Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83406 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monicke Cintyara
"Dalam memanfaatkan dan menggunakan tanah, pemegang hak wajib memiliki bukti alas hak yaitu sertipikat. Namun, masih banyak masyarakat yang menguasai suatu tanah tanpa di dasari sertipikat. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum rincik sebagai alat bukti hak atas tanah serta pertimbangan hakim seharusnya dalam menjatuhkan putusan terhadap kedudukan rincik sebagai alat bukti hak atas tanah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1765 K/Pdt/2022. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian ini adalah kedudukan rincik sebagai alat bukti hak atas tanah tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat sebagai pembuktian kepemilikan suatu hak atas tanah. Kedudukan rincik tidak dapat disebut sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah karena tanda bukti kepemilikan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan adalah sertipikat, serta menilai bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan belum sepenuhnya tepat karena tidak mempertimbangkan fakta tentang penguasaan tanah dalam jangka waktu 20 (duapuluh) tahun atau lebih yang hal ini berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun secara terus-menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.

In utilizing and using land, rights holders must have proof of the basis of rights, namely certificates. However, there are still many people who control a land without being based on a certificate. The issues raised in this study are regarding the position of detailed law as evidence of land rights and the judge's consideration should be in handing down a decision on the position of rincik as evidence of land rights based on Supreme Court Decision Number 1765 K / Pdt / 2022. The research method used to answer these problems is doctrinal research methods. The result of this study is that the detailed position as evidence of land rights does not have strong legal force as proof of ownership of a land right. The detailed position cannot be referred to as proof of ownership of land rights because the proof of ownership recognized by laws and regulations is a certificate, and considers that the judge's consideration in handing down the decision is not entirely appropriate because it does not consider the facts about land tenure within a period of 20 (twenty) years or more, which is based on Article 24 paragraph (2) of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration confirms A person who has physical control of the land for a period of 20 (twenty) years can continuously register as the holder of the right to the land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Dwi Utari
"Ranji dalam bahasa Minangkabau merupakan silsilah keturunan dari nenek moyang. Ranji dibutuhkan apabila terjadi persengketaan tanah harta pusaka tinggi karena dijadikan sebagai penentu apakah tanah harta pusaka tinggi tersebut jatuh kepada seseorang yang tepat atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana konsep ranji yang dijadikan sebagai dasar kepemilikan tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, dan menganalisis kedudukan ranji sebagai alat bukti tertulis dalam penyelesaian sengketa tanah harta pusaka tinggi milik kaum Dt. Paduko di Nagari Batu Balang. Metode Penelitian yang digunakan adalah doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan metode analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini konsep kepemilikan tanah ulayat di Minangkabau yaitu berupa harta kekayaan yang tergolong pusaka tinggi yang kepemilikannya berasal dari seluruh keluarga besar dengan pemberian berupa adat diisi lumbago dituang, artinya mengerjakan sesuatu dengan menurut adat kebiasaan yang terpakai. Asas utama tanah ulayat Minangkabau adalah jua ndak makan dibali, gadai ndak makan sando.Tanah harta pusaka tinggi tidak bisa diperjual belikan baik secara lepas yang artinya telah habis kepemilikan untuk selama-lamanya, dan hanya boleh dijual atau digadaikan dengan cara digadai yang berupa tebusan anggota kaumnya. Namun dalam keadaan mendesak tanah harta pusaka tinggi dapat dialihkan atau dipindahkan dengan keadaan seperti mayik tabujua ditanga rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang indak balaki dan mambangkik batang tarandam (mayat terbujur diatas rumah, rumah gadang yang sudah bocor, perempuan yang sudah besar belum bersuami, membangkitkan marwah kepemimpinan. Kemudian konsep ranji yang dijadikan sebagai dasar kepemilikan atas tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat adat Minangkabau di Sumatera Barat merupakan sebagai data untuk menunjukkan bahwa masyarakat punya kepentingan terhadap objek. Kedudukan ranji sebagai alat bukti tertulis dalam penyelesaian sengketa tanah harta pusaka tinggi milik kaum Dt. Paduko Marajo berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2206 K/Pdt/2022 yaitu ranji tergolong salah satu alat bukti berupa surat yang kuat berbentuk akta dibawah tangan, dibuat oleh Mamak Kepala Waris dan diketahui oleh seluruh atau perwakilan anggota kaum dalam hal persetujuan anggota kaum dan dipakai dalam proses persidangan perkara harta pusaka tinggi dan sepanjang dapat dibuktikan kebenaran dari sebuah ranji maka hal tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim dalam memutus sengketa yang terjadi.

Ranji in the Minangkabau language is a lineage of ancestors. Ranji is needed if there is a dispute of high heirloom land because it is used as a determinant of whether the high heirloom land falls to the right person or not. This research aims to analyze how the concept of ranji is used as the basis for ownership of high heirloom land in the Minangkabau community in West Sumatra, and analyze the position of ranji as written evidence in the settlement of high inheritance land disputes belonging to the Dt people. Paduko in Nagari Batu Balang. The Research Method used is doctrinal, which refers to legal norms as research targets. This research uses secondary data with a qualitative analysis method. The result of this research, the concept of ownership of ulayat land in Minangkabau, is in the form of a wealth that is classified as a high heirloom whose ownership comes from the entire extended family with a gift in the form of a custom filled with lumbago, pouring, meaning doing something according to the custom used. The main principle of Minangkabau customary land is that it does not eat in Bali, pawns does not eat sando. High heritage land cannot be traded either freely, which means that it has been owned forever, and can only be sold or mortgaged in the form of ransom for members of their people. However, in an urgent state, the land of high heritage assets can be transferred or moved with conditions such as mayik tabujua diateh rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang indak balaki and mambangkik batang tarandam (the corpse lying above the house, the gadang house that has been leaked, the woman who has grown up not married, awakens the dignity of leadership). The concept of ranji which is used as the basis for ownership of high heritage land in the Minangkabau indigenous people in West Sumatra is as data to show that the community has an interest in the object. The position of ranji as a means of written evidence in the settlement of the dispute of high inheritance land belonging to the Dt people. Paduko Marajo based on the Supreme Court's Decision Number 2206 K/Pdt/2022, ranji is classified as one of the evidences in the form of a strong letter in the form of a deed under the hand, made by the Head of the Inherits's Mother and known by all or the representatives of the members of the clan in the case of the agreement of the members of the people and used in the process of the high inheritance case trial and as long as the truth can be proven from a ranji, it will be a consideration for the panel of judges in deciding the dispute that has occurred."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Helena Albright Tarabunga
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKT) yang dijadikan sebagai bukti kepemilikan dan bukti hak dalam melakukan penguasaan atas tanah yang menjadi objek sengketa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1606/K/Pdt/2022. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah perihal SKT yang menjadi alas hak dalam menguasai tanah, ternyata dikeluarkan pada saat telah terjadi sengketa diatasnya. Penulisan tesis ini dilakukan dengan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian preskriptif analitis, jenis data berupa data sekunder, dengan alat pengumpulan studi dokumen, serta analisis dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa SKT bukanlah bukti kepemilikan atas tanah, dan apabila merujuk pada Pasal 97 PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, dinyatakan bahwa SKT ataupun bukti surat sejenis lainnya sebagai keterangan penguasaan atas tanah hanya dapat menunjukkan bukti penguasaan atas tanah sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah. Dasar penerbitan SKT salah satunya adalah dengan melampirkan surat pernyataan tidak sengketa. Dengan demikian, SKT yang terbit diatas tanah dalam status sengketa menjadi tidak sah dan dibatalkan.

This thesis discusses about legal strength of Land History Letter (SKT) used as proof of ownership and right in possession of the land, which was the object of dispute in the Supreme Court Decision No. 1606/K/Pdt/2022. The main problem in this thesis is the SKT, which is the basis of the right in possession of the land was made at a time when there was a dispute over the land. The writing of this thesis is done using doctrinal law research methods with analytical prescriptive research typology, data types as secondary data, with document study collection tools, as well as analysis performed qualitatively. The results of the research show that the SKT is not proof of ownership of land, and referring to Article 97 of the Civil Code No. 18 of 2021 on management rights, land rights, housing units and land registration, it is stated that SKT or other similar letter proof as evidence of possession of land can only indicate evidence of land possession as an indication in the framework of land Registration. One of the conditions to apply SKT to be publish is by attaching a letter of non-dispute of the land. Therefore, the SKT that was publish at the time when a land in dispute status, then the SKT must be declared invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Yuvika Jasmin
"Konversi hak atas tanah dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemilik tanah dengan diperlukannya suatu pendaftaran tanah agar diterbitkannya suatu sertipikat untuk dapat melakukan perbuatan hukum seperti pemberian warisan. Cara mendapatkan suatu warisan dapat dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang atau berdasarkan dengan kehendak terakhir dari seseorang yang dituangkan ke dalam suatu wasiat (testament). Permasalahan dalam penelitian ini mengenai perlindungan hukum terhadap pelaksana wasiat sebagai pemilik tanah bekas hak eigendom verponding yang belum dilakukan konversi terlebih dahulu namun disertipikatkan oleh ahli waris lainnya dan kedudukan harta peninggalan pewaris yang diberikan kepada pelaksana wasiat melalui hibah wasiat terhadap golongan kedua. Penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Hasil penelitian terhadap pelindungan hukum yang diperoleh oleh pelaksana wasiat adalah ketika menerima hibah wasiat berupa tanah dan bangunan, dapat mengajukan pendaftaran melalui permohonan dan pemberian hak tanah dengan status tanah negara, namun ternyata adanya surat keterangan waris yang dibuat oleh ahli waris lainnya yaitu saudara kandung pewaris yang masih hidup tanpa menjadikan pelaksana wasiat sebagai pihak, maka perlindungan hukumnya adalah berupa pembatalan surat keterangan waris dilanjutkan dengan penetapan kembali ahli waris sehingga pelaksana wasiat masuk sebagai pihak dan melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sporadik. Terhadap terbitnya Sertipikat atas nama ahli waris golongan kedua, dapat diajukan permohonan pencatatan blokir oleh pelaksana wasiat sebagai bentuk perlindungan hukum atas konflik terhadap tanah dan bangunan yang dimiliki pelaksana wasiat. Penetapan kembali terhadap surat keterangan waris memasukkan pelaksana wasiat sebagai ahli waris pengganti dan pelaksana wasiat berdasarkan akta hibah wasiat, sesuai dengan Pasal 917 KUHPerdata seluruh harta pewaris dapat diberikan kepada pelaksana wasiat. Dengan demikian, kedudukan harta yang ditinggalkan oleh pewaris adalah dalam kekuasaan pelaksana wasiat berdasarkan hibah wasiat yang diberikan kepadanya. Saran terhadap penelitian ini tanah negara yang diperoleh melalui hibah wasiat dilakukannya permohonan dan pemberian hak oleh pelaksana wasiat agar tidak bernilai nihil serta dalam menentukan kedudukan harta peninggalan pewaris tidak hanya melihat adanya sertipikat hak guna bangunan yang terbit atas nama ahli waris golongan kedua, tetapi juga melihat adanya akta hibah wasiat atas nama pewaris.

Conversion of land rights can provide legal protection for landowners who require land registration to issue a certificate to be able to carry out legal actions such as inheritance. An inheritance can be obtained by following the laws of the law or by following the testament of a person. The problem in this study was the legal protection of the testator as the owner of the former eigendom verponding land that had not been converted first but was certified by other heirs, as well as the status of the testator's inheritance granted to the testator through a bequest to the second group. This study used doctrinal research data collection procedures in the form of a literature review. The result of the research on the legal protection obtained by the testamentary executor was that when receiving a bequest in the form of land and buildings, it can apply for registration through an application and grant land rights with the status of state land, but if it turns out that there is a certificate of inheritance made by other heirs, namely the siblings of the living testator without making the testamentary executor a party, then the legal protection is in the form of canceling the certificate of inheritance followed by re-determination of the heirs so that the testamentary executor enters as a party and conducts land registration for the first time sporadically. To prevent the issuance of a certificate in the name of the second group of heirs, the testamentary executor can file an application for blocking registration as a form of legal protection against conflicts over land and buildings owned by the testamentary executor. The re-determination of the heirs includes the testamentary executor as a substitute heir and the testamentary executor based on the deed of testamentary grant, in line with Article 917 of the Civil Code, all of the testator's property can be given to the testamentary executor. Therefore, the position of the property left by the testator is in the power of the testamentary executor based on the testamentary grant given to him. The suggestion for this research is that state land obtained through testamentary grants should be applied for and given rights by the testamentary executor so that it is not worthless and in determining the position of the testator's estate, it looks not only at the existence of a building use right certificate issued in the name of the second group of heirs, but also at the existence of a testamentary grant deed in the name of the testator."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifany Dwi Aprima
"Bukti kepemilikan dari suatu Hak Atas Tanah yang dimiliki oleh Badan Perorangan maupun Badan Hukum umumnya berupa sertipikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (Badan Pertanahan Nasional) setempat. Sertipikat merupakan bukti kepemilikan suatu hak atas tanah yang sah yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebagaimana tercantum dalam penjelasan dari Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. selain sertipikat, terdapat juga bentuk alat bukti lain yang menyatakan bahwa seseorang menguasai serta memiliki suatu hak atas tanah yaitu Surat Keterangan Ganti Rugi. Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) merupakan alas hak yang banyak dipergunakan di Provinsi Riau di berbagai daerah terdapat istilah yang berbeda. SKGR ini termasuk dalam bentuk alat pembuktian tertulis. Namun kekuatan pembuktian yang dimiliki oleh SKGR ini hanya berupa surat keterangan saja yang mana memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana kekuatan pembuktiannya apabila di Provinsi Riau SKGR ini dapat dijadikan syarat penerbitan sertipikat. Penelitian in menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan. Setelah seluruh data diolah dan dianalisis, maka ditarik kesimpulan secara deduktif. Data hasil penelitian ini akan dikemukakan dan akhirnya yang kan menjawab pokok permasalahan serta memberikan Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 591 K/PDT/2021 mengenai jual beli dengan Surat Keterangan Ganti Rugi. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi alas hak dibawah tangan ini yang merupakan dasar dari diterbitkan suatu sertipikat maka diperlukannya ketelitian dan registrasi yang baik dari aparat yang berwenang dalam hal ini kecamatan maupun kelurahan sehingga meminimalisir terjadinya alas hak yang tumpang tindih.

Proof of ownership of a Land Right is generally in the form of a certificate issued by the local National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional). A certificate is proof of ownership of a valid land right that has perfect evidentiary power. As stated in the elucidation of Article 24 of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. Apart from certificates, there are also other forms of evidence stating that a person controls and has a right to land, namely a Certificate of Compensation. Certificate of Compensation (SKGR) is a basis for rights that is widely used in Riau Province in various regions, there are different terms. SKGR is included in the form of written evidence. However, the strength of proof possessed by SKGR is only in the form of a statement which has the power of proof as an underhanded alias, so it raises the question of how the strength of proof is if in Riau Province this SKGR can be used as a condition for issuing certificates. This research uses a normative juridical research form and is supported by the results of interviews with informants and informants. After all the data has been processed and analyzed, a deductive conclusion is drawn. The data from this research will be presented and finally it will answer the main problem and provide an Analysis of the Supreme Court Court Decision Number 591 K/PDT/2021 regarding buying and selling with a Certificate of Compensation. Efforts must be made to overcome these underhanded rights which are the basis for issuing a certificate, it requires good accuracy and registration from the authorized apparatus, in this case the sub-district and sub-district, so as to minimize the occurrence of tumpang tindih rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suratman
"Penelitian menganalisis terjadinya pembatalan terlaksananya jual beli karena kesalahan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menghambat proses transaksi jual beli. Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan doktrinal. Pejabat Pembuat Akta Tanah menggunakan kuasa palsu untuk melakukan pengecekan dan pengurusan sertipikat hak atas tanah tanpa diketahui oleh pemegang hak atas tanah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 859 K/Pid/2023. Perubahan terhadap sertipikat tanah harus dilakukan dan disetujui oleh pemegang hak atas tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak diperbolehkan menggunakan kuasa palsu dalam persetujuan dari pemegang hak atas tanah untuk perubahan pada sertipikat hak atas tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat dan menggunakan kuasa palsu memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dan rumusan Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 263 ayat (2) KUHP.

The study discusses the cancellation of the sale and purchase due to notary errors that hinder the sale and purchase transaction process. Notaries use fake powers of attorney to check and administer land title certificates without the knowledge of the land title holders in the case of Supreme Court Decision Number 859 K/Pid/2023. Changes to land certificates must be made and approved by the land title holders, Notaries are not allowed to use fake powers of attorney in the approval of land title holders for changes to land title certificates. A notary who creates and uses a fake power of attorney fulfills the elements of an unlawful act and the formulation of Article 263 paragraph (1) in conjunction with Article 263 paragraph (2) of the Criminal Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Christina Duma Purba
"Tesis ini membahas mengenai kuasa menjual yang seringkali disalahgunakan untuk melakukan eksekusi objek jaminan secara melawan hukum, terutama jika kuasa tersebut mengandung unsur cacat kehendak seperti kekeliruan, paksaan, penipuan, atau penyalahgunaan keadaan. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 22 K/PDT/2022, Nomor 3176 K/PDT/2020, dan Nomor 3324 K/PDT/2019 menggambarkan sengketa kepemilikan tanah yang bersumber dari kuasa menjual atau perjanjian peralihan hak yang diduga mengandung unsur cacat kehendak. Dalam kasus-kasus tersebut, para pihak bersengketa mengenai keabsahan peralihan hak atas tanah serta tuntutan ganti rugi akibat penyalahgunaan kuasa menjual. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian doktrinal dan menitikberatkan pada penelitian kepustakaan untuk mengkaji asas-asas hukum, sistematika hukum, dan sinkronisasi hukum berkaitan dengan kuasa menjual yang mengandung unsur cacat kehendak. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pembuatan kuasa menjual yang mengandung unsur cacat kehendak seringkali dimanfaatkan sebagai modus operandi penjualan objek jaminan secara melawan hukum. Untuk mencegahnya, diperlukan kehati-hatian dari pemberi kuasa, integritas penerima kuasa, serta peran aktif notaris dalam menggali kehendak para pihak. Akibat hukum dari kuasa menjual yang cacat adalah pembatalan kuasa beserta perjanjian turunannya, pengembalian objek kepada pemilik semula, serta kewajiban ganti rugi bagi penerima kuasa yang beritikad buruk. Kuasa menjual yang mengandung unsur cacat kehendak merugikan kepentingan pemberi kuasa dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Untuk itu, diperlukan penguatan regulasi, peningkatan peran notaris, edukasi masyarakat, serta penegakan hukum yang konsisten agar kuasa menjual dapat digunakan sesuai fungsinya sebagai instrumen pendukung transaksi yang sah. Putusan-putusan pengadilan dapat menjadi pedoman dalam memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pihak yang dirugikan akibat penyalahgunaan kuasa menjual.

This thesis discusses the power of sale that is often misused to execute collateral objects unlawfully, especially if the power of sale contains elements of will defects such as mistake, coercion, fraud, or abuse of circumstances. Supreme Court Decisions No. 22 K/PDT/2022, No. 3176 K/PDT/2020, and No. 3324 K/PDT/2019 illustrate land ownership disputes stemming from power of sale or title transfer agreements that allegedly contain elements of will defects. In these cases, the parties disputed the validity of the transfer of land rights and the claim for compensation due to misuse of the power of sale. This research uses a form of doctrinal research and focuses on literature research to examine legal principles, legal systematics, and legal synchronization related to the power of sale containing elements of will defects. The data obtained is analyzed descriptively qualitatively. The making of power of attorney to sell containing elements of defective will is often used as a modus operandi for the sale of collateral objects unlawfully. To prevent this, caution is required from the grantor, the integrity of the power of attorney recipient, and the active role of the notary in exploring the will of the parties. The legal consequences of a defective power of attorney to sell are the cancellation of the power of attorney and its derivative agreements, the return of the object to the original owner, and the obligation to compensate the recipient of the power of attorney for bad faith. Power of attorney to sell that contains elements of defective will harms the interests of the grantor and creates legal uncertainty. For this reason, it is necessary to strengthen regulations, increase the role of notaries, educate the public, and consistently enforce the law so that the power of sale can be used according to its function as a supporting instrument for legal transactions. Court decisions can serve as a guideline in providing optimal legal protection for parties harmed by misuse of the power of sale."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramadhana Rahman
"Penelitian ini menganalisis bagaimana kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan secara lisan terhadap tanah yang masih dibebankan hak tanggungan sampai akhirnya calon penjual meninggal dunia dan belum dilaksanakannya jual beli di hadapan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Perjanjian pengikatan jual beli secara lisan dilakukan dihadapan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Suami Penggugat. Pengadilan Negeri Maumere Nomor 39/Pdt.G/2021/PN Mme, memutuskan untuk tetap menyatakan mengikat perjanjian pengikatan jual beli dan harus dilaksanakan pembuatan jual beli di hadapan PPAT bagi ahli waris dari calon penjual. Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat secara lisan dari keabsahannya telah memenuhi syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Kekuatan pembuktian akan lebih kuat apabila dilakukan atau mendapatkan suatu pengakuan dari para pihak. Perjanjian yang dibuat secara tertulis dan dibuat dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris/PPAT dalam bentuk akta autentik akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap para pihak.

This study analyzes how the legal force of a oral sale and purchase agreement is for land that is still burdened with mortgage rights until the prospective seller dies and the sale and purchase has not been carried out before the PPAT. This study uses a doctrinal research method. The oral sale and purchase agreement was made before Co-Defendant I, Co-Defendant II and the Plaintiff's Husband. The Maumere District Court Number 39/Pdt.G/2021/PN Mme, decided to continue to declare the sale and purchase agreement binding and the sale and purchase must be carried out before the PPAT for the heirs of the prospective seller. The oral sale and purchase agreement from its validity has met the requirements for a valid agreement based on Article 1320 of the Civil Code. The power of proof will be stronger if it is carried out or gets an acknowledgement from the parties. An agreement made in writing and made before an authorized official in this case a Notary/PPAT in the form of an authentic deed will provide certainty and legal protection for the parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maggie Felicia Soelisthio
"Izin AMDAL yang belum Terbit menyebabkan pembatalan PPJB Rusun baik yang dibuat di hadapan Notaris maupun di bawah tangan. Rumusan masalah adalah implikasi hukum pembatalan PPJB Rusun berdasarkan hukum pertanahan Indonesia. Penelitian ini juga menjawab mengenai analisis pertimbangan hakim atas pembatalan PPJB Rusun sebagai upaya hukum atas Izin AMDAL yang belum terbit berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 3870 K/Pdt/2022. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan menganalisis data sekunder dengan menggunakan bahan hukum kepustakaan terkait transaksi jual beli, PPJB, dan Rusun. Hasil Penelitian ini menjelaskan implikasi hukum pembatalan PPJB Rusun berdasarkan hukum pertanahan Indonesia dan kesesuaian kasus posisi, amar putusan, serta pertimbangan-pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3870 K/Pdt/2022 yang ditelusuri berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rusun, Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. PT SLD memenuhi persyaratan administratif untuk kepentingan konstruksi pembangunan Rusun Komersial CL. Namun, tidak memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan ekologis, khususnya kepemilikan izin AMDAL. Dalam hal terdapat permohonan permintaan pembuatan PPJB atas bangunan Rusun yang konstruksi pembangunannya belum mencapai minimum keterbangunan sebesar 20% (dua puluh persen) dan persyaratan lainnya, Notaris dapat menolak permintaan tersebut karena belum memenuhi persyaratan-persyaratan sesuai UU Rusun.

Unissued EIA permit leads to the cancellation of flat sales and purchase agreement made either in front of a Notary or privately. The core problem lies in the legal implications of canceling these SPAs in accordance with Indonesian land law. This research delves into the analysis of the judge's considerations regarding the cancellation of flat SPAs as a legal remedy for the absence of an EIA permit, as per Supreme Court Decision 3870 K/Pdt/2022. Employing a doctrinal research approach, this study scrutinizes court verdicts by examining legal materials related to real estate transactions, SPAs, and flats. The findings of this research shed light on the legal repercussions of canceling flat SPA under Indonesian law. The study also assesses the congruence of the case, the verdict, and the judge's considerations in Supreme Court Decision No. 3870 K/Pdt/2022. This analysis is rooted in Law No. 20 of 2011 concerning Flats, Government Regulation No. 13 of 2021 regarding the Implementation of Flats, and the Civil Code. PT SLD has met the administrative requirements for constructing CL Commercial Flats but falls short in terms of meeting the technical and ecological requirements, notably the possession of an EIA permit. If there is a request to create an SPA for a flat building that hasn't yet achieved the minimum buildability threshold of 20% (twenty) percent and other requirements, the Notary is within their rights to reject the request due to non-compliance with the Flat Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikari Kepartono
"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan pemilik tanah yang tidak lagi menguasai tanahnya secara fisik dan juga terkait perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak melakukan pengecekan secara fisik atas objek yang dibelinya dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020. Adapun penelitian ini menggunakan bentuk penelitian dengan pendekatan doktinal terhadap hukum. Dalam hal ini, pemegang hak milik atas tanah yang secara sengaja tidak menguasai secara fisik, tidak mengusahakan, tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak memelihara tanah yang ia miliki dapat menyebabkan tanah miliknya tersebut dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar dan mengakibatkan pemutusan hubungan hukum antara subjek pemilik hak atas tanah dengan objek tanah sehingga pihak pemilik di sini tidak lagi memiliki hak milik atas tanah yang berkaitan. Dengan demikian, maka pihak pemilik di dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020 tidaklah berhak untuk melakukan jual beli atas tanah tersebut karena ia bukanlah pemilik yang sah atas tanah tersebut dan mengakibatkan jual beli tersebut menjadi batal demi hukum. Berkaitan dengan batal demi hukumnya jual beli tersebut, pihak pembeli yang berhak mendapatkan perlindungan hukum atas kerugian yang diderita akibat batalnya jual beli tersebut pembeli yang beritikad baik. Adapun pihak JJ selaku pembeli dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020 tidak melakukan pengecekan fisik secara aktif dan cermat mengenai ada atau tidaknya pihak yang menguasai secara fisik obyek tanah yang akan dibelinya dan juga tidak menguasai objek tanah tersebut secara fisik. Dengan demikian, maka pihak JJ di sini tidak dapat dikategorikan sebagai Pembeli Beritikad Baik dan tidaklah berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas batal demi hukumnya perjanjian jual beli.

This research discuss the position of land owners who no longer physically control their land and also regarding legal protection for buyers who do not physically inspect the objects they buy in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020. This research uses a form of research with a doctinal approach to law. In this case, the holder of property rights to land who deliberately does not physically control, does not cultivate, does not use, does not exploit, and/or does not maintain the land he owns can cause his land to be categorized as abandoned land and result in the termination of the legal relationship between the subject who owns the land rights and the land object so that the owner here no longer has ownership rights to the land in question. Thus, the owner in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020 does not have the right to sell the land because she is not the legal owner of the land and this results in the sale and purchase being null and void. In connection with the nullity of the sale and purchase, the buyer is entitled to legal protection for losses suffered as a result of the cancellation of the sale and purchase, is the buyer who acted with good faith. Meanwhile, JJ as the buyer in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020 did not carry out an active and careful physical check regarding whether or not there was a party who physically controlled the land object he was going to buy and also did not physically control the land object. Thus, JJ here cannot be categorized as a Buyer in Good Faith and is not entitled to legal protection against the nullity of the sale and purchase agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>