Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111733 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiara Rengganis
"Serbuk inhalasi rifampisin-manitol (1:1) diketahui mampu meningkatkan kelarutan rifampisin dalam medium cairan paru dan penambahan L-leusin 30% b/b mampu memperbaiki sifat aerodinamis serbuk inhalasi rifampisin. L-leusin bersifat hidrofobik sehingga perlu diketahui konsentrasi optimalnya yang dapat menghasilkan serbuk dengan sifat aerodinamis terbaik tanpa menurunkan kelarutan rifampisin. Parameter produksi, seperti kecepatan penyemprotan dan tekanan gas atomisasi dapat mempengaruhi hasil dan karakter serbuk inhalasi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula optimum serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa manitol (1:1) dan penambahan L-leusin menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Formula optimum diharapkan dapat menghasilkan serbuk inhalasi dengan rendemen di atas 70%, Fine Particle Fraction (FPF) di atas 50%, persentase serbuk teranalisis (Emitted Fraction/EF) di atas 50%, dan persentase rifampisin terdisolusi di atas 50%. Lima belas formula percobaan dirancang secara statistik menggunakan desain Box Behnken dengan memvariasikan tiga parameter, yaitu konsentrasi L-leusin, kecepatan penyemprotan, dan tekanan gas atomisasi. Serbuk diformulasikan menggunakan metode semprot kering lalu dikarakterisasi fisik dan kimianya. Serbuk inhalasi yang diperoleh dari 15 formula tersebut menghasilkan rendemen 49–73%, diameter aerodinamis pada rentang 0,07 ± 1,38 µm hingga 15,45 ± 1,37 µm, EF sebesar 38,95-50,8%, FPF sebesar 16,44-33,03%, dan persentase rifampisin terdisolusi sebesar 28,51-65,14%. Hasil optimasi menunjukkan bahwa konsentrasi L-leusin optimum adalah 30% b/b, kecepatan penyemprotan optimum sebesar 22,99% atau 6,14 mL/menit, dan tekanan gas atomisasi sebesar 35,36 mm.

Rifampicin-mannitol inhalation powder (1:1) is known to increase the solubility of rifampicin in the lung fluid medium and the addition of 30% w/w L-leucine can improve the aerodynamic properties of rifampicin inhalation powder. L-leucine is hydrophobic, so it is necessary to know the optimal concentration that can produce powder with the best aerodynamic properties without reducing the solubility of rifampicin. Pump rate and atomizing gas pressure can affect the yield and character of the inhalation powder produced. This study aims to obtain the optimum rifampicin inhalation powder formula with mannitol carrier (1:1) and the addition of L-leucine using Response Surface Methodology. The optimum formula is expected to produce inhalation powders with yields above 70%, Fine Particle Fraction (FPF) above 50%, Emitted Fraction (EF) above 50%, and the percentage of dissolved rifampicin above 50%. Fifteen experimental formulas were statistically designed using the Behnken Box design by varying three parameters, such as L-leucine concentration, pump rate, and atomizing gas pressure. Powders were formulated using the spray dry method and then characterized physically and chemically. The inhalation powder obtained from these 15 formulas produced a yield of 49–73%, aerodynamic diameter in the range of 0,07 ± 1,38 µm to 15,45 ± 1,37 µm, EF is 38,95-50,8%, FPF is 16,44-33,03%, and the percentage of dissolved rifampicin is 28,51-65,14%. The optimization results showed the optimum L-leucine concentration is 30% w/w, pump rate is 22,99% or 6,14 mL/minute, and atomizing gas pressure is 35,36 mm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fionna Christie Emmanuela
"Rifampisin memiliki ke1arutan yang rendah dalam medium cairan paru-paru, sehingga efikasi" "obat tidak optimal. Pada penelitian sebe1utnnya, penambahan eksipien peningkat ke1arutan seperti manitol terbukti dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi rifampisin dari sediaan serbuk inhalasi. Namun, ukuran partikel serbuk inhalasi rifampisin-manitol tersebut belum memenuhi persyaratan untuk terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-manitol yang memiliki sifat aerdonamis yang baik dengan adanya penambahan 30% 1-leusin, 1,5% amonium bikarbonat, atau kombinasi keduanya, dengan tetap mempertahankan kelarutan dan pe1epasan obat yang baik da1am medium cairan paru-paru. Formulasi serbuk inhalasi rifampisin-manitol dibuat dengan metode semprot kering, kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta ke1arutan dan profil disolusinya da1am medium simulasi paru­ paru. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan kombinasi 30% l-1eusin dan 1,5% amonium bikarbonat pada serbuk inhalasi rifampisin-manito1 (F4) menghasilkan serbuk inhalasi dengan sifat aerodinamis yang paling baik, dengan kelarutan dan disolusi yang dapat dipertahankan dengan baik. Pengukuran menggunakan Anderson Cascade Impactor (ACI) menunjukkan diameter aerodinamis padarentang 0,57 ± 1,2Jlm hingga 11,59 ± 1,29Jlm dengan rata-rata diameter sebesar 7,76J1m, persentase serbuk teranalisis (Emitted Fraction I EF) sebesar 34,96%, dan % Fine Particle Fraction (FPF) sebesar 41,22°/o. Pengujian kelarutan memberikan hasi1 sebesar 1,51 ± 0,02 mg/mL dan persentase obat terdisolusi sebesar 20,22%" "± 1,78% yang menunjukkan penurunan berturut-turut sebanyak 0,82 dan 0,66 kali lipat" "dibandingkan formulasi rifampisin-manitol. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpu1kan bahwa formu1asi rifampisin-manitol dengan kombinasi 30% 1-leusin dan 1,5% amonium.

Poor solubility of rifampicin in the lung fluid could fail to exert an optimal therapeutic effect." "In the previous study, the addition of mannitol can be used to enhance the solubility and dissolution rate of rifampicin dry powder inhaler. However, the particle size of the previous rifampicin-mannitol dry powder does not meet the criteria to be deposited in the deep lung yet. This study aimed to produce rifampicin-mannitol dry powder inhaler with good aerodynamic properties by adding 30% of 1-leucine, 1,5% of ammonium bicarbonate, or both while maintaining a good solubility and dissolution rate of the drug in simulated lung fluid. All formulations were produced by spray drying, then characterized by their yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution rate in simulated lung fluid. This study indicated that rifampicin-mannitol formulation with 30% addition of 1-leucine and 1,5% of ammonium bicarbonate (F4) showed the best aerodynamic properties, with good solubility and dissolution rate. Measurement using Anderson Cascade Impactor (ACI) showed aerodynamic diameter at the range from 0.57 ±" "1.26J..Lm to 11.59 ± 1.29p.m, with mean diameter of 7.76p.m, 34.96% Emitted Fraction (EF), and % Fine Particle Fraction (FPF) of 41.22%. Compared to rifampicin-mannitol formulation, the solubility and dissolution rate of F4 are decreased by 0,82 and 0,66 times to 1,51 ± 0,02 mg/mL and 20.22% ± 1.78% respectively. As a conclusion, rifampicin-mannitol dry powder inhaler with 30% addition of 1-leucine and 1.5% of ammonium bicarbonate perform the best aerodynamic properties."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadina Providya
"ABSTRAK
Rifampisin merupakan salah satu obat pilihan untuk terapi laten tuberkulosis dan sedang dikembangkan untuk penghantaran tertarget ke paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan-xanthan KX yang optimal menggunakan metode respon permukaan Response Surface Methodology. Suatu desain eksperimen yang terpola secara statistik dibuat dengan metode Box Behnken dengan variasi konsentrasi larutan KX, rasio rifampisin/KX, dan variasi suhu inlet pada alat spray dryer. Serbuk inhalasi dikarakterisasi terhadap respon efisiensi penjerapan EE , ukuran partikel, serta pelepasan rifampisin di kondisi paru pH 7,4 dan makrofag paru pH 4,5. Hasil penelitian diperoleh 14 formula serbuk inhalasi dengan nilai efisiensi penjerapan 112,00 -149,08 , ukuran partikel rata-rata 0,599-5,506 m, pelepasan rifampisin di dalam medium pH 7,4 6,54 -22,95 dan medium pH 4,5 12,02-48,60 . Berdasarkan program Design Expert 9.0.6.2, didapatkan kondisi yang optimal untuk pembuatan serbuk inhalasi rifampisin adalah nilai konsentrasi larutan KX 0,5, rasio rifampisin:KX 1:1, dan suhu inlet spray dryer 143 C. Pada kondisi dan parameter tersebut, diprediksikan akan didapatkan serbuk inhalasi rifampisin dengan nilai EE 107,1 , ukuran partikel 1,001 m, pelepasan rifampisin di dalam medium pH 7,4 17,8 dan medium pH 4,5 32,6 dengan nilai desirability yaitu 0,86.

ABSTRACT
Rifampicin is drug of choice for anti tuberculosis therapy and currently be developed to be targeting drug delivery to pulmonary. The study was aimed to get an optimal formula of Rifampicin dry powder inhalation with chitosan xanthan CX carrier by spray dry method using response surface methodology RSM. An experiment design was formed statistically by Box Behnken method and was designed by variation of CX solution, Rifampicin CX ratio, and variation of inlet temperature at the spray dryer. The dry powder inhalation was characterized with response of entrapment efficiency EE, particle size, and rifampicin release inside pulmonary pH 7.4 and pulmonary macrophage pH 4.5. The characterization from 14 formulas were resulted the response of EE as 112.00 149.08, average particle size 0.599 ndash 5.506 m, rifampicin release in medium pH 7.4 s 6.54 22.95 and in medium pH 4.5 as 12.02 ndash 48.60 . The optimal formula of Rifampicin dry powder inhalation with CX was obtained from Design expert software in CX concentration 0.5, Rifampicin CX ration 1 1, and inlet temperature of the spray dryer is 143 C. If the manufacturing process of dry powder inhalation was prepared in those condition and parameters, was predicted that the result of Rifampicin dry powder inhalation with EE 107,1 , particle size 1.001 m, the release of rifampicin in medium pH 7.4 as 17.8 and medium pH 4.5 as 32.6 with desirability value 0.86."
2017
S69878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshanda Vidya Putri Nurmansyah
"Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh formula bioaktif fisetin dalam Solid Lipid Microparticle (SLM) sebagai serbuk inhalasi untuk penyakit asma, dengan nilai parameter yang sesuai untuk sistem penghantaran obat melalui pernapasan. SLM dibuat dengan metode emulsifikasi leleh dan pengeringan beku menggunakan mannitol. Glyceryl Monostearate digunakan sebagai lipid, yang dimuati dengan bioaktif fisetin. Surfaktan yang digunakan adalah Polysorbate 80 dan Poloxamer 188. Efek variasi konsentrasi surfaktan, massa fisetin serta kecapatan pengadukan diteliti untuk diketahui karakteristik partikelnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fisetin mempunyai sifat antiokasidan (total fenolik ekivalen 215,68 mg GAE/gr ekstrak, total flavonoid ekivalen 24,74 mg QE /gr ekstrak), serta aktivitas inflammasi mencapai 65% inhibisi denaturasi protein. Yield yang dihasilkan SLM ≥ 86% dengan pemuatan obat 3- 6% dan EE ≥ 69%. Partikel serbuk kering SLM mempunyai bentuk menyerupai spherical dan permukaan kasar dengan ukuran 1-3µm. Nilai rata-rata zeta potensial yang dihasilkan -29 mV. Serbuk kering SLM memiliki nilai bulk dan tapped density rendah (< 0,4 gr/cm3) sehingga menghasilkan Carr’s Index dalam rentang 12-20% yang mengindikasikan kemampuan aliran yang baik. Kalkulasi diameter aerodinamis menghasilkan ukuran 0,8-1,5 µm. Profil pelepasan fisetin secara In vitro dalam waktu 12 jam menghasilkan profil sustained release dan pelepasan fisetin berkisar antara 49 -94%. Selain itu, ditemukan aktivitas inflamasi pada serbuk kering SLM mencapai 29% inhibisi denaturasi protein. Dapat disimpulkan, SLM yang dimuat fisetin menunjukkan potensinya sebagai sistem penghantaran rute inhalasi.

This research was conducted to obtain a Solid Lipid Microparticle (SLM) loaded with bioactive fisetin as an inhalation powder for asthma, with parameter values suitable for pulmonary drug delivery systems. SLM was prepared by melting emulsification and freeze drying using mannitol. Glyceryl Monostearate is used as a lipid, which is loaded with the bioactive fisetin. The surfactants used were Polysorbate 80 and Poloxamer 188. The effects of variations in surfactant concentration, fisetin mass and stirring speed were investigated to determine the particle characteristics. The results showed that fisetin has antioxidant properties (total phenolic equivalent of 215.68 mg GAE/gr extract, total flavonoid equivalent of 24.74 mg QE/gr extract), and inflammatory activity up to 65% inhibition of protein denaturation. Yield produced by SLM ≥ 86% with drug loading 3- 6% and EE ≥ 69%. SLM dry powder particles have a spherical shape and a rough surface with a size of 1-3µm. The resulting average zeta potential value is -29 mV. SLM dry powder has low bulk and tapped density values (<0.4 gr/cm3) resulting in a Carr's Index in the range of 12-20% which indicates good flowability. The aerodynamic diameter calculation produces 0.8-1.5 µm. Fisetin In vitro release profile within 12 hours resulted a sustained release and release rate ranged from 49 -94%. In addition, it was found that inflammatory activity in SLM dry powder reached 29% inhibition of protein denaturation. To sum up, SLM loaded with fisetin shows its potential as a delivery system as an inhlation delivery system."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Yulian Chandra
"Formulasi serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan dapat menghantarkan lebih banyak rifampisin ke makrofag paru untuk meningkatkan efektivitas terapi tuberkulosis laten. Diperlukan serbuk rifampisin-kitosan dengan sifat aerodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-kitosan dengan adanya penambahan L-leusin dan/atau amonium bikarbonat yang memiliki sifat aerodinamis yang baik dan pelepasan obat yang baik dalam medium makrofag paru. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan 1:1 (F1) diformulasikan dengan leusin 30% (F2), amonium bikarbonat 1,5% (F3), atau kombinasinya (F4) dan dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan yang diperoleh kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta kelarutan dan profil disolusinya dalam medium simulasi paru pH 7,4 dan medium simulasi makrofag paru pH 4,5. Penambahan leusin 30% (F2) berhasil sedikit memperbaiki sifat aerodinamis serbuk rifampisin-kitosan 1:1 (F1) dengan diameter aerodinamis rata-rata sebesar 7,56 µm, fine particle fraction (FPF) sebesar 32,48%, dan persentase serbuk teranalisis sebesar 67,23%, serta meningkatkan pelepasan rifampisin dalam medium simulasi makrofag alveolar (pH 4,5) menjadi 16,07 ± 0.56% dalam 2 jam dengan peningkatan 1,33 kali dibandingkan dengan serbuk rifampisin-kitosan (F1).

Formulation of rifampicin inhalation powder with chitosan as a carrier could deliver more rifampicin to alveolar macrophages to to increase the effectiveness of latent tuberculosis therapy. Rifampicin-chitosan powder with good aerodynamic properties is required in order to be deposited in the lungs. This study was aimed to produce rifampicin-chitosan inhalation powder with the addition of L-leucine and/or ammonium bicarbonate with good aerodynamic properties and high drug release in simulated alveolar macrophage fluid. Rifampicin-chitosan (1:1) inhalation powder (F1) was formulated with 30% L-leucine (F2), 1.5% ammonium bicarbonate (F3), or both (F4) and prepared using spray drying method. The obtained rifampicin-chitosan inhalation powder was characterized by its powder yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution profile in simulated lung fluid and simulated alveolar macrophage fluid. The addition of 30% L-leucine suceeded in slightly the aerodynamic properties of 1:1 rifampicin-chitosan powder (F1) with an average aerodynamic diameter of 7.56 µm, fine particle fraction (FPF) of 32.48%, and emitted fraction of 67.23%. It also showed to increase rifampicin dissolution in simulated alveolar macrophage fluid (pH 4.5) to 16.07 ± 0.56% within 2 hours with an increase of 1.33 times compared to rifampicin-chitosan powder (F1)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Restu Anggita
"Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran pernapasan dan salah satu obat yang digunakan adalah antibiotik rifampisin. Walaupun terapi oral rifampisin untuk pasien tuberkulosis sudah tersedia, terapi secara inhalasi yang menargetkan langsung ke paru dan alveolus diharapkan memberikan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan inovasi serbuk kering inhalasi yang dapat digunakan dalam regimen terapi tuberkulosis. Penelitian terhadap pengembangan obat TB dalam bentuk serbuk kering sudah ada, namun belum ada yang mengombinasikan kitosan dengan gelatin. Pada penelitian ini dilakukan formulasi, karakterisasi, dan evaluasi sitotoksisitas dari lima serbuk kering inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan-gelatin dengan variasi konsentrasi kitosan dan gelatin. Serbuk dibuat menggunakan metode semprot kering, kemudian dianalisis bentuk dan ukuran partikel geometris dan aerodinamisnya, lalu diuji pelepasannya dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 dan SLS 0,05%, dan dalam larutan KHP pH 4,5. Formulasi dengan profil pelepasan yang paling baik diambil untuk diuji sitotoksisitasnya. Berdasarkan hasil penelitian dipilih F3 (Kit-Gel 2:1) sebagai formula terbaik dengan bentuk partikel sferis, rentang diameter partikel geometris 0,825-1,281 μm dan ukuran partikel aerodinamis 11,857 ± 1,259 μm, dengan persentase rifampisin kumulatif yang terdisolusi dalam dapar fosfat sebesar 45,894 ± 0,876% dan dalam larutan KHP sebesar 42,117 ± 0,912%. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT assay dan parameter viabilitas sel. Serbuk F3 lebih aman digunakan daripada rifampisin dalam konsentrasi 0,1 mg/mL dengan viabilitas sel sebesar 91,68%.

Tuberculosis is a respiratory tract disease in which one of the first-line agents used is rifampicin. Oral rifampicin for TB patients is widely available, but inhalation therapy that targets the lungs and alveolus directly could give a better outcome. This drives the need for developing a dry inhalation powder that could be incorporated into the therapeutic regimen of TB. Previous studies on the development of TB medication have been performed, but the application of combination of excipients of chitosan and gelatin as carrier has not been studied. In this study, formulation, characterization, and cytotoxicity evaluation of five rifampicin dry inhalation powders with various concentration of its chitosan-gelatin carrier were studied. The powder was produced with dry-spraying method. Its shape, aerodynamic and geometric particle size were then analyzed. Its releasing profile in phosphate buffer (pH 7.4 and SLS 0.5%) and potassium hydrogen phthalate (pH 4.5) was also tested. Formulation with the best releasing profile was used for cytotoxicity test. F3 (Chit-Gel 2:1) showed the best profile with spherical particle shape and geometric and aerodynamic particle size 0.825-1.281 μm and 11.857 ± 1.259 μm respectively, the cumulative rifampicin percentage dissolved in phosphate buffer and potassium hydrogen phthalate (KHP) were 45.894 ± 0.876% and 42.117 ± 0.912%, respectively. Cytotoxicity evaluation was conducted using MTT assay method with cell viability as the parameter. F3 is less cytotoxic than rifampicin in 0.1 mg/mL with cell viability 91.68%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahagia Wiba Cyntia
"ABSTRAK
Untuk memformulasikan serbuk inhalasi tertarget makrofag dibutuhkan eksipien dengan karakteristik yang sesuai untuk dapat membawa obat sampai makrofag. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kombinasi kitosan dan gum xanthan memiliki indeks mengembang yang baik pada pH makrofag sehingga dapat dijadikan sebagai eksipien tertarget makrofag. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat serbuk inhalasi menggunakan kitosan-xanthan KX sebagai pembawa yang dapat menahan pelepasan obat pada cairan paru pH 7,4 dan memfasilitasi pelepasan obat pada cairan makrofag paru pH 4,5 . KX dibuat dengan mencampurkan kitosan dan gum xanthan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. KX kemudian dikarakterisasi meliputi penampilan, bentuk morfologi, uji termal, spektrum inframerah, derajat keasaman, dan viskositas. Serbuk kering inhalasi dibuat dengan menggunakan rifampisin sebagai model obat dan lima eksipien berbeda yaitu kitosan, gum xanthan, KX l:1, 1:2, 2:1. Serbuk inhalasi dikarakterisasi penampilan, morfologi, kadar air, distribusi ukuran partikel, kadar zat aktif, efisiensi penjerapan, dan pelepasan obatnya. Serbuk inhlasi dengan karakteristik terbaik yaitu formula 3 dengan eksipien KX 1:1 yang menghasilkan rendemen 22,48 , rentang ukuran 1,106 ndash; 3,580 m, efisiensi penjerapan sebanyak 120,162 , dan dapat melepas obat sebanyak 3,145 dalam medium pH 7,4 dan sebanyak 23,774 dalam medium pH 4,5. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa eksipien KX 1:1 dapat digunakan sebagai pembawa dalam formulasi serbuk inhalasi rifampisin.

ABSTRACT
Suitable excipient with certain characteristics is required in formulating inhalation powder to deliver drug into macrophage. Previous study had shown that the combination of chitosan and gum xanthan had remarkable swelling properties at macrophage condition pH 4.5 , thus it is suitable to be used as a macrophage targeted excipient. This study aimed to produce dry powder inhalation of rifampicin using chitosan xanthan CX as a carrier that can sustain drug release in lung fluid pH 7.4 and facilitate drug release in pulmonary macrophage fluid pH 4,5 . CX was prepared by mixing the chitosan and xanthan gum with the ratio 1 1, 1 2, and 2 1. Physical appearance, morphology, thermal properties, functional group, acidity, and viscosity of CX were then characterized. The inhalation powder were formulated by using rifampicin as a drug model and five different excipients which were chitosan, gum xanthan, and CX 1 1, 1 2, 2 1. Physical appearance, morphology, moisture content, and drug release of each formula of inhalation powder was evaluated. This study showed that rifampicin CX 1 1 was the best formula with yield of 22.48 , partical size range of 1.106 ndash 3.580 m, entrapment efficiency of 120.162 , and release 3,145 of rifampicin at pH 7.4 and 23.774 of rifampicin at pH 4.5. Based on these results, it can be concluded that CX 1 1 is a suitable excipient to formulate dry powder inhalation of rifampicin. "
2017
S69422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Wijayaputra
"Dalam situasi yang semakin kompleks, kemajuan teknologi yang makin cepat dimana kondisi juga selalu berubah, dibutuhkan metode-metode baru untuk menjaga perusahaan tetap berada di depan pesaing-pesaingnya.  Salah satu strategi yang paling umum dan semakin banyak digunakan perusahaan adalah dengan menerapkan sistem outsourcing. Dalam arti harafiah, outsourcing merupakan pemanfaatan sumber daya eksternal. Hal ini terjadi ketika eksekusi tugas, fungsi dan proses yang biasanya dilakukan oleh perusahaan itu sendiri dialihkan ke pihak eksternal perusahaan. Outsourcing membantu perusahaan berkonsentrasi pada tugas dan tujuan strategisnya. Meningkatnya penerapan sistem outsourcing dalam pelaksanaan produksi memyebabkan semakin pentingnya penerapan strategi dan pengambilan keputusan yang tepat dan efektif terhadap perusahaan-perusahaan outsource tersebut. Salah satu hal yang penting adalah melakukan optimasi produksi dan pola distribusi terhadap perusahaan-perusahaan outsource yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan produksi dan pola distribusi adalah Mixed Integer Linier Programming. Dengan menggunakan metode ini perusahaan dapat membuat keputusan dalam menentukan alokasi produksi, baik di internal perusahaan maupun di perusahaan outsource serta mempunyai alternatif pola distribusi yang lebih optimal.

In the more complex situation, advanced progress in technology and where the condition always changing, it takes new methods to keep company stay front of the competitors. One of the most common strategy and increasingly being used by companies is applying outsourcing system. Literally, outsourcing is the utilization of external resources. This happened when the execution, function and process that usually accomplished by the company itself was diverted to the external resources. The outsourcing system help the company to concentrate on its strategic tasks and objectives. The increasing application of outsourcing system in the production systems led to the growing importance of the appropriate and effective strategy implementation and decision makings for the outsource companies. One important thing is to do the optimization of production and distribution of the outsourcing companies that are adjusted to the needs of the companies. One of the method used to optimize production and distribution is Mixed Integer Linier Programming. By using the method, the company could make decision determining allocation of production, both in internal company and in the outsourcing companies, and have the alternative of a more optimal distribution patterns."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T51764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faishal Andzar
"Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi salah satu permasalahan di negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Terapi tuberkulosis yang biasanya dominan dalam administrasi oral memiliki berbagai permasalahan, yaitu salah satunya adalah rendahnya konsentrasi obat pada tempat infeksi Mycobacterium tuberculosis, yaitu di alveolus.Penghantaran obat antituberculosis langsung ke paru-paru merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan konsentrasi obat di lokasi infeksi sehingga efektivitas terapi meningkat. Isoniazid merupakan salah satu lini terapi pertama terapi tuberkulosis. Namun, serbuk isoniazid perlu memiliki sifat arodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh eksipien L-leusin dan/atau amonium bikarbonat terhadap sifat aerodinamis dan profil pelepasan obat serbuk inhalasi isoniazid. Semua formula serbuk inhalasi isoniazid dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk inhalasi yang diperoleh kemudian dikarakterisasi morfologi, kandungan lembab, densitas bulk, distribusi ukuran partikel, sifat aerodinamis, gugus fungsi, kadar, serta profil pelepasan dalam medium simulasi paru-paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan L-leusin meningkatkan sifat aerodinamis, sementara penambahan amonium bikarbonat tidak meningkatkan sifat aerodinamis secara signifikan. Formula serbuk inhalasi isoniazid dengan kombinasi eksipien L-leusin dan amonium bikarbonat memiliki sifat aerodinamis paling baik dengan nilai persentase emitted fraction (EF) 62,08%±1,80 dan fine particle fraction (FPF) 50,39%±6,13 dan diameter aerodinamis (MMAD) 5,68±0,35 µm. Uji pelepasan obat secara in-vitro menunjukkan bahwa semua formula dapat terdisolusi hingga 100% dalam waktu 45 menit. Namun, penambahan amonium bikarbonat tidak mampu mengubah morfologi serbuk inhalasi isoniazid menjadi berpori seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, optimasi parameter proses penyemprotan diperlukan untuk menghasilkan partikel dengan pori.

Tuberculosis is a major health problem in many developing countries, including Indonesia. The therapy for tuberculosis primarily consists of orally consumed drugs, which can result in several issues, including low concentration of antibiotics at the alveoli, the primary site of infection of Mycobacterium tuberculosis. Pulmonary delivery of anti-tuberculosis drugs is one of strategies to provide adequate concentrations at the site of infection, thus increase effectiveness of therapy. Isoniazid is one of the first-line drugs for tuberculosis therapy. However, isoniazid powder should exhibit good aerodynamic properties to be deposited in the lungs. Thus, this study aimed to examine the effect of L-leucine and/or ammonium bicarbonate on aerodynamic properties and drug release profile of isoniazid inhalation powder. All formulations were produced by spray drying, with or without L-leucine and/or ammonium bicarbonate. The obtained powder was characterized by its morphology, moisture content, bulk density, particle size distribution, aerodynamic properties, functional group, content assay, and drug release profile in simulated lung medium. The results showed that the addition of L-leucine increased the aerodynamic properties of isoniazid, while the addition of ammonium bicarbonate did not increase the aerodynamic properties significantly. Isoniazid inhalation powder with combination of 5% w/w L-leucine and 5% w/w ammonium bicarbonate exhibited the best aerodynamic properties with emitted fraction (EF) 62.08%±1.80% and fine particle fraction (FPF) 50.39%±6.13%, and aerodynamic diameter (MMAD) 5.68±0.35 µm. In-vitro drug release test showed that isoniazid in all formulations can be dissolved up to 100% within 45 minutes. However, the addition of ammonium bicarbonate could not form large porous particles as expected. Therefore, further research is required to optimize spray drying parameters in order to achieve the desired particles."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seshariani Rahma Melati
"Penyakit asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran pernapasan yang ditandai adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan. Pengobatan saat ini dinilai belum efektif dan memiliki efek samping berkepanjangan. Oleh karena itu, dikembangkan sistem penghantaran obat secara inhalasi sehingga obat dapat mencapai target ke paru-paru dan meminimalkan efek samping serta meningkatkan efikasinya. Sebagai salah satu obat herbal, ekstrak akar galangal terbukti mengandung senyawa bioaktif galangin dengan sifat antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba. Salah satu teknik yang banyak digunakan untuk menghantarkan obat adalah mikroenkapsulasi dengan menggunakan polimer kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi optimum, profil rilis, sifat mukoadhesivitas dan karakteristik dari mikropartikel kitosan-alginat hirup bermuatan ekstrak akar galangal dengan metode ionotropik gelasi dan pengeringan beku. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat anti-inflamasi, kandungan senyawa fenolik dan flavonoid, serta aktivitas antioksidan dari ekstrak akar galangal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak akar galanagl dengan kemurnian 87,78% memiliki kandungan total fenolik mencapai 27,09 ± 3,59 mg GAE/g ekstrak, kadungan total flavonoid mencapai 38,0 mg QE/g ekstrak, sifat antioksidan ekuivalen sebesar 314.13 ± 25,71 µmol Fe (II)/g sampel ekstrak, dan IC50 DPPH sebesar 825 ppm, dan sifat antiinflamasi yang baik dengan nilai inhibisi denaturasi protein pada matriks kitosan-galangin 87,03%. Yield hasil pengeringan beku mikropartikel berada pada nilai ≥33% dengan pemuatan galangin rata-rata 29,97%. Formula dari mikropartikel kitosan bermuatan galangin dengan metode pengeringan beku mampu mencapai 24,77% selama 24 jam dalam media rilis PBS. Ukuran partikel hasil analisis SEM pada matrik kitosan-galangin adalah 204,93 nm. Sifat mukoadhesivitas dinyatakan dalam kemampuan adsorpsi musin mikropartikel yang berada pada rentang 23,29% - 79,86%

Asthma is a chronic inflammatory disease of the respiratory tract characterized by recurrent wheezing, coughing, and chest tightness that occurs mainly at night or in the early morning due to blockage of the respiratory tract. Current treatment is considered ineffective and has prolonged side effects. Therefore, a drug delivery system was developed by inhalation so that the drug can reach the target to the lungs and minimize side effects and increase its efficacy. As one of the herbal medicines, galangal root extract is proven to contain galangal bioactive compounds with antioxidant, anti-inflammatory, and antimicrobial properties. One technique that is widely used to deliver drugs is microencapsulation using chitosan polymer. This study aims to obtain the optimum formulation, release profile, mucoadhesive properties and characteristics of inhaled chitosan-alginate microparticles loaded with galangal root extract using ionotropic gelation and freeze-drying methods. In addition, this study also aims to determine the anti-inflammatory properties, the content of phenolic and flavonoid compounds, as well as the antioxidant activity of galangal root extract. The results showed that the galanagl root extract with a purity of 87.78% had a total phenolic content of 27.09 ± 3.59 mg GAE/g extract, a total flavonoid content of 38.0 mg QE/g extract, antioxidant properties equivalent to 314.13 ± 25.71 mol Fe (II)/g extract sample, and IC50 DPPH of 825 ppm, and good anti-inflammatory properties with the value of inhibition of protein denaturation in the chitosan-galangin matrix 87.03%. The yield of freeze-drying microparticles was at a value of 33% with an average galangin loading of 29.97%. The formula of galangin-loaded chitosan microparticles using the freeze-drying method was able to reach 24.77% for 24 hours in PBS release media. The particle size of the SEM analysis on the chitosan-galangin matrix was 204.93 nm. The mucoadhesive properties were expressed in the adsorption ability of mucin microparticles in the range of 23.29% - 79.86%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>