Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafa Safira
"Pandemi Covid-19 berdampak pada tingginya permintaan pelayanan kesehatan dan menempatkan pegawai rumah sakit pada kondisi yang penuh tekanan. Kondisi tersebut diduga memiliki dampak jangka panjang hingga masa transisi pandemi Covid-19. Akibatnya, tuntutan kerja pegawai rumah sakit menjadi meningkat, khususnya tuntutan kerja emosional sehingga rentan untuk menurunkan kesejahteraan psikologisnya. Agar kesejahteraan psikologis pegawai tetap terjaga, diperlukan sumber daya pribadi berupa modal psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis, serta hubungan modal psikologis dan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 184 partisipan yang merupakan pegawai rumah sakit berusia 18 hingga 55 tahun dengan masa kerja selama minimal satu tahun dan melibatkan interaksi langsung dengan pasien atau pelanggan dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain cross sectional study. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Well-Being Scale (PWBS), bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis (r = -0,27, p < 0,05). Sebaliknya, ditemukan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dan kesejahteraan psikologis (r = 0,73, p < 0,05). Dengan demikian, pegawai dengan tingkat modal psikologis tinggi dapat tetap sejahtera walau mengalami tuntutan kerja emosional dalam pekerjaannya.

The Covid-19 pandemic has resulted in a high demand for health services and has put hospital workers under stressful conditions. This situation is expected to have a prolonged effect in the current transition of the Covid-19 pandemic. As a result, the job demands of hospital workers have increased, especially emotional job demands which are prone to reducing their psychological well-being. Therefore, hospital workers need to have psychological capital as a personal resource to maintain their psychological well-being. This research aims to examine the relationship between emotional job demands and psychological well-being, and also the relationship between psychological capital and psychological well-being. This research was conducted on 184 hospital workers aged 18 to 55 years old who had at least one year of working experience and involved direct interaction with patients or customers within their work. This study used a quantitative method with a correlational cross-sectional study design. The Psychological Well-Being Scale (PWBS), part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), and the Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) were used as measurement instruments. Pearson's Correlation test showed a significant negative relationship between emotional job demands and psychological well-being (r = -0,27, p<0,05). In contrast, a significant positive relationship was found between psychological capital and psychological well-being (r = 0,73, p<0,05). Thus, hospital workers with high levels of psychological capital can remain prosperous even in emotionally demanding work environments."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Safira
"Pandemi Covid-19 berdampak pada tingginya permintaan pelayanan kesehatan dan menempatkan pegawai rumah sakit pada kondisi yang penuh tekanan. Kondisi tersebut diduga memiliki dampak jangka panjang hingga masa transisi pandemi Covid-19. Akibatnya, tuntutan kerja pegawai rumah sakit menjadi meningkat, khususnya tuntutan kerja emosional sehingga rentan untuk menurunkan kesejahteraan psikologisnya. Agar kesejahteraan psikologis pegawai tetap terjaga, diperlukan sumber daya pribadi berupa modal psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis, serta hubungan modal psikologis dan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 184 partisipan yang merupakan pegawai rumah sakit berusia 18 hingga 55 tahun dengan masa kerja selama minimal satu tahun dan melibatkan interaksi langsung dengan pasien atau pelanggan dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain cross sectional study. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Well-Being Scale (PWBS), bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis (r = -0,27, p < 0,05). Sebaliknya, ditemukan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dan kesejahteraan psikologis (r = 0,73, p < 0,05). Dengan demikian, pegawai dengan tingkat modal psikologis tinggi dapat tetap sejahtera walau mengalami tuntutan kerja emosional dalam pekerjaannya.

The Covid-19 pandemic has resulted in a high demand for health services and has put hospital workers under stressful conditions. This situation is expected to have a prolonged effect in the current transition of the Covid-19 pandemic. As a result, the job demands of hospital workers have increased, especially emotional job demands which are prone to reducing their psychological well-being. Therefore, hospital workers need to have psychological capital as a personal resource to maintain their psychological well-being. This research aims to examine the relationship between emotional job demands and psychological well-being, and also the relationship between psychological capital and psychological well-being. This research was conducted on 184 hospital workers aged 18 to 55 years old who had at least one year of working experience and involved direct interaction with patients or customers within their work. This study used a quantitative method with a correlational cross-sectional study design. The Psychological Well-Being Scale (PWBS), part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), and the Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) were used as measurement instruments. Pearson's Correlation test showed a significant negative relationship between emotional job demands and psychological well-being (r = -0,27, p<0,05). In contrast, a significant positive relationship was found between psychological capital and psychological well-being (r = 0,73, p<0,05). Thus, hospital workers with high levels of psychological capital can remain prosperous even in emotionally demanding work environments."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Ramadhina
"Pandemi Covid-19 mengakibatkan peningkatan penggunaan internet, sehingga ditengarai semakin memicu timbulnya Fear of Missing Out (FoMO) pada mahasiswa tahun pertama yang sedang berada pada masa penyesuaian diri di perguruan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara FoMO dan penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama. Terdapat 141 partisipan dalam penelitian ini yang merupakan mahasiswa tahun pertama di Indonesia dan aktif menggunakan media sosial. Penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi. Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara FoMO dan penyesuaian diri mahasiswa (r = -0.087, p > 0.05). Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa tingkat FoMO dan penyesuaian diri mahasiswa berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya untuk mempertimbangkan heterogenitas partisipan dan melibatkan variabel atau aspek lain seperti penggunaan media sosial, riwayat pembelajaran daring menjadi luring, dan socioeconomic status.

The Covid-19 pandemic has caused an increase in internet usage, so it is suspected that it has further triggered the emergence of Fear of Missing Out (FoMO) in first-year college students who are in the adjustment period at college. This study aims to determine the correlation between FoMO and first-year college students' adjustment. One hundred forty-one participants in this study were first-year college students in Indonesia actively using social media. This study used correlation and regression analysis methods. The results proved no significant correlation between FoMO and college students' adjustment (r = -0.087, p > 0.05). In addition, this study also found that the level of FoMO and college student adjustment was moderate. Based on the results of this study, researchers suggest for future studies to consider the heterogeneity of participants and involve other variables or aspects such as social media use, learning history from online to offline, and socioeconomic status."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdau Siroj Amrulloh
"Penelitian ini membahas hubungan antara spiritualitas di tempat kerja dengan berbagai bentuk kesejahteraan karyawan dalam aspek kesehatan mental yaitu kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual. Teknik pengumpulan datanya menggunakan desain survei, lalu dilakukan uji regresi menggunakan SPSS 20 untuk mengetahui hubungannya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 202 responden yang telah bekerja di Jakarta selama minimal 1 tahun dari berbagai latar belakang industri, instansi, jabatan, pengalaman kerja dan status kerja.
Temuan dalam penelitian ini adalah keempat bentuk kesejahteraan karyawan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual memiliki hubungan yang positif terhadap spiritualitas di tempat kerja. Implikasi dari hasil penelitian ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dalam hal sumber daya manusia, bahwa spiritualitas di tempat kerja dapat menjadi sebuah anteseden bagi kesejahteraan karyawan khususnya dalam aspek kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual.

This undergraduate thesis discusses the relationship between workplace spirituality and various forms of employee well being in the mental health aspects of emotional, social, psychological, and spiritual. Data collection techniques is used survey design, then tested the relationship using SPSS 20. The sample used in this study amounted to 202 respondents who have worked in Jakarta for at least 1 year from various industry background, agency, position, work experience and work status.
The findings in this study are the four of employee well being namely, emotional, social, psychological, and spiritual has a positive relationship with workplace spirituality. The implications of the results of this study can be useful to the science that workplace spirituality can be an antecedent to the employee well being, especially in aspects of emotional, social, psychological, and spiritual well being.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S67111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geulis Nabila Azkarini
"Kondisi pandemi COVID-19 hingga masa peralihan saat ini berdampak pada seluruh sektor industri di Indonesia, salah satunya jasa keuangan non-bank...

The COVID-19 pandemic to the current post-pandemic transitional period has impacted all industrial sectors in Indonesia, including non-bank financial services..."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asunta Natya Anglila
"Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia, mendorong pemerintah untuk menerapkan peraturan untuk Bekerja Dari Rumah (BDR) bagi karyawan. Banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah kesejahteraan psikologis karyawan. Oleh karena itu, kesejahteraan psikologis karyawan yang menjalankan BDR menjadi penting untuk diteliti, karena BDR membuat karyawan tidak bisa terlepas dari keberadaan keluarga di rumah. Dalam penelitian ini akan diteliti mengenai Konflik Keluarga-Pekerjaan dan melihat hubungannya dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan yang menjalankan BDR. Peran strategi regulasi emosi juga diteliti sebagai moderator dengan harapan dapat memperlemah hubungan konflik keluarga-pekerjaan dan kesejahteraan psikologis karyawan. Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 212 karyawan yang bekerja dari rumah yang berhasil didapatkan melalui kuesioner yang disebar secara daring. Peneliti mengambil data menggunakan metode snowball sampling dan accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konflik Keluarga-Pekerjaan memiliki hubungan negatif dengan Kesejahteraan Psikologis. Selain itu, ditemukan juga bahwa bahwa dua strategi regulasi emosi yaitu Cognitive Reappraisal (strategi merubah emosi negatif menjadi positif) dan Expressive Suppression (strategi untuk meredam emosi yang dirasakan), tidak memiliki peran yang signifikan sebagai moderator hubungan antara Konflik Keluarga-Pekerjaan dan Kesejahteraan Psikologis. Tidak adanya peran moderasi dari kedua dimensi regulasi emosi diasumsikan karena sebagian besar partisipan penelitian ini merupakan karyawan yang sudah bekerja lebih dari enam bulan dari rumah, hal ini menyebabkan konflik yang dialami sudah bukan menjadi masalah besar sehingga tidak dibutuhkan kemampuan untuk meregulasi emosi. Tidak adanya efek moderasi ini juga bisa dikarenakan pekerjaan partisipan penelitian yang tidak begitu menguras emosi seperti pada penelitian sebelumnya yang meneliti pemadam kebakaran dan menunjukkan adanya efek moderasi regulasi emosi.

The Covid-19 Pandemic occurred in Indonesia, urging the government to implement new regulations for employees, to Working From Home (WFH). Many changes happened both negative and positive, one of them is the Psychological Well-Being of employees who work from home during the Covid-19 Pandemic. This issue becomes important to study, because working from home makes employees inseparable from the presence of their family at home. In this study, we will examine the Work-Family Conflict and aim to see the relationship with Psychological Well-Being of employees who have been working from home. The role of emotion regulation strategy was also added as a moderator and expected to weaken the relationship between Work-Family Conflict and Psychological Well-Being of employees that have been working from home. This study managed to collect 212 respondents of employees that have been working from home during the Covid-19 Pandemic that was successfully obtained through a questionnaire that was distributed online. This research took data using snowball sampling and accidental sampling. The results of this study indicate that Work-Family Conflict has a negative relationship Psychological Well-Being. In addition, it was also found that two strategies of Emotion Regulation, namely Cognitive Reappraisal (strategy to change negative emotions into positive) and Expressive Suppression (strategy to perceive perceived emotions), did not have a significant role as a moderator of the relationship between Work-Family Conflict and Psychological Well-Being. There is no moderating role of two dimensions that control emotions because most of the respondents are employees who have worked more than six months from home, this causes the conflict they experience is not a big problem, so they don’t need to regulate their emotion anymore. The absence of this moderating effect could also be due to the study participants' work being less emotionally draining as in previous studies examining firefighters and showing a moderating effect on emotion regulation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Ribka Uli Feodora
"Pada masa pandemi Covid-19, kurir diduga rentan mengalami burnout. Berdasarkan teori Job Demands-Resources (JD-R), burnout disebabkan oleh berbagai macam tuntutan kerja, salah satunya tuntutan kerja emosional. Sebaliknya, modal psikologis dapat menurunkan tingkat burnout. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tuntutan kerja emosional dan burnout, serta hubungan antara modal psikologis dan burnout pada kurir. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tipe korelasional. Pengambilan data dilakukan dengan metode convenience sampling pada 251 partisipan kurir yang memiliki rentang usia 18-55 tahun dengan kriteria waktu bekerja minimal satu tahun dan pernah melayani pelanggan dengan sistem COD. Adapun, alat ukur yang digunakan bagian IQWiQ untuk mengukur burnout, bagian COPSOQ-II untuk mengukur tuntutan kerja emosional, dan PCQ-12 untuk mengukur modal psikologis. Hasil analisis Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa tuntutan kerja emosional memiliki hubungan positif yang signifikan dengan burnout r(251) = 0.48, p< 0.05. Selain itu, ditemukan pula bahwa modal psikologis memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan burnout r(251) = -0.43, p< 0.05. Dengan demikian, temuan ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi perusahaan jasa pengiriman untuk memberikan coaching dan dukungan sosial serta membantu kurir untuk mengembangkan modal psikologisnya secara mandiri.

During the Covid-19 pandemic, couriers were presumed to be susceptible to burnout. According to the Job Demands-Resources (JD-R) theory, burnout is caused by various job demands, including emotional job demands. In contrast, psychological capital can reduce burnout levels. This study aims to examine the relationship between emotional job demands and burnout, as well as the relationship between psychological capital and burnout among couriers. This research was quantitative research with a correlational design. The convenience sampling method was used to collect data from 251 couriers as participants aged 18 to 55, with experience servicing clients using the COD system and working for at least a year. Meanwhile, the measurement tools used were part of IQWiQ to measure burnout, part of the COPSOQ-II to measure emotional job demands, and PCQ- 12 to measure psychological capital. Pearson's Correlation analysis results showed that emotional job demands have a significant positive relationship with burnout r(251) = 0.48, p< 0.05. On the other hand, a significant negative relationship was discovered between psychological capital and burnout r(251) = -0.43, p< 0.05. Thus, these findings are expected to be used as evaluation materials for delivery companies to provide coaching and social support and help couriers develop psychological capital independently."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Dzakiah
"Guru berperan penting dalam proses pembelajaran, bahkan ketika pembelajaran
berlangsung secara jarak jauh (PJJ). Beban kerja guru yang bertambah banyak di masa
PJJ, juga terdapat guru yang sekaligus berperan sebagai orang tua, dapat berdampak pada
kondisi kesejahteraan psikologisnya. Sulitnya memisahkan kehidupan pribadi dan
personal selama PJJ, serta keterbatasan dalam interaksi sosial secara langsung dapat turut
berperan pada kondisi kesejahteraan guru perempuan. Adanya peningkatan kesadaran
(mindfulness) pada diri guru diduga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
psikologis pada guru, dengan cara membantu guru perempuan untuk mempersepsikan
ketersediaan dukungan yang dibutuhkan di lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji peran variabel persepsi dukungan sosial sebagai mediator pada hubungan antara
mindfulness dengan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini melibatkan 117 orang guru
SD, perempuan, yang juga berperan sebagai orang tua bagi anak pada kelompok usia kelas 1-3 SD. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner secara dalam jaringan (daring) melalui berbagai jejaring media sosial. Penelitian ini
menggunakan alat ukur Psychological Well-Being Scale (α=.917), Five Facet of Mindfulness Questionnaire (α=.819), dan Social Provisions Scale (α=.928). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji mediasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap dukungan sosial berperan sebagai mediator sebagian (partially
mediated) dalam hubungan antara mindfulness dengan kesejahteraan psikologis.

Teachers play an essential role in the learning process, even when learning takes placeremotely, known as distance learningning (PJJ). With the increasing teachers' workload
psychological well-being. The difficulty of separating professional and personal life
during PJJ, as well as limitations in social interaction can also contribute to the
psychological well-being. Increasing awareness (mindfulness) in teachers is assumed to
improve the psychological well-being, by helping female teachers to perceive the
availability of support needed in their environment. This study aims to examine the role
of the perceived social support on the relationship between mindfulness and
psychological well-being. This study involved 117 primary school teachers, women, who
also act as parents for children in the 1-3 grade. Data was collected by distributing online
questionnaires through various social media. This study used measuring instrument of
the Psychological Well-Being Scale (α = .917), the Five Facet Mindfulness Questionnaire
(α = .819), and the Social Provisions Scale (α = .928). Data analysis was performed
using mediation test. This study indicates that perceived social support play a partially
mediated role in the relationship between mindfulness and psychological well-being.
Kata kunci: Mindfulness; perceived social support; psychological well-being; remote
learning, teachers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrina Arbaani Djuria
"Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menimbulkan masalah psikologis. Spiritualitas dapat memberikan kontribusi positif pada kesejahteraan psikologis individu. Tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan antara aspek spiritualitas dan dukungan keluarga terhadap kesejahteraan psikologis pada pasien kanker. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah pasien kanker berjumlah 150 pasien dengan teknik sampel purposive sampling di Rumah Sakit Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. Instrument yang digunakan yaitu Edmonton Symptom Assessment Scale (ESAS), Daily Spiritual Experience Scale (DSES), Enriched Social Support Instrument (ESSI), Ryff’s Psychological Well-Being Scale (PWBS). Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, pendidikan SD, menikah, ibu rumah tangga, penghasilan < UMP, rawat jalan, dan stadium lanjut. Hasil penelitian diperoleh terdapat hubungan yang bermakna pada spiritualitas, usia, gangguan yang dirasa, pendidikan, dan status berobat (p value <0,05) serta hubungan tidak bermakna pada jenis kelamin, agama, status pernikahan, pekerjaan, penghasilan, stadium kanker dan dukungan keluarga terhadap kesejahteraan psikologis (p value >0,05). Analisa multivariat diperoleh terdapat hubungan aspek spiritualitas dengan kesejahteraan psikologis (p-value 0,001) setelah dikontrol oleh gangguan yang dirasa dengan nilai OR sebesar 2,46. Kesimpulan bahwa ada hubungan spiritualitas terhadap kesejahteran psikologis, pasien dengan spiritualitas yang tinggi memiliki kesejahteraan psikologis yang baik. Penelitian ini memberikan pengaruh positif dalam penerapan intervensi perawatan spiritualitas pada pasien kanker dan merekomendasikan bahwa perlu memperhatikan aspek gangguan fisik dan emosional serta spiritualitas pada pasien kanker agar kesejahteraan psikologis dapat bertambah meningkat.

Cancer is a non-communicable disease that causes psychological problems. Psychological problems in cancer patients require aspects of spirituality and family support. The purpose of the study was to determine the relationship between aspects of spirituality and family support on psychological well-being in cancer patients. This research is a quantitative research with a cross sectional design. The study population was 150 patients with purposive sampling technique at the Regional Hospital of the Bangka Belitung Islands Province, Indonesia. The instruments used are the Edmonton Symptom Assessment Scale (ESAS), Daily Spiritual Experience Scale (DSES), Enriched Social Support Instrument (ESSI), Ryff's Psychological Well-Being Scale (PWBS). Most of the respondents were female, Muslim, primary school education, married, housewife, income < UMP, outpatient, and advanced stage. The results obtained a significant relationship on spirituality, age, perceived impairment, education, and treatment status (p value <0.05) and a non-significant relationship on gender, religion, marital status, occupation, income, cancer stage and family support. on psychological well-being (p value > 0.05). Multivariate analysis obtained the relationship between spirituality and psychological well-being (p value 0.001) after being controlled by perceived disturbances. The conclusion is that there is a relationship between spirituality and psychological well-being but there is no relationship between family support and psychological well-being in cancer patients. This study has a positive influence on the application of spirituality care and recommends that it is necessary to pay attention to aspects of physical and emotional disorders and spirituality in cancer patients so that psychological well-being can improve."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avila Ruspanto Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah resiliensi memiliki peran sebagai mediator hubungan antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan psikologis. Ini didasarkan pada risiko tinggi gangguan pada kesejahteraan psikologis orang dewasa baru yang sedang menjalani transisi dan periode eksplorasi. Desain penelitian ini korelasional dengan peserta berusia 18 hingga 25 tahun tahun, belum menikah dan belum memiliki anak. Penelitian ini menggunakan Ryff's Psychological Well- Menjadi Skala, Skala Multidimensi Dukungan Sosial Persepsi, dan Skala Ketahanan Singkat.
Hasil uji statistik 828 peserta membuktikan bahwa ketahanan memediasi sebagian hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dan kesejahteraan psikologis, dengan signifikan efek langsung (β = .5259 ρ <.005) dan efek tidak langsung (β = .1679, ρ <.005). Ini menunjukkan itu persepsi dukungan sosial dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis, baik secara langsung maupun melalui ketahanan sebagai mediator.

This study aims to determine whether resilience has a role as a mediator between the perception of social support and psychological well-being. This is based on a high risk of disruption in the psychological well-being of new adults who are undergoing a transition and exploration period. The design of this study was correlational with participants aged 18 to 25 years, not married and not having children. This study uses Ryffs Psychological Well-Being Scale, the Multidimensional Scale of Social Perception Support, and the Short Endurance Scale.
The results of a statistical test of 828 participants proved that endurance mediated in part the relationship between perceived social support and psychological well-being, with significant direct effects (β = .5259 ρ <.005) and indirect effects (β = .1679, ρ <.005). This shows that the perception of social support can affect psychological well-being, both directly and through endurance as a mediator.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>