Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85334 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhimas Prabu Anggoro Putro
"Akses jalan pada bidang tanah merupakan hak yang diatur di UUPA dan KUHPerdata. Ketidakjelasan mengenai status akses jalan dapat menyebabkan potensi sengketa di kemudian hari. Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pelaksanaan pemberian akses jalan pada Putusan Perkara Nomor 69/Pdt.G/2019/PN.Smn dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga untuk memberikan tindak lanjut atas pertimbangan hakim mengenai pelaksanaan pemberian akses jalan sebagaimana pada Putusan a quo. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (kepustakaan) dengan analisis secara kualitatif terhadap data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial menegaskan bahwa pemilik tanah harus memperhatikan kepentingan umum. Dalam Putusan a quo, Penggugat telah memberikan akses jalan kepada Tergugat, namun oleh Tergugat disalahgunakan untuk pembangunan garasi pribadi, yang mana bertentangan dengan permohonan semula untuk akses jalan. Tindak lanjut atas pertimbangan hakim yang dapat dilakukan adalah perlu dilakukan proses jual beli antara penggugat dan tergugat di hadapan PPAT, sehingga menjadi dasar pemberian akses jalan yang sah dan menciptakan kepastian hukum atas tanah. Saran dari penelitian ini adalah Pemerintah diharapkan dapat menyusun dan menerbitkan peraturan yang secara spesifik mengatur tentang mekanisme pemberian akses jalan diatas tanah hak milik, bagi Majelis Hakim diharapkan mengupayakan agar terjadi kepastian atas status hak atas tanah dalam perkara serupa, yaitu dengan memerintahkan agar jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT, dan pemohon akses jalan diatas tanah hak milik orang lain diharapkan dapat menggunakan lahan yang diperolehnya sesuai dengan peruntukannya, agar sengketa dapat dihindarkan.

Road access on land is a right regulated in the UUPA and Civil Code. Unclear status of access roads can lead to potential disputes later on. The purpose of this thesis research is to identify and analyze the implementation of granting road access in Case Decision Number 69/Pdt.G/2019/PN.Smn compared to applicable laws and regulations and also to provide follow-up on the judge's consideration regarding the implementation of granting road access as in the a quo Decision. This thesis uses normative legal research methods (literature) with qualitative analysis of secondary data. The results showed that Article 6 of UUPA regarding social functions affirms that landowners must pay attention to the public interest. In a quo Decision, the Plaintiff had granted access road to the Defendant, but by the Defendant misused it for the construction of a private garage, which contradicted the original application for road access. Follow-up on the judge's consideration that can be done is the need for a sale and purchase process between the plaintiff and defendant before the PPAT, so that it becomes the basis for providing legal road access and creating legal certainty over land. The suggestion from this study is that the Government is expected to compile and issue regulations that specifically regulate the mechanism for granting road access on freehold land, for the Panel of Judges it is expected to seek certainty over the status of land rights in similar cases, namely by ordering that the sale and purchase be carried out by the parties before the PPAT, and applicants for road access on land owned by others are expected to be able to use the land they have acquired in accordance with its designation, so that disputes can be avoided."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen Angel Winarta
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimanakan status tanah yang telah diberikan hak konsesi dan legalitas dari kepemilikan grondkaart oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) khususnya dalam daerah eks swapraja Kesultanan Deli sesuai Putusan Nomor 808/PD.T/2019/PN.Mdn. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Konsesi merupakan perjanjian yang dibuat pemerintah atau kepala daerah bersama dengan pihak swasta dan atau masyarakat adat, yang sifatnya khusus berisikan izin serta pemberian wewenang secara terbatas oleh pemerintah setempat. Grondkaart merupakan peta tanah yang dikuasai oleh perusahaan kereta api pada masa kolonial dan sesuai fungsinya merupakan pedoman dalam penguasaan tanah salah satunya adalah dalam pemberian konsesi. Pada praktiknya tanah setelah diberikan hak konsesi pada daerah Kesultanan Deli tidak tertampung pengaturan kepemilikannya pada Undang-Undang Pokok Agraria, sebab daerah swapraja sendiri telah dihapus keberadaannya pada Undang-Undang Pokok Agraria. Mengakibatkan terdapat kesulitan dalam pemulihan hak kepemilikan masyarakat Kesultanan Deli saat ini terhadap lahan yang mereka miliki, terlebih sebelumnya terdapat nasionalisasi yang mengalihkan kepemilikan mereka menjadi aset perusahaan yang sebelumnya perusahaan Belanda termasuk perusahaan kereta api. Dalam praktiknya pada saat ini oleh perusahaan kereta api Indonesia setelah nasionalisasi dan kemerdekaan, grondkaart digunakan sebagai pedoman dalam penertiban aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan tetapi kesulitan terjadi ketika terdapat sengketa akibat tidak dilakukan pengecekan atas perolehan tanah yang berada dalam grondkaart tersebut.

This paper analyzes the status of land that has been granted concession rights and the legality of grondkaart ownership by PT Kereta Api Indonesia (Persero), especially in the former Sultanate of Deli swapraja area according to Decision Number 808/PD.T/2019/PN.Mdn. This paper is prepared using doctrinal research methods. Concession is an agreement made by the government or head of the region together with private parties and or indigenous peoples, which specifically contains permission and limited authority by the local government. Grondkaart is a land map controlled by the railroad company during the colonial period and according to its function is a guideline in land tenure, one of which is in granting concessions. In practice, land after being granted concession rights in the Deli Sultanate area is not accommodated in the ownership arrangements in the Basic Agrarian Law, because the swapraja area itself has been abolished in the Basic Agrarian Law. As a result, there are difficulties in restoring the ownership rights of the Deli Sultanate community at this time for land that they own. Especially before there was nationalization which transferred their ownership to company assets that were previously Dutch companies including railroad companies. In practice at this time by the Indonesian railway company after nationalization and independence, grondkaart is used as a guideline in controlling the assets of PT Kereta Api Indonesia (Persero) but difficulties occur when there is a dispute due to not checking the acquisition of the land in the grondkaart."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulan Purnama Dewi Legini
"Pada beberapa perseroan terbatas yang terdapat pemegang saham dari pihak asing, umumnya mereka membuat risalah rapat umum pemegang saham (Rapat) di bawah tangan dalam bahasa Inggris. Akan tetapi untuk keputusan-keputusan yang membutuhkan tindak lanjut ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, risalah Rapat tersebut harus dinyatakan dalam suatu akta pernyataan keputusan rapat dalam bahasa Indonesia. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuat akta tersebut sehubungan dengan adanya perubahan bahasa tanpa melalui penerjemah resmi?
Dalam melakukan penelitian tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang tidak saja meneliti peraturan perundang-undangan yang mengatur tetapi juga bagaimana penerapan dalam praktek pelaksanaan jabatan oleh Notaris. Pasal 43 Undang-undang tentang Jabatan Notaris mengatur mengenai penerjemahan yang wajib dilakukan oleh Notaris dan apabila Notaris tersebut tidak dapat menerjemahkan, maka dapat dibantu oleh seorang penerjemah resmi. Namun tidak dalam semua hal penerjemahan itu dapat dilakukan oleh Notaris. Dalam hal pembuatan akta pernyataan keputusan rapat, Notaris tidak dapat langsung menerjemahkan risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan yang diterimanya dan tertulis dalam bahasa Inggris, walaupun Notaris tersebut memahami isi risalah Rapat. Notaris hanya dapat menerjemahkan akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, bukan akta yang berasal dari pihak lain. Jika Notaris tetap menerjemahkan akta risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan tersebut, maka akta itu kehilangan otentisitas karena penerjemahan dilakukan di luar kewenangan Notaris dan menjadi akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sama seperti akta yang dibuat di bawah tangan serta Notaris bertanggung jawab penuh atas tindakan tersebut. Apabila ada pihak yang dirugikan akibat tindakannya, maka Notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang tentang jabatan Notaris, kode etik profesi, maupun digugat secara perdata melalui Pengadilan Negeri.

It is often that in the companies in which some of the stakeholders are foreigners, the notes that conclude the general meeting of stakeholders is made unofficially in English. However, concerning the decisions that need a further follow up particularly to the Department of Law and Human Rights of Republic of Indonesia, the note should be stated officially in a certificate of the meeting decision, all in Indonesian. Regarding to this matter, how is the responsibility of a notary should be seen when there is a language translation conducted without hiring any official translator?
In this research the writer applies the juridical-normative legal research method, which is not only scrutinizing the regulating law itself, but also its implementation in term of how the notary carrying his/her duty. The article 43 of the Law concerning the Notary Office regulates the criteria of a translation task that should be conducted by a notary, and in case he/she is not eligible to do it, an official translator can be hired to aid. However, not all translation could be done by a notary. Instead, in case of the meeting decision certificate making, a notary has no right to directly translate the English note he/she received, even though he/she comprehends the contents. A notary is only able to translate a certificate made by or before him/her, and not the one made by other party. If the notary ignorantly still runs the translation on such a note, the certificate translated looses its authenticity since the translation is considered as conducted beyond the notary's authority and thus the certificate becomes of the same power as an unofficial one. In addition, the notary did it is considered as fully responsible for his/her deed. If there were any party whose interest being harmed for this, then the concerned notary can be put under sanction which is in accordance with the law of the notary office, profession code of conduct, as well as being sued referring to the regulation in the civil law through a State Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maureen F.W.
"Undang-undang Pokok Agraria adalah Undang-undang yang dibentuk untuk meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional. Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sengketa tanah antara Ny. Tatty Hertika cs selaku ahli waris almarhum Wagianto dengan Yayasan UMS {Union Makes Strength) berkaitan dengan penerbitan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 31-XI--1998 tanggal 30 Oktober 1998 tentang pembatalan Sertipikat Hak Milik nomor 129/Mangga Dua (dahulu Kebon Jeruk). Surat Keputusan tersebut didasari permohonan dari Yayasan UMS yang mengaku sebagai pemilik dari SHM Nomor 129/Sisa/Mangga Dua tersebut. Tanah tersebut semula adalah bekas hak Eigendom Verponding nomor 457, ternyata telah dijual oleh pemilik semula kepada Yayasan UMS berdasarkan Akta Jual Beli Tanah Nomor 53 tanggal 6 Maret 1954 yang dibuat di hadapan Notaris Raden Kadiman, yang sampai saat berlakunya UUPA tidak pernah didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Tanah. Kepala Badan Pertanahan Nasional selaku Pejabat Tata Usaha Negara adalah berwenang untuk menerbitkan Surat Keputusan TUN, untuk membatalkan suatu Sertifikat Tanah yang ternyata mengandung cacat hukum {Juridische gebreken). Suatu keputusan yang dibuat oleh Pejabat TUN yang tidak sesuai dengan prosedur atau suatu peralihan hak atas tanah yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan yang bersifat normatif empiris. Ditinjau dari sudut berlakunya penelitian ini berbentuk evaluatif-perspektif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menilai putusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan dan memberikan jalan keluar berupa saran atau rekotnendasi terhadap Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengenai pembatalan Sertipikat Hak Milik Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dibatalkannya Sertipikat Hak Milik haruslah didahului dengan persidangan perkara perdata pada peradilan umum untuk menentukan siapa pemilik tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pety Fatimah
"Dalam rangka menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, hal ini terlihat dengan dihasilkannya surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertipikat hak atas tanah merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat yang merupakan satu-satunya alat bukti kepemilikan tanah yang diakui Undang-Undang. Dengan diberlakukan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif banyak menimbulkan permasalahan dalam bidang pertanahan; salah satunya bagaimanakah keadaan pembuktian sertipikat hak atas tanah terhadap tanda bukti girik pada suatu bidang tanah yang terletak dilokasi yang sama dan bagaimanakah kekuatan sertipikat hak atas tanah dapat membatalkan kepemilikan tanah yang belum didaftar. Hal ini dapat dijawab oleh sistem pendaftaran tanah yang mengatur bahwa Sertipikat Hak Atas Tanah bukan merupakan suatu tanda bukti kepemilikan yang mutlak/ sempurna tetapi merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sepanjang data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada di kantor pertanahan, sedangkan tanda bukti girik merupakan surat pengenaan pajak atas nama pemilik tanah dan sekaligus juga merupakan tanda pembayaran pajak sehingga bukan merupakan bukti kepemilikan. Selanjutnya hilangnya tanah yang belum didaftar berdasarkan kekuatan sertipikat yang telah diterbitkan sertipikat untuk tanah bersangkutan atas nama pihak lain dapat terjadi apabila tanah tersebut ditelantarkan oleh pemiliknya selama suatu jangka waktu yang diatur Undang-Undang dan pemilik asli tanah itu dapat kehilangan haknya atas tanah yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif.

For guarantying the certainty of law, government conducting land registration all over Indonesian territory. Indonesian land registration prepare to negative publication system contains to positive elements, it proven by documents of right function as a powerful evidential tool. This negative publication system contains to positive elements, causing a lot of problem such as how land certificate guarantee its right versus letter c on the same land object, and how powerful land certificate can deny right upon unregistered land. This problem can be solved by land registration system which stating that the land certificate was not the most perfect ownership evidence, but it function as the strongest evidential tool, as long as the physical data and the juridical data at the land office registration match, on the contrary letter c is a tax document letter, function to prove tax payment not an ownership right. On the other hand the cancel of ownership right upon registered land based on the strength of a certificate could happen if only the land was abandon by the owner in the time of land act mention could cause loss of ownership right. This thesis using library research center point to normative law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fitriani
"Dalam penelitian ini menitikberatkan pada pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik di Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Beji Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dan bagaimana implementasinya dalam praktek. Pada kenyataannya pendaftaran tanah sistematik di Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Beji Kotamadya Depok melalui proyek ajudikasi ini banyak mengalami kendala dari para pemegang hak atas tanah yang tidak bersedia tanahnya didaftarkan melalui ajudikasi. Pelaksanaan pendaftaran tanah sistematik ini dimulai dengan penyuluhan yang intensif tentang manfaat yang diperoleh bagi para pemegang hak atas tanah sehingga mereka tergerak untuk mendaftarkan tanahnya. Keberhasilan panitia ajudikasi dalam menerbitkan sertipikat hak atas tanah didukung juga peran serta dari Kepala Kelurahan Tanah Baru dan para Ketua RW dan RT setempat dalam memotivasikan warganya untuk mendaftarkan tanahnya secara sukarela dan menerima diadakannya proyek ajudikasi tersebut. Oleh karena itu keberhasilan proyek ajudikasi ini sebagai bukti kerjasama aparat setempat dengan segenap pelaksana operasional karena setiap kendala yang timbul dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusia Liana
"Sertipikat Ganda adalah sertipikat-sertipikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama. Faktor-faktor penyebab terjadinya sertipikat ganda, akibat hukum dari tanah yang bersertipikat ganda serta penyelesaian sengketa tanah yang bersertipikat ganda, merupakan pokok permasalahan yang akan ditelaah Penulis dalam tests ini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis - normatif. Dengan demikian, tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah yang bersertipikat ganda. Permasalahan sertipikat ganda dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurang telitinya petugas pertanahan saat menjalankan mekanisme pengurusan sertipikat tanah, tanah yang bersertipikat ganda tersebut ternyata merupakan tanah yang sedang berada dalam status sengketa atau kesalahan saat pengukuran. Sertipikat ganda menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab apabila sertipikat itu digunakan untuk kepentingan tertentu, dapat menimbulkan ketidakjelasan hak dan kewajiban bagi pemegangnya dan berpotensi merugikan berbagai pihak, serta berpotensi memunculkan sengketa hukum di antara pihak yang terkait. Penyelesaian sengketa tanah yang bersertipikat ganda, dapat dilakukan melalui pengadilan dan di luar pengadilan (negosiasi, mediasi, paksaan, penghindaran, membiarkan saja, dan penyelesaian khusus. Penyelesaian melalui pengadilan ada beberapa kemungkinan, hal tersebut tergantung kepada kesalahan atau cacat pada sertipikat ganda tersebut dan kemauan para pihak. Apabila penyelesaiannya melalui pengadilan, maka bisa melalui peradilan umum (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung), Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Agama. Semua jalur penyelesaian sengketa tersebut akan berrnuara pada pembatalan sertipikat tanah.

Double certificate is the certificates to explain is the same of land. Factors the cause of the happening of double certificate, legal consequences of the land have double certificate and also solution of the land dispute have double certificate is problems fundamental to be analyzed the writer in this thesis. Research method the used is method research of the bibliography having the character of yuridis - normatif. Therefore, the aim of this writing is to know solution of the land dispute double certificate. Problems double certificate can because of some factors, that is less accurately of officer of land of moment run the management mechanism certificate land, the land of double certificate the actually is the land is being in dispute status or mistake of measurement moment. Double certificate create uncertainty or law, because when the certificates are used they make unclear about the rights and obligations for his owner and create disadvantages to others when selling-buying on land, and potentially increase law dispute among them. Solution of the land dispute of double certificate, can be done passing the justice and extrajudicial ( negotiation, arbitrary, by force, Avoidance, and special negotiation). Solution through justice there are some possibilities, mentioned depended to mistake double certificate the and willingness of the parties. If his solution through justice, hence can through general court ( District court, High court, and Supreme court, Government Administration Court and Religious Court). All the mention court above will come to disqualify the certificate which does not have the real authority of the law."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamidi Bustami
"Penelitian ini dilakukan melihat sejauh mana UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi yang ada pada pasal 11 ayat (2) diterapkan dalam pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah di Kotamadya Jakarta Selatan dan Kotamadya Tangerang, sedangkan PP No.25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi urusan pertanahan masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, di samping itu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota baik di Jakarta Selatan maupun di Kota Tangerang masih dilakukan sinkronisasi secara vertikal, hal ini dapat dilihat dari Keputusan Presiden No.103 pada pasal 114 ayat (6).
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah pada sebagian daerah terjadi konflik kewenangan di Kotamadya Tangerang berdasarkan Perda No.3 Tahun 2001 tentang Bentuk Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus lbukota Jakarta maupun Perda No.24 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah dan Sekretariat DPRD Kota Tangerang memang telah diundangkan namun pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan. Sedangkan Kepala Kantor Pertanahan berdasarkan Kepres No.103 Tahun 2001, masih dilakukan sinkronisasi secara vertikal, bahwa Badan Pertanahan Nasional masih kewenangan Pemerintah Pusat. Dengan demikian UU No.22 Tahun 1999 belum dapat dilaksanakan khususnya mengenal Pendaftaran Tanah di Jakarta Selatan dan Kota Tangerang tetap belum berubah sesuai UU No.22 Tahun 1999 yang masih dilakukan oleh Kantor Pertanahan masing-masing wilayah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T19849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Fitri
"PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Akta-akta yang dibuat oleh PPAT menjadi akta otentik sepanjang seluruh unsur-unsur dari akta otentik itu terpenuhi, tetapi sangat disayangkan pada prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh PPAT; disini penulis fokuskan pada PPAT Sementara yaitu Camat yang seringkali tidak menghiraukan dan melanggar ketentuan yang diberlakukan, sehingga timbul permasalahan yaitu antara lain bagaimana akta-akta yang dibuat oleh PPAT yang tidak memenuhi unsur-unsur dari suatu akta otentik , bagaimana perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan, serta bagaimana Cara untuk mengatasi kurangnya pemahaman dari PPAT Sementara itu dibidang hukum pertanahan, hukum perjanjian, serta teknik pembuatan aktanya.
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada yaitu dengan metode penelitian kepustakaan yaitu guna memperoleh data dari buku-buku hukum, perundang-undangan maupun peraturan pemerintah dan metode penelitian lapangan yaitu untuk memperoleh data dari kuisioner-kuisioner yang diberikan kepada PPAT di Kabupaten Tulang Bawang.
Kesirnpulan yang dapat ditarik disini bahwa pada prakteknya masih banyak ditemui penyimpangan maupun kesalahan yang dilakukan oleh PPAT Sementara dalam membuat akta-akta PPAT dimana penyimpangan maupun kesalahan itu dikarenakan masih sangat kurangnya pemahaman dari PPAT Sementara dibidang hukum pertanahan, hukum perjanjian, maupun teknik pembuatan aktanya; oleh karena itu sudah seharusnyalah para PPAT Sementara tersebut selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kerjanya dengan terus menggali ilmu guna mengatasi kekurangannya tersebut untuk menghasilkan akta-akta yang baik dan benar sesuai dengan peraturan yang mengaturnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Al Makki
"ABSTRAK
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai akta otentik merupakan alat bukti yang kuat yang mempunyai peranan penting dalam setiap peristiwa hukum berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Dengan akta ini menjamin kepastian hukum, yang sekaligus diharapkan pula dapat dihindari permasalahan hukum (sengketa) di masa yang akan datang. PPAT sebagai pejabat umum yang berwenang membuat alat bukti tertulis yang otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat serta memberikan kepastian hukum yang diberikan oleh Undang-undang demi kepentingan masyarakat umum, sehingga PPAT mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang cukup berat dalam menjalankan jabatannya. Pokok permasalahan dari tesis ini adalah: 1. Apakah sanksi yang dapat dikenakan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta tanah tanpa persetujuan dan sepengetahuan istri dan ahli waris? (Khususnya pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan). 2. Apakah sudah tepat dan cermat pertimbangan hukum yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan Akta Hibah batal demi hukum karena mengandung cacat hukum? Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif, yaitu dilakukan dari kepustakaan yang bersifat data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku dan artikel serta bahan hukum tertier. Jadi dalam tesis ini dapat ditarik kesimpulan PPAT dapat dikenakan sanksi yang berupa administratif, berupa teguran, maupun pencabutan ijin, dan juga dapat dikenakan sanksi pidana menurut pasal 263, 264, 372, dan 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tindakan hakim dalam memutus perkara ini sudah tepat, karena PPAT dalam membuat akta hibah ini tidak mengikut sertakan isteri pertama sebagai penggugat. Sehingga akta ini dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan negeri, yang dimohonkan oleh pihak yang merasa dirugikan.

ABSTRAK
Deed of Land Deed Official (PPAT) is an authentic certificate used as a hard evidence and play an important role in every law event of land ownership right and "Hak Milik atas Satuan Rumah Susun" (Strata Title). This deed guarantees certainty of law and can be used to avoid any lawsuit in the future. Land Deed Official as a public official has authority to make authentic and legal deed that bears power of verification and Law certainty allotted by government regulation for public interest. This special competency made PPAT as a relatively heavy responsibility and obligation in performing their occupation. The objective of this thesis is to review the law consequences of Deed made by PPAT which runs the process by violating The PPAT Code of Conduct (Peraturan Jabatan PPAT), that it can be classified as a criminal action with kind of accusations are document adulteration, deception and/or fraud if making a mistake/omission in performing their occupation. The main problem to be discussed in this thesis are: 1. What kind of sanction that can be applied to Land Deed Official whose drawing up a deed of bequest (Hibah) without any approval or consent of his spouse and beneficiary ? (particularly in the case of the District Court of South Jakarta); 2. Is it accurate for the legal consideration from the District Court of South Jakarta stating that the Deed of Bequest is void by law due to legal defection?; The research method applied is the official normative research method, which focuses on researching based on records and documentation. PPAT can be sanctioned by administrative, such as written warning, or Annulations of License by Minister of Law (Menteri Kehakiman), and also can be punished by Civil Law according to Article 263, 264, 372 and 378. The Panel of Judges has been correct in considering based on Judgment of that PPAT in written the deed without involving spouse/the wife as a party. Therefore this deed can be annul by the law with the verdict of Court of Justice, which must be request from the party that feeling loss.
"
2007
T19600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>