Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145501 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Virgyanka Nayla
"Perkembangan teknologi menyebabkan praktik pencampuran produk makanan menggunakan substansi non-halal. Dokumen (International Standardization Organization/ Technical Specification) ISO/TS 20224-3: 2020 digunakan sebagai prosedur standar uji deteksi kehalalan berbasis Deoxyribonucleic Acid (DNA) memanfaatkan metode Quantitative Polymerase Chain Reaction (qPCR) yang berlaku secara internasional melalui gen Beta actin (ACTB) sebagai gen target. Namun, kemampuan gen ACTB sebagai gen target belum banyak teruji langsung melalui reaksi PCR sehingga dibutuhkan evaluasi potensi gen target alternatif lain melalui optimasi primer seperti gen Cytochrome b (Cytb) untuk mendeteksi kandungan babi domestik (Sus scrofa domesticus) dan babi hutan (Sus scrofa). Metode yang digunakan terdiri atas desain primer dan probe, optimasi suhu annealing primer dan probe, uji spesifisitas in silico, uji sensitivitas in vitro, serta pengolahan dan analisis data. Adapun sampel yang digunakan untuk uji sensitivitas in vitro adalah pig genomic DNA. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, primer dan probe gen Cytb memiliki suhu annealing optimal pada suhu 55°C. Uji spesifisitas in silico membuktikan bahwa sekuens primer dan probe gen Cytb memiliki kemampuan deteksi pada sekuens babi domestik dan babi hutan. Uji sensitivitas menggunakan qPCR pada gen ACTB membentuk kurva standar dengan nilai y=-3,6541x +38,385 dan R2=0,9967, serta LoD sebesar 5 pg/uL. Nilai linearitas (0,9967) dan efisiensi (87,78%) yang dihasilkan masuk ke dalam rentang standar sesuai literatur karena berada ≥0,98 untuk linearitas dan rentang 80%—120% untuk efisiensi. Sementara itu, uji sensitivitas menggunakan qPCR pada gen Cytb membentuk kurva standar dengan nilai y=-2,7222x + 32,196 dan R2= 0,9867, serta LoD sebesar 1 pg/uL. Nilai linearitas (0,9867) yang dimiliki masuk ke dalam rentang standar, tetapi nilai efisiensi (132,99%) melebihi rentang persentase yang baik akibat kemungkinan konsentrasi serial dilusi yang kurang sesuai dan protokol yang belum optimal. Gen Cytb memiliki jangkauan sensitivitas yang lebih baik dibandingkan gen ACTB. Keseluruhan grafik hasil membentuk kurva sigmoid yang valid sebagai hasil uji qPCR. Oleh karena itu, berdasarkan uji spesifisitas in silico dan sensitivitas in vitro yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa gen Cytb berpotensi dijadikan gen target altenatif sebagai pengembangan halal kit.

Technological developments have led to the practice of mixing food products using non-halal substances. Document (International Standardization Organization/Technical Specification) ISO/TS 20224-3: 2020 is used as a standard procedure for Deoxyribonucleic Acid (DNA)-based halal detection test that is internationally applicable through the Beta actin gene (ACTB) as the target gene. However, the ability of the ACTB gene as a target gene has not been tested directly through PCR reactions, so it is required to evaluate the potential of other alternative target genes through primer optimization such as the Cytochrome b (Cytb) gene to detect domestic pig (Sus scrofa domesticus) and wild boar (Sus scrofa) containment. The method used was comprised of primer and probe design, primer and probe annealing temperature optimization, in silico specificity test, in vitro sensitivity test, and data processing and analysis. The sample used for the in vitro sensitivity test is pig genomic DNA. Based on the tests conducted, primers and probes of the Cytb gene have an optimal annealing temperature at 55°C. The in silico specificity test proved that the primer sequences and Cytb gene probes have the ability to detect domestic pig and wild boar sequences. The sensitivity test using qPCR on the ACTB gene forming a standard curve with a value of y=-3.6541x +38.385 and R2=0.9967, and LoD of 5 pg/uL. The linearity (0.9967) and efficiency (87.78%) values generated are in the standard range according to the literature because they are ≥0.98 for linearity and 80%—120% range for efficiency. Meanwhile, the sensitivity test using qPCR on the Cytb gene is forming a standard curve with a value of y= -2.7222x + 32.196 and R2= 0.9867, and LoD of 1 pg/uL. The linearity value (0.9867) is within the standard range, but the efficiency value (132.99%) exceeds the good percentage range as a result of the possibility of inappropriate serial dilution concentrations and an unoptimal protocol. The Cytb gene has a better sensitivity range than the ACTB gene. The overall result graph forms a sigmoid curve which is valid as a qPCR test result. Therefore, based on the in silico specificity and in vitro sensitivity tests, it can be concluded that the Cytb gene has the potential to be used as an alternative target gene as a halal kit development."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kembaren, Jocelyn Almeda Br Sembiring
"Penggunaan halal kit komersial dan qPCR dalam mendeteksi kehalalan produk pangan masih minim dilakukan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar kit deteksi berbasis PCR masih diimpor sehingga pendeteksian kehalalan pangan belum ekonomis. Selain itu, gen referensi untuk uji kehalalan suatu produk yang ditetapkan dalam International Organization for Standardization (ISO) juga masih sangat terbatas. Oleh karena itu, diperlukan adanya gen alternatif dalam mendeteksi kehalalan pangan, seperti gen COI. Gen tersebut digunakan karena bersifat sensitif, stabil, serta memiliki laju mutasi dan variabilitas yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah merancang primer gen COI secara in-silico dengan nilai spesifisitas dan sensitivitas yang baik, serta dapat digunakan sebagai gen alternatif ISO. Tahapan desain primer yang dilakukan menghasilkan sepasang primer dan probe terbaik, yaitu primer forward 5’- GTA ACT GAC TCG TAC CGC TAA TAA -3’, primer reverse 5’- GTA ATA GGA AGG ATG GTG GAA GT -3’, dan probe 5’- AGC TCC CGA TAT GGC CTT TCC ACG TA -3’. Ekstraksi dan purifikasi DNA sampel ayam, sapi, babi domestik, dan babi hutan dilakukan menggunakan GenEluteTM-E Single Spin Blood DNA Kit. DNA yang telah diisolasi selanjutnya dikuantifikasi menggunakan Nanodrop Spectrophotometer. Hasil kuantifikasi DNA yang dilakukan pada keempat sampel menunjukkan nilai kemurnian pada absorbansi A260/A280 berada pada rentang nilai 1,136—2,000 dan nilai konsentrasi DNA berada pada rentang nilai 70—1060 μg/mL. Suhu annealing optimal yang diperoleh adalah 57oC. Uji spesifisitas primer COI dan ACTB menggunakan metode qPCR menunjukkan bahwa kedua primer masih dapat mengamplifikasi sekuens DNA ayam dan persentase spesifisitas kedua primer yang didapatkan melalui perhitungan adalah 50%. Hasil uji sensitivitas primer COI menunjukkan nilai limit of detection (LoD) sebesar 1 pg/µL, nilai efisiensi (E) sebesar 82,55%, dan linearitas (R2) sebesar 0,9855. Hasil uji sensitivitas primer ACTB menunjukkan nilai limit of detection (LoD) sebesar 5 pg/µL dengan nilai efisiensi (E) sebesar 92,22%; dan linearitas (R2) sebesar 0,9951. Hasil uji sensitivitas primer COI dan ACTB menunjukkan nilai persentase sensitivitas yang sama, yaitu sebesar 100%, namun primer COI dinilai lebih sensitif dalam mendeteksi gen target karena menunjukkan nilai LoD yang lebih rendah daripada primer ACTB, yaitu sebesar 1 pg/µL. Berdasarkan keseluruhan hasil yang diperoleh, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut terhadap primer gen COI untuk meningkatkan spesifisitasnya dalam mendeteksi kandungan babi domestik (Sus scrofa domesticus) dan babi hutan (Sus scrofa) pada produk pangan agar dapat digunakan sebagai primer alternatif untuk pengembangan halal kit berbasis qPCR di Indonesia.

The use of commercial halal kits and qPCR in detecting halal food products is still minimal in Indonesia. This is because most of the PCR-based detection kits are still imported so the detection of halal food is not yet economical. In addition, the reference gene for the halal test of a product specified in the International Organization for Standardization (ISO) is still very limited. Therefore, it is necessary to have alternative genes in detecting food halalness, such as the COI gene. The gene is used because it is sensitive, stable, and has a low mutation rate and variability. This study aimed to design an in-silico primer for the COI gene with good specificity and sensitivity, which could be used as an alternative gene for ISO. The primer design phases were carried out to produce the best primer and probe pair, namely forward primer 5’- GTA ACT GAC TCG TAC CGC TAA TAA -3’, reverse primer 5’- GTA ATA GGA AGG ATG GTG GAA GT -3’, and probe 5’- AGC TCC CGA TAT GGC CTT TCC ACG TA -3’. DNA extraction and purification of chicken, cattle, domestic pig, and wild boar samples were carried out using the GenEluteTM-E Single Spin Blood DNA Kit. The isolated DNA was then quantified using a Nanodrop Spectrophotometer. The results of DNA quantification performed on the four samples showed that the purity values for the absorbance of A260/A280 were in the range of 1.136-2.000 and the DNA concentration values were in the range of values of 70—1060 μg/mL. The optimal annealing temperature obtained is 57oC. The specificity test of COI and ACTB primers using the qPCR method showed that both primers were still able to amplify chicken DNA sequences and the percentage specificity of the two primers obtained by calculation was 50%. The results of the COI primary sensitivity test showed a limit of detection (LoD) value of 1 pg/µL, an efficiency value (E) of 82.55%, and a linearity (R2) of 0.9855. The ACTB primary sensitivity test results showed a limit of detection (LoD) value of 5 pg/µL with an efficiency value (E) of 92.22%; and linearity (R2) of 0.9951. The results of the COI and ACTB primer sensitivity tests showed the same sensitivity percentage value, which was 100%, but the COI primer was considered more sensitive in detecting target genes because it showed a lower LoD value than the ACTB primer, which was 1 pg/µL. Based on the overall results obtained, further research is needed on the COI gene primer to increase its specificity in detecting domestik pork (Sus scrofa domesticus) and wild boar (Sus scrofa) content in food products so that it can be used as an alternative primer for developing qPCR-based halal kits in Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Giselvania
"Latar Belakang: Spatially Fractionated Grid Radiotherapy (SFGRT) dilaporkan berperan dalam tatalaksana tumor berukuran besar, termasuk karsinoma sel hati (KSH). Namun, pengetahuan mekanisme kerja SFGRT masih terbatas. Studi hewan coba besar dapat bermanfaat untuk menambah bukti ilmiah, dimana studi ini merupakan studi pertama induksi KSH dengan N-Diethylnitrosamine (DENA) pada babi domestik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola kematian sel, efek bystander, efek abscopal, serta respons imun dari SFGRT pada hewan coba besar dengan KSH.
Metode: Uji eksperimental dilakukan pada 10 babi domestik (Sus scrofa domesticus) yang diinduksi dengan injeksi DENA 15 mg/kgBB dan fenobarbital (PB) 4 mg/kgBB. Subjek dievaluasi secara periodik menggunakan USG, CT scan, analisa darah. Diagnosis KSH ditegakkan dengan pemeriksaan imaging dan histopatologi. Subjek dirandomisasi sebagai kontrol negatif, kontrol positif, penerima intervensi SFGRT1x20 Gy dosis tunggal, atau penerima intervensi radiasi lengkap SFGRT 1x20 Gy + Stereotactic Body Radiotherapy (SBRT) 3x8 Gy. Pemeriksaan flowcytometryAnnexin dilakukan untuk melihat pola kematian sel, dan biomarker TNF-a, IFN-ɣ, FOXP3 untuk melihat respons jaringan tumor dan jaringan hati di dalam dan di luararea radiasi.
Hasil: Karsinogenesis berhasil pada seluruh subjek setelah 15-22 bulan induksi, berupa KSH dan angiosarkoma hepatik. Peningkatan FOXP3 diamati pada subjek yang mengalami keganasan dibandingkan kontrol negatif, sementara TNF-a dan IFN-ɣ mengalami penurunan. Pemeriksaan Annexin menunjukkan rendahnya jumlah sel viabel signifikan pada perlakuan radiasi lengkap SFGRT+SBRT (18.65%) dibandingkan grup SFGRT saja (63,13%-89,09%). Sel viabel tumor di luar area radiasi juga terdapat penurunan, menunjukkan kemungkinan efek bystander. EkspresiFOXP3 mengalami penurunan dan terjadi peningkatan %CD8+ pasca perlakuanradiasi.
Kesimpulan: Induksi KSH pada babi domestik dapat dilakukan dengan pemberian DENA+PB dengan periode latensi 15-22 bulan. Penurunan jumlah sel viabel secara signifikan tampak pada kelompok perlakuan radiasi lengkap (SFGRT 1x20Gy + SBRT 3x8Gy) dengan jalur apoptosis pada area di dalam dan di luar area radiasi yang menunjukkan peran efek bystander/abscopal. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metty Ariani
"Penelitian ini mengembangkan metode deteksi spesies babi (Sus scrofa) pada sampel daging campuran menggunakan automasi ekstraksi DNA magLEAD gC. DNA dianalisis menggunakan PCR dan TaqMan probe RT-PCR dengan primer spesifik untuk gen Cytochrome c oxidase I (COI), Cytochrome b (Cytb), dan NADH5 dehydrogenase 5 (ND5). Hasil menunjukkan bahwa ekstraksi DNA otomatis menghasilkan konsentrasi DNA 129,4–388,5 ng/μL pada daging mentah dan 66,4–89,5 ng/μL pada bakso dengan rasio kemurnian A260/A280 dan 260/A230 > 1,8. Primer COI, Cytb dan ND5 dapat mendeteksi DNA babi. PCR dan RT-PCR in vitro menunjukkan ketiga primer hanya mendeteksi DNA babi. Efisiensi amplifikasi RT-PCR primer COI, Cytb, dan ND5 adalah 144,14% (R2=0,982), 88,05% (R2=0,998), dan 81,25% (R2=0,997) dengan batas deteksi 0,0001 ng/μL, 0,001 ng/μL, dan 0,001 ng/μL. Primer/probe Cytb dan ND5 mendeteksi bakso dengan campuran daging babi hingga 0,1% (w/w).

This study developed a method to detect pig species (Sus scrofa) in mixed meat samples using automated DNA extraction with the magLEAD gC. DNA was analyzed using PCR and TaqMan probe RT-PCR with specific primers for the genes Cytochrome c oxidase I (COI), Cytochrome b (Cytb), and NADH5 dehydrogenase 5 (ND5). Results showed that automated DNA extraction produced DNA concentrations of 129.4–388.5 ng/μL in raw meat and 66.4–89.5 ng/μL in processed meatballs with purity ratios A260/A280 dan 260/A230 > 1.8. The COI, Cytb and ND5 primers could be used to detect pig DNA. In vitro PCR and RT-PCR showed that all three primers only detected pig DNA. The RT-PCR amplification efficiency for COI, Cytb, and ND5 primers were 144,14% (R2=0,982), 88,05% (R2=0,998), dan 81,25% (R2=0,997) with detection limits of 0.0001 ng/μL, 0.001 ng/μL, and 0.001 ng/μL. The Cytb and ND5 primers/probes detected meatballs with pig meat content as low as 0.1% (w/w)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Jasmine
"Kasus kontaminasi daging haram seperti babi hutan (Sus scrofa) dan babi domestik (Sus scrofa domesticus) dalam makanan yang beredar di Indonesia menyebabkan perlu dilakukannya verifikasi halal. Pengaplikasian real-time PCR telah mempermudah proses verifikasi halal untuk mendeteksi kandungan DNA babi sebab metode tersebut memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Studi analisis sekuensing gen 12S rRNA terdahulu menunjukkan bahwa gen 12S rRNA dapat membedakan spesies hewan yang berkerabat dekat sehingga gen tersebut memiliki potensi sebagai gen target dalam studi deteksi halal. Namun, adanya kekurangan pada desain primer pada studi deteksi halal sebelumnya mendorong perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut terkait potensi primer gen 12S rRNA sebagai dasar pengembangan halal kit. International Organization of Standardization (ISO) telah menetapkan metode standar untuk deteksi babi, yaitu ISO/TS 20224-3:2020(E) menggunakan primer Porcine-97 bp sebagai primer standar yang spesifik terhadap gen ACTB pada Sus scrofa. Penelitian ini bertujuan untuk merancang primer spesifik terhadap gen 12S rRNA Sus scrofa, menganalisis sensitivitas dan spesifisitas primer rancangan dalam mendeteksi gDNA babi, serta mengevaluasi potensi primer rancangan untuk dijadikan sebagai primer alternatif dalam deteksi halal. Penelitian ini dilakukan dengan merancang primer menggunakan gen 12S rRNA sebagai gen target. Primer 12S rRNA (SS12S-120bp) divalidasi dengan menganalisis spesifisitas secara in silico dan menguji sensitivitas primer menggunakan metode real-time PCR. Analisis perbandingan kualitatif antara primer 12S rRNA dengan primer ACTB ISO juga telah dilakukan. Uji sensitivitas dan linieritas dilakukan dengan melakukan dilusi bertingkat terhadap gDNA babi pada konsentrasi 10.000, 1000, 100, 10, 5, dan 1 pg/uL sebanyak 2 replikat. Hasil validasi spesifisitas in silico menunjukkan bahwa primer 12S rRNA (forward: 5’-GGT CCT GGC CTT TCT ATT AAT TCT TAA-3’; reverse: 5’-CCG TTA TAG GTG TGC TTG ATA CC-3’; dan probe: 5’-[FAM]-CCC GGT GAG AAT GCC CTC CAG ATC-[BHQ1]-3’) bersifat spesies spesifik terhadap gen 12S rRNA Sus scrofa. Analisis qPCR menunjukkan bahwa primer 12S rRNA dapat mendeteksi gDNA babi hingga konsentrasi paling rendah, yaitu 1 pg/uL dengan suhu 56 derajat celcius sebagai suhu optimal annealing primer. Nilai efisiensi dan nilai linieritas yang diperoleh adalah 85% dan 0,995. Berdasarkan analisis perbandingan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa primer 12S rRNA bersifat lebih sensitif dan spesies spesifik dalam mendeteksi gDNA babi dibandingkan dengan primer ACTB ISO.

Cases of haram meat contamination such as wild boar (Sus scrofa) and domestic pig (Sus scrofa domesticus) in foods circulating in Indonesia cause the need for halal verification. The application of real-time PCR has facilitated halal verification process to detect the content of pig DNA down to the smallest concentration. The 12S rRNA gene has previously been used in several species identification studies and is known to have potential as a target gene in halal detection studies. However, some deficiencies in the primer design from the previous research prompted the need for further research regarding the potential of the 12S rRNA gene primers as the basis for halal kit development. ISO/TS 20224-3:2020(E) has established primer Porcine-97 bp as the standard primer used to detect the ACTB gene in Sus scrofa. This study aims to design a specific primer for the 12S rRNA Sus scrofa gene, analyze the sensitivity and specificity of the designed primer in detecting pig gDNA, and evaluate the potential of the designed primer to serve as an alternative primer for halal detection. This research was done by designing primers using Sus scrofa 12S rRNA gene as the target gene. Designed 12S rRNA primers (SS12S-120bp) was validated by analyzing in silico specificity and primer sensitivity test using real-time PCR method. Qualitative comparisons between 12S rRNA and ACTB ISO primers was also analyzed. Sensitivity test was carried out by conducting serial dilution of porcine gDNA at 10,000, 1000, 100, 10, 5, and 1 pg/uL in duplicates. In silico specificity results showed that the designed 12S rRNA primer (forward: 5’-GGT CCT GGC CTT TCT ATT AAT TCT TAA-3’; reverse: 5’-CCG TTA TAG GTG TGC TTG ATA CC-3’; and probe: 5’-[FAM]-CCC GGT GAG AAT GCC CTC CAG ATC- [BHQ1]-3’) was species specific to 12S rRNA Sus scrofa gene. qPCR analysis showed that 12S rRNA primer could detect pig gDNA down to the lowest concentration of 1 pg/uL at 56 degree celcius as its optimum annealing temperature. The efficiency and linearity value obtained was 85% and 0,995. Based on the conducted qualitative comparison analysis, it can be concluded that primer 12S rRNA is more sensitive and species specific in detecting pig gDNA compared to ACTB ISO primer."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Tatum Saka
"Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) adalah spesies endemik Indonesia yang terancam kritis (critically endangered) yang tersebar di Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional Gunung Leuser. Perilaku badak sumatera yang soliter dan elusif menyebabkan pemantauan populasi sulit dilakukan. Environmental DNA (eDNA) dapat digunakan untuk melakukan monitoring spesies langka dan elusif dikarenakan kemampuannya untuk mendeteksi keberadaan spesies tanpa melihat spesies tersebut secara langsung. Penelitian dilakukan dengan menganalisis eDNA badak sumatera dari sampel air pada kubangan aktif dan nonaktif di Kawasan Taman Nasional Way Kambas menggunakan primer yang didesain spesifik spesies dan qPCR serta melihat pengaruh faktor lingkungan dan waktu terhadap eDNA sampel air. Hasil menunjukkan primer yang didesain dapat mendeteksi DNA badak sumatera secara spesies spesifik. Analisis qPCR menunjukkan DNA badak sumatera dapat dideteksi di 83,78% sampel air, yaitu pada 11 titik kubangan aktif dan 20 titik kubangan nonaktif. Faktor lingkungan dan waktu juga teramati tidak berpengaruh kepada konsentrasi DNA. Akan tetapi, sampel air kubangan dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan eDNA badak sumatera dengan primer spesies spesifik yang didesain dan analisis qPCR.

The Sumatran rhino (Dicerorhinus sumatrensis) is a critically endangered species endemic to Indonesia. The sumatran rhinoceros can only be found on the island of Sumatra spread across Way Kambas National Park, Bukit Barisan Selatan National Park, and Gunung Leuser National Park. The solitary and elusive nature of the sumatran rhino makes monitoring this species difficult. Environmental DNA (eDNA) is considered a tool that can be used to monitor rare and elusive species because of its ability to detect the presence of species without the need to encounter the species directly. This study analyzes sumatran rhino eDNA from water samples in active and inactive wallows in the Way Kambas National Park using qPCR with species specific primer and to see the effect of environmental factors and time on the eDNA of water samples. The results obtained showed that the designed primers are species-specific to sumatran rhinoceros DNA. qPCR analysis showed that sumatran rhino DNA could be detected in 83.78% of the water samples, namely at 11 active wallow points and 20 inactive wallow points. Environmental factors and time were aso observed to have no effect on DNA concentration. Nevertheless, water from wallow can be use to detect sumatran rhino’s eDNA with species specific primer and using qPCR."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Hengestu
"Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu mamalia yang terancam kritis menurut IUCN. Upaya pelestarian spesies langka tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pemantauan populasi. Akan tetapi, perilaku yang elusif dan soliter menyebabkan pemantauan konvensional menjadi kurang efektif. Metode pemantauan menggunakan environmental DNA dari sampel sedimen kubangan memungkinkan untuk digunakan sebagai metode noninvasif. Penelitian bertujuan untuk merancang primer yang spesifik bagi cytochrome b (cytb) badak sumatera, menganalisis eDNA dari sedimen kubangan badak menggunakan teknik qPCR, serta menganalisis pengaruh waktu dan faktor lingkungan (suhu, pH, sinar UV, dan turbiditas) terhadap konsentrasi DNA pada kubangan aktif dan nonaktif. Pengujian primer spesifik dilakukan dengan mengamplifikasi eDNA dari 44 sampel sedimen pada kubangan aktif dan nonaktif di Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Hasil penelitian menunjukkan primer eDS mampu mengamplifikasi 150 pb cytb secara spesifik. Hasil qPCR juga mampu mendeteksi 54,54% sampel eDNA dari kubangan aktif dan nonaktif. Faktor waktu dan lingkungan juga tidak berhubungan atau berpengaruh secara signifikan terhadap variasi konsentrasi DNA badak sumatera. Akan tetapi, sedimen kubangan dapat digunakan sebagai sampel noninvasif dalam pemantauan populasi badak di alam meskipun perlu dilakukan optimasi lebih lanjut.

Sumatran rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensis) is a critically endangered mammal according to IUCN. Efforts to preserve this endangered species could be conducted by monitoring the population. However, its elusive and solitary behaviour makes conventional monitoring less effective. The monitoring effort using environmental DNA from sedimentary wallow samples should be considered as noninvasive method. Aims of this study were to design specific primers for sumatran rhino’s cytochrome b (cytb), analyze eDNA from sumatran rhino’s sedimentary wallows using qPCR technique, and analyze time and environmental factors’ (temperature, pH, UV light, and turbidity) effect on DNA concentrations in both active and inactive wallows. The specificity of primers was applied by amplifying eDNA from 44 sediment samples in active and inactive wallows in WKNP. The results showed that eDS primers were able to specifically amplify 150 bp of cytb. The qPCR results were also able to detect 54.54% of eDNA samples from active and inactive wallows. External factors (time and environmental factors) were also not related or had significant effects on DNA concentrations. However, wallow sediment can be used as a noninvasive sample in monitoring rhino populations in the wild, although further optimization is needed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Talitha Risti
"Kura-kura brazil (Trachemys scripta elegans) merupakan spesies asal Amerika Selatan dan salah satu spesies asing invasif yang berdampak buruk untuk spesies asli. Proses invasi spesies tersebut di Indonesia adalah melalui jalur perdagangan dan populer sebagai hewan peliharaan. Pendeteksian kehadiran spesies asing menjadi penting dalam proses pengendalian spesies sebelum menjadi invasif. Ekosistem perairan urban seperti situ di Universitas Indonesia merupakan wilayah yang umum ditemukan spesies asing. Tujuan penelitian adalah mendeteksi keberadaan kura-kura brazil di enam situ Universitas Indonesia menggunakan sampel eDNA yang diamplifikasi menggunakan primer spesifik Cytochrome b dan dikuantifikasi menggunakan qPCR. Nilai LoD dan LoQ ditentukan melalui kurva standar untuk menentukan keberadaan DNA kura-kura brazil pada 193 sampel. DNA Kura-kura brazil terdeteksi pada sampel dari seluruh situ di Universitas Indonesia pada tahun 2021 dan 2022 Faktor lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan (sig. > 0,05) terhadap konsentrasi eDNA, tetapi kura-kura brazil ditemukan pada situ dengan air yang tenang dengan suhu 27 - 33°C. Berdasarkan hasil tersebut eDNA dapat digunakan untuk monitoring keberadaan spesies asing invasif kura-kura brazil di ekosistem urban.

The red-eared sliders (Trachemys scripta elegans) is a species from Southern America and one of the invasive alien species that has a negative impact on native species. The invasion process in Indonesia is through trade routes and is popular as a pet. Detecting the presence of alien species is important in the process of controlling species before they become invasive. Urban water ecosystems such as the one at the University of Indonesia are areas that are commonly found by alien species. The aim of the study was to detect the presence of Brazilian turtles in six ponds at the University of Indonesia using eDNA samples amplified using Cytochrome b specific primers and quantified using qPCR. LoD and LoQ values ​​were determined using standard curves to determine the presence of Brazilian tortoise DNA in 193 samples. The red-eared sliders’ DNA was detected in samples from all ponds at the University of Indonesia in 2021 and 2022. Environmental factors did not have a significant effect (sig. > 0.05) on eDNA concentrations, but the red-eared slider were found in situ with contaminated water. quiet with temperature 27 - 33°C. The results based on the eDNA can be used to monitor the presence of an invasive alien species in urban ecosystems."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ghozali
"Latar belakang: Trombektomi arterial dengankateter balon merupakan teknik yang direkomendasikan untuk tatalaksana iskemia tungkai akut ALI oleh TASC II dan AHA.Namun, risiko cedera pembuluh darah sulit dihindari. Sampai saat ini belum terdapat kesepakatan batas aman pengulangan insersi balon Fogarty. Karenanya studi ini bertujuan mendapatkan informasi kerusakan tunika intima akibat prosedur ini.
Metode: Penelitian eksperimental in vivo pada 24 arteri femoralis eksterna babi jantan, usia 6 bulan, berat badan 70-75 kg. Dilakukan insersi balon Fogarty sebanyak 2 kali menggunakan rasio balon arteri BAR : 1,3, lalu diulangi dengan kelipatannya. Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk menentukan derajat kerusakan berdasarkan modifikasi skor kerusakan pembuluh darah. Derajat 0; kerusakan terbatas di tunika intima, 1; disintegrasi lamina elastika interna IEL , 2; kerusakan tunika media, 3; disintegrasi lamina elastika eksterna. Analisis statistik dengan Kruskal Wallis.
Hasil: Semua subjek menunjukkan derajat nol. IEL tetap intak pada pengulangan prosedur sampai yang ke-8 p >0,05.
Kesimpulan: Prosedur balon Fogarty dengan BAR 1,3 tidak menyebabkan kerusakan bermakna sampai 8 kali pengulangan.

Background: Arterial thrombectomy with balloon catheter is a technique recommended in the management of acute limb ischemia ALI by TASC II and AHA. Until now there no consensus of safety margin repetition Fogarty insertion to avoid the risk of vascular injury. This study aimed to get information about the injury of tunica intima from this procedure.
Method: In vivo experimental study with 24 external femoral artery of male pigs, 6 months old, body weight 70 75. The Fogarty was inserted with balloon artery ratio BAR 1,3 and repeated 2 times and doubling compared. Histopathologic examination performed to determine the injury grading based on the modification score of blood vessel injury. Grade 0 injury of tunica intima, 1 dysintegration internal elastic lamina IEL , 2 injury involve tunica media, 3 dysintegration external elastic lamina. Statistic analysis with Kruskal Wallis.
Results: All subject showed zero degree. The IEL remain intact until the 8th times procedure p 0.05.
Conclusion: The Fogarty balloon procedure with BAR 1.3 do not significantly make any injury until 8th repetitions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius H. Pudjiadi
"Panduan resusitasi anak umumnya menganjurkan pemberian cairan dalam jumlah besar. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan cairan yang agresif meningkatkan mortalitas. Penelitian pada hewan menunjukkan tekanan vena sentral yang tinggi memicu pelepasan atrial natriuretic peptide ANP , sementara penelitian invitro memperlihatkan ANP meluruhkan glycocalyx endotel vaskular dan meningkatkan permeabilitas endotel. ANP juga memicu vasodilatasi. Hemodilusi berpotensi menurunkan pasokan oksigen tubuh DO2 . Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh resusitasi cairan terhadap kadar ANP serum, peluruhan glycocalyx endotel vaskular, extravascular lung water index ELWI , mean arterial pressure MAP , kadar hemoglobin dan pasokan oksigen. Hewan model renjatan adalah 11 ekor Sus scrofa jantan, usia 6-10 minggu. Renjatan dilakukan dengan metode fixed pressure hemorrhage. Resusitasi pertama dilakukan dengan jumlah cairan sesuai darah yang dikeluarkan resusitasi normovolemik , dilanjutkan dengan 40 mL/kg resusitasi hipervolemik . Pengukuran hemodinamik dilakukan dengan PICCO. Serum ANP dan Syndecan-1, petanda peluruhan glycocalyx, dilakukan dengan teknik ELISA. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan ANP pasca resusitasi normovolemik p = 0,043 , yang kemudian menurun kembali dalam 30 menit. Peluruhan glycocalyx tidak terjadi. Perbedaan ELWI pada 60 menit pasca resusitasi secara statistik bermakna, dengan perbedaan 0,93 mL/kg 95 IK:0,19 -3,62 . Terdapat korelasi kuat antara SVRI dan CI pasca resusitasi hipervolemik r = -0,587 . Tidak ada perbedaan MAP pasca resusitasi normovolemik dan hipervolemik. Kadar hemoglobin pasca resusitasi hipervolemik lebih rendah daripada pasca resusitasi normovolemik p = 0,009 . Pasokan oksigen tubuh pasca resusitasi hipervolemik lebih tinggi daripada pasca resusitasi normovolemik p = 0,012 . Simpulan: Resusitasi cairan pada renjatan akibat perdarahan tidak mengakibatkan peluruhan glycocalyx endotel vaskular. Peningkatan ELWI amat terbatas. SVRI berkorelasi terbalik dengan CI. Tidak ada perbedaan MAP antara resusitasi normovolemik dan hipervolemik. Resusitasi hipervolemik menyebabkan hemodilusi yang diimbangi dengan peningkatan curah jantung.

Many pediatric guidelines recommend liberal fluid resuscitation, but recent studies showed that aggressive fluid resuscitation might increase mortality. Animal studies showed that high central venous pressure induced ANP secretion. Invitro studies showed convincing evidence that ANP induced glycocalyx shedding. ANP also induced vasodilatation through cGMP signal transduction pathways. Hemodilution due to a large amount of resuscitation fluid potentially decreasing oxygen delivery.The objectives of this study were investigating the effect of fluid resuscitation, in the animal model, with special concern on serum ANP, glycocalyx shedding indicate by serum Syndecan-1 , changes in extravascular lung water, systemic vascular resirtance and mean arterial pressure, hemoglobin level and oxygen delivery DO2 . The animal models were 11 male domestic pigs, 6 -10 weeks old. The shock was induced with fixed pressure hemorrhage method. Fluid resuscitation was done in 2 phases. On the first attempt, we replaced total numbers of blood that withdrawn normovolemic resuscitation . On the second attempt, we gave 40 mL/kg resuscitation fluids hypervolemic resuscitation . The hemodynamic measurements were done with PICCO. Serum ANP and Syndecan-1 were measure with ELISA method.We found that serum ANP increased after normovolemic resuscitation p = 0.043 and immediately back to base level in 30 minutes. Glycocalyx shedding did not occur. Extravascular lung water index minimally increased. There was a strong correlation between SVRI and CI at hypervolemic resuscitation r = -0.587 . There was no difference in mean arterial pressure between normovolemic and hypervolemic resuscitation. Hemoglobin level after hypervolemic resuscitation was lower than after normovolemic resuscitation p = 0.009 . Oxygen delivery was higher after hypervolemic resuscitation p = 0.012 .Conclusions: Hypervolemic resuscitation in this hemorrhagic shock model did not induce glycocalyx shedding, extravascular lung water index minimally increased. Systemic vascular resistance index negatively correlated to cardiac index. Fluid resuscitation may induce hemodilution, but oxygen delivery can be compensated by increasing cardiac output.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>