Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessie Renata Angelique, Author
"ilm bergenre komedi-drama berjudul Ngeri-ngeri Sedap merupakan sebuah film keluarga yang mengangkat isu sosial tentang keluarga. Berlatar belakang masyarakat suku Batak, film ini mencakup tuturan-tuturan antartokoh yang dapat dikupas secara lebih mendalam. Berangkat dari teori prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh Grice (1975), tuturan dalam film ini dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan teori relevansi Sperber dan Wilson. Selain itu, film ini telah diberi label sebagai film komedi, maka dari segi humor, tuturan pun dapat dianalisis menggunakan teori humor yang dijelaskan oleh Wijana (2004) dan Curcó (1997). Teori-teori tersebut digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian (i) bagaimana bentuk humor yang diciptakan dalam tuturan para pemeran dalam film Ngeri-ngeri Sedap? dan (ii) apa maksud tuturan-tuturan itu berdasarkan teori relevansi dan kaitannya dalam masyarakat? Hasil analisis memperlihatkan bahwa tuturan-tuturan yang terdapat dalam film ini mengandung humor yang berasal dari emosi negatif yang dilepaskan (teori pelepasan ketegangan) dan pematahan asumsi-asumsi penonton setelah mendengar tuturan dari tokoh (teori ketidaksejajaran). Selain itu, dalam konteks sosial, tuturan-tuturan tokoh mengandung kritik sosial yang dirasakan oleh penonton sebagai bagian dari masyarakat ketika penonton dapat menangkap dan merasakan tuturan-tuturan dalam film ini berdasarkan kemampuan kognitifnya.

Ngeri-ngeri Sedap is a comedy-drama movie that raises family issues. Based on Batak ethnicity and cultural custom, the utterances displayed in this movie can be explored in more depth. Relying upon the cooperative principle theory proposed by Grice in 1975, the utterances can be further analyzed using Sperber and Wilson's relevance theory. As a comedy movie, the utterances in Ngeri-ngeri Sedap will also be interpreted from the humor perspective using the theory of humor from Wijana (2004) and Curcó (1997). Thus, these theories are used to answer two research questions: (i) how is the humor created from the utterances in Ngeri-ngeri Sedap? and (ii) what is the meaning of the utterances based on the relevance theory and its relation to society? This research shows that the utterances in this movie contain humor from the released negative emotions (relief theory) and the breaking of the audience's assumptions right after hearing the characters' utterances (incongruity theory). Furthermore, in a social context, the characters' speeches contain social criticism that the audience relates as a part of society when the utterances are perceived by their cognitive ability."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Rahayu Tjaraka
"Kesenjangan generasi kerap kali memicu konflik akibat adanya perbedaan pandangan dan sikap yang dimiliki oleh setiap generasi. Isu tersebut ditampilkan dalam film Ngeri-Ngeri Sedap (2022) karya Bene Dion Rajagukguk yang menjadi korpus dalam penelitian ini. Pemaksaan kehendak generasi tua terhadap generasi muda agar menjalankan hidup sesuai dengan aturan budaya Batak menjadi pemicu konflik antargenerasi dalam film. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi untuk menganalisis aspek naratif dan sinematografis film. Teori sinema Petrie dan Boggs, konsep pembingkaian Entman, dan teori kesenjangan generasi Davis dan Falk dan Falk digunakan untuk menganalisis pembingkaian kesenjangan perspektif antargenerasi suku Batak dalam film. Konsep patriarki Walby digunakan untuk menganalisis posisi film di antara kedua kelompok generasi suku Batak. Melalui analisis struktur naratif, penelitian ini menemukan bahwa pembingkaian kesenjangan perspektif antargenerasi dalam film ditampilkan melalui penyebab kesenjangan perspektif antargenerasi suku Batak dan perbedaan perspektif antargenerasi terhadap budaya Batak. Penelitian ini juga menemukan bahwa melalui strategi yang ditampilkan para tokoh, film menunjukkan keberpihakannya kepada generasi muda. Film tersebut berusaha untuk menyampaikan kritik terhadap perspektif patriarki generasi tua yang ditampilkan melalui tokoh Pak Domu dan teman-temannya yang terlalu memegang teguh budaya sukunya dan memaksakan generasi muda untuk melakukan hal serupa.

Generation gap often triggers conflicts due to differing views and attitudes accros generations. This issue is depicted in the film Ngeri-Ngeri Sedap (2022) by Bene Dion Rajagukguk, which is the corpus for this research. The older generation's imposition on the younger generation to live according to Batak cultural rules becomes the source of intergenerational conflict in the film. This research uses content analysis to examine the film's narrative and cinematographic aspects. Petrie and Boggs's cinema theory, Entman's framing concept, and Davis and Falk and Falk’s generation gap theory are used to analyze the framing of intergenerational perspective gap among the Batak people in the film. Walby's patriarchy concept is used to analyze the film's stance between the two Batak generational groups. Through narrative structure analysis, this research finds that the framing of intergenerational perspective gap in the film is presented through the causes of these gaps and the differing perspectives on Batak culture. The study also finds that, through the characters' strategies, the film aligns itself with the younger generation. It attempts to critique the older generation's patriarchal perspective, depicted through Mr. Domu and his friends, who rigidly adhere to cultural traditions and impose them on the younger generation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prionggo Aji Saputra
"Permasalahan lingkungan yang paling sering dibicarakan oleh banyak orang saat ini adalah pemanasan global. Pemanasan global merupakan salah satu hiperobjek yang terjadi di dunia saat ini dan menjadi suatu bahasan yang hangat diperbincangkan. Salah satu akar masalah dari hal tersebut adalah kesadaran ekologis yang kurang. Hal ini yang kemudian disoroti dalam pemikiran ekologis Timothy Morton. Penelitian ini berupaya untuk membedah persoalan ekokritisme konvensional yang tidak cukup komprehensif memandang permasalahan ekologis yang luas, dan menginvestigasi lebih mendalam tentang pemikiran ekologis Timothy Morton. Pada akhirnya penelitian ini diarahkan pada pemikiran ekologis sebagai bagian dari refleksi kehidupan sehari-hari dan peningkatan kesadaran ekologis sebagai fondasi dalam memberikan pemaknaan terhadap lingkungan hidup yang lebih berkelanjutan. Pemikiran ekologis memberikan pandangan relasi ontologis yang setara antara manusia dengan lingkungan hidup

The most talked about environmental issue by many people today is global warming. Global warming is one of the hyperobjects that occurs in the world today and is a hotly discussed topic. One of the root causes of this is the lack of ecological awareness. This is then highlighted in the ecological thought put forwarded by Timothy Morton. This research seeks to dissect the problem of conventional ecocriticism that is not comprehensive enough to view broad ecological problems and investigate more deeply about Timothy Morton’s ecological thought. In the end, this research is directed at ecological thinking as part of daily life reflection and increasing ecological awareness as a foundation in giving meaning to a more sustainable environment. Ecological thinking provides a view of an equal ontological relationship between humans and the environment"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatussadiyah
"Sejak tahun 1950-an, situasi permasalahan mengenai gender di Prancis mengalami transformasi yang sejalan dengan munculnya gerakan sinema Nouvelle Vague. Selain membawa pengaruh radikal terhadap industri sinema, Nouvelle Vaguejuga memproduksi film-film yang sarat akan isu-isu sosial, termasuk situasi perempuan yang dianggap sebagai objek, salah satunya dalam film Les Bonnes Femmes (1960) karya Claude Chabrol. Film ini mengisahkan pengalaman perempuan melalui perspektif empat tokoh perempuan yang intrik dengan perilaku dan persoalan hidup masing-masing dengan tujuan yang sama, yaitu memiliki sosok laki-laki dan mengharapkan cinta sejati. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan konstruksi perempuan dalam film tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui konsep kajian sinema oleh Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie (2018) yang didukung dengan teori identitas oleh Kathryn Woodward (2005) dan gagasan feminisme eksistensial oleh Simone de Beauvoir (1949). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film tersebut mengonstruksi eksistensi perempuan sebagai sosok yang membutuhkan pengakuan melalui cinta dan narsisme.

Since the 1950s, the situation of gender issues in France has been transformed in line with the emergence of the Nouvelle Vague cinema movement. In addition to bringing radical influence to the cinema industry, Nouvelle Vague also produced films that are full of social issues, including the situation of women who are perceived as objects, one of which is in the film Les Bonnes Femmes (1960) by Claude Chabrol. This film tells the story of women's experiences through the perspectives of four female characters who are intrigued by their respective behavior and life problems with the same purpose of having a male figure and expecting true love. Based on this background, this research aims to show the construction of women in the film. This research uses a qualitative method through the concept of cinema studies by Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie (2018) supported by identity theory by Kathryn Woodward (2005) and the idea of existential feminism by Simone de Beauvoir (1949). The results of this study show that the film constructs the existence of women as a figure who needs recognition through love and narcissism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Yayasan Pustaka Obor, 2017
370 DAR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Wiarsih
"Seseorang yang berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan akibat penurunan fungsi sistem tubuh. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan kejiwaan. Masalah kesehatan jiwa lansia yang sering muncul adalah gangguan proses pikir yangditnadai dengan lupa, pikun, bingung dan curiga; gangguan perasaan diantaranya ditandai dengan kelelahan, acuh tak acuh, mudah tersinggung; gangguan fisik/somatik tanpa penyebab yang jelas meliputi gangguan pola tidur, gangguan makan dan minum; ganggugan perilaku ditandai dengan enggan berhubungan dengan orang lain dan ketidakmampuan merawat diri sendiri.
keluarga merupakan masyarakat terkecil dimana lansian berada. Perubahan kejiwaan pada lansia akan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Oleh karena itu keluarga dan lansia perlu mengetahui perubahan kejiwaan pada lansian agar dapat mencegah terjadinya gangguan jiwa pada lansia. Keterlibatan keluarga akan menentukan keberhasilan perawatan kesehatan jiwa lansia yang digambarkan pada tulisan ini.

Changing in physical and psychosocial in elderly associated with aging. The observed changes represent the cummulative effects of heredity, environment, nutrition, rest, activity and altered health state while the most observed changes in psychosocial state of the elderly such as forgetfulness, memory loss, narrowed, attention spans, confusional states and impairment of their mind and emotional states increased accompany with their physical state.
Family is the closest person around the elderly, a caring attitude, calm conversation and promotion of the comfort contribute to the relief of confusional states, and also emotional support helps the family cope with the elderly persons disorientation and confusion. Family is the most important person to help the elderly in maintaining their health states physically and psychosocially.
"
1999
JJKI-2-7-Sept1999-253
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ida Sundari Husen
"Pada abad-abad 16, 17 dan 18, gagasan reformasi pendidikan di Prancis muncul pertama-tama dalam karya sastra. Dimulai oleh Rabelais dalam dongeng-dongengnya Pantagruel (1532) dan Gargantua (1534), tulisan tentang pendidikan dikembangkan dalam Essais (tiga jilid) karangan Montaigne (1580), dan dalam roman Jean-Jacques Rousseau, Emile (1762). Gagasan yang sama didukung pula antara lain oleh Descartes dalam Discours de la Méthode [Risalah tentang Metode] (1637) dan oleh Voltaire dalam dongengnya L?Ingénu (1767). Intinya adalah pertentangan antara sistem pendidikan lama yang mementingkan hafalan dan teori dengan sistem pendidikan baru yang mereka usulkan, yang lebih mementingkan pembinaan nalar, cara berpikir, dalam suasana belajar yang menyenangkan, yang dikaitkan dengan kehidupan nyata serta alam sekitar. Secara resmi reformasi pendidikan Prancis baru dicanangkan Menteri Pendidikan Jules Ferry pada tahun 1880 dengan pembuatan peraturan wajib belajar di sekolah dasar, biaya belajar cuma-cuma dan pemisahan pendidikan formal di sekolah dari pendidikan keagamaan.

In the 16th., 17th. and 18th. century, the first ideas of educative reform in France appeared in litterary master pieces. Rabelais wrote his critics and proposals on child education in his stories Pantagruel (1532) and Gargantua (1534), developped later in the Essays (three volumes) written by Montaigne and in Rousseau?novel, Emile. Actually the same ideas were supported also by Descartes in Discours de la Méthode (1637) and Voltaire in L?Ingénu (1767). The central issue was the opposition between the old system of education focusing on learning by heart and theories and the system they proposed which gave importance on the formation of the way of thinking, in a pleasant learning atmosphere, in relation to real life and nature. Officially French education reform was started by the Minister of Education Jules Ferry in 1880 in the decrees proclaming compulsory education in the primary school, free of charge, and the separation between secular and religious education."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anjania Ramadhani
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang ketidakadilan gender terhadap perempuan dalam novel karya Nawal El Saadawi yang berjudul رحلاتي في العالم / Rihlati Fi Alam (Perjalananku Mengelilingi Dunia). Novel ini bercerita tentang perjalanan tokoh Saya ke 21 negara. Penelitian ini menggunakan teori ketidakadilan gender dari Faqih yang membaginya dalam lima bentuk yaitu subordinasi, marginalisasi, stereotip, kekerasan dan beban kerja. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bentuk ketidakadilan gender apa saja yang terdapat di negara-negara yang disebutkan dalam novel, negara mana saja yang memiliki ketidakadilan gender terbanyak dan bentuk ketidakadilan gender yang mana yang dominan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan studi kepustakaan yang menggunakan sumber literatur. Hasil penelitian ini adalah bahwa dari 21 negara, terdapat delapan negara yang menggambarkan ketidakadilan gender yaitu India, Mesir, Amerika, Thailand, Yordan, Tanzania, Pantai Gading dan Iran. Di antara negara-negara tersebut
yang memiliki ketidakadilan gender terbanyak adalah India. Bentuk ketidakadilan gender yang dominan yang disebutkan di negara-negara tersebut adalah bentuk stereotip. Novel ini dapat dianggap sebagai tanggapan Nawal dan perasaannya terhadap kasus-kasus ketidakadilan gender yang masih terjadi di negara-negara tersebut.

ABSTRACT
This research discusses gender injustice towards women in the work of Nawal El Saadawi entitled رحلاتي في العالم/Rihlati Fi Alam (My Travels Around The World). This novel tells the story of the first person character's journey to 21 countries. This research uses the teory of gender injustice from Faqih which devides five forms, namely subordination, marginalization, stereotypes, violence and workload. The purpose of this study is to explain what forms of gender injustice are found in the countries mentioned in the novel, which countries have the ost gender injustice and which forms of gender injustice are dominant. The method used is qualitative and literature study which using literature sources. The results of this study are that of 21 countries, there are eight countries describing gender injustice, namely India, Egypt, America, Thailand, Jordan, Tanzania, Ivory Coast and Iran. Among those countries that have the most gender injustice is India. The dominant forms of gender injustice mentioned in these countries are stereotype forms. This novel can be considered as Nawal s response and his feelings were overcome by cases of gender injustice that still occur in these countries."
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Delistavia Indiaza Putri
"Konsep pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam ajaran Konfusianisme menjadi penyebab terjadinya ketidaksetaraan gender di berbagai bidang. Meski zaman telah berubah, perempuan di Korea Selatan masih kerap diasosiasikan dengan peran domestiknya sehingga perempuan tidak mampu memiliki eksistensi dan identitas yang mandiri. Isu mengenai perempuan ini menjadi topik utama dalam novel Kim Ji-young, Born 1982. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana eksistensi tokoh Kim Ji-young dan upayanya dalam mencapai transendensi berdasarkan teori feminisme eksistensialisme Simone de Beauvoir ditampilkan dalam novel Kim Jiyoung, Born 1982. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan korpus yaitu novel Kim Jiyoung, Born 1982 karya Cho Nam-joo dalam bahasa Korea. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa Kim Ji-young belum mampu bereksistensi dan menjadi “ada untuk dirinya sendiri”. Selanjutnya, Kim Ji-young juga belum mampu menjalankan strategi transendensi, karena faktor eksternal yaitu status sosialnya yang kurang menguntungkan dan lingkungan konservatif yang tidak suportif. Selain itu, kepribadian Kim Ji-young yang tertutup dan pendiam juga menjadi faktor internal yang menjadi tantangan bagi upaya menuju transendensinya.

The existence of division roles between men and women in Confucianism is the cause of gender inequality in various fields. Although times have changed, women in South Korea are still often associated with their domestic roles, resulting in women being unable to have an independent existence and identity. The issue of women is the main topic in Kim Ji-young, Born 1982. This study aims to describe how the existence of Kim Ji-young's character and her efforts to gain transcendence based on Simone de Beauvoir's existential feminism theory are shown in the novel. The method used in this study is a qualitative descriptive method with the novel Kim Jiyoung, Born 1982 by Cho Nam-joo in Korean as the corpus. Based on the results, the author can conclude that Kim Ji-young has not been able to exist and to “be for itself". Kim Ji-young has not been able to transcend her boundaries due to external factors such as weak social status and the unsupportive society towards women's transcendence due to patriarchal culture. Furthermore, Kim Ji-young’s introverted and quite character also appears as a challenge in her own efforts towards transcendence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>