholders of a company only authorized to propose and carry out duties in accordance with the provisions of capital market law. Specific regulations for Go Private have not been determined by Bapepam-LK yet, but act as supervisors and regulators in the capital market, Bapepam-LK may issue a policy letter concerning to the plan of going private of a company. In addition to the letter, go private process conducted in accordance with Bapepam Rule Number IX.E.1 on Conflicts of Interest of Certain Transactions and Bapepam Rule No. IX.F.1 about the Tender Offer.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S538
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Telly Widjaya
"Laporan keuangan berisi informasi yang diperlukan oleh berbagai pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan yang tepat. Pertanggungjawaban atas tindakan pengurusan dan pengelolaan perseroan yang tercantum di dalam laporan keuangan perseroan adalah merupakan kewajiban direksi perseroan. Namun hal tersebut tidak dilaksanakan oleh direksi perseroan sehingga mengakibatkan ahli waris dari salah satu pemegang saham perseroan yang telah meninggal dunia menggugat dan meminta pengadilan memerintahkan dilaksanakannya pemeriksaan keuangan (audit). Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah peran notaris di dalam pembuatan akta RUPS yang isinya meminta pemeriksaan (audit) laporan keuangan dan upaya yang dapat dilakukan Ahli Waris dalam rangka meminta pertanggungjawaban pengurus dengan melakukan audit laporan keuangan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dan disajikan dalam bentuk preskriptif. Hasil penelitian ini menemukan pentingnya peran notaris sebagai pejabat umum yang memiliki keahlian dan keterampilan di bidang hukum perseroan terbatas, dalam memberikan penyuluhan hukum dan pemahaman kepada para pihak yang berkepentingan berkaitan dengan prosedur RUPS dan pertanggungjawaban laporan keuangan perseroan. Dengan demikian hak dan kewajiban pengurus atas perseroan terbatas menjadi jelas dan memiliki jaminan serta kepastian hukum. Adapun saran yang dapat diberikan adalah melibatkan notaris dalam pelaksanaan RUPS serta notulen RUPS dibuatkan dalam akta notaris, sehingga para pihak dapat meminimalisir terjadinya konflik melalui proses hukum yang memakan waktu yang cukup lama sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1464 K/PDT/2018.

Financial statements contain information needed by various stakeholders to make the right decisions. Responsibility for the management and management actions of the company listed in the company's financial statements is the obligation of the company's directors. However, this was not carried out by the company's directors, resulting in the heirs of one of the company's shareholders who had passed away suing and asking the court to order an audit. The problem raised in this study is the role of notaries in making GMS deeds which request an audit of financial statements and efforts that can be made by heirs in order to hold the management accountable by auditing financial statements. To answer these problems, doctrinal legal research methods are used and presented in prescriptive form. The results of this study found the importance of the role of notaries as general officials who have expertise and skills in the field of limited liability company law, in providing legal counseling and understanding to interested parties related to GMS procedures and accountability of the company's financial statements. Thus, the rights and obligations of the management of a limited liability company become clear and have legal guarantees and certainty. The advice that can be given is to involve a notary in the implementation of the GMS and the minutes of the GMS are made in the notarial deed, so that the parties can minimize the occurrence of conflicts through a legal process that takes a long time as in the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1464 K/ PDT/2018."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bramasta N.G.W.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
"Skripsi ini membahas mengenai penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan di dalam ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dengan mengambil studi kasus penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka wakt di PT AMCapital. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa menurut ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS Tahunan wajib diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Dengan adanya kata "wajib" di dalam ketentuan tersebut, maka dapat dikatan ketentuan tersebut bersifat imperatif (mandatory rule). Akan tetapi tidak terdapat Konsekuensi Hukum apapun (sanksi dalam bentuk denda, peringatan/teguran atau dalam bentuk apapun juga) terhadap penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Dengan tidak adanya sanksi dalam hal terjadi penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu yang ditentukan dalam UU PT 2007, maka Penulis mendapatkan juga kesimpulan bahwa tidak terdapat perlindungan hukum terhadap para pemegang saham terhadap penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akan tetapi terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang saham terkait penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

This paper discusses the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders (AGM) which exceed a period as specified in the provisions of Law no. 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, by taking a case study of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders exceed period at PT AMCapital Indonesia. The method used in this study is normative juridical research, using secondary data. This study concluded that under the provisions of Article 78 paragraph (2) of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, Annual General Meeting shall be held no later than 6 (six) months after fiscal year end. With the word "shall" in these provisions, it can such provision is imperative (mandatory rule). However, there is not any legal consequences (sanctions in the form of fines, warning / reprimand or in any form) of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period as specified in Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company.
In the absence of sanctions in the event of implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period specified in the Act PT 2007, the authors have also concluded that there is no legal protection against the shareholders of the implementation of the Annual General Meeting of Shareholders which exceed a period of time stipulated in Law No. 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company. However, there are efforts that can be done by the relevant shareholders through the annual GMS implementation period specified in the Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1533
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Aulia Harunsyah Gumay
"Pokok permasalahan yang dikemukakan adalah mengapa suatu perseroan terbuka memutuskan untuk go private; Bagaimana mekanisme yang dapat dilakukan oleh perseroan terbuka yang setelah melakukan penawaran tender dalam rangka go private masih memiliki lebih dari 300 tiga ratus pemegang saham dan modal disetor lebih dari Rp. 3.000.000.000,- tiga miliar rupiah, serta bagaimana akibat hukum terhadap akta perubahan anggaran dasar yang dibuat oleh notaris dalam hal tidak terpenuhinya keterbukaan informasi dalam pasar modal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, menggunakan data sekunder, serta dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian alasan perseroan memilih untuk melakukan go private yaitu karena sahamnya tidak likuid, perseroan sudah tidak membutuhkan dana dari masyarakat, mencegah terjadi perubahaan pemegang kendali perseroan. Mekanisme yang dapat dilakukan oleh perseroan yaitu perseroan dapat membeli kembali saham perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat 1 UUPT hingga perseroan tidak lagi memenuhi kriteria perseroan terbuka. Akibat hukum terhadap akta perubahan anggaran dasar yang dibuat oleh notaris dalam hal notaris terbukti bersalah atas tidak terpenuhinya keterbukaan informasi dalam pasar modal sesuai Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Pasar Modal yaitu berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata aktanya dapat menjadi tidak autentik, bentuk tanggung jawab notaris pasar modal yaitu notaris pasar modal dapat dimintakan pertanggung jawaban perdata, pidana, dan adminstratif. Perlunya pengaturan mengenai go private secara lebih tegas karena masih dirasa kurang.

The main point of the issue is why an open company decides to go private How is the mechanism that can be done by an open company which after conducting a tender offer in order to go private still has more than 300 three hundred shareholders and paid up capital of more than Rp. 3.000.000.000, three billion rupiah , and how the legal effect on the deed of amendment of the articles of association made by the notary in the case of non fulfillment of information disclosure in the capital market. To answer the problem, the type of research used is normative juridical, using secondary data, and analyzed qualitatively. Based on the results of the study, the company chose to go private because the shares are not liquid, the company does not need funds from the public, preventing the change of control holders of the company. The mechanism that can be done by the company is the company can buy back the shares of the company in accordance with the provisions of Article 37 paragraph 1 UUPT until the company no longer meets the criteria of the company open. The legal consequences of the deed of amendment of articles of association made by a notary in the case of a notary proven guilty of non fulfillment of information disclosure in the capital market pursuant to Article 86 paragraph 2 of the Capital Market Law is based on Article 1868 of the Civil Code Act becomes unauthentic , the form of responsibility of notary capital market that is notary of capital market can be sought civil, criminal, and adminstrative responsibility. The need for regulation on go private is more assertive because it is still considered less. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Handian Putra
"Tindakan go private merupakan aksi korporasi perusahaan terbuka untuk membeli kembali sahamnya dari pemegang saham publik dan merubah statusnya menjadi perseroan tertutup. Sampai saat ini belum ada pengaturan hukum yang khusus mengenai go private di Indonesia, penelitian berfokus kepada masalah apa alasan dan bagaimana prosedur pelaksanaan dan pengaturan hukum serta perlindungan hukum kepada pemegang saham independen, karyawan, dan organ perseroan pada proses go private perseroan terbuka di Indonesia.
Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Analisis dilakukan dengan membandingkan pengaturan hukum go private berdasarkan peraturan yang terkait sebelum dan sesudah UUPT No. 40/2007. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan utama go private perseroan terbuka di Indonesia ialah efisiensi biaya perseroan sebagai perseroan terbuka. Prosedur dan pengaturan hukum pelaksanaan go private mengacu kepada UUPT, UUPM, peraturan-peraturan Bapepam dan LK, dan peraturan Bursa Efek mengenai penghapusan pencatatan. Perlindungan hukum pemegang saham independen, mengacu kepada UUPT dan peraturan Bapepam dan LK. Kemudian, perlindungan hukum bagi karyawan perusahaan sasaran yang mengacu kepdda undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Sedangkan perlindungan hukum bagi anggota dewan direksi dan dewan komisaris yang diberhentikan, mengacu kepada UUPT dan anggaran dasar perseroan.

Go private action is a public listed company corporate action to buy back its shares from public shareholders and the company changed its status to be closed. Until now there is no special legal arrangements related to go private in Indonesia, the research focused on the problem of what reason and how the operating procedures and legal arrangements and the legal protection of independent shareholders, employees, and company organs in the process of the go private public listed companies in Indonesia.
This research is a normative legal research. The analysis was done by comparing the regulation go private based on related regulations before and after the Companies Act No. 40/2007. So it can be concluded that the main reason go private public listed companies in Indonesia is the company cost efficiency as a public listed company. Procedures and implementation regulations go private refers to the Company Law, Capital Market Law, the rules of Bapepam and LK, and regulations regarding delisting from the Stock Exchange.
Independent shareholders' legal protection, refer to the Company Law and the rules of Bapepam and LK. Later, legal protection for employees of the target company, which refers to labor laws. While legal protection for members of the board of directors and commissioners, who dismissed, refer to the Company Law and the statue of the company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27864
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Tapi Masniari
"Tesis ini membahas mengenai keputusan pemegang saham di luar Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas sebagai dokumen luar negeri yang dianalisa dengan dokumen hukum PT X. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah terkait keabsahan dokumen hukum yang dibuat di luar negeri yang akan dipergunakan di Indonesia berkaitan dengan perubahan anggaran dasar dan data PT dalam bentuk keputusan pemegang saham di luar RUPS PT; dan keabsahan keputusan pemegang saham PT X (analisa dokumen hukum PT X). Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah keabsahan suatu dokumen asing berupa keputusan pemegang saham dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu aspek bahasa, aspek UUPT, dan aspek bentuk formil. Legalisasi bukanlah suatu syarat formil sehingga dilegalisasi atau tidaknya keputusan pemegang saham tidak mempengaruhi keabsahan dari keputusan pemegang saham. Dalam hal ini Keputusan Pemegang Saham PT X yang dituangkan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 22 Tanggal 27 Februari 2019 telah memenuhi keabsahan dari aspek bahasa, aspek UUPT, dan aspek bentuk formil. Walaupun tidak dilegalisasi, Keputusan Pemegang Saham tetap berlaku secara sah. Namun, pemerintah perlu bersikap tegas apakah prosedur legalisasi terhadap dokumen asing ini wajib dilakukan atau tidak. Apabila wajib dan bermaksud diberlakukan secara umum, maka kewajiban legalisasi harus diatur dalam suatu undang-undang.

This thesis discussed on shareholders resolution in lieu of General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company as foreign documents which will be analyzed with legal document of PT X. The issues to be raised in these studies are related to the validity of foreign legal documents which will be used in Indonesia related to the change of article of association and company`s data in form of shareholder resolution in lieu of GMS; and the validity of shareholder resolution of PT X (analysis of legal documents of PT X). These studies adopted legal normative method. The result of these studies are the validity of foreign documents in form of shareholder resolution shall be observed in 3 (three) aspects, i.e. language, Company Law, and formal form aspects. Legalization is not a formal form aspect, therefore shareholders resolution without legalization shall not affect the validity of the shareholder resolution itself. In this regard, the Shareholders Resolution of PT X as stated in Deed of Statement of Meeting Resolution No. 22 dated 27 February 2019 has complied with the validity based on language, company law, and formal form aspect. Even though the Shareholders Resolution has not been legalized, the Shareholders Resolution are still legally valid. However, the government shall take decisive action whether the legalization procedures for foreign documents are mandatory or not. If such procedures are mandatory and intended to be applied generally, then the obligation for legalization shall be governed under specific law."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>