Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145550 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sayyida Irfaniya
"Metafora anak digunakan untuk merendahkan kelompok-kelompok yang terpinggirkan pada masa kolonialisme - yang menciptakan pengelompokan berdasarkan ras yang memisahkan antara mereka yang dianggap dewasa dan mereka yang dianggap seperti anak-anak. Prasangka terhadap ras lain ternyata masih mengakar kuat dalam pemikiran individu di Jerman. Oleh karena itu, hingga saat ini, perlakuan rasis terhadap ras yang berbeda, terutama ras kulit hitam, masih dianggap sebagai hal yang biasa. Serial TV Jerman Moooment: im Eis Café, yang menjadi korpus data dalam penelitian ini, menggambarkan perlakuan rasis terhadap ras kulit hitam di Jerman. Penelitian ini menampilkan metafora anak melalui pelaku rasisme, yaitu orang dewasa berkulit putih. Dengan menampilkan orang dewasa kulit putih seperti kanak-kanak, serial ini berhasil menggambarkan betapa konyol dan tidak masuk akalnya perlakuan rasisme di Jerman. Penelitian ini menggunakan perspektif kolonialisme untuk menganalisis penggunaan metafora anak dalam serial Moooment. Selain itu, teori representasi dari Stuart Hall akan membantu dalam menganalisis lebih dalam mengenai representasi yang dihasilkan dari penggunaan metafora anak pada orang dewasa kulit putih. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metafora anak dalam serial Moooment yang digambarkan melalui orang dewasa berkulit putih merupakan bentuk perlawanan terhadap rasisme di Jerman.

The metaphor of child was used to demean marginalized groups during colonialism – which created groupings based on race that separate between those considered adults and those considered childlike people. Prejudice against other races is found to be still deeply rooted in individual thought in Germany. Hence until today, racist treatment of different races, particularly the black race, is still regarded as a common occurrence. The German TV series Moooment: im Eis Café, the corpus of data in this study, illustrates the racist treatment of the black race in Germany. This study displays the metaphor of child through perpetrators of racism, namely white adults. With white adults presented as childlike people, This series successfully depicts how ridiculous and unreasonable the treatment of racism is in Germany. This study employs a colonialist perspective to analyze the use of the child metaphor in the Moooment series. In addition, Stuart Hall's theory of representation will aid in a deeper analysis of the representations resulting from the use of child metaphors on white adults. The results of the study indicate that the Moooment series' metaphor of the child, pictured through the white adults, is a form of resistance to racism in Germany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ely Agustin Pristianingrum
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas rumusan metaforis dalam ungkapan sanepa. Tujuan
penelitian ini untuk menemukan bagaimana makna metaforis dalam ungkapan
sanepa dirumuskan melalui analisis metafora. Penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif dengan tahap-tahap penelitian Sudaryanto (2015). Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori makna Leonard Bloomfield (1957),
teori komponen makna Nida (1975), dan teori metafora Lakoff dan Johnson
(1980). Penelitian menghasilkan tiga temuan, yaitu 1) ungkapan sanepa
merupakan metafora unik, 2) ungkapan sanepa merupakan metafora modifikasi,
dan 3) klasifikasi ungkapan sanepa kategori manusia dan kategori bukan manusia.

ABSTRACT
This research discusses about the metaphoric formulation in the sanepa
expression. The purpose of this research is to find how metaphoric meaning is
being formulated based on the metaphor analysis. This research uses the
qualitative method which based on the research stages of Sudaryanto (2015). The
theories which are uses for this research are the theory of meaning by Leonard
Bloomfield (1957), the theory of meaning component by Nida (1975), the
metaphor theory by Lakoff and Johnson (1980). This research produced 3
investions, they are, 1) the sanepa expression is a unique metaphor, 2) the sanepa
expression is a metaphor is being modified, and 3) the catagories of sanepa
expression included human and non-human."
2016
S64405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutvia Ananda Dewita
"Penelitian ini membahas praktik nilai-nilai patriarki oleh keluarga diaspora Korea di Kanada yang direpresentasikan dalam serial TV Kanada Kim’s Convenience. Serial TV mempunyai peran sebagai media representasi yang dapat menggambarkan sebuah realitas sosial di masyarakat, seperti gambaran kehidupan keluarga diaspora di suatu negara. Salah satu negara yang banyak menjadi tujuan diaspora adalah Kanada. Kanada juga disebut sebagai negara multikultural karena banyaknya populasi imigran dari berbagai negara. Walaupun begitu, masyarakat diaspora, khususnya kelompok minoritas masih kurang direpresentasikan dalam media massa Kanada. Di antara acara TV Kanada yang menampilkan kelompok masyarakat minoritas, terdapat serial TV Kim’s Convenience yang menampilkan orang Asia sebagai pemeran utama. Serial TV ini bercerita tentang keluarga diaspora Korea di Kanada. Penelitian ini menggunakan metode analisis naratif kritis dengan korpus serial TV Kanada Kim’s Convenience musim ke-3 (2019) dan musim ke-4 (2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa serial TV Kim’s Convenience musim ke-3 dan ke-4 merepresentasikan generasi pertama diaspora Korea yang terwakili oleh pemeran laki-laki Tuan Kim yang masih mempraktikan empat nilai-nilai patriarki, yaitu perempuan bertanggung jawab dalam pekerjaan domestik, kepala keluarga mengontrol dan mengawasi anggota keluarga, kepala keluarga bertanggung jawab atas kesalahan anggota keluarga, dan kepedulian ayah kepada anak laki-laki. Sebaliknya, tokoh perempuan generasi pertama diaspora Korea dalam serial TV ini direpresentasikan sebagai seseorang yang menolak praktik patriarki terhadap dirinya.

This study discusses the practice of patriarchal values by Korean diaspora family in Canada represented in the Canadian TV series Kim's Convenience. TV series has a role as a media representation that can portray social reality in society, such as a representation of a diaspora family life in a country. One of the most popular destinations for diaspora is Canada. Canada is also known as a multicultural country because of the large population of immigrants from various countries. However, the diaspora community, especially visible minorities, are still underrepresented in the Canadian mass media. Among Canadian TV shows featuring visible minorities, there is a TV series, Kim's Convenience, which features Asian people as the main characters. This TV series tells the story of a Korean diaspora family in Canada. This study uses a critical narrative analysis method with the corpus of Canadian TV series Kim's Convenience season 3 (2019) and season 4 (2020). The results of this study show that the TV series Kim's Convenience season 3 and season 4 represent the Korean diaspora's first generation, Mr. Kim, who still practicing four patriarchal values. Those patriarchal values are a woman who is responsible for domestic work, the head of the family who controls and supervises family members, the head of the family who is responsible for the family member’s mistake, and the father's concern for his son. On the other hand, the female character of the Korean diaspora's first generation in this TV series is represented as someone who resists patriarchal practices against her."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annajm Arradita Andhi Ajeng
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah keberfungsian keluarga dapat memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat apakah dimensi-dimensi dari keberfungsian keluarga yaitu problem solving, communication, roles, affective responsiveness, affective involvement dan behavior control secara bersama-sama dapat memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai. Pengukuran intimacy dilakukan dengan menggunakan Miller Social Intimacy Scale MSIS sementara pengukuran keberfungsian keluarga dilakukan dengan menggunakan Family Assessment Device FAD yang didasari oleh teori McMaster Model of Family Functioning. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 188 perempuan dan 67 laki-laki dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai, berumur 20-40 tahun, sedang menjalin hubungan berpacaran, dan belum menikah. Hasil penelitian dengan teknik simple regression menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga tidak signifikan memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memilki orang tua bercerai. Hal yang sama juga ditemukan pada dimensi-dimensi dari keberfungsian keluarga, dimana hasil multiple regression menunjukkan bahwa dimensi-dimensi dari keberfungsian keluarga secara bersama-sama tidak signifikan memprediksi intimacy dalam hubungan berpacaran pada dewasa muda yang memiliki orang tua bercerai.

This study conducted to examined family functioning as predictor of intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents. This study also examined whether the dimensions of family functioning problem solving, communication, roles, affective responsiveness, affective involvement and behavior control could simultaneously predict intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents. Intimacy was measured with Miller Social Intimacy Scale MSIS and family functioning was measured with Family Assessment Device FAD based on McMaster Model of Family Functioning Theory. This study consisted of 188 females and 67 males young adults with divorced parents, aged 20 40, is in dating relationship during the study, and have not been married before. The result with simple regression indicated that family functioning not significantly could be a predictor of intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents. The same result was found on the dimensions of family family functioning in which multiple regression showed that the dimensions of family functioning could not simultaneously predict intimacy in dating relationship among young adults with divorced parents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afinafaza Rusyda Putri
"Rendahnya keterlibatan ayah merupakan situasi yang mengkhawatirkan mengingat pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak, khususnya anak pada masa kanak-kanak awal (3-6 tahun). Salah satu faktor yang diduga dapat memengaruhi keterlibatan ayah adalah maternal gatekeeping. Maternal gatekeeping didefinisikan sebagai perilaku ibu yang memfasilitasi, membatasi, dan mengontrol ayah, baik ketika mereka berinteraksi dengan anak atau bahkan sebelum dan sesudah terlibat dengan anak. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah maternal gatekeeping dapat memprediksi keterlibatan ayah. Secara khusus, penelitian ini akan melihat kontribusi dimensi-dimensi maternal gatekeeping sebagai prediktor keterlibatan ayah, yaitu dimensi encouragement, discouragement, dan control. Partisipan penelitian ini adalah 94 ayah yang berumur 28-49 tahun dan memiliki anak berumur 3-6 tahun. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inventory of Father Involvement dan The Maternal Gatekeeping Scale yang disebar secara online melalui Google Form. Hasil penelitian menggunakan analisis Multiple Linear Regression menunjukkan bahwa sumbangan pengaruh tiga dimensi maternal gatekeeping secara bersama-sama terhadap keterlibatan ayah adalah sebesar 28.7%. Selain itu, hasil analisis kontribusi setiap dimensi maternal gatekeeping terhadap keterlibatan ayah menemukan bahwa perilaku ibu yang memfasilitasi (dimensi encouragement) memprediksi tingkat keterlibatan ayah, sedangkan dimensi discouragement dan control tidak.

The low of father involvement is a concerning situation given the importance of their involvement in childcare, particularly during early childhood (3-6 years). One suspected factor that might influence father involvement is maternal gatekeeping. Maternal gatekeeping refers to a mother's behavior that either facilitates, restricts, or controls the father's interactions with the child, even before and after they engage with the child. Therefore, this study aims to investigate whether maternal gatekeeping can predict father involvement. Specifically, the research will examine the contributions of dimensions of maternal gatekeeping, encouragement, discouragement, and control, as predictors of father involvement. The participants of this study were 94 fathers aged 20-50 years who had children aged 3-6 years. The measures used in this study were the Inventory of Father Involvement and The Maternal Gatekeeping Scale, distributed online through Google Form. The results of the study using Multiple Linear Regression analysis showed that the three dimensions of maternal gatekeeping collectively accounted for 28.7% of the variance in father involvement. Furthermore, the analysis indicates that facilitative behavior from mothers (encouragement) predicts the level of father involvement, meanwhile discouragement and control did not."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Maharini
"Parenting self-efficacy diketahui adalah faktor penting dalam menentukan keberhasilan proses pengasuhan anak. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa parenting self-efficacy memiliki hubungan negatif dengan parental stress. Penelitian ini melihat peran parental stress dalam memprediksi parenting self-efficacy pada orang tua. Partisipan penelitian adalah 189 orang tua dengan anak usia kanak-kanak madya (5 - 12 tahun). Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa parental stress dapat memprediksi parenting self-efficacy pada orang tua secara negatif sebesar 11,4%, F(1, 187) = 24,084 p< 0,01, R2 = 0.114, menunjukkan bahwa parental stress menyebabkan penurunan tingkat parenting self-efficacy orang tua. Selain itu, ditemukan perbedaan parental stress yang signifikan (p < 0,05) antara ibu (M = 98,9, SD = 37,8) dan bapak (M = 82,8, SD = 34, 1). Hasil penelitian ini memberikan penemuan baru mengenai peran parental stress terhadap parenting self-efficacy pada orang tua dan dapat diimplementasikan hasilnya dengan membuat psikoedukasi atau intervensi terhadap parental stress dalam upaya untuk meningkatkan parenting self-efficacy.

Parenting self-efficacy is known to be an important factor in determining parenting success. Previous studies have shown a negative correlation between parenting self- efficacy and parental stress. This research aims to see the role of parental stress in predicting parenting self-efficacy in parents. 189 parents of 5 - 12 year old kids participated in the study. Results show that parental stress has a role in predicting parenting self-efficacy of 11,4% with F(1, 187) = 24,084, p< 0,01, R2 = 0.114, which indicates that parental stress causes a reduction in parenting self-efficacy. Besides that, a significant difference (p < 0,05) in parental stress was detected between mothers (M = 98,9, SD = 37,8) and fathers (M = 82,8, SD = 34, 1). This research gives a new finding of the role of parental stress towards parenting self-efficacy and can be implemented by creating psychoeducation or interventions focused on parental stress in endeavors to increase parenting self-efficacy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Children with autism have three clear characteristic, that is social problems, poor in two way interactions, communication problems and lack of imagination. Autism includes asperger's syndrome. It peeled with the statement taht there are many categories of autism, that were namely as austistic disorder, asperger's syndrome (Atypical austisme) and pervasive disorder. This study was conducted by using a concept paper to examine previous studies that have been undertaken in respect of children with asperger's syndrome. The objective of this study is to discuss the elements of storytelling include oral and written aspects that were used as learning techniques among asperger's syndrome. Studies were carried out by selecting the corresponding reference material to study as an objective assessment tool. The result showed that this learning techniques gaved a positive impact for children with asperger's syndrome and were able to act as a lifelong learning. This study would be beneficial to the further researcher in order to analyze the appropriate method to be applied to the children with asperger's syndrome in everyday life, as well as a catalyst for the reduction of communication disorders and language disorders that were face by those children. "
JBSD 3:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Salvaditya Tama
"Artikel tersebut menjelaskan fenomen Arsenal Fan TV terhadap basis penggemar Arsenal di dunia yang semakin jenuh dengan media digital dan bagaimana penggemar sepak bola membentuk identitas mereka melalui konten media sosial, Arsenal Fan TV adalah pionir konten partisipasi penggemar sepak bola di platform media sosial YouTube . Hal ini telah mengubah sifat fandom sepak bola, karena kombinasi ‘fandom-teknologi’ memungkinkan penggemar untuk mengekspresikan pandangan mereka terhadap klub setiap hari (Woods & Ludvigsen, 2021). Tulisan ini menggunakan perspektif Nash (2000) terhadap fandom, khususnya pada lingkup sepak bola yang berhubungani kuat dengan kasus Arsenal Fan TV sebagai salah satu fan televisi terpopuler di industri fandom sepak bola. Selain itu, artikel ini mengkaji bagaimana media digital mentransformasikan fandom sepak bola untuk memperkuat identitas sosial mereka sebagai sebuah kelompok di platform media sosial. Artikel tersebut berargumen bahwa konten saluran Arsenal Fan TV mengubah dinamika fandom dan persepsi anggotanya terhadap sepak bola. klub yang berhubungan dengan teori identitas sosial Michael Hogg (2016) yang berfokus pada sosial dan norma kelompok, kepemimpinan di dalam dan antar kelompok. Fandom sepak bola memang berbeda jauh jika dibandingkan dengan fandom lainnya, karena mereka sangat mengutamakan klub sepak bola kesayangannya dalam berbagai aspek kehidupannya. Oleh karena itu, klub sepak bola yang mereka dukung akan merubah norma-norma sehari-hari dan status sosial mereka. Mengetahui bahwa kekuatan identitas sosial yang dimiliki Arsenal Fan TV dalam merubahi lebih banyak Penggemar Arsenal di seluruh dunia agar norma-norma mereka ditetapkan oleh hasil Arsenal setiap minggu melalui besar-besaran mereka. keterlibatan digital akan sangat bermanfaat untuk mempelajari fenomena ini. Karena mengatasi kekuatan loyalitas dan identitas fandom sepak bola adalah hal yang penting, belajar dari pendapat Nash (2000) dan pengalaman mengenai suporter Liverpool yang berbasis di Skandinavia dipandang sebagai pemburu kejayaan karena kurangnya persatuan dengan suporter lokal.

The article describes the phenomenon of Arsenal Fan TV on Arsenal’s fan base in an increasingly digital media- saturated world and how football fans shape their identity through social media content, Arsenal Fan TV is the pioneer in football fan participation content on the social media platform YouTube. It has changed the nature of football fandom, as its ‘fandom-technology’ combination allows fans to express their views towards the club daily (Woods & Ludvigsen, 2021). This paper use Nash’s (2000) perspective towards fandom, specifically on a football scope which connects strongly to the case of Arsenal Fan TV as one of the most popular fan television in the football fandom industry. Other than that, this article studies how digital media transforms football fandoms to strengthen their social identity as a group in social media platforms.. The article argues that the contents of the Arsenal Fan TV channel change the dynamics of the fandom and the member’s perceptions of the club which connects to Michael Hogg’s (2016) social identity theory that focuses on social influence and group norms, leadership within and between groups. Football fandom is different distinctly different when being compared to other fandoms, as they really prioritize their favourite football club in many aspects of their life. Hence, the football club they support will be affecting their daily norms and social status.Knowing that the strength in social identity that Arsenal Fan TV has in influencing more Arsenal Fans around the world to have their norms set by Arsenal results every week through their massive digital engagement will be very beneficial for studying this phenomenon. As addressing the strength in loyalty and identity for a football fandom is important, learning from Nash’s (2000) take and experience on Liverpool’s Scandinavian based supporters being seen as glory hunters due to the lack of unity with the local supporters.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Hapsari
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Khairunnisa Saputri
"Hubungan antara kesepian dan adiksi smartphone tidak selalu ditemukan berkorelasi secara signifikan. Di sisi lain, Deficient Self-Regulation Model mengajukan disregulasi emosi sebagai mediator dalam hubungan antara adiksi smartphone dan kesepian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali hubungan positif antara kesepian dan adiksi smartphone, serta sejauh mana hubungan tersebut dapat dimediasi oleh disregulasi emosi. Sebanyak 158 dewasa muda (69% perempuan; Musia = 21,19, SD = 1,92) diukur menggunakan Smartphone Addiction Scale – Short Version, Revised UCLA Loneliness Scale, dan Brief Version of Difficulties in Emotion Regulation Scale. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa kesepian berhubungan secara positif dan signifikan dengan adiksi smartphone. Hasil analisis PROCESS simple mediation (Model 4) menunjukkan bahwa hubungan kesepian dan adiksi smartphone dimediasi secara penuh oleh disregulasi emosi. Diskusi mengenai temuan-temuan dalam penelitian ini akan mengangkat peran penting dari disregulasi emosi dalam memahami bagaimana kesepian di kalangan dewasa muda dapat memicu perilaku adiksi smartphone dan berbagai dampak negatif yang mengikutinya.

According to previous findings, the relationship between loneliness and smartphone addiction did not always show significant correlation. On the other hand, the Deficient Self-Regulation Model proposes emotional dysregulation as a mediator between loneliness and smartphone addiction. This study aimed to re-examine the positive relationship between loneliness and smartphone addiction and explore the extent to which emotional dysregulation mediates this relationship. A total of 158 Indonesian young adults (69% female; Musia=21,19, SD=1,92) were measured using the Smartphone Addiction Scale – Short Version, the Revised UCLA Loneliness Scale to assess loneliness, and the Brief Version of Difficulties in Emotion Regulation Scale. Results of the correlation analysis indicated a positive and significant relationship between loneliness and smartphone addiction. Notably, the findings of the PROCESS simple mediation analysis (Model 4) revealed that the relationship between loneliness and PSU is fully mediated by emotional dysregulation. The discussion of the current study's findings will emphasize the vital role ofemotional dysregulation in understanding how loneliness among young adults can trigger smartphone addiction and subsequent negative consequences."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>