Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97086 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwika Muzakky Anan Taturia
"Seperti toponim lainnya, nama kuburan (nekronim) sebagai bagian dari unsur rupabumi bernama tentu perlu dihimpun dan dikaji eksistensinya. Karena, kuburan merupakan salah satu jenis ruang sakral yang syarat akan makna filosofis dan historis. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi mengapa ada kuburan di tepi pantai Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah melalui pintu masuk toponimi. Eksistensi kuburan tepi pantai dirasa unik walau jarang ditemukan, tetapi masih difungsikan. Mengingat tradisi dan filosofi letak kuburan di Indonesia pada umumnya berada di tempat yang tinggi. Sampel purposif data berupa tiga belas nekronim tepi pantai dikumpulkan dari hasil wawancara menggunakan Metode Cakap Semuka dan bantuan Teknik Rekam dan Catat. Dengan memanfaatkan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif, ketiga belas data dianalisis menggunakan Teori Makna Praanggapan Nyström (2016). Ada delapan kategori yang mempengaruhi penamaan kuburan tepi pantai. Adapun kategori mitos merupakan kategori yang mendominasi. Dominasi ini merupakan cara masyarakat melestarikan dan mengabadikan tradisi lisan turun temurun sebagai asal-usul penamaan tempat. Ada 4 model pembentukan nekronim tepi pantai, yaitu bentuk dasar, prefiksasi, frasa, dan abreviasi. Asosiasi positif dominan pada asal-usul penamaan nekronim, sedangkan asosiasi negatif dominan pada hilangnya benda-benda di sekitar kuburan. Di samping itu, emosi positif didominasi hilangnya rasa takut, sedangkan emosi negatif didominasi rasa kecewa. Melalui hasil identifikasi makna asosiatif dan emotif dapat digali pemaknaan kuburan tepi pantai, yaitu: (1) mengikuti sistem penguburan purbakala yang bertujuan untuk pengawetan tulang, dan (2) mengikuti letak makam para walisongo sebagai bukti jejak penyebaran agama islam di pesisir utara Jawa Tengah.

Like other toponyms, cemeteries names (necronyms) as part of named toponyms certainly need to be collected and studied. It is because the cemetery is a type of sacred space that contains philosophical and historical meaning. This study aims to explore why there are seaside cemeteries in Kragan District, Rembang Regency, Central Java through toponymy. The existence of seaside cemeteries is considered unique, even though they are rarely found, they are still used. Given the tradition and philosophy of the location of graves in Indonesia, in general, they are in a high place. Purposive sample data in the form of thirteen seaside necronyms were collected from interviews using the Cakap Semuka Method and the assistance of Record and Record Techniques. By utilizing a qualitative approach and descriptive method, the thirteen data were analyzed using Nystr�m's Theory of Presuppositional Meaning (2016). There are eight categories that influence the naming of seaside graves. The myth category is the dominating category. This dominance is a way for the community to preserve and perpetuate oral traditions passed down from generation to generation as the origins of naming places. There are 4 models of forming seaside necronyms, namely basic forms, prefixations, phrases, and abbreviations. Positive associations are dominated by the origins of naming necronyms, while negative associations are dominated by the loss of objects around the cemetery. In addition, positive emotions are dominated by the loss of fear, while negative emotions are dominated by disappointment. Through the identification of associative and emotive meanings, the meaning of seaside cemetery can be explored, namely: (1) following an ancient burial system that aims to preserve bones, and (2) following the location of Walisongo graves as evidence of traces of the spread of Islam on the north coast of Central Java."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Rahmani
"Sebelum reformasi, film Hollywood telah mendominasi layar bioskop di Indonesia. Pasca reformasi tepatnya pada tahun 2009, pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan untuk melawan dominasi film Hollywood di dalam negeri yang tertuang dalam pasal 32 UU Perfilman No.33 Tahun 2009. Pasal tersebut mewajibkan pihak bioskop untuk menayangan film Indonesia sekurang-kurangnya 60 enam puluh persen dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama 6 enam bulan berturut-turut. Namun hingga sekarang, amanat tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari penguasaan layar film Hollywood yang lebih banyak dibandingkan dengan film nasional di bioskop Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan pasal 32 UU Perfilman No.33 Tahun 2009 tersebut. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, pengamatan, dan studi dokumen. Hasil penelitian ini memerlihatkan ada enam faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan pasal 32 UU Perfilman No.33 tahun 2009. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan konsep-konsep ekonomi politik, teori kritis dan imperialisme struktural.

Hollywood has dominated Indonesian cinema even before the reformation took place. To fight against it, just after the reformation, Indonesian government issued the law regarding cinema screen in article 32 Film Law number 33 2009. The law obligates the cinema party to show Indonesian movies at least 60 from the whole screen for six consecutive months. But in reality, the law has been disobeyed. This can be proved by the fact that Hollywood films has dominated Indonesian screen. Therefore, this study aimed to understand the factors which caused the failure of the implementation of the act number 32 Film Law number 33 2009. This thesis adopted critical paradigm, qualitative approach and descriptive analysis. Data collection was done through deep interview, observation and document study. The result showed that there are six factors caused the failure of the article 32 Film Law number 33 year 2009 implementation. The result was analyzed by using political economy concept, critical theory and structural imperialism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wan Ghassani Nabila
"Film Under the Hawthorn Tree (山楂树之恋Sanzhashuzhi Lian) berkisah tentang hubungan cinta sepasang kekasih yang akrab dipanggil Jingqiu (Zhang Jingqiu) dan Lao San (Sun Jianxin). Film ini mengambil latar waktu pada masa Revolusi Kebudayaan. Jingqiu dan Lao San memiliki hubungan yang sangat unik, penuh keluguan, menjadikan pohon sanzha sebagai simbol cinta, yang semuanya terjalin pada saat Revolusi Budaya berlangsung. Sepanjang film tidak terlihat adanya campur tangan atau pengawasan Partai terhadap perjalanan kisah cinta mereka. Pengawasan dan keberatan terhadap hubungan mereka justru muncul dari pihak Ibu Jingqiu. Keberatan dari Ibu Jingqiu disebabkan oleh alasan-alasan politis dan kondisi keluarga mereka. Bagaimana kondisi keluarganya? Dan apa yang terjadi dengan hubungan cinta mereka dengan latar belakang keluarga masing-masing? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis akan melakukan pembedahan terhadap film melalui analisis tokoh dan penokohan serta analisis cerita dalam film. Melalui analisis ini diharapkan dapat mengungkapkan bagaimana keunikan kisah cinta antara kedua tokoh yang berbeda latar belakang di masa Revolusi Kebudayaan dalam film Cinta Under the Hawthorn Tree (山楂树之恋Sanzhashuzhi Lian).

`Under the Hawthorn Tree,` a movie that tells a romance story of Jingqiu (Zhang Jingqiu) and Lao San (Sun Jianxin). The tale of this two lovers set during the Chinese Cultural Revolution. Jingqiu and Lao San have a very unique relationship, ingenuous love, they both perceive shanzha tree as a symbol of love. Although their love tale in the movie shows that there is no interference to their relationship by the communist party, it's Jingqiu's mother that disapprove about their love between one another. Family background and politics reason are causing this objection from Jingqiu's mother. What is the background situation within their family? What happen with their love relationship with such family circumstances? To answer these questions, the author will examine the story through character and characterization analysis by also analyzing the story plot within the movie. Through this analysis, the author expects to reveal uniqueness of this romance between two different characters and two different background during the Cultural Revolution in the movie entitled Under the Hawthorn Tree (山楂树之恋Sanzhashuzhi Lian)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Alfi Arnanda
"ABSTRAK
Desa Jeruk merupakan salah satu desa dengan potensi industri batik tulis yang besar. Pemerintah Desa Jeruk telah memberdayakan potensi tersebut melalui pelaksanaan program pengembangan desa sentra batik. Akan tetapi, pelaksanaan program tersebut masih belum sepenuhnya berhasil untuk mengembangkan potensi yang dimiliki Desa Jeruk. Hal ini menggambarkan adanya permasalahan dalam efektivitas pelaksanaan program tersebut, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan program tersebut serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan post-positivist. Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pengembangan desa sentra batik di Desa Jeruk tergolong cukup efektif. Hasil ini diketahui melalui proses analisis terhadap tiga dimensi, yaitu dimensi Tujuan, Aktivitas, dan Program Assumption. Dimensi yang terpenuhi ialah dimensi Aktivitas, sedangkan dua dimensi lainnya, yaitu dimensi Tujuan dan Program Assumption tidak terpenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut dianalisis menggunakan teori Edwards III (1980) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan, yakni faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, serta struktur birokrasi. Ditinjau dari faktor komunikasi, program ini belum dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh pemangku kepentingan dalam program. Sumber daya yang dimiliki Desa Jeruk juga belum sepenuhnya mampu untuk menunjang pelaksanaan program. Faktor ketiga, yakni disposisi, menunjukkan belum terdapat kemauan yang tinggi dari Pemerintah Desa Jeruk dalam melaksanakan program. Faktor keempat, yakni struktur birokrasi, menunjukkan adanya fleksibilitas struktur birokrasi dalam melaksanakan kegiatan program. Selain keempat faktor tersebut, terdapat tiga faktor temuan lapangan lainnya yaitu faktor sosial, budaya, serta kompetitor. Ditinjau dari faktor sosial, kekhawatiran akan timbulnya kecemburuan sosial dari sektor ekonomi lain menyebabkan Pemerintah Desa Jeruk tidak merancang aktivitas program dengan lebih spesifik. Faktor budaya menunjukkan bahwa alasan industri batik di Desa Jeruk sulit berkembang adalah karena proses produksi yang masih bersifat manual serta faktor tenaga kerja. Faktor kompetitor menunjukkan bahwa industri batik di Desa Jeruk menghadapi kompetitor yang lebih unggul.


ABSTRACT

Jeruk Village is one of the villages with a large potential of batik industry. The Jeruk Village Government has empowered this potential through the implementation of a batik center village development program. However, the implementation of the program has not been fully successful yet in developing the potential of the Jeruk Village. This indicates problems in the effectiveness of the program implementation, therefore the aim of this research is to analyze the effectiveness of the program implementation and the factors that influence it. This research is conducted using a post-positivist approach. The data are colleted from in-depth interviews and literature studies. The results of the reseach indicate that the implementation of the batik center development program in Jeruk Village is quite effective. These results are known through an analysis of three dimensions, to wit, Objective dimension, Activity dimension, and Program Assumption dimension. The Activity dimension is fulfilled, while the other two, Objective dimension and Program Assumption dimension are not fulfilled. The factors that influence this are analyzed using Edwards III (1980) theory on four factors affecting the effectiveness of policy implementation, namely communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. In terms of communication factor, this program has not been well communicated to all stakeholders in the program. The resources owned by the Jeruk Village are also not fully capable yet to support the implementation of the program. The third factor, disposition, indicates that there is not enough willingness showed by the Jeruk Village Government in implementing the program. The fourth factor, bureaucratic structure, shows the flexibility of the bureaucratic structure in carrying out program activities. In addition to these four factors, there are three other field findings, that are social, cultural, and competitor factors. Based on social factors, the concern about social disparity have caused the Jeruk Village Government to not design the program activities more specifically. Cultural factors show that the reason why batik industry in Jeruk Village facing difficulties to develop is because of the traditional production process, as well as the workers factor. Competitor factors show that the batik industry in Desa Jeruk faces superior competitors.

"
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etik Wahyuningtyas
"ABSTRAK
Homoseksualitas merupakan sebuah isu yang belakangan ini masih dianggap tabu
oleh sebagian besar masyarakat dunia. Meskipun demikian, homoseksualitas kini
menjadi sebuah hal yang menarik dalam studi literatur, khususnya perjuangan
kaum homoseksual dalam mencari persamaan hak di masyarakat. Skripsi ini
menganalisa film Milk (2008), disutradarai oleh Gus Van Sant, dengan
menggunakan teori representasi serta mise en scène untuk melihat tokoh Harvey
Milk. Kedua pendekatan tersebut digunakan untuk membuktikan bahwa sosok
Harvey Milk merupakan sebuah representasi perjuangan kaum homoseksual di
ranah publik. Konflik yang ada menunjukkan sikap publik Amerika terhadap
homoseksualitas pada 1970-an. Hasil penelitian ini menunjukkan Harvey Milk
sebagai seorang homoseksual tidak konvensional yang tidak malu menunjukkan
identitasnya. Harvey Milk juga menghadapi beberapa tahapan perubahan
penampilan sebagai sebuah strategi dan negosiasi dengan masyarakat
heteroseksual yang mendominasi.

ABSTRACT
Homosexuality is an issue that a majority of people in the world consider as a
taboo. Nevertheless, homosexuality continues to become an interesting topic in
literary studies, particularly the struggle of homosexuals to earn their equality in
the public realm. This thesis analyzes the movie Milk (2008), directed by Gus Van
Sant by applying representation theory and mise en scène of the movie to look at
the character Harvey Milk. Both approaches are used to prove that the character
Harvey Milk is a representation of the homosexual's struggle in the public sphere.
His conflict shows the American public attitude towards homosexuality in the
1970s. This result of the research indicates Harvey Milk as a unconventional
homosexual who was not ashamed to show his identity. Harvey Milk also faced
some stages of changing his appearance as a strategy and negotiation with the
dominating heterosexual society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1903
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairun Najmi
"Tesis ini membahas perkembangan film India di Indonesia pada tahun 1932-1976. Itu masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana proses memasukkan film India ke dalam Indonesia, perkembangan film India di Indonesia yang juga membahas masalah tersebut film di Indonesia, dan bagaimana peran sinema sebagai media pemutaran film India di Indonesia Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dengan menggunakan tulisan yang ditulis dengan baiksumber dokumen, majalah, dan buku. Perbedaan dari penelitian ini dengan yang lain Studi yang membahas film di Indonesia adalah temuan yang diperoleh yang belum pernah ditulis dalam sejarah perfilman Indonesia. Penemuan film India yang penting telah dilakukan sejak 1932 dan telah diputar di bioskop Alhambra Surabaya pada tahun 1935 bersama dengan film-film Mesir. Kemudian di masa kejayaan film India pada 1950-an film perkembangan India di Indonesia harus bersaing dengan film - film penting lainnya seperti Film-film Melayu, Filipina, dan film-film Amerika. Film-film India banyak diminati di kelas bawah bioskop seperti bioskop Rivoli di Jakarta yang sedang berada di masa jayanya pada 1950-an sampai akhir pembukaan bioskop pada 1990-an sebuah film India dirilis. Di Selain itu, film India juga mendapat reaksi dari produser film Indonesia, sehingga mereka mendapat a kuota film untuk memboikot film India.

This thesis discusses the development of Indian films in Indonesia in 1932-1976. The problem discussed in this study is how the process of incorporating Indian films into Indonesia, the development of Indian films in Indonesia which also addresses the issue of film in Indonesia, and how the role of cinema as a media for Indian film screening in Indonesia Indonesia. The method used in this study is the historical method using well-written writings from documents, magazines and books. The difference from this research with the others Studies that discuss films in Indonesia are the findings obtained that have never been written in the history of Indonesian cinema. An important Indian film discovery has been done since 1932 and has been screened in the Alhambra cinema in Surabaya in 1935 along with Egyptian films. Then in the heyday of Indian film in the 1950s film Indian development in Indonesia has to compete with other important films such as Malay, Filipino and American films. Indian films are in great demand in the lower classes of cinema such as the Rivoli cinema in Jakarta which was in its heyday in the 1950s until the end of the cinema opening in the 1990s an Indian film was released. In addition, Indian films also get a reaction from Indonesian film producers, so they get a film quota to boycott Indian films.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Heradyani
"ABSTRAK
Langgam dalam film Anderson menjelaskan relasi antara ruang fisik dengan penggunanya. Pengguna ruang atau subjek memiliki peran penting dalam definisi ruang karena subjek yang akan mengaktifkan serta memberi pengertian terhadap ruang Tschumi, 1976 . Analisis mengenai ruang dan interioritas berdasarkan hubungan dengan representasi, okupasi ruang dan well-being subjek Power, 2014 . Definisi mengenai ruang memiliki keterkaitan dengan waktu karena waktu memberi modifikasi baik dalam level kultural maupun personal terhadap ruang.Anderson menggunakan visualiasasi berupa concept art dan storyboard sebelum diaplikasikan dalam montase akhir dunia film. Concept art Anderson menjelaskan elemen-elemen ruang yang dapat menjelaskan keadaan manusia dalam dunia film.Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara langgam Wes Anderson dan interioritas ruang sebagai media narasi cerita. Tulisan ini menggunakan film The Grand Budapest Hotel 2014 dan The Royal Tenenbaums 2001 sebagai studi kasus.

ABSTRACT
The use of style is to describe the relationship between physical space and its user. The portrayal of space are as something generated by movement and life Tschumi, 1976 . Explanation about space and interiority are based on its relation to representation, occupation and well being of the subject Power, 2014 . The definition of space itself is determined by time, as time give modification on both cultural and personal levels.Anderson used visualization in form of concept arts and storyboard before establishing the final montage in the film. His concept arts explain spatial elements which contribute to the representation of subject rsquo s relation to space.With this paper, the author described the relationship between Wes Anderson style with the interiority of space as a narration device of explaining his movie universe. This paper used The Grand Budapest Hotel 2014 and The Royal Tenenbaums 2001 as case studies."
2017
S69305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendo Chrismas Damus
"ABSTRAK
Industri perfilman di Australia sedang dalam keadaan krisis, seperti yang terlihat dari hasil yang cukup fluktuatif dari tahun 1970an. Meskipun perfilman Australia sempat mengalami kejayaan di tahun debutnya 1906 , keadaan semakin memburuk sejak tahun 1920an. Beberapa alasan telah ditemukan seperti keterbatasan dalam anggaran dan layar tayang, serta strategi distribusi yang salah. Makalah ini akan membahas penyebab yang telah disebutkan dan juga solusi terhadap kondisi perfilman di Australia yang memburuk.

ABSTRACT
Nowadays, Australian cinema has been considered in a state of crisis, as its performance has been fluctuating from 1970s. Although the industry has its greatness in its debut in 1906, the accomplishment has been declining from 1920s. There are some reasons of this condition such as limitations on budget and number of screens, as well as an incorrect distribution strategy. This paper will mainly focus on these reasons why Australian Cinema has not been improving, and providing solution as well."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Mariska
"Makalah ini bertujuan untuk melihat bagaimana film This Is England mendekonstruksi stereotipe-stereotipe yang sejak lama dipercaya ada pada para anggota skinhead dari gelombang kedua. Ketika sebagian besar orang masih percaya terhadap beberapa stereotipe mengenai skinhead gelombang kedua, film ini menawarkan perspektif yang berbeda mengenai subkultur ini. Analisis tekstual digunakan dalam penelitian ini guna mengobservasi perilaku, dialog, dan hubungan antar-karakter dan menghubungkannya dengan konteks historis berdasarkan latar waktu dan tempat dari film ini. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa stereotipe-stereotipe yang ada mengenai skinhead gelombang kedua tidak terdapat di semua grup skinhead karena film ini menunjukkan bahwa beberapa grup skinhead, bahkan yang berasal dari gelombang yang sama, memiliki tingkah laku yang berbeda.
This paper aims to see how the movie This Is England deconstructs the long-held stereotypes of skinheads coming from the second wave. While most people still believe some stereotypes about the second-wave skinhead, this movie offers a different perspective about the subculture. Textual analysis is used in the research to observe behaviors, dialogues, and relationships between characters in the movie and to look at the historical context of the year in which the movie is set in. This research results in the conclusion that the stereotypes of second-wave skinhead cannot be applied to all skinhead groups, as this movie shows that groups of skinheads, even from the same wave, act differently"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Khalila Meutia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati isu seksualitas perempuan terkait dengan konsep keperawanan dan hubungannya dengan fenomena labeling pada perempuan. Penelitian ini menggunakan film drama remaja Cruel Intentions (1999) sebagai korpusnya, dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep keperawanan, labeling, dan perbedaan tingkat emansipasi yang dimiliki oleh masing-masing karakter pada film tersebut. Melalui analisis tekstual yang didasari oleh teori Bay-Cheng mengenai dikotomi virgin/slut, penulis meneliti perspektif karakter-karakter perempuan di film ini Kathryn, Cecile, and Annette mengenai seksualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pemahaman konsep keperawanan yang dimiliki setiap karakter menghasilkan tingkat emansipasi yang berbeda-beda.

ABSTRACT
This research paper investigates the issue of female sexuality regarding virginity and how it correlates to the phenomena of labeling among young women. In this paper, the corpus of the study is the romantic teen drama movie, Cruel Intentions (1999), and the purpose of the research is to find the relation between virginity, labeling, and the different degrees of liberation of each character of the movie. Applying textual analysis, I examine the female characters Kathryn, Cecile, and Annette view of sexuality using Bay-Cheng s theory of virgin/slut dichotomy. The findings of this research suggest that since they have different attitudes towards virginity, they show different degrees of liberation.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>