Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221060 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gizscha Vivi Zhalsya Billa
"Perkembangan pesat teknologi dan informasi dalam era digital telah menghubungkan dunia melalui jaringan komputer yang dikenal sebagai Internet. Pertukaran data, termasuk data pribadi, menjadi hal yang umum terjadi. Namun, perlindungan terhadap data pribadi menjadi urgensi yang harus diatur melalui hukum. Data pribadi termasuk dalam hak privasi yang diakui secara internasional. Konsep privasi melibatkan hak individu untuk menikmati kehidupan dan mendapatkan perlindungan hukum terhadap informasi pribadi mereka. Di Indonesia, peraturan yang mengatur perlindungan data pribadi masih belum lengkap. Namun, pada September 2022, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi disahkan oleh DPR sebagai landasan perlindungan data pribadi di Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk memahami konsep Konsen/persetujuan (Consent) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang relevan dan memberikan perlindungan yang memadai kepada subjek data pribadi.

The rapid development of technology and information in the digital era has connected the world through a computer network known as the Internet. Exchange of data, including personal data, is common. However, protection of personal data is an urgency that must be regulated through law. Personal data falls under internationally recognized privacy rights. Privacy privacy involves the right of individuals to enjoy life and obtain legal protection of their personal information. In Indonesia, regulations governing the protection of personal data are still incomplete. However, in September 2022, the Law on Personal Data Protection was passed by the DPR as the foundation for personal data in Indonesia. This writing aims to understand the concept of Consent regulated in the relevant laws and regulations and provide adequate protection to personal data subjects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venitta Yuubina
"Seiring perkembangan digitalisasi ekonomi, bank sentral dari berbagai negara gencar melakukan eksplorasi mata uang dalam bentuk digital, yaitu Central Bank Digital Currency (CBDC). Hal ini membuka peluang bagi Bank Indonesia selaku bank sentral Indonesia untuk berinovasi mengembangkan CBDC Indonesia atau yang dikenal sebagai Rupiah Digital. Dalam konteks CBDC, tantangan yang akan dihadapi meliputi aspek dasar hukum, kerangka pengawasan, dan kebijakan yang mendasari penerbitan dan pengoperasian CBDC. Lebih lanjut, desain CBDC yang beragam, seperti teknologi distributed ledger technology atau centralized technology, serta model distribusi one-tiered atau two-tiered, berpengaruh besar terhadap pembentukan regulasi dan perundang-undangan yang perlu disusun, serta teknis implementasinya. Aspek hukum, kerangka pengawasan, kebijakan, serta pemilihan desain sangat berkenaan dengan aspek pelindungan privasi dan data pribadi pada CBDC. Hal ini dapat mempengaruhi pembagian wewenang dan tugas para peserta CBDC terhadap akses data. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengkaji terkait pelindungan privasi dan data pribadi dalam Rupiah Digital di Indonesia dengan membandingkan skema pelindungan privasi dan data pribadi CBDC di negara Nigeria, China, dan Uni Eropa. Penelitian ini akan menganalisis aspek pelindungan data pribadi pada CBDC tersebut dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Data sekunder yang akan digunakan sebagai bahan analisis berupa peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, laporan internasional, dan data lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema pelindungan privasi dan data pribadi dalam Rupiah Digital yang ada saat ini belum komprehensif. Terdapat beberapa aspek yang dapat dipetik dari skema pelindungan privasi dan data pribadi yang direkomendasikan oleh organisasi internasional dan/atau praktik CBDC di Nigeria, China, dan Uni Eropa.

The rapid advancement of economic digitalization has spurred central banks worldwide to explore Central Bank Digital Currencies (CBDCs). This development presents an opportunity for Bank Indonesia, as Indonesia's central bank, to innovate by introducing the Indonesian CBDC, known as the Digital Rupiah. However, the implementation of CBDCs comes with several challenges, including establishing a robust legal foundation, regulatory framework, and policies to govern their issuance and operation. Additionally, various CBDC design choices—such as distributed ledger technology versus centralized technology and one-tiered versus two-tiered distribution models—significantly impact the formulation of regulations, legislation, and technical implementation. Key legal aspects, regulatory frameworks, and policy considerations are closely tied to privacy protection and personal data management in the context of CBDCs. These factors influence the allocation of authority and responsibilities among CBDC participants concerning data access. This study aims to examine privacy and personal data protection in the implementation of the Digital Rupiah in Indonesia, drawing comparisons with privacy and data protection frameworks for CBDCs in Nigeria, China, and the European Union. The research employs doctrinal methods, analyzing secondary data sources such as legislation, books, journals, international reports, and other relevant materials. The findings reveal that the current privacy and personal data protection framework for the Digital Rupiah lacks comprehensiveness. Insights can be gleaned from the privacy and data protection practices recommended by international organizations and implemented in CBDC systems in Nigeria, China, and the European Union. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasya Arva Alfonso
"Pada bulan September tahun 2022, Indonesia akhirnya menyambut UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Ketentuan dalam UU PDP Indonesia mengenalkan kita pada subjek- subjek yang terlibat dalam perlindungan data pribadi, langkah-langkah untuk mendapatkan persetujuan, cara mengontrol dan memproses data pribadi, pemrosesan otomatis, transferabilitas, sanksi, dan pihak berwenang yang terlibat. Salah satu aspek yang disebutkan dalam undang-undang ini adalah pemrofilan. Pemrofilan sendiri merupakan suatu metode untuk mempelajari suatu sifat tertentu yang dimiliki oleh seorang individu. Pemrofilan telah banyak digunakan oleh perusahaan untuk mencapai pemasaran yang lebih personal dengan konsumennya. Penting untuk mempelajari sifat pribadi sifat konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan perspektif yang lebih dalam terhadap konsumen yang dituju. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana Indonesia menyediakan kerangka hukum untuk profil konsumen setelah berlakunya UU PDP karena perusahaan sangat mengandalkan data pribadi untuk tujuan pemasaran mereka. Untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas, Uni Eropa (EU) akan dipelajari secara komparatif karena mereka telah memberlakukan GDPR yang populer secara global. Dengan studi banding ini, makalah ini juga bertujuan untuk mempelajari bagaimana Indonesia dan EU membentuk kerangka hukum perlindungan data pribadi mereka khususnya terkait dengan profil konsumen untuk melindungi privasi data pribadi konsumen.

In September 2022, Indonesia finally welcomed the long-awaited Law no. 27 of 2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law). The provisions within the Indonesian PDP Law introduce us to the subjects involved in personal data protection, the steps to acquire consent, how to control and process personal data, automated-processing, transferability, sanctions, and the authorities involved. One of the mentioned aspects in this law is profiling. Profiling itself is a method of studying a certain trait that an individual has. Profiling has been widely used by companies in order to achieve a more personal marketing with their consumers. It is essential to study personal traits of a consumer in order to gain a deeper perspective towards the designated consumer. This thesis aims to analyze how Indonesia provides a legal framework for consumer profiling subsequent to the enactment of the PDP Law as companies are strongly relying upon personal data for their marketing purpose. To gather a broader perspective, the European Union (EU) will be studied comparatively as they have enacted the globally popular GDPR. With this comparative study, this paper also aims to study how Indonesian and the EU set up their personal data protection legal framework particularly in regards with consumer profiling in order to protect the privacy of personal data of the consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikrina Laili Kusumadewi
"Anak-anak tidak dapat dihindarkan dari penggunaan berbagai macam teknologi yang telah berkembang saat ini. Atas penggunaan teknologi tersebut, maka disertai pula dengan ancaman penyalahgunaan data pribadi seseorang yang mungkin akan muncul setelahnya. Ancaman tersebut cukup meresahkan, terutama bagi anak-anak yang dalam pandangan hukum dianggap sebagai individu yang tidak cakap. Sayangnya, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak mengatur dan menjelaskan secara rinci perlindungan-perlindungan yang bisa anak dapatkan atas keamanan data pribadinya. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas tentang aturan anak, sanksi, dan ganti rugi dalam perlindungan data pribadi; ketentuan hak-hak anak; dan perbandingan implementasi. Tujuannya untuk memberikan penjelasan mengenai apa saja ketentuan yang telah diatur dan bagaimana pelaksanaannya di Indonesia, yang kemudian akan dibandingkan dengan ketentuan dalam General Data Protection Regulation (GDPR). Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, berdasarkan bahan kepustakaan hukum, dengan pendekatan komparatif atau perbandingan. Hasil yang di dapat adalah bahwa ketentuan untuk anak dalam UU PDP masih belum memadai untuk melindungi data pribadi anak secara tegas dan jelas, yang mana berbanding terbalik dengan ketentuan dalam GDPR. Akibatnya, tidak ada pengimplementasian yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pemerintah perlu membentuk dan mengesahkan undang-undang baru yang terfokus membahas mengenai perlindungan data pribadi anak.

Childrens are inseparable from using various kinds of technology. The use of this technology also has a negative impact, which is misuse of one's personal data. This threat is quite troublesome, especially for children, in the eyes of the law, that are considered as incompetent individuals. Unfortunately, Regulation Number 27/2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law) does not regulate and explain in detail the protections that children can get for the security of their personal data. Therefore, this research will discuss child regulations, sanctions, and compensation in protecting personal data; child rights provisions; and the comparison of implementation. The aim is to provide an explanation of what provisions have been regulated and how they are implemented in Indonesia, which will then be compared with the provisions in the General Data Protection Regulation (GDPR). This study uses a juridical-normative method, based on legal literature, with a comparative approach. The result obtained is that the provisions for children in the PDP Law are still inadequate to protect children's personal data explicitly and clearly, which is inversely proportional to the provisions in the GDPR. As a result, there is no significant implementation in everyday life. Thus, the government needs to form and pass a new law that focuses on discussing the protection of children's personal data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cesario Putra Benyamin
"

Seiring dengan maraknya revolusi digital, data dan informasi elektronik merupakan sesuatu yang  dapat dianalisis dan memiliki nilai ekonomi untuk berbagai maksud dan tujuan. Data dan Informasi digital dalam jumlah besar dapat dihimpun dan dianalisis dengan tujuan memberikan keuntungan untuk pihak-pihak tertentu. Ketika terjadi peralihan data pribadi yang dimilikinya kepada pihak lain dengan maksud dan tujuan tertentu, maka diperlukan pertanggungjawaban yang jelas atas penggunaan data pribadi tersebut. Persetujuan atas penggunaan data pribadi yang telah disepakati oleh pemilik data pribadi dan pihak lain merupakan dasar utama untuk pemrosesan data pribadi. Terdapat beberapa regulasi di Indonesia yang mengatur mengenai Perlindungan Data Pribadi yaitu Pasal 28 (g) UUD 1945 mengenai hak atas privasi, Pasal 84 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Adminduk mengenai kualifikasi data pribadi, Pasal 26 UU No. 19 Tahun 2016 ITE mengenai penggunaan data pribadi harus berdasarkan persetujuan, Pasal 15 PP No. 82 Tahun 2012 PPSTE mengenai perlindungan data pribadi pada penyelenggara sistem elektronik, Permenkominfo No. 21 Tahun 2016 dan peraturan lainnya. Persetujuan penggunaan data pribadi dalam regulasi-regulasi tersebut belum diatur secara komprehensif dan tentu meresahkan bahkan merugikan pemilik data pribadi apabila terjadi penyalahgunaan data pribadinya. Disisi lain Uni Eropa memiliki peraturan yang komprehensif dan sistematis dalam mengatur persetujuan penggunaan pemilik data pribadi dalam General Data Protection Regulation. Mengingat RUU Perlindungan Data Pribadi sedang dalam proses, Pemerintah perlu mempertimbangkan regulasi ini untuk menciptakan produk hukum dan acuan hukum perlindungan data pribadi yang adil dan proporsional khususnya perihal persetujuan.


Along with the rise of the digital revolution, electronic data and information is something that can be analyzed and has economic value for various purposes and objectives. Digital data and information in large quantities can be collected and analyzed with the aim of providing benefits to certain parties. When there is a transfer of data subject’s personal data to other parties with specific intentions and objectives, then clear accountability is needed for the use of that personal data. The agreed consent of the use of personal data between data subject and other parties is the legal basis for processing personal data. There are several regulations in Indonesia that regulate Personal Data Protection, Article 28 (g) of the 1945 Constiution concerning the right to privacy, Article 84 of Act Number 24/2013 concerning the qualification of personal data, Article 26 of Act Number 19/2016 concerning the use of personal data must be based on consent, Article 15 of Government Regulation 82/2012 concerning the protection of personal data on electronic system operators, Minister of Communication and Informatics Regulation 20/2016 regulate specifically for the protection of personal data. Consent of the use of personal data in these regulations has not been regulated comprehensively and is certainly disturbing and even detrimental  regarding misuse of personal data. On the other hand, the European Union has a comprehensive and systematic regulation in case of data subject’s consent of processing personal data in General Data Protection Regulation. Since the draft of  Persinal Data Protection is being enacted, the government needs to consider and compare this Regulation (GDPR) to create legal products and legal references for the protection personal data that are fair and proportionate, especially on data subject’s consent.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maula Yusuf Ibrahim
"Transfer data pribadi merupakan salah satu bentuk dari pemrosesan data pribadi berupa perpindahan, pengiriman, atau penggandaan data pribadi. Terdapat tantangan dalam pelaksanaan transfer ini berkenaan dengan ketiadaan standar global mengenai pelindungan data pribadi yang menyebabkan adanya ketimpangan hukum. Akibatnya, berbagai negara menerapkan berbagai syarat agar sebuah data dapat ditransfer ke luar negeri, satunya adalah dengan prinsip kesetaraan. Prinsip ini menyatakan bahwa data hanya bisa ditransfer ke negara yang dianggap memiliki perlindungan data pribadi yang setara. Penelitian ini membahas apa yang dimaksud dengan kesetaraan dan bagaimana melakukan penilaiannya dan syarat-syarat transfer lain selain prinsip kesetaraan serta tantangan penerapannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kualitatif dan studi komparasi. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ketiadaan standar global menyebabkan berbagai negara memiliki instrumen perlindungan data pribadi yang berbeda-beda. Kondisi ini menyebabkan kemungkinan ketimpangan hukum antar dua negara yang melaksanakan transfer data, termasuk dalam menerapkan prinsip kesetaraan. Untuk mengatasi hal ini, baik Indonesia maupun Uni Eropa memberikan sejumlah syarat transfer selain prinsip kesetaraan.. Dalam menjaga data pribadi Indonesia ditengah keberagaman instrumen hukum data pribadi yang dimiliki berbagai negara ini, Indonesia dapat menerapkan sanksi administratif berupa penghapusan data pribadi yang penegakannya dapat dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Data Pribadi atau Jaksa Pengacara Negara.

Personal data transfer is a form of personal data processing that involves the movement, transmission, or duplication of personal data. There are challenges in carrying out such transfers due to the absence of global standards for personal data protection, which results in legal disparities. Consequently, various countries impose different requirements for transferring data abroad, one of which is the principle of adequacy. This principle states that data can only be transferred to countries that are deemed to have equivalent personal data protection. This research discusses what is meant by adequacy and how it is assessed, as well as other transfer requirements besides the adequacy principle and the challenges in its implementation. The research employs doctrinal legal research methods with a qualitative approach and comparative studies. The findings of the research indicate that the lack of global standards has led to different personal data protection instruments across countries. This situation creates the potential for legal disparities between two countries involved in data transfers, including the application of the adequacy principle. To address this, both Indonesia and the European Union provide a number of transfer conditions beyond the adequacy principle. To safeguard personal data in Indonesia amid the diversity of personal data protection instruments held by various countries, Indonesia could implement administrative sanctions, such as the deletion of personal data, which could be enforced by the Personal Data Protection Authority or the Attorney General's Office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishmah Naqiyya
"Perkembangan teknologi informasi dan internet dalam berbagai sektor kehidupan menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan data di dunia. Pertumbuhan data yang berjumlah besar ini memunculkan istilah baru yaitu Big Data. Karakteristik yang membedakan Big Data dengan data konvensional biasa adalah bahwa Big Data memiliki karakteristik volume, velocity, variety, value, dan veracity. Kehadiran Big Data dimanfaatkan oleh berbagai pihak melalui Big Data Analytics, contohnya Pelaku Usaha untuk meningkatkan kegiatan usahanya dalam hal memberikan insight yang lebih luas dan dalam. Namun potensi yang diberikan oleh Big Data ini juga memiliki risiko penggunaan yaitu pelanggaran privasi dan data pribadi seseorang. Risiko ini tercermin dari kasus penyalahgunaan data pribadi Pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica yang berkaitan dengan 87 juta data Pengguna. Oleh karena itu perlu diketahui ketentuan perlindungan privasi dan data pribadi di Indonesia dan yang diatur dalam General Data Protection Regulation (GDPR) dan diaplikasikan dalam Big Data Analytics, serta penyelesaian kasus Cambridge Analytica-Facebook. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersumber dari studi kepustakaan. Dalam Penelitian ini ditemukan bahwa perlindungan privasi dan data pribadi di Indonesia masih bersifat parsial dan sektoral berbeda dengan GDPR yang telah mengatur secara khusus dalam satu ketentuan. Big Data Analytics juga memiliki beberapa implikasi dengan prinsip perlindungan privasi dan data pribadi yang berlaku. Indonesia disarankan untuk segera mengesahkan ketentuan perlindungan privasi dan data pribadi khusus yang sampai saat ini masih berupa rancangan undang-undang.

The development of information technology and the internet in various sectors of life has led to an increase in data growth in the world. This huge amount of data growth gave rise to a new term, Big Data. The characteristic that distinguishes Big Data from conventional data is that Big Data has the characteristic of volume, velocity, variety, value, and veracity. The presence of Big Data is utilized by various parties through Big Data Analytics, for example for Corporation to incurease their business activities in terms of providing broader and deeper insight. But this potential provided by Big Data also comes with risks, which is violation of one's privacy and personal data. One of the most scandalous case of abuse of personal data is Cambridge Analytica-Facebook relating to 87 millions user data. Therefor it is necessary to know the provisions of privacy and personal data protection in Indonesia and which are regulated in the General Data Protection (GDPR) and how it applied in Big Data Analytics, as well as the settlement of the Cambridge Analytica-Facebook case. This study uses normative juridical methods sourced from library studies. In this study, it was found that the protection of privacy and personal data in Indonesia is still partial and sectoral which is different from GDPR that has specifically regulated in one bill. Big Data Analytics also has several implications with applicable privacy and personal data protection principles. Indonesia is advised to immediately ratify the provisions on protection of privacy and personal data which is now is still in the form of a RUU."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Novinna
"Dalam layanan E-commerce menimbulkan dampak negatif yaitu terjadi pencurian dan penjualan Data Pribadi konsumen pengguna layanan oleh pihak tidak bertanggungjawab. E-commerce dan Perlindungan Konsumen saling berkaitan, penting dalam praktik kegiatan e-commerce untuk menjaga kepercayaan konsumen selaku pengguna layanan, maka pelindungan data pribadi mendapat perhatian negara-negara di lingkup Kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini membahas terkait pengaturan Pelindungan Hak atas Data Pribadi sebagai bagian dari hak konsumen dalam penyelenggaraan E-commerce di Indonesia, pengaturan hak untuk memperbaiki data, hak atas penghapusan Data Pribadi, hak portabilitas data dalam konsep Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan implementasi hak konsumen atas Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam konteks E-commerce. Metode penelitian ini adalah hukum normatif dengan pendekatan Peraturan Perundang-undangan dan komparatif. Adapun kesimpulannya yaitu  pengguna selaku konsumen berhak untuk mengetahui informasi yang jelas akan akuntabilitas, transparansi, proses pencegahan, dan penegakan hukum dalam kasus kebocoran Data Pribadi yang dialami dalam penyelenggara e-commerce. Masalah Pelindungan Data Pribadi menjadi isu di Negara Singapura dan Malaysia, dan pengaturan mengenai Tiga Hak diatas berbeda-beda. Dalam implementasi penegakan Pelindungan Data Pribadi, Singapura dan Malaysia memiliki organisasi khusus yang berwenang dalam penegakan hukumnya, sedangkan Indonesia berupaya membentuk Lembaga khusus untuk memastikan implementasi Pelindungan Data Pribadi

E-commerce services have a negative impact, namely the theft and sale of Personal Data of service users by irresponsible parties. E-commerce and Consumer Protection are interrelated, important in the practice of e-commerce activities to maintain consumer confidence as service users, then the protection of personal data gets the attention of countries in the scope of Southeast Asia Region. This research discusses the regulation of the Protection of the Right to Personal Data as part of consumer rights in the implementation of E-commerce in Indonesia, the regulation of the right to correct data, the right to erasure of Personal Data, the right to data portability in the concept of Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore, and the implementation of consumer rights to Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore in the context of E-commerce. This research method is normative law with Legislation and comparative approach. The conclusion is that users as consumers have the right to know clear information on accountability, transparency, prevention process, and law enforcement in the case of Personal Data leakage experienced in e-commerce providers. The issue of Personal Data Protection is an issue in Singapore and Malaysia, and the regulation of the Three Rights above is different. In the implementation of Personal Data Protection enforcement, Singapore and Malaysia have special organizations authorized to enforce the law, while Indonesia seeks to establish a special institution to ensure the implementation of Personal Data Protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Nurul Anjani
"Data pribadi merupakan rangkaian informasi mengenai suatu individu dan akan terus melekat terhadapnya. Pelindungan data pribadi merupakan salah satu instrumen dalam menegakkan hak privasi suatu individu yang telah dijamin oleh Pasal 28G UUD 1945. Meskipun telah terdapat kewajiban hukum untuk melindungi, penggunaan data pribadi tidak lekang dari adanya risiko kegagalan pelindungan atau penyalahgunaan dan mengakibatkan pelanggaran hak privasi. Risiko ini pun tidak berhenti saat subjek data pribadi telah meninggal. Sebab, suatu data pribadi yang telah tersimpan tidak secara otomatis dapat terhapuskan melainkan terdapat syarat dan prosedur yang diberlakukan sebagaimana kebijakan privasi sistem elektronik dan ketentuan hukum yang berlaku. Terlebih, dampak dari pelanggaran atau kegagalan pelindungan data pribadi tersebut dapat membawa pengaruh ke pihak keluarga yang masih hidup. Namun, upaya pelindungan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal tidak merupakan ketentuan pokok dalam hukum pelindungan data pribadi seperti dalam GDPR atau UU PDP. Di sisi lain, PDP Prancis dan PDPA Singapura telah mengakui adanya kedudukan subjek data pribadi yang telah meninggal dan memberlakukan pelindungan terhadap subjek data pribadi yang meninggal dengan tujuan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal atau pihak keluarga. Oleh sebab itu, melalui metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis data studi komparatif Penulis melakukan analisis perbandingan negara yang telah memiliki regulasi mengenai pelindungan data pribadi atas subjek data pribadi yang telah meninggal serta terkait konsekuensi hukum yang terjadi. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa sejatinya Indonesia telah mengakui adanya ketentuan pelindungan tersebut melalui Pasal 439 KUHP dan Pasal 32 ayat (1) PM Kesehatan 24/2022. Akibatnya, diperlukan pengaturan pemberlakuan pemenuhan hak privasi dan pelindungan data pribadi terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal secara komprehensif.

Personal data is a series of information about an individual and will remain associated with the individual. Personal data protection is one of the instruments in upholding the right to privacy of an individual that has been guaranteed by Article 28G of the 1945 Constitution. Regardless of the legal obligation to protect, the use of personal data is inevitable from the risk of failure or misuse of personal data and resulting in a violation of privacy rights. This risk does not stop even when the personal data subject is deceased. Since, personal data that has been stored in cyberspace cannot be automatically erased, there are terms and procedures that are applied as the privacy policy of the electronic system and applicable law. Moreover, the impact of a violation or failure to protect personal data can affect the family. However, the protection of deceased personal data subjects is not a fundamental provision in personal data protection, as in the GDPR or the PDP Law. On the other hand, the French PDP and Singapore PDPA have recognized the position of deceased personal data subjects and enacted the protection of deceased personal data subjects for the purpose of deceased personal data subjects or the family. Thus, through normative juridical research method with comparative study data analysis method the author conducts a comparative analysis of countries that have regulated the protection of personal data on deceased personal data subjects and related legal consequences. The outcome shows that Indonesia Regulations has recognized the existence of such protection provisions through Article 439 of the Criminal Code and Article 32 paragraph (1) MOH Regulation 24/2022. Therefore, it is necessary to comprehensively regulate the implementation of the fulfilment of the right to privacy and personal data protection for deceased personal data subjects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Nur Iman Hasbullah
"Perkembangan teknologi dan digitalisasi membuat pemrosesan data pribadi semakin kompleks dan seringkali melibatkan lebih dari satu pihak yang melakukan pemrosesan data. Konsep pengendali data bersama atau Joint Controller hadir untuk mengakomodasi kondisi tersebut dimana para pengendali nantinya berbagi kontrol dalam menentukan tujuan dan cara pemrosesan data. Meskipun konsep ini mengatur adanya pembagian tanggung jawab antara pengendali data tetapi dalam praktiknya masih timbul kerancuan mengenai bagaimana menentukan para pihak termasuk dalam kondisi Joint Controller dan besaran pembagian pertanggungjawaban para pengendali apabila terjadi pelanggaran data. Terdapat contoh kasus di Uni Eropa seperti kasus Fashion ID dan Wirtschaftsakademie yang menunjukkan bahwa pihak yang tidak langsung mengendalikan atau memiliki kontrol terhadap data juga dapat dianggap sebagai Joint Controller meskipun tidak terdapat perjanjian secara eksplisit oleh para pihak dalam menentukan tujuan pemrosesan data. Tentunya, hal ini menimbulkan kerancuan bagi para pihak yang terlibat dalam Joint Controller nantinya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana menentukan para pihak termasuk dalam Joint Controller dan pembagian pertanggungjawabannya apabila terjadi pelanggaran data. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dan menggunakan studi komparatif yang akan membahas bagaimana konsep dan pertanggungjawaban Joint Controller antara Indonesia dan Uni Eropa merujuk kepada dua kasus yang terjadi di Uni Eropa. Dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum memiliki aturan dan penjelasan lebih lanjut terkait konsep pertanggungjawaban Joint Controller apabila dibandingkan di Uni Eropa yang telah memiliki pedoman dan penjelasan lebih lengkap. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dan lembaga pelindungan data pribadi sepatutnya dapat membentuk suatu pedoman khusus untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab dalam konsep Joint Controller dan bagaimana mekanisme pembagian pertanggungjawabannya.

The development of technology and digitalisation has made the processing of personal data more complex and often involves more than one party performing data processing. The concept of joint controller exists to accommodate this condition where the controllers will share control in determining the purposes and means of data processing. Although this concept regulates the sharing of responsibility between data controllers, in practice there is still confusion about how to determine the parties included in the Joint Controller condition and the amount of responsibility sharing of the controllers in the event of a data breach. There are examples of cases in the European Union such as the Fashion ID and Wirtschaftsakademie cases that show that parties that do not directly control or have control over data can also be considered as Joint Controllers even though there is no explicit agreement by the parties in determining the purpose of data processing. Of course, this creates confusion for the parties involved in the Joint Controller later. Therefore, this research aims to analyse how to determine the parties included in the Joint Controller and the division of liability in the event of a data breach. This research uses the doctrinal method and uses a comparative study that will discuss how the concept and liability of the Joint Controller between Indonesia and the European Union refer to two cases that occurred in the European Union. It can be concluded that Indonesia does not have further rules and explanations regarding the concept of Joint Controller liability when compared to the European Union which has more complete guidelines and explanations. Therefore, the Government of Indonesia and personal data protection institutions should be able to form a special guideline to determine the responsible party in the Joint Controller concept and how the mechanism for sharing responsibility."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>