Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155628 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonya Whisler Refisyanti
"Perjanjian Hibah merupakan perjanjian sepihak (unilateral agreement) yang artinya kewajiban hanya dimiliki oleh satu pihak saja yaitu Pemberi Hibah, sedangkan Penerima Hibah hanya memiliki hak, misalnya untuk menerima objek dalam penghibahan. Objek dalam penghibahan harus berupa benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang memang sudah ada wujud dan keberadaannya secara jelas pada saat penghibahan dilakukan. Di samping itu, status kepemilikan dari objek hibah juga harus jelas bahwa benar benda yang akan dihibahkan merupakan milik si Pemberi Hibah. Fokus dari penelitian tesis ini adalah mengenai prosedur hibah dengan objek harta warisan dan pertimbangan Majelis Hakim terkait klausula kesepakatan dan causa yang halal yang menjadi dasar pembatalan Akta Hibah Nomor 4, 5, 6, dan 7 yang masing-masing tertanggal 5 Agustus 2019 pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3013 K/PDT/2022. Penelitian tesis ini adalah penelitian hukum doktrinal yang dalam pengumpulan bahan-bahan hukumnya dilakukan melalui studi kepustakaan dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil dari penelitian tesis ini menunjukan bahwa prosedur penghibahan atas sejumlah uang berdasarkan Akta Hibah Nomor 4, 5, 6, dan 7 sudah dilakukan sesuai dengan syarat-syarat penghibahan sebagaimana diatur dalam ketentuan KUHPerdata. Namun, permasalahannya adalah objek dengan harta warisan dalam penghibahan tidak memenuhi syarat sebagai objek hibah karena merupakan harta warisan yang masih menjadi perselisihan di antara para ahli warisnya. Hibah memiliki kedudukan sebagai suatu perjanjian yang bersifat cuma-cuma dan karenanya dalam pelaksanaan hibah harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun, pertimbangan Majelis Hakim yang berfokus kepada tidak terpenuhinya unsur kesepakatan dan causa yang halal tidak tepat jika dijadikan dasar atas pembatalan Akta Hibah Nomor 4, 5, 6, dan 7. Dasar dari pembatalan Akta Hibah Nomor 4, 5, 6, dan 7 adalah karena akta-akta hibah tersebut menyimpangi pembagian para ahli waris yang seharusnya bersifat mengikat. Selain itu, penghibahan juga dilakukan atas benda yang belum sepenuhnya menjadi hak milik dari Pemberi Hibah.

Gift agreement is categories as a unilateral agreement, which means that the obligation is only owned by one party, namely the donor, while the donee only has the right, for example to receive the gift object. The object in the gift agreement can be in form of movable or immovable, as long as the status of the object is clear and already exist at the time when the gift is made. Besides, the ownership status of the gift object must also be clear that the object to be donated belongs to the donor. The focus of this research is on the procedure of gifts with objects from inheritance and the considerations of the Panel of Judges regarding agreement clauses and lawful causes which form the basis for canceling Deeds of Gifts Number 4, 5, 6, and 7, each of which is dated August 5, 2019 in the Supreme Court Decision Number 3013 K/PDT/2022. The thesis research is doctrinal legal research in which the collection of legal materials is carried out through a literature study with an analytical descriptive research typology. The results of the research shown that the procedure of gifts with an amount of money based on the Deed of Gifts Numbers 4, 5, 6, and 7 has been carried out in accordance with the conditions of gift as stipulated in the provisions of the Indonesian Civil Code. However, the problem is that the object of the gift does not meet the requirements as an object of gift because it is an inheritance which is still a matter of dispute among the heirs. Gift has a position as an agreement which is voluntarily (gratuitousness) and therefore in the implementation of the gift must meet the legal requirements of an agreement regulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code. However, the considerations of the Panel of Judges which focused on the non-fulfillment of the elements of the agreement and lawful causal were inappropriate as a basis for canceling the Gift Deeds Numbers 4, 5, 6, and 7. The basis for canceling the Gift Deeds Numbers 4, 5, 6, and 7 was because the gift deeds deviate from the division of heirs which should be binding. In addition, gifts are also made to objects that have not fully become the property of the donor."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiza Afelia Maheswari
"Meningkatnya kasus sengketa konsumen ketenagalistrikan di Indonesia membutuhkan perhatian khusus guna melindungi konsumen yang kian kali berada di posisi lebih lemah dalam menghadapi satu-satunya badan usaha penyedia jasa layanan listrik di Indonesia. Penelitian ini menganalisis bagaimana beban pembuktian terbalik diterapkan dalam sengketa konsumen melalui studi kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 257 K/PDT/2022. Dengan menggunakan pendekatan doktrinal, penelitian ini mengkaji penerapan beban pembuktian terbalik dalam melindungi hak-hak konsumen di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan beban pembuktian terbalik dalam kasus ini belum diterapkan secara maksimal karena keterbatasan informasi dan interpretasi hakim yang berbeda. Oleh karena itu, sebaiknya dalam penyelesaian sengketa konsumen, dapat diterapkan beban pembuktian terbalik yang diiringi dengan akses informasi untuk konsumen terkait pembuktian yang dilakukan oleh pelaku usaha sehingga terciptanya keadilan dan proporsionalitas dalam perlindungan konsumen.

The increasing number of consumer disputes in the electricity sector in Indonesia needs to be paid attention to in order to protect consumers who are often in a weaker position when dealing with the sole electricity service provider in Indonesia. This study analyzes how the reverse burden of proof is applied in consumer disputes through a case study of the Supreme Court Decision Number 257 K/PDT/2022. Using a doctrinal approach, this study examines the implementation of the reverse burden of proof in protecting consumer rights in Indonesia. The research results show that the implementation of the reverse burden of proof in this case has not been fully maximized due to inaccessibility of information and differing interpretations by judges. Therefore, in resolving consumer disputes, it is recommended to implement the reverse burden of proof accompanied by consumer access to information regarding the evidence provided by the business actor, thereby creating justice and proportionality in consumer protection"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayandita Anwar
"Seorang Pejabat Umum seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki kewenangan membuat akta autentik sebagai alat bukti yang sah atas suatu perbuatan. Pelaksanaan kewenangan pembuatan akta autentik tersebut tidak selalu berjalan dengan benar. Pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan blangko kosong termasuk akta yang cacat hukum dan melanggar autentisitas akta tersebut bahkan merugikan para pihak.
Permasalahan tesis ini adalah pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat akta yang cacat hukum dan pembeli yang beritikad baik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan penelitian deskrptif dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah seharusnya dikenakan sanksi Perdata dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajbkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Selain itu untuk pembeli yang beritikad baik harus dilindungi haknya dalam perikatan ini sebagaimana tertera dalam Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.

Public officials like Conveyancer has the authority to make authentic deed for legal evidence. Authorized Enforcement in making authentic deed doesn`t always work well. Empty deed made by Conveyancer are considered legally defective and is against the authenticity of said deed, and even harm those who are involved.
The thesis problem is how Conveyancer who makes authentic deed puts their authority at stake in making legally defective deed, and how the rights of the buyer with good intention has to be protected. Research methods used in this study are juridical normative with analytical descriptive research and quality method.
The result of this research is that the Conveyancer who made the deed should be given civil sanction in Indonesian Civil Code Article 1365 which explains that every unlawful act that causes damage onto another person obliges the wrongdoer to compensate such damage as a replacement for the land owner`s loss from the negligence of making an empty deed. Apart of that is to protect the rights of the buyer with good intention, as mentioned in the Indonesian Civil Code Article 1267 which explains that the party against whom the obligation is not fulfilled may opt to compel the counterparty to fulfill the agreement where such fulfillment is still possible, or demand the termination of such agreement, with compensation of costs, damages and interests.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Harniyanti
"Jaminan kepastian dan perlindungan bagi pemilik hak atas tanah tercantum pada Pasal 19 UUPA. Namun masih saja terdapat sengketa pertanahan seperti yang terjadi pada PT.KAI Pesero yang dikalahkan dengan bukti Letter C. Tulisan ini menganalisis Putusan MARI nomor 667 K/Sip.1971 pada Putusan MA No.1741 k/Pdt/2022. Masalah yang dirumuskan pertama terkait bagaimana pertimbangan hakim mengenai hak milik atas tanah waris adat tidak mengenal daluwarsa sebagai penyebab hilangnya hak atas tanah dan karenanya masih ada hak untuk mengajukan gugatan/tuntutan dan kedua bagaimana perlindungan hukum terhadap kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Pakai PT.KAI yang dikalahkan dari kepemilikan berdasarkan pada waris adat. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanah Hak Pakai No.1/Garuda tersebut bukan merupakan tanah adat karena pertama frasa “tanah milik adat” yang dimaksud adalah tanah Ulayat milik masyarakat hukum adat bukan tanah bekas milik adat, kedua frasa “hukum waris adat tidak mengenal daluwarsa” bahwa pada waris adat tidak terdapat ketentuan batas waktu penuntutan harta waris yang dikuasai pihak ketiga, ketiga frasa “hukum waris adat”, bahwa penetapan waris tersebut tanpa dilakukan penelitian setempat, keempat frasa “tanah milik adat” dilihat dari sejarahnya, bahwa masyarakat adat di wilayah objek sengketa sudah melemah dari jaman kerajaan, kelima berdasarkan “tahun putusan” MARI nomor 667 K/Sip.1971 maka penerapan Yurisprudensi tersebut pada saat ini tidak sesuai dengan hukum positif, keenam “hukum waris adat tidak mengenal daluwarsa” penerapannya tidak sesuai dengan rechtsverwerking. Adapun perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah berdasarkan sertifikat Hak Pakai PT KAI itu ada pada pelaksanaan UU No.1 Tahun 2004.

The guarantee of certainty and protection for landowners is stipulated in Article 19 UUPA. However, there are still land disputes such as the one that occurred at PT. KAI Pesero which was defeated with evidence of Letter C. This paper analyzes the MARI Decision Number 667 K/Sip.1971 in the Supreme Court Decision Number 1741 k/Pdt/2022. The issues discussed in this paper are, first, how judges consider that customary inheritance law does not recognize the statute of limitations as a cause for losing land rights, thereby allowing claims or lawsuits to still be filed. Second, how legal protection is provided for ownership based on PT KAI's Certificate of Right to Use, which was ruled against ownership claims based on customary inheritance. This research uses a doctrinal research method with a prescriptive type.The results of this study indicate that the Right to Use land No. 1/Garuda is not customary land because: first the phrase "customary land ownership" refers to communal land owned by customary law communities (ulayat land) and not former customary landownership, second the phrase "customary inheritance law does not recognize the statute of limitations" that customary inheritance law has no provisions for a time limit on claiming inheritance property controlled by third parties, third the phrase "customary inheritance law", that the determination of the inheritance was made without local research, fourth the phrase "customary land ownership," viewed historically, demonstrates that the indigenous community in the disputed area has weakened since the era of the kingdoms, fifth based on MARI's "year of decision" number 667 K/Sip.1971, the application of this jurisprudence at this time is not in accordance with positive law, sixth the application of law "customary inheritance law does not recognize the statute of limitations" does not align with the rechtsverwerking. Furthermore, Legal protection for land ownership based on PT KAI Persero's Certificate of Right to Use is provided under the implementation of Law No. 1 of 2004 on State Treasury."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Budiman
"Tesis ini membahas implikasi hukum terhadap akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (BARUPSLB) dimana para pihak dalam akta tersebut memasukkan keterangan palsu tanpa diketahui oleh Notaris. Permasalahan tesis ini mengenai keabsahan dari akta BARUPSLB yang memuat keterangan palsu; keabsahan dari akta perbaikan yang merubah hal-hal substansial dari akta tersebut; dan tanggung jawab Notaris terhadap akta BARUPSLB dengan tidak didukung oleh dokumen-dokumen pendukung lainnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan, dengan metode analisis kualitatif. Tipe penelitian adalah deskriptif analitis.Hasil penelitian ini adalah akta BARUPSLB tersebut adalah batal demi hukum, akibat adanya keterangan palsu yang dimasukkan dalam akta tersebut, akta tersebut menjadi cacat hukum karena isi akta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Akta perbaikan yang dikeluarkan oleh Notaris KS adalah batal demi hukum karena telah melanggar ketentuan Pasal 84 UUJN. Notaris harus bertanggung jawab atas segala akibat hukum yang timbul karena kelalaiannya dalam membuat akta. Dalam kasus ini Notaris tidak bertanggungjawab secara pidana karena Notaris hanya menjalankan jabatannya sesuai UUJN yaitu membuat akta sesuai keinginan para pihak tanpa tahu ada ketidakbenaran pada keterangannya, sedangkan secara perdata Notaris dapat dimintai tanggung jawab berupa ganti rugi, biaya dan bunga oleh pihak yang merasa dirugikan dengan tindakannya yang kurang saksama. Serta tanggung jawab secara administrasi Notaris dapat dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan UUJN. Mengingatkan kembali bahwa sebagai Notaris harus meneliti dengan saksama dan mengikuti peraturan secara komprehensif agar Notaris terhindar dari kesalahan maupun kelalaian yang fatal dalam membuat akta.

This thesis analyze the legal implications of the Minutes of Extraordinary General Meeting of Shareholders (MEGMS) in which the parties enter fake information without being known by the Notary. This thesis problem regarding the validity of the MEGMS deed containing fake information; the validity of the deed of amendment which changes the substantial matters of the deed; and the notary's responsibility for the MEGMS is not supported by other supporting documents. The research method used is a normative juridical research method, using secondary data in the form of library studies, with qualitative analysis methods. This type of research is analytical descriptive. The results of this study are the MEGMS is null and void, due to fake information included in the deed, the deed became a legal flaw because the contents of the deed contravene the laws and regulations. The deed of repair issued by the KS Notary is null and void because it violates the provisions of Article 84 of the UUJN. The notary must be responsible for all legal consequences arising from his negligence in making the deed. In this case the Notary is not liable in criminal terms because the Notary only carries out his position in accordance with UUJN namely making the deed according to the wishes of the parties without knowing there is an untrue statement, while the notary can be held in compensation in the form of compensation, fees and interest his actions are less thorough. And the administrative responsibilities of the Notary may be subject to administrative sanctions in accordance with the provisions of the UUJN. Recall that as a Notary must carefully examine and follow the rules comprehensively so that the Notary avoids fatal errors and omissions in making deeds."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldine Ghea Dermawan
"

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1335 KUH Perdata, perjanjian tidak memiliki kekuatan hukum atau tidak mengikat apabila mengandung kausa yang terlarang, palsu, atau tidak mengandung kausa. Namun, pasal ini tidak mengatur penjelasan lebih lanjut terhadap kata kausa atau sebab. Selain itu, terhadap kausa yang palsu, kerancuan juga rawan timbul karena persetujuan dengan kausa/sebab yang palsu merupakan persetujuan yang secara kasat mata merupakan persetujuan yang sah, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi kausanya tersebut. Apalagi kausa merupakan salah satu syarat sah sahnya perjanjian yang objektif, yang mana apabila tidak terpenuhi akan mengakibatkan perjanjian batal demi hukum. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, hukum harus dapat memperjelas ketentuan tersebut terutama untuk kepastian hukum dalam praktiknya. Tulisan ini akan menganalisa lebih mendalam terhadap masalah-masalah tersebut berdasarkan doktrin dan putusan-putusan pengadilan di Indonesia dengan metode penelitian yuridis-normatif dan bersifat deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, menurut doktrin, dan putusan-putusan pengadilan, meskipun telah terdapat kesamaan pendapat akan perbedaan antara kausa dan motif, sampai saat ini belum terdapat kesatuan pendapat mengenai penafsiran kausa itu sendiri. Perbedaan pendapat ini pun juga mempengaruhi disparitas penafsiran kausa dalam putusan-putusan pengadilan, sehingga seringkali menyebabkan penerapan huknumya menjadi kurang tepat.

 


As stipulated in Article 1335 of the Indonesian Civil Code, an agreement shall not be enforceable or binding when its cause is forbidden, false, or does not exist. However, the provision does not further elaborate the meaning of the word cause. In addition to that, for fraudulent causes, it is prone to arise confusion since agreements with fraudulent causes in plain sight are often seen as valid agreements, so it is not as easy to identify the causes. Moreover, cause is one of the legal requirements an agreement and is an objective condition, where if this is not fulfilled it will result an agreement as null and void. Therefore, to avoid that, the law itself must clarify the provisions, especially for legal certainty in practice. This paper will analyse further on this matter based on doctrine and court decisions in Indonesia with a research method of juridical-normative and descriptive. According to the research, based on doctrine and court decisions, although there has been a common opinion about the distinction between causes and motives, there has been no consensus for the exact meaning of cause itself. This difference of opinion also affects to the disparity of “cause” interpretation in court decisions, which often results an improper application of law.

 

Key Words: Causa, Cause, Fraudulent Cause, Simulation Agreement, Pretense Agreement, Obligation, Null and Void.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeva Fitri Fadilla
"Notaris menjalankan jabatannya dalam melayani masyarakat membuat akta autentik sebagai alat bukti yang bersifat mutlak dan diakui negara, tentunya diikuti dengan tanggung jawab yang penuh sebagai pejabat umum. Atas dasar tersebut, maka diperlukannya perlindungan hukum untuk melindungi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya apabila terjadi sengketa di kemudian hari. Dalam hal pembuatan akta perjanjian kerjasama, Notaris hanya menjalankan jabatannya untuk memberikan alat bukti yang dibutuhkan masyarakat. Dengan kata lain, dalam pembuatan perjanjian Kerjasama, berisi ketentuan yang merupakan kehendak para pihak yang dituangkan dalam akta autentik. Sehingga Notaris tidak bisa diikutsertakan menjadi pihak tergugat ketika perjanjian tersebut tidak terpenuhi, karena Notaris tidak bertanggung jawab atas jalannya kesepakatan dalam perjanjian. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai implikasi dan perlindungan hukum bagi Notaris; (1) Impikasi dan perlindungan hukum bagi Notaris sebagai tergugat dalam penyelesaian sengketa berkaitan dengan akta yang dibuatnya; (2) kedudukan Notaris sebagai tergugat dan akibat hukum terjadinya sengketa atas akta perjanjian berkenaan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 438 K/Pdt/2022. Untuk menjawab permasalahan tersebut pada penelitian ini menggunakan metode penelitian doctrinal dengan tipologi penelitian eksplanatori. Data yang digunakan ialah data sekunder dengan wawancara sebagai data pendukung. Metode analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Bentuk hasil penelitian ini berbentuk penelitian eksplanatoris-analisis. Hasil analisis (1) Notaris tidak berimplikasi atas akta yang dibuatnya serta perlindungan hukum bagi Notaris yaitu berupa hak dan kewajiban ingkar berdasarkan Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 54 dan Pasal 66 UUJN; (2) tidaklah tepat menjadikan Notaris sebagai pihak tergugat karena Notaris terbukti telah menjalankan jabatan sesuai dengan peraturan jabatan yang ada, serta akibat hukum yang tepat ialah dapat dibatalkannya akta perjanjian yang bersangkutan.

Notaries carry out their duties in assisting the community to make authentic deeds for the purpose as evidence that is absolute and recognized by the state, of course, Notary followed by full responsibility as a public official. On this basis, legal protection is needed to protect Notaries in carrying out their duties incase there is a dispute in the future. In the case of making an agreement deed, the Notary is only carrying out his position to provide the evidence needed by the community. In other words, in making an agreement, it contains provisions which are the will of the parties as set forth in an authentic deed. Thus, the Notary cannot be placed as the defendant when the agreement is not fulfilled, because the Notary is not responsible for the implementation of the agreement stated on the deed. The issues raised in this study regarding the implications and legal protection for Notaries; (1) Implications and legal protection for a Notary as a defendant in disputes settlement related to the deed he made; (2) the position of the Notary as a defendant and the legal consequences of a dispute over the deed of agreement regarding the Supreme Court Decision Number 438 K/Pdt/2022. To answer these problems, this study uses a doctrinal research method with an explanatory research typology. The data used is secondary data with interviews as the supporting data. Analytical method in this study is qualitative. The results of this research are in the form of explanatory-analytic research. The results of the analysis (1) The notary has no implications for the deed he made as well as legal protection for the Notary, namely in the form of rights and obligations to disavow under Article 4 paragraph (2), Article 16 paragraph (1) letter f, Article 54 and Article 66 UUJN; (2) it is not appropriate to put a Notary as a defendant because the Notary is proven already carried out his position in accordance with the existing regulations, and the legal consequence that suitable is the deed of agreement can be cancelled (voidable)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Mira Kusuma
"Pewarisan menjadi salah satu persoalan dalam Hukum Perdata Internasional (HPI) apabila terdapat unsur asing dan persoalan pewarisan tersebut sejak dahulu sering diajukan di hadapan hakim di Indonesia. Salah satu kesulitan dalam persoalan tersebut adalah penentuan hukum yang berlaku, walaupun sudah ada ketentuan untuk penggunaan hukum yang berlaku adalah hukum nasional dari pewaris. Penelitian direpresentasikan melalui analisis pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2010 K/Pdt/2022 dengan sudut pandang HPI, permasalahan yang dianalisis secara garis besar terkait kesesuaian hukum yang berlaku dan unsur asing yang muncul serta terdapat hak-hak dari orang asing tersebut. Penelitian dilakukan menggunakan metode doktrinal dengan tipe deskriptif-analisis dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif.

Inheritance becomes one of the issues in Private Internation Law (PIL) when foreign elements are involved, and such inheritance issues have long been brought before to the courts in Indonesia, One of the difficulties in these cases is determining the applicable law, even though there is a provision that the applicable law should be the nationall law of the heir. This research is represented through an analysis of the Supreme Court Decision Number 2010 K/Pdt/2022 from the perspective of PIL, broadly examining the conformity of the applicable law, the emergence of foreign elements, and the rights of foreigners involved. The research was conducted using a doctrinal method with a descriptive-analytical type, utilizing secondary data obtained through literature study and qualitatively analyzed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawati
"Tesis ini membahas mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas yang disertai dengan Surat Kuasa Menjual yang mengabaikan (waive) Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merupakan perjanjian simulasi (pura-pura) oleh kreditor yang berada di posisi unggul secara ekonomis atas suatu hutang piutang dengan debitor, artinya bahwa pada dasarnya hubungan hukum antara kreditor dengan debitor adalah hutang piutang, namun antara mereka tidak dibuat suatu Akta Pengakuan Hutang, Perjanjian Kredit, atau akta lain yang serupa maksudnya. Akta yang dibuat oleh kreditor dan debitor tersebut di hadapan Notaris adalah berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas disertai dengan Surat Kuasa Menjual yang mengabaikan (waive) Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, baik kuasa menjual itu langsung terdapat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas tersebut maupun dibuat terpisah dengan Akta Kuasa Menjual. Sehingga, seolah-olah menunjukkan bahwa hubungan hukum antara kreditor dan debitor tersebut adalah jual beli, bukan hutang piutang. Permasalahannya adalah bagaimana keabsahan pemberian kuasa menjual yang mengabaikan Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan perjanjian simulasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli dan bagaimana perlindungan terhadap pemberi kuasa menjual tersebut dalam perjanjian simulasi dimana ia telah melepaskan haknya dan berusaha untuk menarik kembali haknya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif analitis, data sekunder, bahan hukum primer, sekunder, tersier, alat pengumpulan data studi dokumen (bahan pustaka), metode analisis data kualitatif, serta bentuk hasil penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian penulis adalah perjanjian simulasi merupakan suatu penyelundupan hukum sehingga akibatnya adalah batal demi hukum dan debitor (pemberi kuasa) masih terlindungi oleh hukum dengan dapat bernegosiasi dengan kreditor (penerima kuasa) untuk membuat perjanjian baru.

This thesis is about Sale Purchase Binding Agreement which is already full paid followed with Sale Power of Attorney which waived Article 1813 of Indonesian Civil Code as the based to drawn up Sale Purchase Deed before Land Deed Official which is simulation agreement by the powerful in economy's creditor of a debt with debtor, it means that basically their legal relationship is debt and credit, but they did not make a Acknowledgement of Indebtedness Deed, Credit Agreement, or others deed that have the same meaning. The deed that they make before Notary is Sale Purchase Binding Agreement which is already full paid followed with Sale Power of Attorney which waived Article 1813 of Indonesian Civil Code, either that Sale Power of Attorney is included in the Sale Purchase Binding Agreement or separately made in a Power of Attorney Deed. The result is, showed as if that their legal relationship is sale purchase, not debt and credit. The problems are how's the legality of Sale Power of Attorney which Waived Article 1813 of Indonesian Civil Code which is a simulation agreement as the based to drawn up Sale Purchase Deed and how's the protection towards sale power of attorney giver in a simulation agreement where he had remove his right and trying to take his right back. In this research writer is using juridical normative research form, descriptive analytical research typology, secondary data, primary, secondary, and tertiary legal material, document studies (library material) data incorporation tool, qualitative data analytical method, and descriptive analytical research result form. Writer's research result are that simulation agreement is a legal smuggling with null and void by law consequence and debtor (attorney giver) is still protected by the law where he is possible to negotiate with creditor (attorney receiver) in making a new agreement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla Putri Ariza
"Peristiwa pewarisan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebabkan adanya peralihan segala hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pewaris kepada para ahli warisnya yang sah. Ahli waris merupakan keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama. Ahli waris yang digolongkan sebagai ahli waris golongan I adalah istri atau suami yang hidup terlama beserta dengan keturunannya yang sah, baik yang berdasarkan suatu perkawinan yang sah maupun yang di luar perkawinan yang sah. Dalam hal pewaris tidak memiliki keluarga sedarah atau istri atau suami yang hidup terlama, maka anak luar kawin yang disahkan berhak untuk menjadi ahli waris satu-satunya dari pewaris namun hak ahli waris tersebut dibatalkan karena tidak tercantum letak batas-batas atas objek sengketa tanah yang didapatkan oleh pewaris berdasarkan Surat Keterangan Tanah dari Camat yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 942 K/PDT/2022. Penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta yang terdapat di dalam putusan untuk menganalisis kedudukan ahli waris yang merupakan anak luar kawin yang disahkan beserta dengan kedudukan hak warisnya yang telah dibatalkan oleh putusan pengadilan. Penelitian ini dilakukan menggunakan penelitian doktrinal. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kedudukan anak luar kawin yang disahkan adalah sebagai anak sah dikarenakan terdapat perkawinan yang sah antara pewaris dengan ibu kandung dari anak luar kawin yang disahkan tersebut berdasarkan Pasal 272 jo. Pasal 277 KUH Perdata sehingga anak tersebut mempunyai kedudukan sebagai anak sah dari pewaris dan merupakan ahli waris satu-satunya dari pewaris dikarenakan perkawinan pewaris yang kedua kalinya bukan merupakan perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, hapusnya hak waris anak luar kawin yang disahkan tersebut yang telah dibatalkan oleh putusan pengadilan menyebabkan adanya ketidakpastian beserta tidak adanya keadilan hukum bagi anak luar kawin yang disahkan tersebut karena tidak adanya kejelasan mengenai hak waris yang seharusnya dimilikinya sebagai ahli waris satu-satunya yang sah.

The event of inheritance based on the Civil Code causes the transfer of all rights and obligations owned by the deceased to their legitimate heirs. Heirs include blood relatives, both legitimate according to the law and those born out of wedlock, as well as the surviving spouse. Heirs classified as first-class heirs are the surviving husband or wife along with their legitimate descendants, whether born within a valid marriage or outside of it. If the deceased has no blood relatives or surviving spouse, then a legitimized illegitimate child has the right to be the sole heir of the deceased. However, the inheritance rights are annulled due to the absence of specified boundaries on the disputed land object obtained by the deceased based on the Land Certificate from the Subdistrict Head in Supreme Court Decision Number 942 K/PDT/2022. This research is based on the facts in the decision to analyze the position of the heir, who is a legitimized illegitimate child, along with the status of their inheritance rights that have been annulled by the court decision. This study is conducted using doctrinal research. The results depict that the position of the legitimized illegitimate child is that of a legitimate child because there is a valid marriage between the deceased and the biological mother of the legitimized illegitimate child based on Article 272 jo. Article 277 of the Civil Code, thus the child has the status of a legitimate child of the deceased and is the sole legitimate heir due to the deceased's second marriage not being valid according to the prevailing laws and regulations. Furthermore, the annulment of the inheritance rights of the legitimized illegitimate child, as canceled by the court decision, leads to uncertainty and a lack of legal justice for the legitimized illegitimate child because of the absence of clarity regarding the inheritance rights that they should rightfully possess as the sole legitimate heir."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>