Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dzaky Alwan Bisyir
"Asas pacta sunt servanda dan syarat sah perjanjian merupakan aspek yang penting guna menentukan keabsahan suatu perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dalam memutuskan terkait pembatalan perjanjian. Namun kenyataannya, Majelis Hakim dalam membatalkan suatu perjanjian menggunakan asas terang dan tunai serta Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1816 K/Pdt.G/1989 sebagai dasar hukum. Oleh karena itu, penelitian ini terfokus pada penggunaan asas terang dan tunai oleh Majelis Hakim serta perlindungan hukum bagi para pihak dalam pembatalan perjanjian pengikatan jual beli. Guna menjawab fokus utama permasalahan pada penelitian ini tersusun menjadi 2 (dua) rumusan masalah yaitu perlindungan hukum bagi calon pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli apabila dikaitkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata serta pertimbangan hakim mengenai asas terang dan tunai maupun ketidakcermatan pihak dalam perjanjian pengikatan jual beli. Penelitian hukum doktrinal ini digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan hukum dengan studi kepustakaan. Pengumpulan data ini kemudian dilakukan kesesuaian antara satu dengan lainnya agar menghasilkan simpulan yang sistematis, logis, dan efektif guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian perlindungan hukum bagi calon pembeli dalam PPJB 63 Tahun 2011 harus melihat dahulu syarat sah perjanjian serta asas-asas perjanjian. PPJB 11a Tahun 2011 berlakunya asas pacta sunt servanda dimana perjanjian ini menjadi undang-undang bagi para pihak. PPJB 63 Tahun 2011 melanggar syarat sah perjanjian mengenai sebab yang halal. Disamping itu, calon penjual wanprestasi atas kesepakatan yang terjalin dalam PPJB 11a Tahun 2011 karena menjual kembali objek tanahnya kepada pihak lain. Selanjutnya calon pembeli yang mendapatkan perlindungan hukum serta melanjutkan perikatan sampai peralihan hak atas tanah yaitu calon pembeli PPJB 11a Tahun 2011, sedangkan calon pembeli PPJB 63 Tahun 2011 tidak mendapatkan perlindungan hukum. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan menggunakan asas terang dan tunai serta yurisprudensi dalam membatalkan PPJB 63 Tahun 2011. Seharusnya Majelis Hakim mengedepankan syarat sah perjanjian serta asas-asas perjanjian.

The principle of pacta sunt servanda and the legal requirements of an agreement are important aspects to determine the validity of a land sale and purchase binding agreement on land in deciding whether to cancel the agreement. However, in practice, the Judges Panel in canceling an agreement uses the principle of real and cash and Supreme Court Jurisprudence Number 1816 K/Pdt.G/1989 as a legal basis. Therefore, this research focuses on the use of the principles of real and cash by the Judges Panel as well as legal protection for the parties in canceling the binding agreement of sale and purchase. In order to answer the main focus of the problem in this research, it is organized into 2 (two) problem formulations, namely legal protection for prospective buyers in a sale and purchase binding agreement if it is related to Article 1320 of the Civil Code and the judge's consideration of the principle of real and cash and the imprudence of the parties in the sale and purchase binding agreement. This doctrinal legal research is used to collect legal materials with literature studies. This data collection is then carried out in accordance with one another in order to produce a systematic, logical, and effective conclusion to answer the problems raised in this study. The results of the analysis show that the provision of legal protection for prospective buyers in PPJB 63 of 2011 must first look at the legal requirements of the agreement and the principles of the agreement. In PPJB 11a of 2011, the principle of pacta sunt servanda service applies, where this agreement applies as law to the parties. PPJB 63 of 2011 violates the legal requirements of the agreement regarding a lawful cause. Besides that, the prospetive seller defaulted on the agreement in PPJB 11a Tahun 2011 because resold that land object to another party. Furthermore, prospective buyers who get legal protection and continue the engagement to the stage of transferring land rights are prospective buyers of PPJB 11a of 2011, while prospective buyers of PPJB 63 of 2011 do not get legal protection. The consideration of the Judges Panel in the decision used the principles of real and cash and jurisprudence in canceling the PPJB 63 of 2011. The Judges Panel should have prioritized the legal requirements of the agreement and the principles of the agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Partogi Apriliano
"Pembatalan secara sepihak oleh penjual dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen xy berdampak bagi para pihak yaitu notaris dan pembeli tidak mendapatkan hak yang seharusunya didapatkan yaitu berupa unit apartemen xy, akibat tindakan tersebut perlu adanya penyelesaian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengertian mengenai perlindungan hukum untuk para pihak atas pembatalan perjanjian pengikatan jual beli secara sepihak, selain itu dampak bagi para pihak dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Penelitian hukum menggunakan metode yuridis normatif menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ditemukan perlindungan hukum dibagi 2 (dua) yaitu perlindungan hukum preventif dan represif, kedua pengertian bertujuan untuk melindungi para pihak guna mencegah pelanggaran dan mengembalikan keadaan semula. Prateknya penjual melakukan pembatalan secara sepihak dan merugikan pembeli. Tindakan tersebut tidak membatalkan perjanjian karena upaya penjual bertentangan dengan kesepakatan dan peraturan perundang-undangan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait perjanjian pengikatan jual beli apartemen xy hanya terkait wanprestasi hanya melibatkan pembeli dan penjual, namun dalam kasus ini posisi notaris  dalam perkara tersebut yang menjadi tergugat terlihat kurang tepat. Secara keseluruhan untuk para pihak perlindungan hukum baik dari dalam perjanjian dan dan putusan pengadilan negeri jakarta utara masih kurang maksimal untuk pelaksanaannya.

The unilateral cancellation of the XY Apartment Sale and Purchase Agreement has an impact on the parties, one of which is the Notary and the buyer. As a result of the problems that occur, the buyer does not get the rights that should be obtained, namely in the form of the XY Apartment unit. The problem that arises is that the impact of default is that appropriate settlement efforts are needed for the parties. This legal research was conducted to find out and analyze the legal protection of the parties for the unilateral cancellation of the binding sale and purchase agreement. This research was conducted using descriptive analysis research methods. The method used is normative juridical aiming to examine the principles, rules of legislation, court decisions, agreements and further doctrine regarding legal protection for the parties as a result of one party defaulting. The type of research used is a perspective carried out to find out and explain more deeply and analyze whether the court's decision has provided legal protection and the right settlement of default. The results of the study indicate that legal protection is divided into 2 parts, namely preventive legal protection and repressive legal protection, which both preventive and repressive legal protections aim to protect the rights and obligations of the parties in the agreement. Regarding the court decision that was decided by the judge, it was explained that the default only involved the parties and the notary only made the deed in accordance with the interests of the two parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Via Aulia
"Tesis ini meneliti tentang akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), akta Kuasa untuk Menjual dan akta Perjanjian Pengosongan yang dituangkan ke dalam akta yang ditanda tangani tidak memenuhi persyaratan dan tidak dikehendaki salah satu pihak. Notaris salah dalam menerapkan perbuatan hukum sehingga tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), kasus yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1070 K/Pdt/2020. Permasalahan dalam penelitian ini terkait akibat hukum akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan akta Kuasa untuk Menjual sebagai jaminan atas ikatan utang piutang dan peran serta tanggung jawab Notaris terhadap akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan akta Kuasa untuk Menjual sebagai jaminan atas ikatan utang piutang. Penelitian menggunakan metode Yuridis Normatif dengan tipe penelitian menganalisis masalah melakukan studi dokumen untuk memperoleh data sekunder dan analisis kualitatif sehingga menghasilkan hasil penelitian analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data, Notaris salah dalam menentukan perbuatan hukum yang dituangkan ke dalam 3 (tiga) akta yaitu akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), akta Kuasa untuk Menjual dan akta Perjanjian Pengosongan sebagai pengikatan jaminan dalam perjanjian utang piutang tidak tepat, karena akta tersebut bukan lembaga untuk jaminan. Notaris tidak melakukan penyuluhan hukum dan tidak memenuhi syarat verleden. Akibatnya akta dapat dibatalkan di Pengadilan, karena Notaris tidak membacakan akta dan tidak hadir di hadapan para pihak serta akta tidak memenuhi syarat subjektif yaitu kata sepakat. Selain itu, ke 3 (tiga) akta tersebut tidak memenuhi syarat objektif yaitu sebab yang halal, adanya suatu larangan yang diperjanjikan kepemilikan jaminan oleh pemberi pinjaman.

This thesis examines the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB), the deed of Authorization to Sell and the deed of Employment Agreement which is poured into the deed which is signed does not meet the requirements and is not desired by either party. Notaries are wrong in implementing legal actions so that they do not meet the legal requirements of the agreement and do not fulfill the provisions of the Notary Position Act (UUJN), the case that occurred in the Supreme Court Decision Number 1070 K/Pdt/2020. The problem in this study is related to the legal consequences of the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) and the deed of Power to Sell as collateral for the debt and receivable bonds and the role and responsibility of the Notary in the deed of the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the deed of Power of Attorney to Sell as collateral for the bond. debts and receivables. The research uses the normative juridical method with the type of research analyzing the problem of conducting document studies to obtain secondary data and qualitative analysis so as to produce descriptive analysis research results. Based on the results of data analysis, the Notary made a mistake in determining the legal actions as outlined in 3 (three) deeds, namely the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB), the deed of Power to Sell and the deed of Employment Agreement as binding collateral in the debt and receivable agreement, because the deed it is not an institution for guarantees. Notaries do not provide legal counseling and do not meet the verification requirements. As a result, the deed can be canceled in court, because the Notary does not read the deed and is not present before the parties and the deed does not meet the subjective requirement, namely an agreement. In addition, the 3 (three) deeds do not meet the objective requirements, namely because it is lawful, there is a prohibition on the ownership of the guarantee by the lender."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisya Nadine Immanuela
"Proses jual beli seringkali didasari dengan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum dilanjutkan dengan Akta Jual Beli. Para pihak tidak menyadari adanya ketentuan yang juga mengikat akibat pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli walaupun belum terjadinya peralihan hak. Penulisan ini terdiri dari dua rumusan masalah, yaitu mengenai akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Pemberian Hak Tanggungan, perbuatan melawan hukum, dan juga kredit, sedangkan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku, jurnal, dan internet. Penulisan ini juga melakukan wawancara baik terhadap Notaris dan PPAT serta juga kepada Bank. Penulis menyimpulkan bahwa akibat adanya perbuatan melawan hukum setelah dilakukan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, maka Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat batal demi hukum karena tidak dibuat atas dasar sebab yang halal. Selain itu, pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli kurang tepat karena tidak mempertimbangkan mengenai hak dan kewajiban yang timbul akibat Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Majelis hakim juga seharusnya mempertimbangkan tentang perbuatan Bank. Hal ini karena Bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian Bank dalam pemeriksaan sebelum pemberian kredit.

The buying and selling process is often based on the making of a Sale and Purchase Binding Agreement before proceeding with the Sale and Purchase Deed. The parties are not aware of the existence of provisions that are also binding due to the making of the Sale and Purchase Binding Agreement even though there has not been a transfer of rights. This writing consists of two problem formulations, namely regarding the legal consequences of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement and regarding the judge's considerations in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement. This writing uses a normative juridical method and an explanatory research typology. The legal materials used are primary legal materials in the form of laws and regulations relating to the Sale and Purchase Binding Agreement, Deed of Granting Mortgage Rights, unlawful acts, and also credit, while secondary legal materials consist of books, journals, and the internet. This writing also conducts interviews with both Notaries and PPAT as well as to Banks. The author concludes that as a result of an unlawful act after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement, the Deed of Granting Mortgage may be null and void because it was not made on the basis of a lawful cause. In addition, the consideration of the panel of judges in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement is not appropriate because it does not consider the rights and obligations arising from the Sale and Purchase Binding Agreement. The panel of judges should also consider the actions of the Bank. This is because the Bank does not apply the prudential principle of the Bank in the examination before granting credit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theola Ramadhani
"Dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bersangkutan wajib membuat akta sesuai dengan perbuatan hukum yang disepakati para pihak. PPAT juga wajib membaca, menjelaskan, dan memastikan akta PPAT yang dibuat telah sesuai isinya dengan apa yang dikehendaki para pihak, sebelum akta tersebut disampaikan ke kantor pertanahan guna pendaftaran peralihan hak atas tanah. Hal tersebut bertujuan agar akta yang dibuat PPAT terhindar dari unsur penyalahgunaan keadaan dari salah satu pihak, yang menyebabkan cacat kehendak tersebut merugikan pihak lawan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai peran dan upaya pencegahan PPAT terhadap penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan akta terkait tukar-menukar tanah dan bangunan berdasarkan Putusan Nomor 3145 K/Pdt/2020; dan mengenai akibat hukum atas akta jual beli yang dibuat atas dasar penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan berdasarkan Putusan Nomor 3145 K/Pdt/2020. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah diatas adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian bersifat eksplanatoris. Hasil analisis dari penelitian ini adalah PPAT yang bersangkutan membuat akta jual beli dikarenakan atas dasar penyalahgunaan keadaan salah satu pihak dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan. PPAT seharusnya dapat melakukan upaya pencegahan terjadinya penyalahgunaan keadaan dengan membaca dan menjelaskan isi akta kepada para pihak terlebih dahulu sebelum akta tersebut ditandatangani. Akta yang seharusnya PPAT tersebut buat adalah akta tukar-menukar, mengingat akta PPAT yang dibuat harus sesuai dengan perbuatan hukum yang disepakati para pihak dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Adapun akibat hukum terhadap akta jual beli yang dibuat PPAT akibat penyalahgunaan keadaan salah satu pihak tetap mengikat dan sah sehingga dapat didaftarkan guna pendaftaran peralihan hak atas tanah. Namun jika pihak lawan mengajukan pembatalan terhadap perbuatan hukum dalam akta tersebut, maka akta jual beli tersebut dapat dibatalkan dengan dasar adanya bukti seperti putusan pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.

In the land and building exchange agreement, the concerned Land Deed Maker (PPAT) is obliged to make a deed in accordance with the legal actions agreed by the parties. The PPAT is also obliged to read, explain, and ensure that the PPAT deed made is in accordance with what the parties want, before the deed is submitted to the land office for registration of the transfer of land rights. This is intended so that the deed made by PPAT is protected from the element of undue influences from one party, which causes the defect of the will to be detrimental to the opposing party. The problems discussed in this study are regarding the PPAT's role and prevention efforts against Undue Influence in making deed related to the exchange of land and buildings based on Decision Number 3145 K/Pdt/2020; and regarding the legal consequences of the deed of sale and purchase made on the basis of Undue Influence in the land and building exchange agreement based on Decision Number 3145 K/Pdt/2020. The research method used to answer the problem formulation above is normative juridical with an explanatory research typology. The results of the analysis of this study are the PPAT concerned made a deed of sale and purchase due to the undue influences of one of the parties in the land and building swap agreement. The PPAT should be able to make efforts to Undue Influence by reading and explaining the contents of the deed to the parties before the deed is signed. The deed that PPAT should have made is a deed of exchange, considering that the PPAT deed made must be in accordance with legal actions agreed upon by the parties and regulated in Government Regulation Number 24 of 1997. The legal consequences of the sale and purchase deed made by PPAT due to Undue Influence because one party remains binding and legal so that it can be registered for registration of the transfer of land rights. However, if the opposing party submits the cancellation of the legal action in the deed, the sale and purchase deed can be canceled on the basis of evidence such as a court decision or PPAT deed regarding a new legal act."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Permata Widya
"Jual beli Merupakan perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah, yaitu mengikat atau mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga, meskipun jual beli tersebut mengenai barang yang tidak bergerak. dalam pelaksanaan jual beli, untuk mendapatkan kepastian hukum maka diperlukan suatu akta yang dibuat di hadapan seorang pejabat pembuat akta tanah. pada pelaksanaannya seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah telah diatur oleh beberapa peraturan mengenai Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat peralihan hak atas tanah berdasarkan alas hak yang tidak sah dan mengenai tanggung jawab PPAT yang dalam pelaksanaan jabatannya menyalahgunakan wewenangnya dalam membuat suatu Akta Jual Beli. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode hukum Normatif dengan tipe penelitian Ekspalanatoris. Hasil penelitian ini yaitu akibat dari peralihan hak atas tanah berdasarkan alas hak yang tidak sah menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materil dalam jual beli. dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dalam pelaksanaan jabatannya menyalahgunakan wewenangnya dalam membuat Akta Jual Beli adalah dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat karena telah melakukan pelanggaran berat, sanksi denda karena telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan sanksi pidana karena terbukti telah melakukan penipuan.

The sale and purchase is a consensual agreement, meaning that it has been born as a valid agreement, which is binding or has legal force at the moment an agreement is reached between the seller buyer regarding the basic elements, namely good and prices, even though the sale and purchase is about good that are not move. in the implementation of the sale and purchase. to obtain legal certainty, a deed is required to drwan up in the presence of an official who makes a land deed. in practice. a land deed making official has been regulated by several regulations concerning the position of land deed making official. th eproblems raised in this study are regarding the consequences of the transfer of land right based on illegitimate rights and the responsibility of PPAT which in carrying out its position abuses its authority in making a sale and purchase deed. to answer these problems, the normative law method is used with explanatory reasearch type. the results of this study are the result of the transfer of land deed based on illehal rights to be null and void because they do not meet the material requirements in buying and selling, and the responsibility of the land deed maker officer who in the exercise of his position abuses his authority in making the sale and purchase deed is subjectto sanctions in the form of admnistrative sanctions in the form of dishonorable dismissal for having committed serious violantions, fines for committing acts against the law, and criminal sanctions for being proven to have committed fraud."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Ketzia Stephanie Edine
"Penelitian ini membahas Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3162 K/PDT/2021 mengenai Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang batal demi hukum dalam proses penyelesaian utang dengan cara Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). Putusan ini hanya mempertimbangkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka penelitian ini akan memberikan pandangan dari Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) serta Undang-Undang Perbankan (UU Perbankan) sebagai implementasi asas lex specialis derogate lex generalis. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana perlindungan hukum yang diberikan bagi para pihak dalam PPJB yang batal demi hukum pada proses AYDA serta tanggung jawab oleh Notaris. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal. Hasil penelitian dalam kasus Putusan ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum telah diberikan terhadap para pihak sebagaimana Pasal 12 UUHT untuk mempertahankan prinsip bahwa Obyek Hak Tanggungan sejatinya ada sebagai media untuk menjamin pelunasan kredit, bukan untuk dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. Dalam hal dilakukannya AYDA, Obyek Hak Tanggungan harus dialihkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sebagaimana Pasal 12 UU Perbankan. Dalam kasus putusan ini, ditemukan bahwa PPJB tidak dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga PPJB tersebut batal demi hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka Para Pihak tidak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana telah diberikan UUHT maupun UU Perbankan. Berkaitan dengan PPJB yang batal demi hukum, putusan ini tidak memberikan sanksi apapun bagi Notaris, sedangkan Notaris seharusnya ikut bertanggungjawab atas perbuatan yang berkaitan dengan kewenangannya dalam membuat suatu akta autentik. Notaris dapat diberikan sanksi baik secara perdata, pidana maupun administratif. Perbuatan Notaris sebagaimana kasus putusan ini, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana norma yang diatur dalam Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

This study discusses about the Supreme Court Decision of the Republic of Indonesia Number 3162 K/PDT/2021 regarding the Deed of Binding Purchase Agreement (PPJB) which was null and void in the The Acquisition of Debtor's Asset Process (AYDA). This decision only considers the provisions in the Civil Code, so this research will provide a view of the Mortgage Law (UUHT) and the Banking Law (Banking Law) as the implementation of the lex specialis derogate lex generalis principle. The issue raised is how legal protection is provided for the parties in the PPJB which is null and void in the AYDA process and the responsibility of the Notary. The research method used is doctrinal. The results of the research in the case of this decision show that legal protection has been given to the parties in accordance with Article 12 UUHT to maintain the principle that the object of mortgage rights actually exists as a medium to guarantee repayment of credit, not to be owned by the holder of mortgage rights. In the case of The Acquisition of Debtor's Asset Process, the Mortgage Object must be transferred within a maximum period of 1 (one) year as stated in Article 12 of the Banking Law. In the case of this decision, it was found that the PPJB was not made in accordance with the applicable laws and regulations, so that the PPJB was null and void by law. Based on this, the Parties do not receive legal protection as granted by the UUHT and the Banking Law. Regarding to PPJB which is null and void by law, this decision does not provide any sanction for the Notary, while the Notary should also be responsible for actions related to his/her authority in making an authentic deed. Notaries can be given civil, criminal or administrative sanctions. The Notary's actions as in the case of this decision, can be subject to criminal sanctions according to the norms regulated in Article 264 of the Criminal Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Kurniawan
"Tanah merupakan objek yang selalu saja menjadi rebutan di dalam kehidupan masyarakat, dalam hal pemberian hibah tersebut jarang sekali timbul konflik bagi anggota keluarga yang tidak menerima pembagian karena pada dasarnya hibah adalah pemberian, sehingga pemilik harta tersebut dapat dengan leluasa memberikan hartanya kepada siapapun atas kehendak pemilik harta tersebut. Hibah merupakan sebuah pemberian seseorang kepada pihak lain yang biasanya dilalukan ketika pemberi maupun penerima masih hidup. PPAT memiliki kewenangan dalam pembuat akta tanah adalah melakukansebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai hasil kegiatan tersebut beserta buktidilakukannya perbuatan hukum. Pasal 1666 KUHPerdata yang menyatakan bahwa hibah diberikan secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, maka terdapat pertentangan antara ketentuan peraturan pasal 1666 KUHPerdata dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3594 K/PDT/2020. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kedudukan akta hibah yang dibuat tanpa pihak yang berwenang dan Peran PPAT terhadap peralihan tanah dan bangunan tanpa pihak yang berwenang (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3594K/PDT/2020), Akta hibah dalam kasus ini telah cacat yuridis dan oleh karenanya akta hibah tersebut bataldemi hukum, Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian analisis data kualitatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan dari data sekunder. Tipe penelitian yang digunakanbersifat ekplanatoris. Analisis didasarkan pada UUJN, KUHPerdata, UUPA, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta peraturan lain terkait. Hasil analisis adalah Kedudukan akta hibah yang dibuat tanpa pihak yang berwenang, dalam peralihan atau balik nama tersebut haruslah dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yangmengikat, adapun sanksi yang dapat diberikan kepada penghadap yang memberikan keterangan palsu dalam akta autentik adalah ancaman hukuman perdata dan pidana. Ganti rugi atas kerugian yangditimbulkannya terhadap si penderita, dan dapat menempuh jalur hukum ke pihak polisian dengan laporan penggelapan hak atau pemalsuan surat (Pasal 264 KUHPidana) atas kerugian yang dilakukanantara pihak tersebut.

Land is an object that has always been a grab in the life of the community, in the case of granting, conflicts rarely arise for family members who do not receive a division because basically a grant is a gift, so that the owner of the property can freely give his property to anyone at the will of the owner of the property. A grant is a gift of a person to another party that is usually passed when the giver or recipient isstill alive. PPAT has the authority in making land deeds to carry out some land registration activities by making deeds as a result of these activities along with evidence of legal actions. Article 1666 of the CivilCode which states that grants are given free of charge and cannot be withdrawn, then there is a conflict between the provisions of the regulations of article 1666 of the Civil Code and the decision of theSupreme Court of the Republic of Indonesia Number 3594 K / PDT / 2020." The problems raised in thisstudy are the position of grant deeds made without authorized parties and the role of PPAT on the transfer of land and buildings without authorized parties (Study of the Supreme Court of the Republic ofIndonesia Decision Number 3594 K / PDT / 2020), The grant deed in this case has been juridically defective and therefore the grant deed is null and void, To answer the problem is used qualitative dataanalysis research method carried out by tracing materials from secondary data. The type of research used isexplanatory. The analysis is based on UUJN, Civil Code, UUPA, Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 24 of 2016 concerning Amendments to Government Regulation Number 37 of1998 concerning Regulations on the Position of Land Deed Making Officers, as well as other relatedregulations. The result of the analysis is The position of the grant deed made without the competentauthority, in the transfer or reversal of the name must be declared invalid and has no binding legal force,while the sanction that can be given to the offender who gives false information in the authentic deed is the threat of civil and criminal penalties. Compensation for the losses it caused to the sufferer, and cantake legal action to the police with a report of embezzlement of rights or forgery of letters (Article 264 of the Criminal Code) for losses made between those parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Jayaputeri
"Saksi menurut Pasal 164 HIR semestinya melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum. Namun dalam kenyataannya, saksi yang tidak melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum dapat memberikan kesaksian di hadapan pengadilan dan diterima kesaksiannya oleh majelis hakim. Dalam kenyataannya, saksi yang tidak mengalami, melihat, mendengar secara langsung dalam putusan a quo dibenarkan sebagai alat bukti saksi yang meyakini hakim bahwa transaksi jual beli tanah telah dilakukan hingga menimbulkan pertanyaan tentang pemenuhan asas terang dan tunai sebagai persyaratan jual beli tanah. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian dilakukan dengan mengkaji kedudukan saksi perkara jual beli tanah untuk mengetahui hak dan kewajiban saksi serta menganalisa fungsi saksi guna memenuhi asas terang dan tunai dalam jual beli tanah, serta mengapa hakim perkara a quo tidak mempertimbangkan menghadirkan saksi instrumenter dalam proses pembuktian. Hasil penelitian menghasilkan bahwa kedudukan Saksi TY dalam proses pembuktian jual beli tanah perkara a quo adalah permulaan pembuktian saja. Saksi TY dalam kapasitasnya memberi kesaksian memiliki hak dan kewajiban sebagai saksi. Diketahui juga bahwa belum ada ketentuan mengenai unsur yang harus dicapai asas terang dan tunai dalam jual beli tanah sesuai hukum tanah nasional. Namun, dapat diketahui bahwa sekurang-kurangnya sifat kontan/terang dalam hukum adat mengandung pengertian bahwa suatu perbuatan itu nyata, suatu perbuatan itu simbolis, suatu perbuatan itu telah selesai seketika itu juga. Dalam kasus a quo, AJB 45/2021 dibuat di hadapan notaris/PPAT HH, S.H. telah memenuhi unsur kontan, di mana perbuatannya nyata dilaksanakan di hadapan pejabat umum. Asas tunai yang diformulasikan dari prinsip konkret atau visual tidak terpenuhi dalam perkara a quo karena hubungan jual beli tidak dapat dianggap terjadi karena tidak ada ikatan yang dapat dilihat atau alat bukti tertulisnya, walaupun ada saksi YT yang menyatakan bahwa dirinya hanya mengantarkan sekretaris Tn. JK ke notaris dengan membawa uang Rp700.000.000,- untuk penyerahan uang tanpa alasan-alasan lebih lanjut. Majelis hakim gagal untuk mengidentifikasi bahwa terdapat saksi akta dalam AJB 45/2015 yang seharusnya menyaksikan pembuatan AJB 45/2015 yang menyatakan kepada siapa uang tersebut diserahkan.

Witnesses according to Article 164 HIR should see, hear and experience a legal event themselves. However, in reality, witnesses who have not seen, heard or experienced a legal event themselves can testify before the court and have their testimony accepted by the panel of judges. In reality, witnesses who have not experienced, seen or heard directly in the said case are justified as evidence for witnesses who believe the judge that a land sale and purchase transaction has been carried out, raising questions about the fulfillment of the principle of light and cash. as a condition of buying and selling land. By using doctrinal research methods, research is conducted by examining the position of the witness in a land sale and purchase case is to find out the rights and obligations of the witness and to analyze the function of the witness in order to fulfill the principles of light and cash in land buying and selling, and in this case why the judge in the said case did not consider presenting an instrumental witness in the evidentiary process. The results of the research show that the position of Witness TY in the process of proving the sale and purchase of land in the a quo case is just the beginning of proof. Witness TY in his capacity to testify has rights and obligations as a witness. It is also known that there are no provisions regarding the elements that must be achieved when applying the clear and cash principles in a land sale and purchase in accordance with national land law. However, it can be seen that at least the direct/bright character in customary law implies that an action is real, an action is symbolic, an action is completed instantly. In the a quo case, AJB 45/2021 was made before a notary/PPAT HH, S.H. has fulfilled the cash element, in which the actual action was carried out before a public official. The principle of cash, which was formulated from concrete or visual principles, was not fulfilled in the a quo case because the sale and purchase relationship could not be assumed to have taken place because there were no visible ties or written evidence, even though there was witness YT who stated that he only accompanied Mr. JK to the notary with Rp. 700,000,000 to hand-over the money without further reasons. The panel of judges failed to identify that there were deed witnesses in AJB 45/2015 who should have witnessed the making of AJB 45/2015 which stated to whom the money was handed over."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ventines
"Dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi mendesak masyarakat untuk sadar akan kepentingan perlindungan dan jaminan hukum terhadap setiap transaksinya. Agar transaksinya terlindungi adalah dengan melakukan suatu perjanjian. Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak dapat berupa perjanjian yang dibuat dibawah tangan maupun dengan akta autentik. Penelitian ini menganalisis keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat dibawah tangan dan telah dilegalisasi oleh Notaris serta perlindungan terhadap pihak Pembeli dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah yang dibuat oleh para pihak.
Penulis mengidentifikasi keabsahan perjanjian pengikatan jual beli dilihat dari terpenuhi atau tidaknya syarat sah perjanjian yang didasarkan pada perjanjian pengikatan jual beli dengan dihubungkan dengan kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1696 K/Pdt/2016. Adapun permasalahan yang dihadapi penulis dalam tesis ini adalah mengenai keabsahan perjanjian pengikatan jual beli yang tidak ditandatangani oleh semua pihak yang berkepentingan terhadap objek perjanjian pengikatan jual beli dan perlindungan hukum terhadap pihak pembeli dalam keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode pendekatan yuridis normatif serta metode analisanya secara kualitatif dengan tipologi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Menurut hasil penelitian ini, perjanjian pengikatan jual beli tanah yang dibuat antara para pihak tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sehingga tidak sah dan tidak mengikat para pihak. Perjanjian pengikatan jual beli ini tidak memenuhi syarat objektif perjanjian yaitu causa yang halal karena tidak semua pemilik tanah ikut menandatangani perjanjian pengikatan jual beli.

With the rapid development of economic globalization, people are urged to be aware of the legal protection and warranty for each transaction. In order to have the transaction protected is by having an agreement. The agreement made by each party can be in the form of private deed or an authentic deed. This study analyzes the validity of the Sale and Purchase Agreement privately made deed and that has been legalized by a Notary and the buyer protection in the Land Sale and Purchase Agreement made by each party.
The author identifies the validity of the sale and purchase agreement by the fulfillment of the legal terms of the agreement based on the sale and purchase agreement related to the case in the Decision of the Supreme Court Number 1696K/Pdt/ 2016. The problems faced by the author in this thesis are about the validity of the binding of sale and purchase agreement that is not signed by all interested parties on the object of the sale and purchase agreement and the lawful protection agreement of the buyer in the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia.
To answer those problems, the normative juridical approach method is used and the analysis method is qualitative  the typology of this research is descriptive analytics. According to the results of this study, the binding agreement on the sale and purchase of land made between the parties does not meet the legal requirements of the agreement so that it is not legal and does not bind the parties. This binding sale and purchase agreement does not fulfill the objective requirement of an agreement, which is causa yang halal, because not all landowners signed the sale and purchase agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>