Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsabila Faidania
"Closer (2004) menunjukkan betapa mudahnya orang modern bertemu dengan orang asing, baik secara online maupun secara langsung. Terlepas dari kemudahan yang dimiliki orang modern, kemungkinan tergoda oleh orang asing juga besar. Untuk dapat melihat korelasi antara orang asing dan godaan, tulisan ini menganalisis unsur-unsur film Closer (2004) tentang bagaimana mereka menggambarkan tema godaan dan mengkaji bagaimana keempat karakter dalam film tersebut merepresentasikan perjuangan manusia modern dalam mencari cinta melalui orang asing. Dengan menggunakan analisis struktural dan model aktan oleh Greimas, penulis menyimpulkan bahwa semua tokoh utama memiliki godaan yang ditempatkan di sisi lawan aktan. Berdasarkan diagram, karakter utama termotivasi untuk membuat hidup mereka lebih baik. Tidak ada yang bermaksud menyakiti orang lain sejak awal. Namun, tergoda oleh orang asing membuat mereka berbohong dan mengkhianati pasangannya. Oleh karena itu, kebenaran menjadi penghancur koneksi mereka ketika terungkap. Terjatuh dalam godaan membuat karakter semakin jauh dari objeknya, yaitu cinta. Seperti yang dikatakan Alice, satu-satunya cara untuk keluar dari godaan adalah dengan memiliki 'deep inner strength'.

Closer (2004) shows how easy it is for modern people to meet strangers, whether it is online or in person. Despite the convenience that modern people have, the probability of being tempted by strangers is also big. To be able to see the correlation between strangers and temptation, this paper analyzes the elements of the film Closer (2004) on how they portray the theme of temptation and examines how the four characters in the film represent modern people's struggles in seeking love through strangers. Using structural analysis and the actantial model by Greimas, the writer concludes that all of the main characters have temptations placed on the opponent’s side of the actant. Based on the diagrams, the main characters are motivated to make their lives better. No one intended to hurt the other person in the first place. However, being tempted by strangers made them lie and betray their partners. Therefore, truth becomes the destroyer of their connections when it comes out. Falling into temptations has made the characters further away from their object, which is love. Just like what Alice said, the only way to be out of temptation is by having ‘deep inner strength’."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Anidyawati Utami
"Perjalanan mencari jati diri adalah genre film yang populer dalam industri film. Terdapat dua film terkenal yang membawakan perjalanan pencarian jati diri ini, yaitu Eat, Pray, Love (2010) dan Wild (2014). Salah satu konsep yang paling terkenal terkait pencarian jati diri adalah Hero?s Journey dari Joseph Campbell (1949). Namun, sebetulnya Hero?s Journey adalah konsep yang sudah sangat tua dan mungkin tidak cocok untuk digunakan pada era modern seperti saat ini. Jurnal ini menganalisa bagaimana konsep Hero?s Journey ini digunakan dalam era modern dengan membandingan dua karakter film, yaitu Liz Gilbert dari film Eat, Pray, Love (2010) dan Cheryl Strayed dari film Wild (2014) dan mencari tahu bagaimana mereka menemukan jati diri mereka melalui perjalanan di area yang berbeda. Hasil yang ditemukan adalah terdapat beberapa perbedaan yang terlihat dalam kedua karakter tersebut. Liz hanya melewati 11 dari 12 tahap dari Hero?s Journey dengan urutan yang berbeda. Sedangkan Cheryl melewati 9 dari 12 tahap yang ada di Hero?s Journey. Semua hasil ini menunjukkan bahwa tidak semua tahap dari Hero?s Journey ditemukan dalam manusia modern saat menemukan jati diri mereka.
Self-discovery journey is a popular genre in film industry, and there are two popular films about self-discovery journey which are Eat, Pray, Love (2010) and Wild (2014). One of the popular concepts of self-discovery is the concept of Hero?s Journey by Joseph Campbell (1949). However, Hero?s Journey is a very old traditional concept that may not be fit into people nowadays. This paper analyses how Hero?s Journey concept is used in modern time by comparing the way the two characters, Liz Gilbert in Eat, Pray, Love (2010) and Cheryl Strayed in Wild (2014) try to discover their true selves on their own way through their journey in different world. From the findings, there are some significant differences in both characters. Liz only goes through 11 out of 12 stages of Hero?s Journey with difference sequence, while Cheryl only passes 9 out of 12 stages of Hero?s Journey. All these findings show that modern people cannot go through all the Hero?s Journey stages to find their true selves."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Dwi Yannita
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang kata asing dan kata pinjaman yang berasal dari bahasa Inggris (Anglizismen) dalam film Little Thirteen ditinjau dari segi morfologi, fonetis dan semantik. Dalam skirpsi ini dipaparkan bagaimana perubahan kata-kata tersebut setelah dipinjam oleh bahasa Jerman, seperti perubahan bentuk kata, perubahan bunyi dan perubahan makna. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif yang dijelaskan melalui uraian-uraian kata secara deskriptif dan menggunakan metode studi pustaka. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kata-kata bahasa Inggris yang dipinjam oleh bahasa Jerman dapat dikelompokkan ke dalam berbagai jenis peminjaman.

ABSTRAK
The focus of this study is about foreign words and load words which came from English (Anglizismen) in the movie LITTLE THIRTEEN and is analyzed morphologically, phonetically and semantically. This study explains how the words change, for example the change of the form, the pronounciation and also the meaning. This study uses a descriptive qualitative method of research and the data is gained through literary research. The result of this study shows that the words which are taken or came from English to German could be classified into types of loan."
2016
S63634
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktafia Dwijayanti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas fungsi makian dalam tuturan dialog film Wer Bin Ich ? Kein System ist Sicher berdasarkan konteks dan situasi pembicaraan yang menyertai tuturan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang disertai penghitungan jumlah data. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum makian memiliki 4 fungsi, yaitu expletive, abusive, stylistic atau auxiliary, dan social atau humorous. Namun, keempat fungsi ini dapat muncul di saat bersamaan (overlap), disebabkan oleh situasi pembicaraan saat penuturan.

ABSTRACT
This research focuses on the analysing the swearwords? functions in the movie Who Am I, based on context and speech situations they are spoken. This research uses qualitative descriptive method, supported by calculation of datas. Analysis? results show that swearwords generally have 4 functions (expletive, abusive, stylistic/auxiliary, social/humorous). However, these functions can overlap each other caused by the context and speech situation of the spoken swearwords.
"
2016
S64064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rantika Adhiningtyas
"ABSTRAK
Studi ini membahas mengenai representasi perempuan lajang dalam film
Indonesia. Perempuan lajang kerap mendapatkan stereotip negatif dan bahkan
status sosialnya dianggap lebih rendah dibandingkan perempuan menikah.
Realitas ini juga kerap ditampilkan dalam media. Penelitian ini menggunakan
teori representasi Stuart Hall. Penelitian ini menggunakan paradigma
konstruktivis-interpretatif dengan pendekatan kualitatif. Hasilnya adalah adanya
representasi dan stereotip perempuan yang sudah menikah, representasi dan
stereotip perempuan lajang dewasa sebagai orang yang pemarah, perempuan
lajang yang mendapatkan label sebagai ?perawan tua?, dan perempuan yang
dianggap ideal (perempuan menikah) pada film ?Kapan Kawin??. Representasi ini
dihasilkan karena adanya representasi mental yang berdasarkan pada mitos-mitos
mengenai perempuan yang masih terjadi di Indonesia hingga saat ini.

ABSTRACT
This study discuss the representation of single woman in Indonesian film. Single
woman often receive negative stereotype and her social status considered under
the married woman. This reality also shown in media. This study using
constructivist-interpretative paradigm with qualitative approach. The result
shows representation and stereotype of married woman, representation and
stereotype singe lady as an anger person, single woman who gets labelling such
as ?perawan tua?, and ideal woman (married woman) in ?Kapan Kawin??. This
representation was produced because of the mental representation based on
myths regarding woman that still occurs in Indonesia today."
2016
T46309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin Anggitasari
"Film merupakan salah satu bentuk karya sastra yang efektif menyampaikan ideologi atau suatu pemikiran kepada masyarakat luas. Film Ode to My Father yang diproduksi pada tahun 2014 merupakan salah satu film Korea Selatan yang tidak hanya menampilkan kembali peristiwa sejarah dengan rentang waktu masa perang Korea hingga Korea modern tetapi juga mengandung representasi jangnam atau anak laki-laki pertama dalam keluarga Korea di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan teori semiotika Roland Barthes.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui makna representasi atas nilai-nilai jangnam dalam film Ode to My Father dan untuk mengetahui makna konotasi, denotasi, serta mitos atas nilai-nilai jangnam yang ditampilkan dalam film Ode to My Father.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa representasi jangnam yang ditampilkan dalam film Ode to My Father antara lain mendampingi orang tua dalam mengasuh adik-adik, menjadi pengganti ayah sebagai kepala keluarga, sikap siap bekerja keras untuk kepentingan keluarga, sikap teguh hati dan berkepribadian tangguh, sikap rela berkorban untuk kepentingan keluarga, dan bertanggung jawab untuk memimpin ritual tradisi dalam lingkup keluarga.

Film is a type of literary work that can effectively spread an idea or an ideology to a larger audience. One South Korean movie from 2014, Ode to My Father, not only depicts historical occurrences from the Korean War to contemporary Korea, but also features a representation of jangnam, or the first son in a Korean family. Roland Barthes' semiotic theory approach is used with a qualitative descriptive analytic method in this study.
The goals of this study are to understand the significance of how Jangnam values are represented in the movie Ode to My Father and to understand the connotation, denotation, and mythical interpretations of Jangnam values displayed in the movie.
The results of this study indicate that the representation of jangnam shown in the film Ode to My Father includes accompanying parents in raising younger siblings, being a substitute for the father as the head of the family, being ready to work hard for the benefit of the family, having a firm heart and having a tough personality, being willing to sacrifice for the benefit of the family, and is responsible for leading traditional rituals within the family.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Pramana Agung
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang bagaimana dampak yang dapat diberikan dari penggunaan aktor senior dalam era Hollywood abad ke-21 untuk meningkatkan kualitas film. Dampak yang diberikan oleh aktor senior tersebut dapat berupa tentang bagaimana pengalaman dan ilmunya mampu mempengaruhi kualitas film dari segi komersil dan segi nilai-nilai kehidupan. Hal ini bisa dilihat dari berbagai sisi, seperti dari kacamata sutradara, kacamata lawan main aktor dan kacamata khalayak atau fans dari aktor senior tersebut. Dari studi kasus yang dilakukan terhadap peran Robert De Niro dalam film The Intern, penulis menemukan adanya dampak yang terjadi terhadap penjualan film, dan bagaimana kehadiran De Niro sebagai aktor senior mampu memberikan semangat serta etos kerja yang lebih tinggi di dalam tim karena pengetahuan dan pengalaman yang dibawa oleh sang aktor.Kata kunci : film, the intern, robert de niro, aktor senior

ABSTRACT
This journal discusses about the impact of the uses of senior actors within the 21st century Hollywood era in order to elevate the quality of the film. The experiences and insights of a senior actor have positive impacts on the outcome of the film production, for example, he can improve the quality of the film, particularly from the commercialized standpoint and the values of life. The impact also comes from the perspective of the film director, the perspective of the actor rsquo s scene partner s , or the perspective of the audience or the fans. Based on the study regarding Robert De Niro rsquo s role in The Intern, the author has discovered the presence of De Niro has positive impacts for the film rsquo s revenues. Moreover, due to De Niro 39 s vast insights and experiences, he is able to carry a great sense of enthusiasm and his professional work ethic to the production team.Keywords film, the intern, robert de niro, senior actor"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tesyalia Zara Aisyah
"Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menguraikan penerapan strategi dan teknik penyulihbahasaan (subtitling) dalam film Indonesia Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak mengingat keterbatasan ruang. Sumber data dalam penelitian ini berupa transkripsi dialog film dalam bahasa Indonesia dan sulih bahasa film dalam bahasa Prancis. Dalam menganalisis data, peneliti ini merujuk pada teori penyulihbahasaan oleh Gottlieb, serta kode etikpenyulihbahasaan oleh Karamitroglou, Carroll dan Ivarsson. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari sepuluh strategi penyulihbahasaan, satu, yaitu transkripsi, tidak diterapkan oleh penerjemah dalam film Marlina. Sementara itu, strategi penyulihbahasaan yang paling banyak diterapkan adalah transfer, diikuti oleh kondensasi. Strategi transfer digunakan untuk menerjemahkan kalimat sederhana, sedangkan strategi kondensasi digunakan untuk dialog yang mengandung unsur kelewahan ragam percakapan. Penerapan kedua strategi itu memperlihatkan pengaruh genre film Marlina pada sulih bahasa yang dihasilkan. Dialog film Marlina berkarakteristik singkat, serta bertempo cepat. Oleh karena itu, dalam menerjemahkan dialog dalam bentuk sulih bahasa, penerjemah memerlukan pengetahuan mendalam mengenai penerapan strategi penyulihbahasaan agar terjemahannya berhasil.

This qualitative research aims to describe the used of subtitling strategies and techniquesin Indonesian film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak due to spatial constraints. The corpus comprised of Indonesian audio script of the movie and its French subtitle. The theoretical framework is based on Gottlieb`s ten strategies of subtitling, and Karmitroglou`s, Carroll and Ivarsson`s codes of subtitling. The results indicate that out of ten strategies, one strategy, transcription, is not applicable to the corpus. The most common strategies are transfer, then condensation. Transfer is used to translate simple phrases, while condensation is used to translate dialogs with unimportant utterances. It is concluded that the genre of Marlina has a crucial role in the variation of used strategies. The dialogs in Marlina are short and fast-tempo. Therefore, in order to create good subtitles, the use of those strategies become essentials for subtitlers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarno
"Poster film merupakan media promosi utama dan terdepan yang berhadapan langsung dengan target audiens dalam menyampaikan informasi pesan sebelum peluncuran sebuah film. Dengan demikian, maka visualisasi poster yang mencakup komponen bahasa verbal dan non verbal harus mendapatkan perhatian yang serius dalam perancangannya. Seperti halnya poster film 99 Cahaya di Langit Eropa yang secara perdana di rilis pada 5 Desember 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan ranah interdisipliner karena mampu memadukan berbagai disiplin ilmu dalam pembahasannya. Analisis kualitatif di sini berusaha melihat lebih dalam objek penelitian dengan konsep Islam sebagai landasan ideologis dalam pemaknaan tanda. Sedangkan metode yang digunakan sebagai pisau analisi dalam penelitian ini adalah metode semiotika Charles Sanders Peirce dengan konsep segitiga makna, di mana tanda dibentuk oleh hubungan segitiga yaitu representamen yang oleh Peirce disebut juga (sign) berhubungan dengan object yang dirujuknya. Nah, hubungan tersebut membuahkan interpretan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tampilan verbal dan visual dari film 99 Cahaya di Langit Eropa ini menjelaskan tanda-tanda kebudayaan dan kejayaan Islam di Eropa serta citra muslim yang sangat mulia serta mencerminkan keselarasan dan keserasian karakteristik tampilan visual poster film."
Jakarta: Lembaga Riset Univ Budi Luhur, 2014
384 COM 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purple Kharisya; Lotka, Alfred J.
"Prancis telah memberi banyak kontribusi pada dunia perfilman seperti dengan gerakan Nouvelle Vague, yang merupakan gerakan perfilman Prancis antara tahun 1950-an dan 1960-an. Salah satu tokoh ternama dari gerakan ini adalah Jean-Luc Godard, seorang pembuat film yang menganggap bahwa film dapat mengubah masyarakat dunia. Salah satu karyanya adalah Vivre sa Vie (1962) yang menceritakan seorang wanita bernama Nana saat ia meninggalkan pasangannya, menjadi pelacur, lalu terbunuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat tindakan tokoh Nana dan menganalisis batasan kebebasan yang dimilikinya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif serta beberapa teori, yaitu teori film dari Boggs dan Petrie (2017) untuk analisis naratif, teori determinisme Solomon dan Higgins (2010) untuk mengidentifikasi kausalitas tindakan tokoh Nana, dan teori feminisme eksistensialis milik Simone de Beauvoir (1949) untuk menganalisis kebebasan semu dirinya. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa fokus film adalah pada tindakan Nana yang deterministik dan bahwa Nana tidak berhasil menjadi perempuan yang sepenuhnya bebas, tetapi hidup dalam ilusi kebebasan.

The French film industry has, in its history, contributed a lot to the world of cinema. One of such contributions is the Nouvelle Vague movement, a French film movement that happened between the 1950s and 1960s. A prominent figure belonging to this movement was Jean-Luc Godard, a filmmaker who believed that film could change the world. Vivre sa Vie (1962) is one of his feature films which tells the story of a woman named Nana as she leaves her partner, becomes a prostitute, and gets killed. The purpose of this research is to look at Nana's actions and analyse the limits of her freedom. This research was conducted using qualitative methods and several theories, namely Boggs and Petrie's (2017) film theory for the narrative analysis, Solomon and Higgins' (2010) determinism theory to identify the causality of Nana's actions, and Simone de Beauvoir's (1949) existentialist feminism theory to analyse her apparent freedom. This study concluded that the focus of the film is on Nana's deterministic actions and that in the end Nana does not succeed in becoming a woman who is completely free, but who lived in the illusion of freedom."
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>