Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86843 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hayuning Widiastuti
"Opheodesoma grisea merupakan timun laut dari Family Synaptidae dengan pertahanan fisik yang minim sehingga lebih mengandalkan metabolit sekunder sebagai pertahanan kimiawi. Metabolit sekunder yang dimiliki salah satunya dapat berpotensi sebagai antifeedant yang mampu mencegah organisme tersebut dimakan oleh predatornya. Penelitian dilakukan untuk menganalisa aktivitas antifeedant ekstrak kasar Opheodesoma grisea terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi, menganalisa toksisitas ekstrak kasar Opheodesoma grisea terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi dan larva Artemia salina, serta mengkategorikan mode pertahanan kimiawi Opheodesoma grisea terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi. Sampel Opheodesoma grisea yang diuji berasal dari Perairan Pulau Pramuka sebanyak 10 individu dan diekstrak secara maserasi menggunakan metanol. Ekstrak yang dihasilkan memiliki persentase rendemen ekstrak kasar dan konsentrasi fisiologis berturut-turut sebesar 4,62% dan 24,74 mg/mL. Nilai dosis efektif (ED50) pada uji antifeedant sebesar 1,380 mL menunjukkan ekstrak Opheodesoma grisea bersifat palatable. Hasil pengujian ikhtiotoksisitas menghasilkan nilai Weighted Mean (WM) = 2 yang artinya ekstrak Opheodesoma grisea memiliki toksisitas rendah. Hasil pengujian Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menunjukkan LC50 ekstrak Opheodesoma grisea sebesar 174,735 ppm yang tergolong toksisitas sedang sehingga adanya potensi pertahanan kimiawi dari Opheodesoma grisea terhadap predatornya. Hasil uji antifeedant dan ikhtiotoksisitas mengkategorikan mode antipredator pada Opheodesoma grisea termasuk ke dalam Weak Responses (WR).

Opheodesoma grisea is a sea cucumber from the Family Synaptidae with minimal physical defenses, relying more on secondary metabolites as chemical defenses. One of the secondary metabolites it possesses has the potential to act as an antifeedant, preventing the organism from being consumed by its predators. The study was conducted to analyze antifeedant activity of crude extract from Opheodesoma grisea on Gymnocorymbus ternetzi fish, analyze toxicity of crude extract from Opheodesoma grisea on Gymnocorymbus ternetzi fish and Artemia salina larvae, and categorize chemical defense mode of Opheodesoma grisea on Gymnocorymbus ternetzi fish. The Opheodesoma grisea samples, consisting of 10 individuals, were collected from Pramuka Island and extracted using methanol through maceration. The resulting extract had a crude extract yield percentage of 4,62% and a physiological concentration of 24,74 mg/mL. The effective dose (ED50) in the antifeedant test was determined to be 1,380 mL, indicating that the Opheodesoma grisea extract is palatable. The ichthyotoxicity test resulted in a Weighted Mean (WM) value of 2, indicating that the Opheodesoma grisea extract has low toxicity. The Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) showed an LC50 value of 174,735 ppm, indicating moderate toxicity and has the potential chemical defense for Opheodesoma grisea against its predators. The antifeedant and ichthyotoxicity test results categorized the antipredator mode in Opheodesoma grisea to Weak Responses (WR)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Yulia Putri
"Synaptula reticulata merupakan timun laut dengan dinding tubuh tipis, berwarna terang, dan pergerakan yang lambat sehingga menggunakan senyawa metabolit sekunder sebagai pertahanan kimiawi terhadap predator. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat aktivitas antifeedant dan tingkat toksisitas apakah sebagai weapon atau unpalatable agent. Synaptula reticulata sebanyak 330 individu diambil dari perairan Pulau Air dan diekstraksi menggunakan metanol. Ekstrak kasar yang dihasilkan memiliki persentase rendemen dan konsentrasi fisiologis berturut-turut sebesar 2,54% dan 19,1550 mg/mL. Pengujian ekstrak dilakukan dengan uji antifeedant, ikhtiotoksisitas, dan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) di laboratorium. Uji antifeedant dan ikhtiotoksisitas dilakukan menggunakan ikan Gymnocorymbus ternetzi. Pengujian antifeedant dilakukan dengan memberikan pelet kontrol dan pelet uji yang mengandung ekstrak kasar Synaptula reticulata dengan konsentrasi ekstrak masing-masing 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; dan 1 mL dalam volume total 1 mL. Ekstrak tersebut memiliki aktivitas antifeedant dengan nilai ED50 sebesar 0,780 mL yang dikategorikan sebagai weakly unpalatable. Pengujian ikhtiotoksisitas dilakukan menggunakan 4 ekor ikan uji dan 1 ekor ikan kontrol dengan penambahan 0,5 mL ekstrak setiap 30 menit dalam rentang waktu 2 jam. Nilai Weighted Mean (WM) yang dihasilkan pada ekstrak sebesar 3,18 dan dikategorikan toksisitas tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, klasifikasi mode antipredator dari ekstrak kasar Synaptula reticulata diklasifikasikan ke dalam kelas I, yaitu toksisitas tinggi dan weakly unpalatable. Brine Shrimp Lethality Test(BSLT) dilakukan menggunakan larva udang Artemia salina dengan konsentrasi ekstrak masing-masing, sebesar 100 ppm; 250 ppm; 500 ppm; 750 ppm; dan 1000 ppm sebagai uji pendahuluan. Hasil BSLT memiliki nilai LC50 sebesar 239,954 µg/mL dan dikategorikan toksisitas sedang.

Synaptula reticulata is a sea cucumber with a thin body wall, light color, and slow movement that uses secondary metabolite compounds as a chemical defense against predators. This study aims to determine the level of antifeedant activity and toxicity, whether as a weapon or an unpalatable agent. Synaptula reticulata, as many as 330 individuals were taken from the waters of Air Island and extracted using methanol. The crude extract produced has a percentage yield and physiological concentration of 2.54% and 19.1550 mg/mL, respectively. The extract was tested with antifeedant, ichthyotoxicity, and Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) in the laboratory. The antifeedant and ichthyotoxicity tests were conducted using Gymnocorymbus ternetzi fish. The antifeedant test was conducted by giving control pellets and test pellets containing Synaptula reticulata crude extract with extract concentrations of 0.25 mL; 0.5 mL; 0.75 mL; and 1 mL in a total volume of 1 mL, respectively. The extract has antifeedant activity with an ED50 value of 0.780 mL, categorized as weakly unpalatable. The ichthyotoxicity test was conducted using 4 test fish and one control fish by adding 0.5 mL of extract every 30 minutes for 2 hours. The Weighted Mean (WM) value produced in the extract was 3.18, categorized as high toxicity. Based on the observation, the antipredator mode classification of the crude extract of Synaptula reticulata is classified into class I, which is high toxicity and weakly unpalatable. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) was conducted using Artemia salina shrimp larvae with respective extract concentrations of 100 ppm; 250 ppm; 500 ppm; 750 ppm; and 1000 ppm as a preliminary test. BSLT results have an LC50 value of 239.954 µg/mL and are categorized as moderate toxicity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ayuni Rachmasari
"Synapta maculata merupakan timun laut yang memiliki rongga tubuh berisi cairan; dinding tubuh lunak dan tipis; serta pergerakan yang lambat. Zona intertidal yang menjadi habitat Synapta maculata juga dihuni oleh beranekaragam biota laut sehingga meningkatkan terjadinya predasi antarorganisme. Pertahanan fisik yang minim dan terjadinya peningkatan predasi di habitat alaminya menyebabkan timun laut (Holothuroidea) memiliki pertahanan kimiawi sebagai antipredator dengan memproduksi senyawa triterpen glikosida (saponin). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa aktivitas antifeedant dan toksisitas ekstrak kasar Synapta maculata terhadap ikan Gymnocorymbus ternetzi dan larva Artemia salina, serta mengkategorikan mode pertahanan kimiawi Synapta maculata. Sampel Synapta maculata yang digunakan pada penelitian ini dikoleksi dari perairan Pulau Kotok Besar yang ditemukan di antara gundukan pasir dan lamun sebanyak 3 individu. Ekstraksi 3 individu Synapta maculata menggunakan metode maserasi dengan metanol menghasilkan 3,6414 g ekstrak kasar; persentase rendemen serta konsentrasi fisiologis berturut-turut sebesar 2,0866% dan 26,01 mg/mL. Ekstrak tersebut pada uji antifeedant memiliki nilai ED50 sebesar 0,632 mL dan dikategorikan sebagai weakly unpalatable. Nilai Weighted Mean (WM) ekstrak pada uji ikhtiotoksisitas diperoleh sebesar 2 dan dikategorikan sebagai toksisitas rendah. Oleh karena itu, mode antipredator pertahanan kimiawi Synapta maculata diklasifikasikan ke dalam kelas Weak Response (WR). Nilai LC50 hasil dari BSLT didapatkan sebesar 197,844 ppm dan dikategorikan sebagai medium toxicity.

Synapta maculata is a sea cucumber that has a fluid-filled body cavity; soft and thin body wall; and slow movement. The intertidal zone that is the habitat of Synapta maculata is also inhabited by a variety of marine biota, thus increasing predation between organisms. Minimal physical defense and increased predation in its natural habitat cause sea cucumber (Holothuroidea) to have a chemical defense as an antipredator by producing triterpene glycoside compounds (saponins). The aim of this study was to analyze the antifeedant activity and toxicity of Synapta maculata crude extract against Gymnocorymbus ternetzi fish and Artemia salina larvae, and categorize the chemical defense mode of Synapta maculata. Synapta maculata samples used in this study were collected from the waters of Kotok Besar Island found between sandbars and seagrass as many as 3 individuals. Extraction of 3 individuals of Synapta maculata using maceration method with methanol produced 3.6414 g of crude extract; percentage yield and physiological concentration of 2.0866% and 26.01 mg/mL, respectively. The extract in the antifeedant test has an ED50 value of 0.632 mL and is categorized as weakly unpalatable. The Weighted Mean (WM) value of the extract in the ichtiotoxicity test was obtained as 2 and categorized as low toxicity. Therefore, the antipredator mode of chemical defense of Synapta maculata is classified into the Weak Response (WR) class. The LC50 value obtained from BSLT was 197.844 ppm and categorized as medium toxicity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firli Rahman Hakim Fauzi
"Synaptula reticulata merupakan timun laut berdinding tubuh tipis dan memiliki warna kontras. Uji antifeedant ekstrak kasar Synaptula reticulata telah dilakukan pada tanggal 6-14 November di kedalaman 3-5 m Perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sampel Synaptula reticulata berjumlah 171 individu dan dilarutkan dengan metanol. Persentase ekstrak kasar Synaptula reticulata yang didapat sebesar 8% dan memiliki konsentrasi fisiologis 40 mg/mL. Uji antifeedant dilakukan dengan membandingkan respon makan ikan karang terhadap pakan uji dan pakan kontrol. Pakan uji adalah ekstrak kasar Synaptula reticulata yang dicampur jelly dan pelet komersil.
Pakan kontrol adalah campuran jelly dan pelet komersil tanpa dicampurkan ekstrak kasar Synaptula reticulata. Jumlah pakan uji yang dimakan sebanyak 3%, sedangkan jumlah pakan kontrol yang dimakan sebanyak 63%. Hasil uji statistik Chi-kuadrat pada tingkat kepercayaan 99% menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kasar Synaptula reticulata berhubungan dengan respon makan ikan karang. Keeratan hubungan tersebut kuat, berdasarkan uji korelasi cremer (C = 0,63) terutama terhadap ikan karang family Pomacentridae dan Laberidae.

Synaptula reticulata is sea cucumber that has thin body wall with contrasting color. Antifeedant activity assay from crude extract of Synaptula reticulata was conducted on 6th--10th November 2018 in 3--5 m of depth Pramuka Island water, Kepulauan Seribu National Park, DKI Jakarta. 171 individual Synaptula reticulata were collected and extracted using methanol. Crude extract percentage of Synaptula reticulata was 8% with a physiologycal concentration of 40 mg/mL. Antifeedant assay was done by comparing between coral reef fish feeding response to artificial test food and control food. Test food ware constitute of crude extract of Synaptula reticulata, jelly and pellet.
Control food contained jelly and pellet only. The amount of test food eaten as much as 3%, while the amount of control food eaten as much as 63%. Chi-Square analysis with confidence level of 0,01 showed that crude extract of Synaptula reticulata was correlated with feeding response of reef fishes. Cramer correlation test showed that crude extract Synaptula reticulata strongly related with feeding response of the treatments on reef fishes, with correlation value of 0,6.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firli Rahman Hakim Fauzi
"Synaptula reticulata merupakan teripang dengan dinding tubuh yang tipis dan memiliki warna yang kontras. Uji antifeedant ekstrak kasar Synaptula reticulata dilakukan pada tanggal 6-14 November pada kedalaman 3-5 m di perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sampel Synaptula reticulata berjumlah 171 individu dan dilarutkan dalam metanol. Persentase ekstrak kasar Synaptula reticulata yang diperoleh sebesar 8% dan memiliki konsentrasi fisiologis 40 mg/mL. Uji antifeedant dilakukan dengan membandingkan respon ikan karang terhadap pakan uji dan pakan kontrol. Pakan uji adalah ekstrak kasar Synaptula reticulata yang dicampur dengan jelly dan pellet komersial. Pakan kontrol adalah campuran jelly dan pellet komersial tanpa campuran ekstrak kasar Synaptula reticulata. Jumlah pakan uji yang dimakan adalah 3%, sedangkan jumlah pakan kontrol yang dimakan adalah 63%. Hasil uji statistik Chi-kuadrat pada tingkat kepercayaan 99% menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kasar Synaptula reticulata berhubungan dengan respon makan ikan karang. Hubungan tersebut kuat, berdasarkan uji korelasi Cremer (C = 0,63), terutama untuk ikan karang dari famili Pomacentridae dan Laberidae.

Synaptula reticulata is a sea cucumber with a thin body wall and has a contrasting color. Antifeedant test of Synaptula reticulata crude extract was carried out on November 6-14 at a depth of 3-5 m in the waters of Pramuka Island, Seribu Islands National Park, DKI Jakarta. Samples of Synaptula reticulata totaled 171 individuals and dissolved in methanol. The percentage of Synaptula reticulata crude extract obtained was 8% and had a physiological concentration of 40 mg/mL. Antifeedant test was carried out by comparing the response of reef fish to the test feed and control feed. The test feed was a crude extract of Synaptula reticulata mixed with commercial jelly and pellets. The control feed was a mixture of commercial jelly and pellets without a mixture of Synaptula reticulata crude extract. The amount of test feed eaten was 3%, while the amount of control feed eaten was 63%. The results of the Chi-squared statistical test at the 99% confidence level showed that the administration of Synaptula reticulata crude extract was associated with the feeding response of reef fish. The relationship was strong, based on the Cremer correlation test (C = 0.63), especially for reef fish from the Pomacentridae and Laberidae families."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Huaida
"Penelitian yang bertujuan untuk menguji aktivitas antifeedant ekstrak kasar Dolabella auricularia telah dilakukan pada tanggal 4-10 Mei di Perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sampel Dolabella auricularia diekstrak dengan metanol, menghasilkan persentase ekstrak kasar sebesar 4,8 dan memiliki konsentrasi fisiologis dari Dolabella auricularia yaitu 40mg/mL. Uji antifeedant dilakukan dengan menggunakan pakan uji yang mengandung ekstrak kasar Dolabella auricularia yang dicampur jeli dan pelet, untuk pakan kontrol positif mengandung jeli dan pelet sedangkan pakan kontrol negatif hanya mengandung jeli. Pengujian dilakukan di rataan terumbu karang dekat Dermaga Utama Pulau Pramuka dan dekat Dermaga Odi Pulau Pramuka pada kedalaman 3-5 m. Hasil uji statistik Chi-kuadrat pada taraf signifikasi 0,01 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kasar Dolabella auricularia berhubungan dengan perilaku makan ikan karang Berdasarkan hal tersebut maka ekstrak kasar Dolabella auricularia positif memiliki aktivitas antifeedant terhadap ikan karang.

A study that aimed to test antifeedant activity from Dolabella auricularias crude extract was conducted on May 4th 10th Mei 2018 in Pramuka Island Waters, Kepulauan Seribu National Park, DKI Jakarta. Samples of Dolabella auricularia was extracted with methanol to yield the 4,8 of crude extract which is equal to 40mg mL of physiological concentration. The antifeedant assay was conducted by using artificial foods that contained the Dolabella auricularias crude extract mixed with jellies and pellets for feeding test, positive control foods contained both of jellies and pellets, and negative control foods contained jellies only. The experiments was conducted on the coral reefs near Pramuka Islands Main Pier and Ody Pier at 3,5 m depth. Chi square analysis 0,01, result showed that there are effects to the feeding preferences of the treatments on reef fishes. This means that the crude extract from Dolabella auricularia has an antifeedant activity against reef fishes."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Moulfia Tursina
"Penelitian eksperimental untuk menguji aktivitas antifeedant ekstrak kasar Holothuria atra dan Bohadschia marmorata terhadap ikan karang telah dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Konsentrasi ekstrak H. atra dan B. marmorata yang digunakan dalam penelitian adalah konsentrasi alaminya yakni sebesar 8 mg/ml dan 3,4 mg/ml. Analisis data hasil pengujian antifeedant selama 7 hari menggunakan uji jumlah-jenjang Wilcoxon menunjukkan bahwa ekstrak kasar H. atra dan B. marmorata memiliki aktivitas antifeedant terhadap ikan karang, meliputi Neopomacentrus sp., Pomacentrus sp., Halichoeres sp., Siganus sp., dan Pentapodus sp.

Field experiment was conducted to investigate the antifeedant activity of crude extract from sea cucumber Holothuria atra and Bohadschia marmorata against reef fishes at Pramuka Island Waters, Seribu Islands, DKI Jakarta. The concentration of crude extract of H. atra and B. marmorata used in the assay were 8 mg/ml and 3,4 mg/ml respectively. Data analysis using Wilcoxon‟s rank-sum test showed that crude extract of H. atra and B. marmorata has antifeedant activity against reef fishes, including Neopomacentrus sp., Pomacentrus sp., Halichoeres sp., Siganus sp., and Pentapodus sp."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S944
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silvester Widyo W.
"Acetogenin Annonaceous adalah senyawa bioaktif hadir dalam daun Annona muricata. Dalam penelitian ini, isolasi senyawa asetogenin dilakukan dengan menggunakan tiga-fase kromatografi kolom terbuka pada ekstrak daun sirsak, fraksi F005. Melalui isolasi kromatografi kolom terbuka, senyawa asetogenin dalam fraksi dapat dipisahkan sehingga dapat digunakan sebagai senyawa standar murni untuk analisis kuantitatif. Kedde reagen ditambahkan, yang bereaksi terhadap kelompok lakton asetogenin, untuk memilih fraksi yang kaya akan senyawa asetogenin. Fraksi yang mengandung asetogenin hasil isolasi kolom terbuka dianalisis secara kualitatif dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Pengamatan dengan HPLC menunjukkan bahwa fraksi F005, isolat dari tahap kedua dan ketiga isolasi, yang dipilih oleh reagen Kedde, terbukti mengandung senyawa asetogenin sebagai berikut: bullatacin, squamocin, squamostatin-A, dan squamostatin-D. Hasil analisis kualitatif FTIR memperkuat keberadaan senyawa asetogenin dengan puncak serapan pada bilangan gelombang 1.750 cm-1, yang merupakan puncak serapan untuk kelompok lakton asetogenin. Isolasi dengan kolom HPLC menghasilkan bullatacin yang dapat digunakan sebagai senyawa standar untuk analisis kuantitatif senyawa asetogenin lain yang terkandung dalam fraksi daun sirsak.

Annonaceous acetogenin are bioactive compounds present in the leaves of Annona muricata. In this study, the isolation of compounds asetogenin performed using three-phase open column chromatography on soursop leaf extract, fractions F005. Through a simple open-column chromatography isolation, acetogenin compounds in these fractions can be separated so that it can be used as a pure standard compounds for quantitative analysis. Kedde reagent is added to select the content-rich fraction acetogenin compounds, which react to the acetogenin lactone group. Fractions containing isolate of acetogenin were analyzed qualitatively using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) and Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Observations by HPLC showed that the fraction of F005, the isolates from second and third stages of isolation, which are selected by Kedde, shown to contain asetogenin compounds as follows: bullatacin, squamocin, squamostatin-A, and squamostatin-D. FTIR results reinforce the existence of acetogenin compound with the absorption peak at the wave number 1750 cm-1, which is the absorption peak for the acetogenin lactone group. Isolation with HPLC columns produced bullatacin that can be used as a standard compound for quantitative analysis of other acetogenin compounds contained in the fraction of soursop leaves."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44129
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofnie M. Chairul
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Dara Pramestya
"Spodoptera litura (Fab.) Atau ulat grayak adalah salah satu jenis hama polifagik yang sangat merugikan bagi pertumbuhan tanaman budidaya. Pemanfaatan ekstrak tanaman adalah salah satu alternatif efektif dalam mengendalikan hama ulat grayak saat ini. Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. termasuk parasit yang mengandung metabolit sekunder dengan berbagai bioaktif, seperti antidiabetik, antioksidan, antikanker, hipertensi, dan sifat antibakteri. Namun, bioaktivitas parasit D. pentandra di pertanian, seperti antifeedant terhadap hama serangga, belum diketahui potensinya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifeedant parasit D. pentandra pada larva S. litura. Subjek penelitian ini adalah ekstrak kasar batang D. pentandra dan parasit daun dengan konsentrasi 500, 1000, 1500, 2000, dan 2500 ppm. Sebanyak 20 larva neonatal S. litura di setiap ulangan diberi pakan buatan yang mengandung kedua ekstrak. Menguji aktivitas antifeedant menggunakan uji makan kronis selama 7 hari. Pengambilan data uji antifeedant meliputi rata-rata persentase penurunan aktivitas makan, rata-rata berat badan larva S. litura, dan rata-rata jumlah larva S. litura mati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut berpotensi sebagai antifeedant terhadap larva S. litura. Konsentrasi efektif D. pentandra ekstrak batang dan daun dalam mengurangi aktivitas makan larva S. litura, yaitu pada konsentrasi 1500 dan 2500 ppm.

Spodoptera litura (Fab.) Or armyworm is one type of polyphagic pest that is very detrimental to the growth of cultivated plants. Utilization of plant extracts is one effective alternative in controlling armyworm pests today. Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. including parasites which contain secondary metabolites with various bioactives, such as antidiabetic, antioxidant, anticancer, hypertension, and antibacterial properties. However, the bioactivity of parasites of D. pentandra in agriculture, such as antifeedants against insect pests, is not yet known for its potential. Therefore, this study aims to determine the antifeedant activity of D. pentandra parasites on S. litura larvae. The subjects of this study were crude extracts of D. pentandra stem and leaf parasites with concentrations consisting of 500, 1000, 1500, 2000, and 2500 ppm. A total of 20 S. litura neonatal larvae in each replicate were given artificial feed containing both extracts. Testing antifeedant activity using chronic feeding assay for 7 days. The retrieval of antifeedant test data included the average percentage decrease in feeding activity, the average body weight of S. litura larvae, and the average number of dead S. litura larvae. The results showed that both extracts have potential as antifeedants against S. litura larvae. Effective concentrations of D. pentandra stem and leaf parasite extracts in reducing the feeding activity of S. litura larvae, namely at concentrations of 1500 and 2500 ppm"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>