Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105414 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melanie Rosaria
"Di antara keragaman tren dan subkultur di TikTok, bimbofication telah menjadi fenomena penting karena representasi hiperfeminitasnya yang membongkar misogini dan standar patriarkis dalam masyarakat. Gerakan ini mengakui dan menantang stigma terhadap bimbo yang sering digambarkan sebagai wanita hiperfeminin sambil mengajak penonton untuk melibatkan diri mereka dengan sifat dan sikap yang terkait dengan stereotip tersebut. Tujuan dari gerakan ini adalah pemberdayaan dan pembebasan perempuan dari ketakutan akan misogini. Namun, karena lapisan-lapisan dan kompleksitas dalam diskusi ini, bimbofication dapat memicu interpretasi yang beragam
dan mengundang berbagai macam tanggapan. Kompleksitas bimbofication dapat ditemukan dalam video yang diunggah oleh Chrissy Chlapecka, sosok yang memproklamirkan dirinya sebagai bimbo di TikTok. Artikel ini berkontribusi pada studi gender dengan mengeksplorasi representasi hiperfeminitas dalam kaitannya dengan gagasan pemberdayaan perempuan. Selain itu, penelitian ini juga bersinggungan dengan kajian budaya karena meneliti fenomena sosial di media sosial, khususnya gerakan TikTok, dan bagaimana gerakan ini menantang standar masyarakat. Dengan mengikuti metode purposive sampling Sandelowski (1995) dan menggunakan skala hiperfeminitas Murnen dan Byrne (1991), artikel ini menemukan bahwa, terlepas dari ambiguitas dan interpretasi yang berbeda-beda, bimbofication telah memberikan ruang bagi perempuan untuk berekspresi secara bebas dan mengeksplorasi femininitas mereka yang unik.

Among the diversity of trends and subcultures on TikTok, bimbofication has become a notable phenomenon with its representation of hyperfemininity to dismantle misogyny and patriarchal standards in society. The movement acknowledges and challenges the stigma towards bimbos who are often portrayed as hyperfeminine women, while inviting the audience to engage in traits and attitudes that are associated with the stereotypes. The purpose of the movement is to empower and liberate women from the fear of misogyny. However, due to the layers and complexity in the discussion, bimbofication may provoke mixed interpretations and invite various responses. The complexity of bimbofication can be found in videos posted by Chrissy Chlapecka, a self-proclaimed bimbo figure on TikTok. This paper contributes to gender studies as it explores hyperfemininity representation in relation to the notion of women’s empowerment. Moreover, it also intersects with cultural studies as it examines a social phenomenon on social media, specifically TikTok movement, and how it challenges society's standards. By following Sandelowski purposive sampling method (1995) and using Murnen and Byrne’s hyperfemininity scale (1991), it is found that regardless of the ambiguities and varying interpretations, bimbofication has provided a space for women to freely express and explore their unique version of femininity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Christabella Anjani
"Penggunaan aplikasi TikTok semakin merajalela di Indonesia. TikTok menciptakan platform yang dinamis untuk berbagi konten singkat dan kreatif. Fenomena ini mengundang perhatian terhadap bagaimana beberapa pengguna di Indonesia berekspresi ataupun menyampaikan pemikirannya sebagai orang Cina-Indonesia (Cindo) atau kelompok etnis Tionghoa melalui medium ini. Dalam sejarahnya, orang Cindo pernah mengalami diskriminasi. Berakhirnya era Orde Baru dan dengan ditetapkannya kebijakan-kebijakan politik yang lebih inklusif pada era Reformasi membuat orang Cindo menjadi lebih bebas dalam berekspresi, terutama untuk maksud memperkenalkan budayanya. Dalam artikel tugas akhir ini, penulis meninjau orang Cindo di TikTok menggunakan metode kualitatif berbasis budaya. Temuan utama yang dapat diungkap di antaranya adalah terdapat berbagai macam cara berekspresi, yaitu melalui konten pengetahuan, jawaban atas stereotip yang tertanam, dan keluhan. Melalui konten-konten ini, orang Cindo mengungkapkan keinginan mereka untuk diakui sebagai bagian dari bangsa Indonesia tanpa dibedakan berdasarkan penampilan atau aspek luar lainnya.

The use of the TikTok application is increasingly widespread in Indonesia. TikTok creates a dynamic platform for sharing short and creative content. This phenomenon draws attention to how some users in Indonesia express themselves or convey their thoughts as Chinese-Indonesians (Cindo) or ethnic Chinese through this medium. Historically, Cindo people have experienced discrimination. The end of the New Order era and the implementation of more inclusive political policies in the Reform era have allowed Cindo people greater freedom to express themselves, particularly to introduce their culture. In this thesis article, the author examines Cindo people on TikTok using a qualitative, culture-based method. The main findings reveal various ways of expression, including through educational content, responses to ingrained stereotypes, and complaints. Through these contents, Cindo people express their desire to be recognized as part of the Indonesian nation without being differentiated based on appearance or other external aspects."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Christabella Anjani
"Penggunaan aplikasi TikTok semakin merajalela di Indonesia. TikTok menciptakan platform yang dinamis untuk berbagi konten singkat dan kreatif. Fenomena ini mengundang perhatian terhadap bagaimana beberapa pengguna di Indonesia berekspresi ataupun menyampaikan pemikirannya sebagai orang Cina-Indonesia (Cindo) atau kelompok etnis Tionghoa melalui medium ini. Dalam sejarahnya, orang Cindo pernah mengalami diskriminasi. Berakhirnya era Orde Baru dan dengan ditetapkannya kebijakan-kebijakan politik yang lebih inklusif pada era Reformasi membuat orang Cindo menjadi lebih bebas dalam berekspresi, terutama untuk maksud memperkenalkan budayanya. Dalam artikel tugas akhir ini, penulis meninjau orang Cindo di TikTok menggunakan metode kualitatif berbasis budaya. Temuan utama yang dapat diungkap di antaranya adalah terdapat berbagai macam cara berekspresi, yaitu melalui konten pengetahuan, jawaban atas stereotip yang tertanam, dan keluhan. Melalui konten-konten ini, orang Cindo mengungkapkan keinginan mereka untuk diakui sebagai bagian dari bangsa Indonesia tanpa dibedakan berdasarkan penampilan atau aspek luar lainnya.

The use of the TikTok application is increasingly widespread in Indonesia. TikTok creates a dynamic platform for sharing short and creative content. This phenomenon draws attention to how some users in Indonesia express themselves or convey their thoughts as Chinese-Indonesians (Cindo) or ethnic Chinese through this medium. Historically, Cindo people have experienced discrimination. The end of the New Order era and the implementation of more inclusive political policies in the Reform era have allowed Cindo people greater freedom to express themselves, particularly to introduce their culture. In this thesis article, the author examines Cindo people on TikTok using a qualitative, culture-based method. The main findings reveal various ways of expression, including through educational content, responses to ingrained stereotypes, and complaints. Through these contents, Cindo people express their desire to be recognized as part of the Indonesian nation without being differentiated based on appearance or other external aspects."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faradhiba Salsyabilla
"Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami hubungan korelasional antara kesepian dan kecemasan sosial terhadap penggunaan TikTok. Penelitian ini merekrut 381 partisipan dengan rentang usia 17 hingga 78 tahun (217 perempuan, 152 laki-laki, 10 non-biner, 2 lainnya). Pengukuran kesepian dan kecemasan sosial didistribusikan menggunakan survei online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian berkorelasi positif dengan penggunaan TikTok. Dimana, orang yang tinggi dalam kesepian cenderung menggunakan TikTok lebih sering. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan positif yang signifikan antara kecemasan sosial dan penggunaan TikTok. Penelitian ini memberikan implikasi praktis bagi terapis perilaku dengan klien yang mengalami penggunaan media sosial yang bermasalah. Dalam hal ini, penelitian ini dapat membantu terapis perilaku dalam mengembangkan intervensi terhadap penggunaan media sosial yang bermasalah. Keterbatasan dari penelitian ini kemudian disampaikan diikuti dengan rekomendasi penelitian masa depan.

The aim of the present study is to understand the correlational effect between loneliness and social anxiety on TikTok consumption. A total of 381 participants, aged 17 to 78 years old, were recruited (217 female, 152 male, 10 non-binary, 2 other-identifying). Loneliness and social anxiety measures were assessed using an online survey. Results revealed that loneliness correlates positively with TikTok consumption. In which, people who are high in loneliness tend to consume TikTok more frequently. In addition to that, result revealed that there is no significant positive correlation between social anxiety and TikTok consumption. The current study provides practical implications for behavioural therapists with clients who experience problematic social media use. In which, the present study may help behaviour therapists in generating an intervention on problematic social media usage. Limitations of the current study were later addressed followed with future research recommendations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Frianidzah Aridzma
"Kegiatan transaksi jual beli merupakan merupakan kegiatan sehari-hari untuk memenuhi
keperluan hidup. Seiring berkembangnya zaman, transaksi jual beli mengalami
perkembangan, salah satunya transaksi jual beli game capit. Sebagai inovasi transaksi jual beli elektronik yang memanfaatkan e-commerce Tiktok memiliki payung hukum yang
mengatur secara umum antara lain KUHPerdata, Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturaan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PP PMSE), dan peraturan tertulis lainnya. Sebagai metode transaksi
jual beli eletronik yang meliputi konsumen dan pelaku usaha juga perlu ditinjau dalam
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengenai keabsahan sistem
transaksi, keabsahan barang yang dijual, serta tanggung jawab para pihak apabila terjadi kerugian. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, skripsi ini akan menganalisis mengenai keabsahan metode transaksi jual beli game capit, keabsahan
barang yang diperjualbelikan dalam praktik jual beli game capit, dan tanggung jawab para pihak apabila terjadi kerugian.

Commercial transaction activities are daily activities to fulfil daily needs. Nowadays, buy-sell transaction develops into new method everytime, for example game capit transaction. As an inovation of electronic commercial method, game capit transaction method is regulated under Indonesia Civil Code, Information and Electronic Transaction Law (Act Number 11 of 2008), Government Regulation Number 80 of 2019 on Trade Through Electronic Systems, and other written regulations. As electronic commercial activities that includes consumer and seller needs to be reviewed from Consumer Protection Law (Act Number 8 of 1999) about the validity of the system, the validity of the goods that been traded, and responsibility of the parties of any loss. Method used in
this research is normative juridical and will analyze through the validity of the system, the validity of the goods that been traded, and responsibility of the parties of any loss.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fayi Firjatullah Widyadhana
"TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial terbesar di dunia yang mengubah cara kita bersosialisasi di internet. Dorongan untuk tetap mendapat informasi tentang apa yang dilakukan orang lain adalah karakteristik yang menentukan dari rasa takut ketinggalan (FOMO), yang didefinisikan sebagai kekhawatiran berulang bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman berharga dimana individu tersebut tidak terlibat di pengalaman tersebut (Przybylski et al., 2013). Sedangkan menurut Dictionary of Psychology yang diterbitkan oleh American Psychological Association (n.d.), materialisme adalah seperangkat keyakinan yang mengutamakan kesuksesan dan kenyamanan finansial. Penelitian ini membahas hubungan antara mengonsumsi TikTok dengan FOMO, dan materialisme. Peserta (n = 381) direkrut melalui diseminasi online. Data dihitung menggunakan Korelasi Pearson untuk menentukan signifikansi korelasi. Berdasarkan analisis, penelitian menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara FOMO dan mengonsumsi TikTok dan korelasi positif yang signifikan antara materialisme dan mengonsumsi TikTok. Ini menunjukkan bahwa mengonsumsi TikTok yang tinggi mungkin dapat meningkatkan FOMO seseorang dan membuat individu tersebut lebih materialistis. Oleh karena itu, intervensi yang mungkin diperlukan untuk menangani FOMO dan materialisme sebagai efek negatif dari penggunaan TikTok sangat dibutuhkan.

TikTok has become one of the biggest social media platforms in the world, and it has changed how we socialise on the internet. The urge to stay informed about what others are doing is a defining characteristic of the fear of missing out (FOMO), which is defined as the recurrent worry that others may be having valuable experiences. At the same time, one is absent (Przybylski et al., 2013). According to the Dictionary of Psychology published by the American Psychological Association (n.d.), materialism is a set of beliefs that sets a premium on financial success and comfort. This study discusses the relationship between TikTok consumption FOMO, and materialism. Participants (n = 381) were recruited through online dissemination. The data was calculated using Pearson Correlation to determine the significance of the correlation. Based on the analysis, the study found significant data supporting the hypothesis. It was found that there is a significant positive correlation between FOMO and TikTok consumption and a significant positive correlation between materialism and TikTok consumption. This suggests that higher TikTok consumption may increase people’s FOMO and might become more materialistic. Therefore, possible intervention might be needed to handle FOMO and materialism as adverse effects of TikTok usage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nafil Ramadhan Trisarjono
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi dan tantangan yang dihadapi oleh radio Jak FM dalam memanfaatkan TikTok untuk meningkatkan jumlah pendengar Generasi Z. TikTok dipilih karena relevansinya yang tinggi dengan preferensi konsumsi media digital dari Generasi Z. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif, melalui wawancara mendalam dengan informan internal Jak FM dan audiens Generasi Z, observasi langsung terhadap akun TikTok @jak101fm, serta analisis dokumen dari tim riset Mahaka Radio Integra (MARI) dan Jak FM. Penelitian ini mengadopsi beberapa kerangka teori utama, termasuk Uses and Gratifications Theory, Digital Transformation, Social Media Marketing, dan Content Marketing, untuk menginterpretasikan temuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi radio Jak FM dalam memanfaatkan TikTok berhasil meningkatkan jumlah pendengar Generasi Z. Perencanaan yang berbasis data melalui riset, brainstorming & diskusi, penjadwalan konten, serta melakukan evaluasi pada akhir pelaksanaan membantu Jak FM menghasilkan konten yang relevan dengan preferensi Generasi Z. Pada tahap pelaksanaan, elemen-elemen seperti relevansi konten, nilai hiburan, daya tarik, dan nilai tambah memainkan peran krusial dalam menjangkau dan mempertahankan perhatian audiens Generasi Z. Distribusi konten seperti waktu posting, perangkat yang digunakan, pemanfaatan fitur platform, dan kolaborasi juga penting karena memungkinkan perluasan dan ketepatan jangkauan, meningkatkan kecepatan produksi konten, menciptakan jalur interaksi baru, dan menjembatani kesenjangan antara media tradisional dan kebutuhan konsumsi media digital audiens. Namun, tantangan tetap ada, termasuk dalam meningkatkan kemampuan internal, menarik perhatian audiens yang dinamis, membangun interaksi yang lebih aktif, serta mengukur konversi audiens TikTok menjadi pendengar siaran on-air. Temuan ini menegaskan relevansi teori Uses and Gratifications dalam memahami perilaku konsumsi media Generasi Z, sekaligus memberikan bukti empiris tentang pentingnya transformasi digital dan pemasaran media sosial dalam strategi kontemporer industri radio.

This study aims to analyze the strategies and challenges faced by Jak FM radio in utilizing TikTok to increase its Generation Z audience. TikTok was chosen due to its high relevance to the digital media consumption preferences of Generation Z. The research employs a qualitative approach, utilizing in-depth interviews with internal Jak FM informants and Generation Z audiences, direct observation of the @jak101fm TikTok account, and document analysis from the research team at Mahaka Radio Integra (MARI) and Jak FM. The study adopts several key theoretical frameworks, including Uses and Gratifications Theory, Digital Transformation, Social Media Marketing, and Content Marketing, to interpret its findings. The findings reveal that Jak FM’s strategy in leveraging TikTok has successfully increased its Generation Z audience. Data-driven planning through research, brainstorming and discussions, content scheduling, and post-implementation evaluation have enabled Jak FM to create content relevant to Generation Z preferences. During execution, elements such as content relevance, entertainment, engaging, and added value played crucial roles in capturing and maintaining the attention of Generation Z audiences. Content distribution aspects such as posting schedules, device usage, platform feature optimization, and collaborations were also significant, as they allowed for greater reach and precision, faster content production, the creation of new interaction channels, and bridging the gap between traditional media and the digital media consumption needs of the audience. However, challenges remain, including enhancing internal capabilities, capturing the attention of a dynamic audience, fostering more active interaction, and measuring the conversion of TikTok audiences into on-air radio listeners. These findings affirm the relevance of the Uses and Gratifications Theory in understanding the media consumption behavior of Generation Z while providing empirical evidence on the importance of digital transformation and social media marketing in contemporary strategies for the radio industry."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Indonesia, 2024
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malaikha Dayanara Kridaman
"Artikel ini menjelaskan dan membandingkan strategi periklanan di media sosial TikTok dan Instagram. TikTok menjadi semakin berpengaruh (Katadata.co.id, 2020), melampaui platform yang sudah lebih mapan seperti YouTube dan Instagram. Merespon perkembangan ini, Instagram mengembangkan fitur 'Reels' yang serupa dengan video TikTok untuk menjaga persaingan. Perubahan ini telah memengaruhi cara periklanan menggunakan user-generated video (UGV) (Zhang et al., 2020). Artikel ini menggunakan teori social media engagement (Colicev, et al., 2018) dan membandingkan dua platform media sosial yang paling sering digunakan, yaitu TikTok dan Instagram. Makalah ini berfokus untuk menjelaskan efektivitas strategi yang digunakan untuk iklan daring dengan membandingkan gulungan TikTok dan Instagram untuk memfasilitasi jenis iklan baru. Artikel ini berpendapat bahwa iklan di TikTok akan memiliki pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan dengan Instagram.

This article describes and compares advertising strategies on social media TikTok and Instagram. TikTok is becoming increasingly influential (Katadata.co.id, 2020), surpassing more established platforms such as YouTube and Instagram. Responding to this development, Instagram developed ‘Reels’ with similar features as TikTok videos to maintain competition. These changes have affected how advertising uses user-generated videos (UGVs) (Zhang et al., 2020). This article uses Colicev et al.’s (2018) social media engagement theory and compares two of the most used social media platforms, TikTok and Instagram. This paper focuses on explaining the effectiveness of strategies used for online commercials by comparing TikTok and Instagram reels to facilitate new kinds of advertising. The article argues that commercials on TikTok will have a more significant influence than on Instagram.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Afrina
"Makalah penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran influenser TikTok yang mendorong remaja perempuan untuk “Men-seksualisasi” diri mereka sendiri dengan dalih pemberdayaan dan konsep feminisme. TikTok merupakan salah satu media sosial yang paling populer pada kalangan remaja pada saat ini. Ada beberapa tren di media sosial TikTok dimana para remaja didorong untuk mempublikasikan konten yang provokatif secara seksual mengatasnamakan feminisme. Salah satu yang paling populer adalah tren gerakan “Bimbo Feminism” atau “Bimbofication”. Penulis menggunakan metode yang terinspirasi dari etnografi digital dan menggunakan penelitian sekunder lainnya seperti jurnal dan artikel untuk menganalisis data. Penulismenggunakan perspektif teori Elaboration Likelihood Model dan teori feminisme untuk menulis artikel ini. Hasil penelitian menunjukan peran influenser yang besar dalam penggeseran sikap terhadap unggahan konten seksual di kalangan audiens perempuan muda.

This research paper aims to explore the role of influencers in TikTok that helps push the agenda of encouraging young teenagers to “sexualize” themselves to empower them under the pretext of feminism. In the last few years, TikTok has gained a drastic amount of users, especially among the youth. There are several trends in which teenagers are encouraged to publish sexually provocative content on their social media through hidden and feminist campaigns in TikTok. Especially the movement about “Bimbo Feminism” and “Bimbofication”. The author uses a method inspired by digital ethnography and utilizes other secondary research tools, such as journals and articles, to analyze the data. The author writes this paper using the perspective of the Elaboration Likelihood Model and feminism theory. The research shows the significance of influencers’ role in the shift of attitude towards posting “sexualized’ content among young female audiences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nur Ramadhani
"TikTok, platform media sosial yang terkenal dengan konten video pendeknya, telah mengubah metode e-commerce tradisional secara signifikan melalui fitur inovatif barunya, TikTok Shop. Makalah akademis ini menganalisis dampak ekspansi e-commerce TikTok terhadap pasar Indonesia, dengan fokus pada perilaku konsumen, dinamika pasar, dan ekosistem e-commerce secara keseluruhan. Penelitian ini menerapkan analisis menggunakan teori disruptive innovation oleh Christensen dan konsep discontinuous technology oleh Schilling. Temuan utama menunjukkan kemampuan TikTok Shop dalam menggabungkan hiburan dengan belanja, mengubah perilaku pembelian konsumen, dan menghadirkan ancaman terhadap platform e-commerce tradisional. Studi ini juga membahas implikasi terhadap UKM lokal, respons peraturan, dan dampak ekonomi, serta menekankan perlunya perusahaan mengadopsi inisiatif proaktif dalam menghadapi disrupsi digital. Laporan ini juga mengeksplorasi kemungkinan tren masa depan dan menawarkan rekomendasi agar berhasil mengelola ekosistem digital yang terus berkembang.
TikTok, a social media platform known for its short video content, has significantly disrupted traditional e-commerce methods through its new innovative feature, TikTok Shop. This academic paper analyzes the impact of TikTok's e-commerce expansion on the Indonesian market, focusing on consumer behaviors, market dynamics, and the overall e-commerce ecosystem. The research applies the analysis using Christensen's theory of disruptive innovation and Schilling's concept of discontinuous technology. Key findings show TikTok Shop's ability to combine entertainment with shopping, changing consumer purchasing behaviors and presenting threats to traditional e-commerce platforms. The study also discusses the implications for local SMEs, regulatory responses, and the economic impact, emphasizing the need for companies adopting proactive initiatives in the face of digital disruption. This report also explores possible future trends and offers recommendations to successfully manage the evolving digital ecosystem."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>