Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Adinegoro Natsir
"Tesis ini membahas bagaimana film sebagai salah satu cabang budaya pop mampu memberikan propaganda bersenjata pada masyarakat Amerika. Kultur bersenjata yang dimiliki Amerika selama ratusan tahun kini diperkuat dengan besarnya dampak perfilman dan bagaimana film dengan mudahnya diakses dan diinternalisasi oleh para penontonnya. John Wick: Chapter 2 (2017) akan menjadi fokus penelitian dalam konteks product placement dan bagaimana dampaknya dalam masyarakat Amerika dan global. Death Wish (2018) akan menjadi fokus penelitian bagaimana narasi politik rasa takut di Amerika dilanggengkan dengan narasi kerentanan masyarakat menjadi korban apabila tidak bersenjata. Penelitian ini juga menemukan bagaimana kelindan NRA dan Hollywood serta bagaimana NRA mendapatkan keuntungan materiil serta hegemonik dengan banyaknya film bertema senjata api di Amerika.

This thesis discusses how film as a branch of pop culture is able to provide armed propaganda to American society. The armed culture that America has had for hundreds of years is now strengthened by the magnitude of the impact of cinema and how films areeasily accessible and internalized by its audience. John Wick: Chapter 2 (2017) will be the focus of research in the context of product placement and how it impacts American and global society. Death Wish (2018) will be the focus of research on how the political narrative of fear in America is perpetuated by the narrative of the vulnerability of society to becoming victims if they are unarmed. This research also finds out howthe NRAandHollywood are intertwined and how the NRA gains material and hegemonic benefits from the many guns-themed films in America."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Valda Kustarini
"Penelitian ini membahas pemaknaan dua film bertemakan hubungan antar etnis di Malaysia yang berjudul Potong Saga dan Halal oleh penonton muda Malaysia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan cara mewawancara informan yang kriterianya telah ditentukan terlebih dahulu. Informan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa Malaysia yang berumur 21 sampai 22 tahun. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam secara langsung maupun daring menggunakan pedoman wawancara semi-terstruktur. Untuk menganalisa data yang telah diperoleh mengginakan teori encoding-decoding Stuart Hall dengan menggolongkan pemaknaan kedalam dominan, negosiasi, dan oposisi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemaknaan mahasiswa Malaysia mengenai isu hubungan antar etnis di Malaysia dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Generasi muda Malaysia cenderung lebih terbuka dan lebih mudah berteman dengan beragam etnis.

This research discusses about the construction of meaning of the movie themed ethnic relation in youth audiences (case study of Potong Saga and Halal). This research use qualitative method by interview informants with a certain criteria. Informants on this research are Malaysian youngsters aged 21 and 22 years old. Data collection method was  in-depth interview using a semi structured interview guide. Some interview were done face to face and some of them were done online. Stuart Hall's theory encoding-decoding was used to analyze data. Reception study theory would shows three reception, dominant, negotiation, and rejection. The result showed that the Malaysian youngsters in constructing meaning of ethnic relation film Potong Saga and Halal is different, backgrounds mattered from each of them. Malaysian youngsters were more open from the relation with different ethnics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T52073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Hotulinii Elizabeth
"Brave adalah film fantasi animasi tahun 2012 yang diproduksi oleh Pixar Animation Studios. Film ini menyajikan penggambaran yang bernuansa dan kompleks dari protagonis wanita feminis pertama, Merida, melampaui narasi tingkat permukaan dan menantang norma gender tradisional. Studi ini menganggap bahwa metode Merida menangani konfliknya dapat diterapkan dalam menggambarkan perubahan masyarakat dalam peran perempuan saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana Pixar merepresentasikan tokoh protagonis perempuan dengan nilai feminis melalui tanda-tanda dan simbolisme dalam film animasi Brave (2012). Kajian ini menggunakan pendekatan analisis semiotik, yang mengacu pada metodologi analisis film David Bordwell dan kerangka analisis semiotik Roland Barthes. Analisis ini berfokus pada adegan signifikan, pengembangan karakter, dialog, dan citra visual untuk mengungkap cara bernuansa feminisme dikomunikasikan melalui tanda-tanda dan simbolisme. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Brave (2012) memasukkan rangkaian tanda-tanda dan simbolisme yang memperlihatkan prinsip-prinsip feminis, antara lain rambut merah Merida yang merepresentasikan simbol penting atas otonomi dirinya, kekuatan dan independensi Merida dalam menantang konsep tradisional feminitas diilustrasikan dengan busur dan panah sebagai motif utamanya, dan dialog serta interaksi antar karakter menyoroti diskusi feminis dengan menguraikan nilai tekad diri sendiri dan penghapusan harapan patriarkal.

Brave is a 2012 animated fantasy film produced by Pixar Animation Studios. The film presents a nuanced and complex portrayal of the first feminist female protagonist, Merida, going beyond surface-level narratives and challenges traditional gender norms. The study suggests that the methods in which Merida deals with such conflict can be applicable in illustrating societal shifts in women's roles today. This study aims to examine how Pixar represents female protagonists with feminist values through signs and symbolism in the animated film Brave (2012). The study employs a semiotic analysis approach, drawing on David Bordwell's film analysis methodologies and Roland Barthes' semiotic analysis framework. The analysis focuses on key scenes, character development, dialogue, and visual motifs to uncover the nuanced ways in which feminism is communicated through signs and symbolism. The results of the study reveal that Brave (2012) incorporated an array of symbols and signs that highlight feminist principles, including Merida's red hair, which represents a strong symbol of her autonomy, Merida's strength and agency are illustrated with archery as the key motive, challenging traditional concepts of femininity, and the dialogue and interactions between characters highlight feminist discourse by outlining the value of self-determination and the eradication of patriarchal expectations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yoesoef
"Horror film is a film genre that presents things that are frightening, tenses, and horrifying. The idea of horror film is basically to terroriz the audience through various terrifying acts or actors. Horror films in the beginning are closely related to stories rooted in the culture of Europr, ...."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Benito Calvin Alexander Manope
"An Elephant Sitting Still (Dà xiàng xídì'érzuò) merupakan film pertama sekaligus film terakhir karya Hu Bo (胡波), seorang produser dan novelis Cina terkenal. Film ini yang dirilis pada 2018 ini mengisahkan tentang kehidupan empat tokoh utama yaitu Yu Cheng, Wei Bu, Huang Ling, dan Kakek Wang Jin yang tinggal di wilayah kumuh dan penuh dengan permasalahan. Terlepas dari berbagai masalah yang dihadapi, mereka semua melakukan perjalanan ke kota Cina utara untuk melihat gajah yang duduk di Manzhouli. Pada akhirnya mereka tetap tidak dapat melihat gajah tersebut. Penelitian ini akan membahas mengenai pemaknaan gajah yang duduk di Manzhouli dan keterkaitannya dengan alur pada film An Elephant Sitting Still (Dà xiàng xídì'érzuò). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa gajah yang duduk film ini merupakan sebuah simbolisasi yang lebih mendalam dari sekedar harapan.

An Elephant Sitting Still (Dà xiàng xídì'érzuò) is the first and last film by Hu Bo (胡波), a famous Chinese producer and novelist. The film, released in 2018, tells the story of the lives of the four main characters Yu Cheng, Wei Bu, Huang Ling, and Grandpa Wang Jin who live in a slum and are full of problems. Despite their problems, they all travel to a northern Chinese city to see the elephant sitting in Manzhouli. In the end, they still cannot see the elephant. This research will discuss the meaning of the elephant sitting in Manzhouli and its relationship with the plot in the film An Elephant Sitting Still (Dà xiàng xídì'érzuò). In this research, the method used is qualitative method with data collection method in the form of literature study. The results of this study show that the film's sitting elephant is a symbolisation that is deeper than just hope."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Asaa Anyahdiyani Robbi
"Menerjemahkan subtitles pada film merupakan pekerjaan yang rumit karena penerjemah dihadapi dengan peraturan yang membatasi mereka dalam menerjemahkan suara aktor, terlebih jika terdapat culture-specific items atau istilah-istilah yang sarat budaya. Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi strategi penerjemahan subtitle yang digunakan di film Sang Kiai atau The Clerics dan mengamati ideologi penerjemahan yang diaplikasikan oleh penerjemah selama proses penerjemahan. Metode penelitian yang diterapkan adalah metode campuran antara kualitatif dan deskriptif. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa Retention adalah strategi penerjemahan yang paling banyak digunakan. Akan tetapi, ideologi peneremahan yang dominan adalah domestikasi. Dapat dikatakan bahwa penerjemah berusaha untuk membuat film ini semudah mungkin untuk dipahami pembaca bahasa target dengan membuat peneremahannya setia kepada bahasa target.

Translating subtitles for movies is a complicated task as the translators are faced with certain restrictions that limit them in translating the actors’ voices, especially if culture-specific items are involved. This study aims to conduct an investigation on the subtitling strategies found in the movie The Clerics or Sang Kiai and later attempt to observe the type of translation ideology employed by the translator during the subtitling. The method applied in conducting this study is a mixed-method between quantitative and descriptive qualitative methods. The study finds that Retention is the most used subtitling strategy. However, the dominant translation ideology found throughout the subtitle is domestication. It can be said that the translator attempted to make this movie as comprehensible as possible for the target audience by making it faithful to them."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sunu Wasono
"Pokok persoalan tesis ini adalah penggunaan teknik propaganda dalam sejumlah cerpen pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Sebanyak 49 cerpen yang termuat dalam majalah Djawa Baroe dan Pandji Poestaka telah dijadikan bahan kajian. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan penggunaan berbagai teknik propaganda dalam sejumlah cerpen tersebut.
Pendudukan Jepang atas Indonesia selama tiga setengah tahun (Maret 1942--Agustrus 1945) telah membawa pengaruh dan perubahan besar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam bidang sastra, khususnya, kehadiran Jepang dengan segala kebijakannya telah mendorong lahirnya sejumlah karya yang khas, dalam arti berbeda bila dibandingkan dengan karya-karya sebelum maupun sesudah pendudukan Jepang. Oleh pemerintah pendudukan Jepang, sastra diperlakukan sebagai alat propaganda. Para sastrawan pada waktu itu dikumpulkan dalam suatu badan yang diberi nama Keimin Bunka Shidosho. Kepada mereka didektekan agar sastrawan menciptakan karya-karya yang sesuai dengan keadaan pada masa itu yang kalau dikaji ternyata karya-karya tersebut tidak lebih dari sekadar propaganda. Maka lahirlah sejumlah karya yang secara stilistik-retorik memperlihatkan penggunaan berbagai teknik propaganda.
Penelitian menunjukk bahwa sekurang-kurangnya ada 5 jenis teknik propaganda yang dipakai sastrawan dalam menulis cerpen pada majalah Djawa Baroe dan Pandji Poestaka pada masa itu.. Kelima teknik tersebut adalah (I) umpatan name-calling), (2) sebutan muluk-muluk (glittering generalities), (3) ikut-ikutan (bandwagon), (4) pujian (argumentum ad populism), dan (5) pura-pura arang kecil (plain folks appeal).
Melalui penyeleksian bahan untuk kajian pokok persoalan ini telah ditemukan sebanyak 20 cerpen yang sama sekali tidak menyinggung soal Jepang atau keadaan pada saat itu, dan oleh karena itu, karya-karya tersebut juga tidak memperlihatkan ciri adanya penggunaan teknik propaganda di dalamnya. Dengan kata lain, ada sejumlah karya pada masa pendudukan Jepang yang tidak menunjukkan ciri atau tanda bahwa karya itu ditulis berdasarkan kebijakan yang diterapkan Jepang, padahal selama ini tersebar luas suatu asumsi bahwa sensor Jepang pada waktu itu sangat ketat.
Fokus penelitian ini memang tertuju pada soal penggunaan teknik propaganda dalam sejumlah cerpen yang muncul dalam kedua majalah tersebut. Namun, terdapatnya sejumlah cerpen yang ternyata tidak berupa karya propanda itu kiranya telah mendedahkan fakta baru akan pentingnya meninjau kembali anggapan-anggapan selama ini mengenai sastra Indonesia di masa Jepang yang nyaris menjadi semacam aksioma yang tak terbantahkan. Apa yang dilakukan dalam penelitian ini kiranya dapat membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut tentang sastra Indonesia pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Paling tidak, penelitian ini telah menyisakan sebuah rasa keingintahuan (misalnya: adakah selain kelima teknik tersebut digunakan teknik lain dalam karya-karya yang belum dibahas dalam penelitian ini; adakah karya-karya lain selain yang disebut dalam penelitian ini yang juga memperlihatkan ketiadaan nada propaganda di dalamnya; dan lain-lain pertanyaan lagi) yang perlu ditindaklanjuti dengan penelitian yang lebih mendalam dari penelitian ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesti Fadryona
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang bentuk pelaksanaan konsep bakti di Cina Xiao yang muncul dalam film Ju Dou dan keterkaitannya dengan kerumitan permasalahan rumah tangga di pedesaan yang menjadi konflik dalam film tersebut. Peran masing-masing anggota keluarga akan dianalisis dengan melihat bagaimana mereka melaksanakan Xiao sesuai dengan posisi mereka yang diatur oleh konsep Wu Lunn Lima Hubungan dalam filsafat Cina. Sumber data penelitian ini adalah film Ju Dou serta buku-buku kebudayaan Cina dan kajian apresiasi film.

ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of Chinese concept of filial piety Xiao which appeared in the movie Ju Dou and its interrelatedness with complexity of a rural household family that serves as conflict of this movie. Each family members role will be analyzed as to how they practice Xiao according to their position in Wu Lun The Five Confucian Relationship in Chinese philosophy. The data source of this research is the film Ju Dou and books on Chinese culture and film appreciation studies."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka Sangianglili
"Skripsi ini menganalisis dekonstruksi yang terjadi dalam film animasi bergenre superhero, Megamind. Melalui perbandingan antara film ini dengan film-film superhero klasik, diperoleh hasil bahwa film ini telah medekonstruksi konvensi cerita superhero dalam aspek penokohan, alur cerita, dan sudut pandang. Namun, melalui pengkajian postkolonialisme dan gender, upaya dekonstruksi dalam film ini mengandung dualisme. Pada satu sisi, upaya tersebut terlihat telah melawan supremasi kulit putih serta nilai maskulinitas dan femininitas konvensional yang kerap kali muncul dalam film superhero pada umumnya. Tapi, di sisi lain, terjadi ambivalensi dalam upaya dekonstruksi tersebut karena pada akhirnya malah menekankan pola-pola tersebut. Lebih lanjut, dekonstruksi tersebut ternyata bertujuan untuk merekonstruksi konsep hero yang berbeda. Melalui tokoh Megamind, terdapat beberapa hal yang berusaha ditekankan yaitu proses untuk menjadi hero dan kekuatan yang tidak sekedar mengandalkan fisik.

This undergraduate thesis analyses the deconstruction which happens in Megamind, an animated superhero movie. By comparing this movie and several classic superhero movies, it can be concluded that Megamind has changed the basic convention of superhero stories through its characters, plot, and point of view. However, there is a dualism meaning in the deconstruction. On one hand, this movie seems to oppose the white supremacy, and also the conventional masculinities and femininities which usually can be seen in superhero movies in general. On the other hand, it also confirms those values again. Furthermore, the movie reconstructs different concept of hero as the result of the ambivalence in the deconstruction. Megamind shows some hero's qualities that rarely appear in the classic superhero movies such as the process to be a hero and other kind of powers beside the physical power."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43374
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andriadi
"ABSTRAK
Degradasi apresiasi terhadap film Western mutakhir melatarbelakangi penelitian ini. Para produser film mencoba merevitalisasi elemen film Western agar menghasilkan karya yang lebih menarik dengan atmosfer yang berbeda. Penelitian ini menelaah invensi dan interaksi budaya melalui eksplorasi unsur-unsur eksternal yang menyebabkan perubahan pada formula genre Western dalam film Wild Wild West (1999) dan Django Unchained (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi pembalikan tipe struktur estetika dalam kedua film tersebut. Pertama, latar karya menunjukkan ruang yang semakin modern dan cenderung mengurangi ruang kebudayaan liar; kedua, ikon persenjataan dan transportasi yang digunakan oleh para tokoh semakin modern; ketiga, tokoh hero yang ditampilkan semakin marjinal; keempat, ide cerita semakin variatif dan dinamis; kelima, situasi dan pola tindakan yang disuguhkan menunjukkan formula kekerasan yang semakin brutal. Evolusi yang terjadi pada kedua film teranalisis dipengaruhi oleh politisasi produksi, perubahan jaman, dan perubahan selera penonton/masyarakat."
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016
400 JIKKT 4:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>