Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yasmine Dwihanjani
"Arbitrase adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang banyak diminati oleh masyarakat. Pelaksanaan arbitrase didasarkan pada suatu perjanjian arbitrase yang memberikan kewenangan mengadili kepada arbiter/majelis arbitrase. Namun, ketika perjanjian pokok yang mengandung perjanjian arbitrase berakhir atau batal, timbul pertanyaan mengenai keabsahan perjanjian arbitrase di dalamnya dan kewenangan mengadili arbiter/majelis arbitrase. Hal tersebut berkaitan erat dengan prinsip separabilitas dan Kompetenz-Kompetenz. UU Arbitrase mengatur prinsip separabilitas, namun tidak terdapat ketentuan yang jelas mengenai Kompetenz-Kompetenz atau forum mana yang sebenarnya berwenang untuk mengadili sengketa mengenai keabsahan perjanjian arbitrase dan kewenangan arbiter/majelis arbitrase. Dalam praktiknya, putusan pengadilan Indonesia juga masih menunjukkan inkonsistensi dalam pelaksanaan prinsip separabilitas dan penentuan pihak yang berwenang untuk memeriksa keabsahan perjanjian arbitrase dan wewenang arbiter/majelis arbitrase. Penelitian ini akan menggali alasan negara Indonesia tidak mengatur prinsip Kompetenz-Kompetenz bersamaan dengan separabilitas secara tegas, akibat hukum batal atau berakhirnya perjanjian pokok terhadap perjanjian arbitrase di dalamnya ditinjau dari prinsip separabilitas dan Kompetenz-Kompetenz, dan kecukupan ketentuan kompetensi pengadilan dalam UU Arbitrase untuk mengakomodasi pelaksanaan arbitrase di Indonesia. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka serta menggunakan metode deskriptif evaluatif dan pendekatan perbandingan hukumdengan negara Singapura, Malaysia, Filipina, dan Vietnam sebagai negara pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU Arbitrase tidak mengatur prinsip Kompetenz-Kompetenz bersamaan dengan separabilitas secara tegas karena politik demikian yang dipilih oleh pembuat undang-undang. Adapun berdasarkan prinsip separabilitas dan Kompetenz-Kompetenz, batal atau berakhirnya perjanjian pokok tidak membatalkan perjanjian arbitrase dan menghilangkan wewenang mengadili arbiter/majelis arbitrase. Dapat disimpulkan pula bahwa ketentuan kompetensi pengadilan dalam UU Arbitrase perlu diperjelas agar dapat mengakomodasi pelaksanaan arbitrase di Indonesia dengan lebih baik.
.....Arbitration is an alternative dispute resolution that is much in demand by the public. The implementation of arbitration is based on an arbitration agreement which bestows the authority to adjudicate to an arbitrator/arbitral tribunal. However, when the main agreement containing the arbitration agreement is cancelled or expires, questions regarding the validity of the arbitration agreement contained therein and the arbitrator/arbitral tribunal’s authority to adjudicate arise. This is closely related to the principle of separability and Kompetenz-Kompetenz. Indonesia Arbitration Law regulates the principle of separability, yet there are no clear provisions regarding Kompetenz-Kompetenz or which forum is authorized to adjudicate disputes regarding the validity of the arbitration agreement and the authority of the arbitrator/arbitral tribunal. In practice, a form of inconsistency can still be found within Indonesian court decisions which dealt with the implementation of the separability principle and the determination of a competent forum to assess the validity of the arbitration agreement and the authority of the arbitrator/arbitral tribunal. This research will explore the reasons as to why Indonesia Arbitration Law does not clearly regulate the principle of Kompetenz-Kompetenz together with separability, the legal consequences of canceling or terminating the main agreement on the arbitration agreement contained within it in terms of the separability and Kompetenz-Kompetenz principle, and the adequacy of provisions regarding competence of courts in Indonesia Arbitration Law to accommodate the execution of arbitration in Indonesia. The data collection in this research was carried out through literature study by implementing a descriptive evaluative method and a comparative legal approach with Singapore, Malaysia, the Philippines and Vietnam as the countries used for comparison. The results of the study show that Indonesia Arbitration Law does not clearly regulate the principle of Kompetenz-Kompetenztogether with separability because such politics was chosen by the legislators. Moreover, based on the principle of separability and Kompetenz-Kompetenz, canceling or terminating the main agreement neither cancels the arbitration agreement within it nor eliminates the authority of the arbitrator/arbitral tribunal. It can also be concluded that the provisions on the competence of courts within the Arbitration Law need to be clarified in order to better accommodate the implementation of arbitration in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Ully Puspita Rana
"Tesis ini membahas mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia. Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York 1958 sejak 1981 yang berarti Indonesia tunduk pada konvensi untuk mengakui dan melaksanakan putusan dari arbitrase asing. Selanjutnya Indonesia membuat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing sebagai peraturan pelaksana dan mengisi kekosongan dari peraturan hukum. Pada tahun 1990 dibuat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang memuat peraturan mengenai arbitrase asing. Meskipun telah terdapatnya aturan yang mengatur mengenai putusan arbitrase asing akan tetapi pelaksanaan dari putusan arbitrase asing belum berjalan dengan baik. Indonesia dianggap sebagai “unfriendly arbitration state” yang terkadang sulit untuk melaksanakan putusan arbitrase, terutama yang melibatkan pihak asing. Pelaksanaan ini menjadi penting sebab penyelesaian sengketa kerap menjadi pilihan utama bagi investor asing. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal terhadap bahan hukum serta dilakukan studi putusan dengan Nomor Putusan 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Putusan Nomor 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Putusan Nomor 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017. Putusan Nomor 154 K/Pdt/2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki ketentuan hukum mengenai putusan arbitrase asing. Pada studi putusan menunjukkan terdapat satu putusan yang ditolak dan tiga putusan yang diterima untuk diakui akan tetapi pihak yang kalah dalam putusan tersebut mengajukan upaya hukum sehingga putusan arbitrase asing tidak berjalan. Efektivitas dari putusan arbitrase belum berlaku efektif.

This thesis discusses the recognition and implementation of foreign arbitration awards in Indonesia. Indonesia has acceded to the 1958 New York Convention since 1981, which means that Indonesia is subject to the convention to recognize and enforce awards from foreign arbitration. Furthermore, Indonesia made Supreme Court Regulation Number 1 of 1990 Concerning Procedures for Executing Foreign Arbitration Awards as implementing regulations and filling the gaps in legal regulations. In 1990 Law Number 30 of 1999 Concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution was enacted which contained regulations regarding foreign arbitration. Even though there are rules governing foreign arbitration awards, the implementation of foreign arbitration awards has not gone well. Indonesia is considered an “unfriendly arbitration state” where it is sometimes difficult to implement arbitration awards, especially those involving foreign parties. This implementation is important because dispute resolution is often the main choice for foreign investors. The research method used in this research is doctrine on legal materials and a decision study was carried out with Decision Number 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Decision Number 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Decision Number 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017, Decision Number 154 K/Pdt/2018. The research results show that Indonesia has legal provisions regarding foreign arbitration awards. The study of decisions shows that there was one decision that was rejected and three decisions that were accepted to be recognized, but the party who lost the decision filed legal action so that the foreign arbitration award did not take effect. The effectiveness of the arbitration award has not yet become effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stellen Rosalina S
"Tesis ini mengkaji mengenai: (i) implementasi pranata Emergency Arbitration dan Emergency Interim Relief di beberapa negara; dan (ii) cara pengadopsian pranata tersebut ke dalam hukum arbitrase Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan perbandingan, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa pranata Emergency Arbitration dan Emergency Interim Relief ini merupakan mekanisme yang dapat digunakan bagi para pihak yang memerlukan tindakan segera dalam keadaan mendesak bahkan sebelum dibentuknya majelis arbitrase. Pranata ini ditujukan untuk mempertahankan ataupun memulihkan status quo hingga akhir persidangan serta menjaga ketertiban proses arbitrase. Berbagai lembaga arbitrase internasional mulai mengadopsi pranata ini yang diperkenalkan pertama kali di tahun 1990 oleh ICC. Pranata ini dinilai dapat melindungi kepentingan mendesak para pihak, prosesnya sangat cepat serta dapat meningkatkan voluntary compliance. Akan tetapi, finalitas putusan Emergency Arbitrator masih menjadi isu kontroversial, akibat tidak dapat ditegakkan di bawah New York Convention 1958. Negara-negara mulai menerapkan strategi masing-masing guna mengatasi problematika tersebut, yaitu mengaturnya dalam hukum nasional masing-masing; melalui New York Convention 1958; dan melalui pendekatan analogi atas hukum nasional yang telah ada. Melihat berbagai kelebihan pranata ini serta kultur berperkara masyarakat Indonesia yang masih sering menunda-nunda pelaksanaan putusan arbitrase sehingga kepentingan pihak yang menang menjadi dirugikan. Maka sudah sepantasnya Indonesia juga ikut mengadopsi pranata ini ke dalam peraturan lembaga arbitrase terkait mengenai hukum acara dan aturan teknis serta ke dalam UU No.30 Tahun 1999, khususnya pasal mengenai definisi arbiter darurat serta pasal pengakuan dan penegakan Emergency Interim Relief.

This thesis examines (i) the implementation of Emergency Arbitration and Emergency Interim Relief regulations in several countries; and (ii) the method of adopting this regulations into Indonesian Arbitration law. The method used in this research is empirical research using a comparative approach, statutory approach, and case approach. The research results show that Emergency Arbitration and Emergency Interim Relief regulations are mechanisms that can be used for parties who require immediate action in an urgent situation even before the arbitral tribunal was formed. This regulation is aimed at maintaining or restoring the status quo until the end of the trial as well as maintaining order in the arbitration process. Various international arbitration institutions have begun to adopt this regulation which was first introduced in 1990 by the ICC. This regulation is considered to be able to protect the urgent interests of the parties, very fast process and can increase voluntary compliance. However, the finality of the Emergency Arbitrator's decision is still a controversial issue, because it cannot be enforced under the 1958 New York Convention. Countries have begun to implement their respective strategies to overcome these problems, namely regulating them in their respective national laws; through the New York Convention 1958; and through an analogy approach to existing national laws. Seeing the various advantages of this regulation and also the Indonesian litigation culture who often delay the implementation of arbitrator decisions and cause the disadvantage for the interests of the winning party. Then it is appropriate that Indonesia also adopts this regulation into the arbitration institutions rules regarding procedural law and technical rules as well as into Law No.30 of 1999 regarding the definition of emergency arbitrator also the recognition and enforcement of Emergency Interim Relief."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maqdir Ismail
Jakarta: FH Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007
341.52 MAQ p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chairudin Arief
"Arbitrase merupakan satu alternatif yang dapat ditempuh oleh para pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahannya. Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial No. 2 tahun 2004 merupakan hukum positif, Undang-undang ini mencabut dan mengganti UU No. 12 tahun 1964 dan UU No. 22 tahun 1957. konsekuensinya, Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuahan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dibubarkan, sehingga seluruh perselisihan perburuhan tidak lagi melalui P4D dan P4P.
Dalam istilah ilmu hukum, PPHI disebut sebagai hukum acara forrnil, artinya semua perselisihan Industrial diselesaikan sesuai dan menurut tata cara yang diatur dalam UU PHI, sedangkan hukum materinya adalah UU No. 13 tahun 2003 dan sejumlah peraturan pelaksana lainnya.
Untuk menggantikan lembaga P4D dan P4P, dibentuk 4 (empat) lembaga pilihan penyelesaian hubungan industrial. Keempat lembaga dimaksud adalah : 1) Mediasi, 2) Konsiliasi, 3) Arbitrase, 4) Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Arbitrase merupakan lembaga independen yang berwenang memeriksa perselisihan hubungan industrial. DaIam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial lembaga ini memiliki mekanisme persidangan yang mirip dengan tata urutan persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial. Sistem arbitrasi tidak mengenal upaya hukum banding maupun kasasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T18700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Memi
"ABSTRAK
Pasal 3 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase, akan tetapi sampai saat ini masih saja terdapat pertentangan kompetensi absolut antara arbitrase dan pengadilan. Sebagai contoh dan sekaligus fokus dalam pembahasan tulisan ini adalah dalam hal penanganan perkara antara PT B melawan PT CTPI. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST, perkara ini telah diputus oleh pengadilan dengan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara bahkan putusan ini kemudian dikuatkan sampai tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor 238 PK/PDT/2014. Sementara di pihak lain perkara ini juga diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Putusan Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013 yang menyatakan bahwa BANI berwenang dalam mengadili perkara yang sama. Pertentangan kompetensi absolut antara dua lembaga tersebut tentu perlu diselesaikan dengan menentukan lembaga mana yang sebenarnya berwenang dalam menangani perkara bersangkutan. Berdasarkan kajian yang dilakukan dalam tulisan ini, diperoleh jawaban bahwa yang berwenang dalam mengadili perkara PT B melawan PT CTPI adalah BANI bukan pengadilan."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Neilly Iralita Iswari
"Dalam pelaksanaan jasa konstruksi seringkali terjadi bentuk sengketa yang didalamnya terkait unsur teknis, administrasi dan segi hukum, oleh karena itu penyelesaian sengketa melalui arbitrase merupakan pilihan yang tepat karena kerahasiaan dapat terjamin, hubungan antara penyedia jasa dan penguna jasa tetap baik dan dapat memilih arbiter yang menguasai bidangnya. Masalah yang timbul adalah pilihan forum dan acara arbitrase (arbitration rules) apa yang sebaiknya dipilih oleh para pihak dan bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase dalam penyelesaian sengketa jasa konstruksi di Indonesia. Dalam menjawab permasalahan tersebut menggunakan tipe penelitian yang bersifat eksplanatoris dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: pertama, BANI berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa jasa konstruksi karena hampir sepertiga (29%) dari seluruh sengketa yang diselesaikan BANI adalah dibidang jasa konstruksi; kedua, 90% putusan arbitrase di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat dilaksanakan secara sukarela; ketiga, dari Putusan-putusan arbitrase yang sudah memperoleh eksekusi ditemui putusan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ranissya Diza Liestiara
"Dari beberapa penyelesaian sengketa yang dikenal saat ini, arbitrase merupakan salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa yang umumnya dipilih oleh para pihak dan disepakati sebagai klausula penyelesaian sengketa di dalam sebuah kontrak yang mengikat para pihak tersebut. Pemilihan ini didasarkan kepada beberapa kelebihan dari arbitrase, yang salah satunya ialah penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini menghasilkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun demikian, pada kenyataannya, para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk tunduk pada putusan arbitrase ternyata masih melakukan upaya hukum berupa pembatalan putusan arbitrase yang senyatanya bertentangan dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase yang tercermin dari pencantuman klausula arbitrase di dalam kontrak. Dengan menggunakan jenis penelitian doktrinal, tulisan ini akan menganalisis kekuatan mengikat dari klausula arbitrase yang tercantum di dalam kontrak bagi para pihak yang terikat di dalam kontrak tersebut serta kaitannya dengan alasan-alasan yang diajukan oleh para pihak dalam melaksanakan upaya hukum permohonan pembatalan putusan arbitrase di Indonesia. Adapun temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya inkonsistensi dalam pengaturan mengenai alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase di dalam UU 30/1999 yang berimplikasi kepada banyakan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan dengan alasan di luar ketentuan Pasal 70 UU 30/1999.

Of the several dispute resolutions known today, arbitration is one type of alternative dispute resolution that is generally chosen by the parties and agreed upon as a dispute resolution clause in a contract that binds the parties. This choice is based on several advantages of arbitration, one of which is that dispute resolution through arbitration results in a final and binding decision. However, in reality, the parties who have bound themselves to submit to the arbitration award still make legal efforts in the form of canceling the arbitration award which is in fact contrary to the agreement of the parties to resolve disputes through arbitration as reflected in the inclusion of the arbitration clause in the contract. By using doctrinal research, this paper will analyze the binding force of the arbitration clause contained in the contract for the parties bound by the contract and its relation to the reasons submitted by the parties in exercising legal remedies for the annulment of arbitral awards in Indonesia. The findings obtained from this research are that there are inconsistencies in the provisions regarding the grounds for requesting the annulment of arbitral awards in Law 30/1999 which have implications for the large number of requests for annulment of arbitral awards submitted for reasons outside the provisions of Article 70 of Law 30/1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Rizqiyatul Himmah
"Kondisi Indonesia yang saat ini telah menjadi salah satu negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) membuka peluang bagi putusan arbitrase internasional untuk dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam hal ini klasifikasi suatu putusan arbitrase, apakah merupakan putusan arbitrase internasional atau putusan arbitrase nasional, menjadi penting karena berpengaruh terhadap kewenangan pengadilan terhadap perkara arbitrase internasional. Namun pada praktiknya dijumpai adanya perbedaan persepsi mengenai putusan arbitrase internasional menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang-Undang Arbitrase) dan konvensi internasional.
Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif skripsi ini akan memberikan analisis mengenai aspek-aspek Hukum Perdata Internasional serta analisis mengenai pertimbangan hukum para hakim di Indonesia dalam pengklasifikasian putusan arbitrase internasional pada perkara Nomor 144/K/Pdt/2012 dan perkara Nomor 175/PDT/2018/PT.DKI. Selain itu juga ditemukan keperluan atas keselarasan pengaturan mengenai putusan arbitrase internasional dalam Undang-Undang Arbitrase dan konvensi-konvensi internasional demi mencapai kepastian hukum.

The condition of Indonesia which is one of the member country of the New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) give an opportunity to the recognition and enforcement of foreign arbitral awards in the jurisdiction of Indonesia. According to this condition the classification of arbitral awards, whether international arbitral award or national arbitral award, is important because it could affects the authority of the national court against international arbitration cases. In fact, there is a different perspective about international arbitral awards under the Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law) and international convention.
By using juridical normative approach, this thesis would give an analysis about the Private International Aspects and law considerations of Indonesian judges in the classification of international arbitral awards on case No. 144/K/Pdt/2012 and case No. 175/PDT/2018/PT.DKI. In addition, it is also requiring the regulation conformity of international arbitral awards under Arbitration Law and international conventions in order to attain the legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyumurti Setya Sasmita
"Jika konflik tidak dikelola dengan baik, mereka dengan cepat berubah menjadi sengketa. Salah satu lembaga badan arbitrase untuk penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Penelitian ini menunjukan proses arbitrase pada proyek konstruksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi waktu penyelesaian sengketa konstruksi dalam proses arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Penelitian dilakukan dengan wawancara terstruktur dan survei untuk mengumpulkan data. Selanjutnya dilakukan analisa statistik dan analisa risiko kualitatif. Terdapat 3 tiga proses yang memiliki risiko dominan dalam arbitrase yaitu putusan, pemeriksaan, dan permohonan arbitrase yang dilakukan respon untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

If conflicts are not managed properly, they quickly turn into disputes. One of the institutions of the arbitration institutional for the settlement of construction disputes in Indonesia is the Indonesian National Board of Arbitration BANI. This study shows the arbitration process on construction projects and risk factors that are in the process of arbitration at the Indonesian National Board of Arbitration BANI. The study was conducted with structured interviews and surveys to collect data. Furthermore, statistical analysis and qualitative risk analysis. There are 3 three processes that have the dominant criteria in arbitration, namely award, examinations, and arbitration appeals made to reduce the time required in arbitration dispute settlement."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>