Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178541 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cynthia Angelina
"Sebagai negara beriklim tropis, masyarakat Indonesia cenderung terkena paparan panas berlebih yang dapat menyebabkan berbagai permasalahan kulit, salah satunya hiperpigmentasi. Pitera, yang berasal dari filtrat fermentasi jamur Galactomyces pada pembuatan sake dengan bahan baku beras, ditemukan berkhasiat sebagai antipenuaan dan memberikan efek perlindungan terhadap pajanan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak fermentasi beras merah (Oryza sativa L. var. Inpari 24) dengan ragi tapai terhadap aktivitas antioksidan, aktivitas antitirosinase, kandungan flavonoid total, dan pengamatan profil senyawa dengan metode LC-MS/MS. Lima ekstrak fermentasi beras merah dari berbagai waktu fermentasi (2, 4, 6, 8, dan 10 hari) diuji aktivitas antioksidannya dengan metode FRAP. Sampel dengan aktivitas antioksidan tertinggi lalu diuji kandungan flavonoid totalnya dengan metode kolorimetri AlCl3 dan diuji aktivitas antitirosinasenya dengan menggunakan enzim tirosinase dan substrat L-DOPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak fermentasi hari kesepuluh merupakan sampel dengan aktivitas antioksidan metode FRAP tertinggi (1,304 gram FeSO4 ekuivalen/100 gram ekstrak). Kandungan flavonoid total yang terukur adalah sebesar 1,034 mgQE/g ekstrak. Pada pengujian aktivitas antitirosinase, ekstrak ini memiliki nilai IC50 sebesar 17.189,11 μg/mL dan termasuk ke dalam kategori sangat lemah. Pengamatan profil senyawa dengan LC-MS/MS menunjukkan bahwa lima senyawa terbanyak yang terdeteksi pada ekstrak fermentasi hari kesepuluh adalah 3-Asetilakonitin, Patuletin-7-O-[6-(2-metilbutiril)]-glukosida, Viskumneosida II, Asam suksinat, dan Nortropanolin. Diperlukan optimasi lebih lanjut untuk mempelajari potensi ekstrak dalam aktivitas antioksidan dan antitirosinasenya.

Indonesian who live in tropical climates, tend to get excess sunlight exposure which can lead to many skin problems, such as hyperpigmentation. Pitera, which came from Galactomyces yeast ferment filtrate in sake production with rice as the raw material, has efficacy in anti-aging and protective effects against environmental exposures. This research aimed to find the potency of fermented red rice (Oryza sativa L. var. Inpari 24) with tapai yeast in terms of its antioxidant activity, antityrosinase activity, and total flavonoid content. The phytochemical compounds of the extract were analyzed by LC-MS/MS method. Five red rice fermented extracts from different fermentation times  (two, four, six, eight, and ten days) were tested with FRAP antioxidant assay. Extract with the highest FRAP antioxidant activity was analyzed with colorimetry AlCl3 method for total flavonoid content, and antityrosinase activity assay was done using tyrosinase enzyme and L-DOPA substrate. The results showed that extract with ten days of fermentation had the highest FRAP antioxidant activity (1,304 gram FeSO4 equivalent/100 g extract). Besides that, the calculated total flavonoid content of the extract was 1,034 mgQE/g extract. In the antityrosinase activity assay, this extract had an IC50 value of 17.189,11¼g/mL and was categorized as very low potency. The observation of phytochemical compounds with LC-MS/MS showed that the five main compounds in the extract were 3-Acetylaconitine, Patuletin-7-O-[6-(2-methylbutyryl)]-glucoside, Viscumneoside II, Succinic acid, and Nortropanoline. Further optimization is needed to study the potential of the extract in its antioxidant and antityrosinase activities."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Farsya Nurulnisa
"Beras merah diketahui memiliki senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan yang baik. Senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan tersebut juga berpotensi untuk menghambat aktivitas elastase dalam penuaan kulit. Fermentasi diketahui dapat memperkaya senyawa aktif dalam tumbuhan, sehingga aktivitas antioksidan dan anti kerutan tumbuhan dapat meningkat. Terdapat sebuah pengolahan makanan dengan proses fermentasi yang telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun, yaitu tapai. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan penghambatan aktivitas elastase beras merah yang difermentasi dengan ragi tapai. Fermentasi beras merah dilakukan dengan menggunakan 1%, 5%, dan 9% ragi tapai dan dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak hasil fermentasi tersebut. Kemudian dilakukan penghambatan aktivitas enzim elastase, penetapan kadar fenol total, dan penapisan fitokimia pada ekstrak dengan nilai IC50 terendah. Ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan DPPH yang paling tinggi adalah ekstrak fermentasi dengan ragi 5% (IC50 1550,39 µg/mL), lalu fermentasi dengan ragi 1% (2243,35 µg/mL), dan fermentasi dengan ragi 9% (2990,46 µg/mL). Kadar fenol total ekstrak fermentasi beras merah dengan ragi tapai 5% adalah 4,01±0,06 mg GAE/g sampel, senyawa yang teridentifikasi pada penapisan adalah terpenoid dan glikosida, dan nilai IC50 dari uji antielastase ekstrak adalah 8847,41 µg/mL. Oleh karena itu, ekstrak fermentasi beras merah tidak memiliki aktivitas antioksidan dan ekstrak fermentasi beras merah dengan ragi tapai 5% memiliki kadar fenol total yang rendah dan aktivitas antielastase yang tidak baik.

Red rice is known to have high phenolic content and good antioxidant activity. Phenolic compounds and antioxidant activity also have the potential to inhibit elastase activity in skin aging. Fermentation is known to enrich active compounds in plants, and that may increase the antioxidant and anti-wrinkle activity of plants. There is a type of food that is made using fermentation that has been passed down by Indonesian people for generations, namely tapai. Therefore, this research was aimed to find out the antioxidant activity and elastase inhibition of red rice that was fermented with tapai yeast. Fermentation of red rice was made using tapai yeast in the concentration of 1%, 5%, and 9%. The result of the fermentation was extracted and the antioxidant activity of each extract was tested with DPPH method. Inhibition of elastase enzyme activity assay, determination of total phenolic content, and phytochemical screening is done to the extract with the lowest IC50 value. The extract that had the highest DPPH antioxidant activity was the extract of red rice fermented with 5% tapai yeast (IC50 1550.39 µg/mL), followed by 1% tapai yeast (IC50 2243,35 µg/mL) and 9% tapai yeast (IC50 2990,46 µg/mL). The total phenolic content of the extract was 4.01 ± 0.06 mg GAE/g sample, the compounds identified in the screening were terpenoids and glycosides, and the IC50 value of the extract’s antielastase assay was 8847.41 µg/mL. Therefore, the extract of red rice fermented with 1%, 5%, and 9% tapai yeast does not have antioxidant activity and the extract of red rice fermented with 5% tapai yeast has low phenolic content and the antielastase activity is not good."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni Putri Sukma Indrakusumawati
"Beras merah (Oryza sativa L. var. Inpari 24) mengandung polifenol dan oryzanol yang bermanfaat sebagai anti-aging. Fermentasi dapat meningkatkan kandungan fenolik dan flavonoid sehingga fermentasi air rendaman beras merah berpotensi meningkatkan aktivitas antielastase untuk pencegahan penuaan kulit. Mikroorganisme seperti bakteri pada hasil fermentasi dapat dikembangkan menjadi produk perawatan kulit karena diketahui dapat menangkal sinar ultraviolet. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan aktivitas antielastase pada air rendaman beras merah yang difermentasi secara spontan (FS), dengan ragi tapai (FR), dan tidak difermentasi (NF). Selain itu, untuk mengetahui bakteri apa yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan dasar produk skincare. Metode ekstraksi dilakukan dengan perebusan beras merah dan UAE, fermentasi dilakukan secara spontan dan dengan penambahan ragi tapai. Identifikasi bakteri dilakukan dengan metode PCR. Setiap sampel ditetapkan kadar fenol dan flavonoid total, serta diuji aktivitas antielastasenya dengan mengukur absorbansi sampel. Hasil pengukuran persentase inhibisi enzim elastase sampel FS, FR, dan NF berturut-turut sebesar 66,20% (meningkat 18,36% dibanding NF); 71,79% (meningkat 28,35% dibanding NF); dan 55,93% dengan konsentrasi 150.000 ppm. Dari sampel FS dan FR dilakukan isolasi bakteri dan didapatkan lima isolat dari sampel FS dan dua isolat dari sampel FR. Hasil isolasi bakteri kemudian dilakukan PCR, dianalisis sekuensing, dan dianalisis dengan pohon filogenetik. Berdasarkan analisis filogenetik, isolat FS berkerabat dekat dengan Enterobacter sp., Pantoea agglomerans, Enterobacter mori dan Enterobacter hormaechei. Sementara itu, isolat FR berkerabat dekat dengan Enterobacter cloacae dan Enterobacter mori. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi dapat meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap enzim elastase secara signifikan yang mungkin terjadi akibat adanya Enterobacter dan Pantoea agglomerans selama fermentasi.

Red rice (Oryza sativa L. var. Inpari 24) contains polyphenolic compounds and oryzanol, which have anti-aging properties. Fermentation can increase phenolic and flavonoid content, thus fermentation of red rice water has the potential to enhance antielastase activity for skin aging prevention. Microorganisms such as bacteria in the fermentation product can be develop into skincare products due to their known ability to counteract ultraviolet rays. Therefore, this study aims to compare the antielastase activity of spontaneously fermented red rice water (FS), fermented with tapai yeast (FR), and unfermented (NF). Additionally, it aims to identify bacteria that could be considered as a base for skincare products. The extraction method involved boiling red rice and UAE, fermentation was carried out spontaneously and with the addition of tapai yeast. Bacterial identification was done using the PCR method. Each sample was then determined for total phenol and flavonoid content and tested for antielastase activity by measuring sample absorbance. The inhibition percentages of elastase enzyme for FS, FR, and NF samples were 66.20% (increased by 18,36% compared to NF); 71.79% (increased by 28,35% compared to NF); and 55.93% respectively, at a concentration of 150,000 ppm. From the FS and FR samples, bacterial isolation was conducted, yielding five isolates from the FS sample and two isolates from the FR sample. The bacterial isolates were then subjected to PCR, sequenced, and analyzed phylogenetically. Based on the phylogenetic analysis, FS isolates were kin to Enterobacter sp., Pantoea agglomerans, Enterobacter mori, and Enterobacter hormaechei. Meanwhile, FR isolates were kin to Enterobacter cloacae and Enterobacter mori. This study indicate that fermentation can significantly enhance elastase enzyme inhibition, possibly due to the presence of Enterobacter and Pantoea agglomerans during fermentation."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Phedy
"Gangguan penyembuhan fraktur merupakan masalah utama dalam orthopedi sehingga membutuhkan strategi pencegahan dan pengobatan. Beras angkak meningkatan ekspresi BMP-2 dan VEGF yang berperan dalam penyembuhan fraktur sehingga konsumsinya diharapkan mempercepat penyembuhan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mengevaluasi peran beras angkak dalam penyembuhan fraktur dengan gangguan vaskularisasi, karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui manfaat pemberian beras angkak dalam mempercepat penyembuhan fraktur dengan gangguan vaskularisasi menggunakan model hewan coba sahih dan metode pengukuran handal. Penelitian dilakukan di Departement Parasitologi dan Patologi Anatomi FKUI pada bulan April hingga Desember 2012. Desain penelitian tahap ke-1 adalah post test only single group, tahap ke-2 adalah reliability test, dan tahap ke-3 adalah randomized post test only control group. Pada tahap ke-1 penelitian dikembangkan model fraktur dengan gangguan vaskularisasi melalui stripping periosteum dengan bistruri sejauh 1 cm dari tempat fraktur dan dievaluasi histopatologis pada minggu-8. Pada tahap ke-2, dibandingkan reliability sistem skoring histologis Allen dengan Salkeld yang kemudian digunakan untuk mengevaluasi percepatan penyembuhan pada tahap ke-3 penelitian. Sejumlah 45 R. novergicus dibagi secara acak menjadi kelompok kontrol, perlakuan beras angkak dosis 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB. Evaluasi dengan skoring histologis dilakukan pada minggu ke-2, ke-4, dan ke-8. Pada tahap ke-1, tidak ditemukan adanya penyembuhan pada semua hewan coba. Inter- dan intra-observer agreement skor Allen serta skor Salkeld masing-masing sebesar 0,759 dan 0,746 serta 0,493 dan 0,461. Pada minggu ke-2, semua kelompok menunjukkan skor 0. Pada minggu ke-4, nilai tengah skor 0, 0, dan 1 didapatkan di kelompok kontrol, angkak 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB. (p=0,042) Pada minggu ke-8, nilai tengah skor 0, 2, dan 3 didapatkan di kelompok kontrol, beras angkak 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB. (p=0,006). Disimpulkan stripping periosteum bisturi sejauh 1 cm menghambat penyembuhan fraktur hingga minggu ke-8. Skor Allen memiliki reliabilitas yang lebih baik dari skor Salkeld. Pemberian beras angkak mempercepat penyembuhan fraktur dengan gangguan vaskularisasi yang ditandai dengan peningkatan skor histologis. Percepatan penyembuhan terjadi pada minggu ke-4 dan ke-8. Pemberian dosis 50 mg/kgBB memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan dosis 25 mg/kgBB.

Fracture healing disturbance remains major complications in Orthopaedics and mandates special strategy for prevention and treatment. Red yeast rice increases BMP-2 and VEGF expression that play role in fracture healing. However, role of consumption of red yeast rice in acceleration of vascular-compromised fracture healing was unknown. Therefore, we need a study to evaluate role of red yeast rice in acceleration of vascular-compromised fracture healing using validated animal model and reliable outcome measurement. Our study was conducted in Department of Parasitology and Department of Pathologicoanatomy, University of Indonesia on April to December 2012. The designs of the study were post test only single group, reliability test, and randomized post test only control group for first, second, and third phase of study respectively. In the first phase of study, we created a model of fracture with vascular disturbances through stripping of 1 cm periosteum by blade. In the second phase of study, we compared histological scoring system of Allen with Salkeld to determine most reliable system to be used in out measurement in phase-3 of study. In phase-3 of study, 45 Rattus novergicus were randomly allocated into control group, red yeast rice 25 mg/kgBW, and 50 mg/kgBW. Evaluations by histological scoring were performed at week-2, -4, and -8. At the first phase of study, disturbance of vascular was evident on histopathological examanination at weeks-8. Kappa for inter- and intra-observer agreements were 0.759 and 0.746 as well as 0.493 and 0.461 for Allen and Salkeld score respectively. At week-2, all groups showed skor 0. At week-4, median scores of 0, 0, and 1 were shown by control, red yeast rice 25 mg/kgBW, and 50 mg/kgBW respectively. (p=0.042) At week-8, median scores of 0, 2, and 3 were shown by control, red yeast rice 25 mg/kgBW, and 50 mg/kgBW respectively. (p=0.006) We conclude that 1 cm periosteal stripping using blade impairs fracture healing up to week-8. Allen score has better reliability than Salkeld score. Red yeast rice accelerates fracture healing with vascular compromise as shown by improvement of histological score. Acceleration of fracture healing occurs at week-4 and week-8. Dose of 50 mg/kgBW results in faster healing than dose of 25 mg/kgBW"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamelia Kasuma Indah
"Bunga telang (Clitoria ternatea L.) telah digunakan secara turun-temurun dan diketahui mengandung senyawa fenolik. Fenolik diketahui berpotensi dalam menghambat sintesis melanin melalui penghambatan enzim tirosinase dan sebagai antioksidan. Dengan demikian, bunga telang dapat dikembangkan sebagai agen pencerah kulit dan antipenuaan. Berdasarkan penelitian sebelumnya pada ekstrak bunga telang asal Thailand, ekstrak etanol 95% konsentrasi 200 μg/mL memiliki persentase inhibisi enzim tirosinase 22,04±2,42% serta pada ekstrak air suling memiliki aktivitas antioksidan 0,38±0,01 mmol ekuivalen FeSO4/mg ekstrak. Namun, belum ada penelitian lebih lanjut terkait aktivitas antitirosinase dan antioksidan dengan metode FRAP pada ekstrak etanol 70% bunga telang dari Semarang, Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas antitirosinase dan antioksidan dengan metode FRAP pada ekstrak etanol 70% bunga telang asal Semarang, Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen dan kadar air ekstrak etanol 70% bunga telang berturut-turut sebesar 46,702% dan 5,303±0,072%. Berdasarkan skrining awal, ekstrak bunga telang positif mengandung senyawa fenolik, flavonoid, alkaloid, dan terpenoid. Lebih lanjut, kadar fenolik totalnya adalah 32,877±0,652 mgEAG/g ekstrak. Selain itu, aktivitas penghambatan enzim tirosinasenya memiliki IC50 73,675±0,753 μg/mL (aktivitas kuat), sedangkan pembanding asam kojat memiliki IC50 11,423±0,065 μg/mL (aktivitas sangat kuat). Sementara itu, hasil uji aktivitas antioksidan metode FRAP-nya adalah 11,752±0,091 g ekuivalen FeSO4/100g ekstrak, sedangkan pada pembanding asam askorbat adalah 303,553±2,217 g ekuivalen FeSO4/100g asam askorbat. Dengan demikian, ekstrak etanol 70% bunga telang dari Semarang memiliki aktivitas antitirosinase yang kuat, tetapi aktivitas antioksidan melalui mekanisme transfer elektron yang cenderung lemah.

Butterfly pea flowers (Clitoria ternatea L.) has been used for generations and is known to contain phenolic compounds. Phenolics are known to have potential in inhibiting melanin synthesis through inhibition of tyrosinase enzyme and as antioxidants. Thus, butterfly pea flowers can be developed as skin lightening and anti-aging agent. Based on previous research on butterfly pea flowers extract from Thailand, 95% ethanolic extract at 200 μg/mL could inhibited tyrosinase enzyme 22.04±2.42% and distilled water extract had antioxidant activity 0.38±0.01 mmol FeSO4 equivalent/mg extract. However, there was no further research related to antityrosinase and antioxidant activity with FRAP method on 70% ethanolic butterfly pea flowers extract from Semarang, Indonesia. This study aimed to analyze the antityrosinase and antioxidant FRAP method activities on 70% ethanolic butterfly pea flowers extract from Semarang, Indonesia. The results showed that the yield and moisture content were 46.702% and 5.303±0.072%, respectively. Based on preliminary screening, it was positive for phenolics, flavonoids, alkaloids, and terpenoids. Furthermore, the total phenolic content was 32.877±0.652 mgGAE/g extract. In addition, its antityrosinase activity had an IC50 73.675±0.753 μg/mL (strong activity), while kojic acid had an IC50 11.423±0.065 μg/mL (very strong activity). Meanwhile, the results of antioxidant activity test by FRAP method was 11.752±0.091 g FeSO4 equivalent/100g extract, while the ascorbic acid comparator was 303.553±2.217 g FeSO4 equivalent/100g ascorbic acid. Thus, 70% ethanolic butterfly pea flowers extract from Semarang had strong antityrosinase activity, but antioxidant activity through electron transfer mechanism was weak."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felais Hediyanto Pradana
"Pendahuluan: Penanganan nonunion dan delayed union bukanlah penanganan yang murah dan mudah. Berbagai metode telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Beras angkak terbukti memiliki peranan dalam penyembuhan fraktur. Beras angkak, mengandung monakolin, suatu senyawa dengan aktivitas sebanding lovastatin. Pemberian statin secara lokal dan oral terbukti meningkatkan penyembuhan tulang dengan menginduksi diferensiasi osteoblas melalui peningkatan ekspresi BMP-2. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efektivitas monakolin pada beras angkak dalam meningkatkan ekspresi BMP-2 dan penyembuhan fraktur pada model delayed union tikus sprague- dawley. Material dan Metode: Studi eksperimental pada 24 hewan coba tikus putih Sprague-Dawley (SD) yang telah mengalami patah tulang femur disertasi dengan gangguan vaskularisasi (model delayed-union). Hewan coba dibagi menjadi empat kelompok (n=6) terdiri dari; kelompok pemberian ekstrak monakolin selama empat minggu (PM4), kelompok pemberian ekstrak monakolin selama dua minggu (PM2), kelompok kontrol empat minggu (KM4) dan kelompok kontrol dua minggu (KM2). Setelah dilakukan sacrifice pada minggu kedua dan keempat, dilakukan penilaian ekspresi BMP-2 secara semikuantitatif dengan pewarnaan imunohistokimia melalui skor imunoreaktif (IRS). Analisis histomorfometri untuk menilai penyembuhan fraktur dengan mengukur persentase area fibrosa, tulang rawan dan tulang imatur. Hasil: Pada evaluasi parameter IRS dan histomorfometri didapatkan ekspresi BMP-2 lebih tinggi (p=0.03), persentase area fibrosa lebih sedikit (p=0.005) dan area tulang rawan lebih besar (p=0.04) pada kelompok PM2 dibandingkan dengan kelompok KM2. Selain itu didapatkan pula secara ekspresi BMP-2 lebih tinggi (p=0.011), presentase area tulang imatur lebih besar (p=0.01), dan presentase area fibrosa lebih kecil (p=0.03) pada kelompok PM4 dibandingkan dengan kelompok KM4. Di sisi lain, didapatkan presentase area fibrosa lebih kecil (p=0.02), area tulang rawan lebih sedikit (p=0.05), dan peningkatan area tulang imatur lebih besar (p=0.04) pada kelompok PM4 dibandingkan dengan kelompok PM2. Ekspresi BMP-2 sama-sama meningkat pada kelompok PM2 dan PM4. Kesimpulan: Pemberian monakolin pada beras angkak pada model delayed-union tikus Sprague Dawley terbukti meningkatkan ekspresi BMP-2 dan meningkatkan penyembuhan fraktur.

Introduction: Management of nonunion and delayed union could be difficult and expensive. Various methods have been studied to overcome this problem. Red-yeast-rice has a role in fracture healing. Red-yeast-rice contains monacolin, which has similar activity to lovastatin. Local application and oral administration of statins have been shown to improve bone healing by inducing osteoblast differentiation and matrix production via increasing BMP-2 expression. This study was conducted to prove the effectiveness of monacolins inside red-yeast-rice in increasing the expression of BMP-2 and fracture healing. Methods: This experimental animal study was conducted using 24 delayed union models Sprague-Dawley (SD) Rats. There were 4 groups (n=6), consist of; 4-weeks-given-monacolin group (PM4), 2-weeks-given-monacolin group (PM2), 4-weeks-control group (PM2) and 2-weeks control group (KM2). After they were sacrificed in the second and fourth weeks, immunohistochemical staining was conducted to evaluate BMP-2 expression by Immunoreactive Score (IRS). The histomorphometric evaluation was also conducted to evaluate fracture healing by measuring fibrous area, cartilage area, and woven bone area percentage. Results: There was significantly higher BMP-2 expression (p=0.03), less fibrous area (p=0.05), and larger cartilage area (p= 0.04) in the PM2 group compared to the KM2 group. There was significantly higher expression of BMP-2 (p=0.011), larger woven bone area (p=0.01), and less fibrous area (p = 0.03) in the PM4 group compared to the KM4 group. It was also presented, there was a significantly less fibrous area (p=0,02), larger cartilage area (p=0.05), and larger woven bone area (p=0.04) in the PM4 group compared to the PM2 group. The expression of BMP-2 in the PM2 group was as high as the PM4 group. Conclusion: Monacolin in red-yeast-rice effectively increased BMP-2 expression and fracture healing in the delayed union model of SD rats."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kumala Putri
"Telah diketahui bahwa Garcinia memiliki aktivitas antioksidan, pada penelitian sebelumnya ekstrak n-heksana kulit batang Garcinia bancana Miq. diketahui memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 17,78 g/mL. Pada penelitian ini, untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada bagian lain dari Garcinia bancana Miq. dilakukan. Fraksinasi dari ekstrak n-heksana daun Garcinia bancana Miq. dan didapatkan sebanyak 10 fraksi, dimana fraksi-fraksi tersebut diuji sevara in vitro menggunakan alat spektrofotometer UV Vis dengan menggunakan dua metode dengan menggunakan radikal bebas DPPH 1,1-Diphenil-2-picrilhydrazyl dan FRAP Ferric Reducing Antioxidant Power untuk mendapatkan fraksi teraktif. Dari fraksi teraktif didapatkan nilai IC50 sebesar 36,24 g/mL dengan metode DPPH dan nilai EC50 sebesar 39,54 g/mL dengan metode FRAP. Fraksi teraktif kemudian diidentifikasi dan didapatkan bahwa fraksi teraktif memiliki kandungan terpenoid.

This study aimed to determine whether garcinia have been known to have antioxidant activity. A previous study of the n hexane of Garcinia bancana Miq. bark showed to have antioxidant activity with an IC50 value of 17.78 g mL. In this study, to know antioxidant activity from other part of G. bancana, fractionation was done. From the fractionation of the n hexane extract of G. bancana Miq. leaves were obtained 10 fractions, in which the fractions were tested in vitro using UV Vis spectrophotometer by two methods using free radical namely, DPPH 1,1 Diphenyl 2 picrilhydrazyl and the FRAP Ferric Reducing Antioxidant Power to obtain the most active fraction. From the most active fraction, it was obtained an IC50 value of 36.24 g mL with the DPPH method and EC50 value of 39.54 g mL with the FRAP method. The most active fraction was then identified and was found that it had contaied terpenoid content."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Lasboi
"Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling banyak terjadi. Penurunan resistensi perifer oleh vasodilator memiliki peranan dalam menurunkan tekanan darah. Inhibitor angiotensin I-converting enzyme (ACE) selain dapat menurunkan efek vasokonstriksi juga mengurangi degradasi bradikinin yang berperan dalam pembentukan vasodilator kuat NO (nitrat oksida). Pencegahan penurunan aktivitas NO oleh radikal bebas dapat mendukung efek vasodilatasi NO. Daun kersen (Muntingia calabura L.) ditemukan memiliki efek hipotensi melalui jalur NO. Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara in vitro penghambatan aktivitas ACE dari ekstrak etanol 96% daun kersen menggunakan ACE kit-WST dan menguji kapasitas antioksidan dengan metode FRAP, senyawa fenolik total, dan flavonoid total dari fraksi n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak etanol memiliki aktivitas penghambatan ACE dengan IC50 sebesar 1,25 μg/mL. Nilai EC50 antioksidan fraksi n-heksana, etil asetat, dan n-butanol adalah 7,47 μg/mL, 1,84 μg/mL, dan 5,02 μg/mL, secara berturut-turut. Fraksi etil asetat merupakan fraksi dengan nilai kapasitas antioksidan, senyawa fenolik total, dan flavonoid total tertinggi. Senyawa fenolik total dan flavonoid total memiliki korelasi terhadap EC50 antioksidan (r=-0,967 dan r=-0,908) tidak signifikan (p>0,05). Ekstrak etanol daun kersen memiliki aktivitas penghambatan ACE dan fraksi kaya senyawa fenolik dan flavonoid memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi.

Hypertension is one of the most common chronic diseases. Peripheral resistance reduction by vasodilator has big role in reducing the blood pressure. Angiotensin I-converting enzyme(ACE) inhibitors minimize the degradation of bradykinin which is important for NO(nitric oxide) activation. Prevention of reduction activity of NO by free radical will support the vasodilation effect. Jamfruit leaf (Muntingia calabura L.) was reported to have excellent hypotensive effect and antioxidant activity. This research was aimed to test in manner of in vitro the inhibitory activity of ACE from jamfruit leaves ethanol extract using ACE kit-WST and antioxidant activity using FRAP assay, total phenolic compound, and total flavonoid from n-hexane, ethyl acetate, and n-butanol fractions. The result showed that Jamfruit leaf extract had ACE inhibitory activity with IC50 value was 1.25μg/mL. Antioxidant EC50 value of n-hexane, ethyl acetate, and n-butanol fractions were 7.47 μg/mL, 1.84 μg/mL, and 5.02 μg/mL successively. Ethyl acetate fraction was fraction with highest antioxidant activity, total phenolic compound and total flavonoid. Total phenolic compound and total flavonoid values had correlation with EC50 antioxidant (r=-0,967 and r=-0,908) with no significancy (p>0,05). Ethanol extract of jamfruit leaves had ACE inhibitory activity and its phenolic and flavonoid-rich fraction had higher antioxidant activity."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Unik Yuliantina Risqi
"Jahe merah merupakan tanaman herbal yang mengandung banyak senyawa fenolik yang mempunyai manfaat sebagai antioksidan dengan senyawa utamnya 6-gingerol. Namun, senyawa ini dan senyawa fenolik lainnya rentan terhadap suhu tinggi, cahaya, dan oksigen sehingga perlu dilakukan enkapsulasi dengan menggunakan polimer kitosan untuk melindungi senyawa bioaktif dari kerusakan dan juga sebagai pelepasan obat terkendali. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formulasi kapsul suplemen antioksidan mikropartikel kitosan - oleoresin jahe merah yang ditambahkan bahan eksipien agar dapt rilis di usus halus. Ekstrak oleoresin didapat dengan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut etanol 96 dan didapatkan rendemen sebesar 6,06 , kadar 6-gingerol sebesar 5,997 mg/g, kandungan total senyawa fenolik sebesar 40,576 mg GAE/gr. Aktivitas antioksidan ekstrak oleoresin jahe merah ditunjukkan dengan parameter nilai IC50 DPPH sebesar 17 ppm. Ekstrak oleoresin dienkapsulasi dengan kitosan dengan efisiensi enkapsulasi sebesar 95,81 dan pemuatan obat sebesar 4,95. Mikropartikel yang terbentuk diisi ke dalam kapsul dengan penambahan eksipien berupa starch sebagai disintegrant dan magnesium stearat sebagai lubricant. Profil rilis kapsul dengan menggunakan alat disolusi metode keranjang menghasilkan burst release pada menit ke-30 di setiap medium gastrointestinal. Kapsul gelatin keras suplemen antioksidan formula 2 dengan komposisi 89,5 mikropartikel kitosan ndash;oleoresin, 10 starch, dan 0,5 magnesium stearat menunjukkan rilis yang paling rendah di dalam medium simulasi lambung SGF tetapi paling besar pada usus halus, sehingga formula 2 secara bioavailabilitas dapat rilis di dalam usus halus.

Ginger is one of spices that well known for the health benefit. Ginger containing 6 gingerol and other phenolic compounds that act as antioxidant activity. Bioactive compounds in ginger is sensitive to high temperature, pH, and light so encapsulation is needed for protecting the bioactive compounds from degradation and for controlling the drug release in gastrointestinal tract. The aim of this study is to get the formulation of antioxidant supplement capsule containing microparticle chitosan oleoresin extract from red ginger with addition of excipients and to get the release profile of the capsules in gastrointestinal simulated fluid. Oleoresin extract was obtained by macerasion extraction with the yield 6.06. 6 gingerol content is 5.997 mg gr DW, total phenolic content is 40.576 mgGAE gr DW and the IC50 DPPH of the oleoresin is 17.35 ppm. Oleoresin extract then was encapsulated using chitosan with the encapsulation efficiency is 95.81 and the loading capacity is 4.95. Hard gelatin capsule was filled with chitosan oleoresin microparticle, starch as disintegrant, and magnesium stearate as lubricant. Dissolution test was done by dissolution tester basket method. The release profile shown the burst release in each gastrointestinal simulated fluid. Antioxidant supplement hard gelatin capsule in formula 2 with the composition consisted of 89,5 chitosan oleoresin microparticle, 10 starch, and 0,5 magnesium stearatate show the lowest release in SGF but the highest release in SIF. the bioavailability of formula 2 can be released in the small intestine.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nira Nurkhalifah
"Averrhoa bilimbi L. merupakan tanaman suku Oxalidaceae yang telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, namun masih jarang dimanfaatkan untuk pengobatan topikal dan perawatan kulit. Ekstrak etanol 70% tanaman ini telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, tetapi belum terdapat penelitian terkait enzim yang berperan dalam proses penuaan dini seperti enzim elastase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil rendemen dan kadar air, kandungan senyawa fitokimia, kadar flavonoid total, aktivitas antioksidan metode FRAP, dan uji penghambatan aktivitas enzim elastase dari ekstrak. Metode ekstraksi dilakukan dengan maserasi menggunakan etanol 70%, skrining fitokimia dengan kromatografi lapis tipis, penetapan flavonoid total metode kolorimetri dengan standar rutin, pengujian aktivitas antioksidan metode FRAP dengan standar FeSO4.7H2O dan kontrol positif asam askorbat, serta pengujian antielastase menggunakan porcine pancreatic elastase, substrat N-suksinil-Ala-Ala-Ala-p-nitroanilin, dan kontrol positif epigalokatekin galat (EGCG). Berdasarkan hasil ekstraksi, didapatkan ekstrak kental dengan kadar air 7,5% dan rendemen 21,35% yang positif mengandung senyawa golongan fenol, flavonoid, alkaloid, dan terpenoid, dengan kadar flavonoid total 64,5063±0,44 mg ER/g ekstrak. Pengujian antioksidan FRAP menunjukkan ekstrak memiliki aktivitas antioksidan 20,2295±0,29  g ekuivalen FeSO4/100g ekstrak, sedangkan asam askorbat 308,9458±2,41 g ekuivalen FeSO4/100 g asam askorbat. Pada uji aktivitas penghambatan elastase, ekstrak tidak aktif menghambat aktivitas enzim karena  memiliki aktivitas penghambatan 7,21%  pada konsentrasi 300 ppm, 14,72% pada 400 ppm, dan 29,73% pada 500 ppm, sedangkan EGCG memiliki nilai IC50 39,14 µg/mL. Dengan demikian, disimpulkan ekstrak etanol 70% daun belimbing wuluh memiliki aktivitas antioksidan dengan metode FRAP yang lebih rendah dibandingkan asam askorbat dan tidak aktif menghambat elastase.

Averrhoa bilimbi L. is a plant of the Oxalidaceae tribe that has been used as a traditional medicine because it has high antioxidant activity, but is still rarely used for topical treatment and skin care. The 70% ethanol extract of this plant has been reported to have antioxidant activity, but there is no research related to enzymes that play a role in the process of premature aging such as the elastase enzyme. This study aimed to determine the yield and water content, phytochemical compound content, total flavonoid content, antioxidant activity of FRAP method, and elastase enzyme activity inhibition test of the extract. The extraction method was carried out by maceration using 70% ethanol, phytochemical screening by thin layer chromatography, determination of total flavonoids by colorimetric method with rutin standard, FRAP method antioxidant activity testing with FeSO4.7H2O standard and ascorbic acid positive control, and elastase enzyme inhibition activity testing using porcine pancreatic elastase, N-succinyl-Ala-Ala-Ala-p-nitroaniline substrate, and epigalocatechin gallate (EGCG) positive control. Based on the extraction results, a thick extract with a moisture content of 7.5% and a yield of 21.35% was obtained which positively contained phenol, flavonoid, alkaloid, and terpenoid compounds, with a total flavonoid content of 64.5063 ± 0.44 mg ER/g extract. FRAP antioxidant testing showed the extract had antioxidant activity of 20.2295 ± 0.29 FeSO4 equivalents/100 g extract, while ascorbic acid was 308.9458 ± 2.41 FeSO4 equivalents/100 g ascorbic acid. In the elastase inhibition activity test, the extract was not active in inhibiting enzyme activity because it had an inhibitory activity of 7.21% at a concentration of 300 ppm, 14.72% at 400 ppm, and 29.73% at 500 ppm, while EGCG had an IC50 value of 39.14 µg/mL. Thus, it is concluded that 70% ethanol extract of belimbing wuluh leaves has antioxidant activity with the FRAP method which is lower than ascorbic acid and is not active in inhibiting elastase."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>