Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nova Scorviana Herminasari
"Penelitian ini mempelajari pengalaman perempuan adat pendatang dalam mengembangkan berbagai respon terhadap sistem budaya padi pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar. Perjuangan perempuan adat pendatang ini dihadapkan dengan serangkaian kerumitan dalam persoalan adaptasi budaya, identitas baru, relasi gender, relasi sosial-budaya dan berbagai relasi lainnya di dalam komunitas pada berbagai skala. Ragam strategi dan penyesuaian diri dilakukan oleh perempuan adat pendatang dalam proses subjektivitas dan membangun subjek dalam berjuang meraih akses dan kontrol atas pengelolaan sistem budaya padi dikaitkan dengan posisi suaminya di dalam komunitas. Subjek dalam penelitian ini adalah perempuan adat pendatang yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di Kasepuhan Alam akibat menikah dengan laki-laki asal Kasepuhan. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar (bukan nama sebenarnya) yang menjadi bagian dari Komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul. Penelitian yang saya lakukan ini merupakan pendekatan kualitatif dengan perspektif feminis tipe fenomenologi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, observasi terlibat, dan studi data sekunder, hasil wawancara diolah melalui transkrip verbatim dan proses koding. Analisis hasil koding dilakukan dengan menggunakan teori ekologi politik feminis (feminist political ecology) dari Elmhirst (2015). Hasil penelitian menunjukkan ragam pengalaman perempuan adat pendatang dalam berjuang merespon sistem budaya padi yang tidak dapat dipisahkan dari kompleksitas persoalan relasi di dalamnya. Proses membangun subjektivitas yang dilakukan perempuan adat pendatang berkelindan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, latar belakang pekerjaan sebelumnya), perempuan adat pendatang kelas elit membangun subjektivitas melalui pembuktian dan keberanian diri dengan terus melakukan budaya padi secara berulang dan berupaya meraih posisi sejajar dengan perempuan asli adat. Sementara itu perempuan adat pendatang kelas biasa hanya bisa pasrah menerima atas ketidakmampuannya dalam budaya padi. Konstruksi pengetahuan dan pemaknaan terkait sistem budaya padi dibangun melalui klaim relasi kuasa maskulin lewat filosofi sakuren. Perjuangan dalam meraih akses dan kontrol bersinggungan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, posisi suami).

This research studied the experience of migrant indigenous women in developing various responses to the rice culture system in the Kasepuhan Anyar indigenous people. The struggle of these migrant indigenous women is faced with a series of complexities in issues of cultural adaptation, new identities, gender relations, socio-cultural relations and various other relations within the community at various scales. Various strategies and self-adjustments were carried out by indigenous migrant women in the process of subjectivity and building subjects in struggling to gain access and control over the management of the rice culture system associated with their husband's position in the community. The subjects of this study were migrant indigenous women who decided to live and stay in Kasepuhan Anyar as a result of marrying a man from Kasepuhan. This research was conducted on the Kasepuhan Anyar indigenous people (not their real names) who are part of the Kasepuhan Banten Kidul indigenous community. This research used qualitative approach with a phenomenological type of feminist perspective. Methods of data collection were carried out through in-depth interviews, observation, participation observation, and secondary data studies, the results of the interviews were processed through verbatim transcripts and coding processes. Analysis of the coding results was carried out using feminist political ecology theory from Elmhirst (2015). The results of the research show that the various experiences of migrant indigenous women in struggling to respond to the rice culture system cannot be separated from the complexity of the relationship issues within it. The process of building subjectivity carried out by indigenous migrant women is intertwined with various dimensions (post-married social class, age, previous work background), elite class indigenous women build subjectivity through self-proof and courage by continuing to practice rice culture repeatedly and trying to achieve an equal position with indigenous women. Meanwhile, the ordinary class of migrant indigenous women can only accept their incompetence in rice culture. The construction of knowledge and meaning related to the rice cultural system is built through claims of masculine power relations through the philosophy of sakuren. The struggle to gain access and control intersects with various dimensions (post-marital social class, age, husband's position)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Ramdhaniaty
"ABSTRAK
Studi ini menunjukkan bahwa perempuan adat non elit telah diekslusi secara berlapis dari proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat. Keberadaan masyarakat adat secara global maupun di Indonesia belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan atas tanah dan sumber daya alamnya. Hutan adat yang terdapat di wilayah adatnya dinyatakan sebagai hutan negara. Penetapan hutan adat secara legal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 merupakan upaya perwujudan hak konstitusional kewarganegaraan masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alamnya. Namun dalam proses perjuangannya perempuan adat non elit tidak pernah terlihat dan terlibat. Studi ini bertujuan untuk menelusuri kompleksitas eksklusi berlapis yang dialami perempuan adat non elit dalam proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat. Studi kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan life her story pada lima perempuan adat non elit ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara proses eksklusi berlapis perempuan adat non elit dengan perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adatnya. Dengan mengadopsi teori power of exclusion yang dikembangkan oleh Derek Hall, Philip Hirsch, dan Tania Li, teori feminist political ecology dari Rebecca Elmhirst, dan teori feminis tentang kewarganegaraan dari Anupama Roy, argumentasi pada studi ini adalah 1 bahwa ketidakterlibatan perempuan adat non elit dalam proses perjuangan hak kewarganegaraan masyarakat adat atas hutan adat karena perempuan adat telah dieksklusi secara berlapis, dan 2 untuk itu penetapan hutan adat memiliki beragam limitasi yang memunculkan keberagaman dilema perempuan adat non elit dalam pengelolaan lahan dan sumber daya alam lainnya.

ABSTRACT
This study show that non elite indigenous women had been excluded in multi layered from the process of citizenship rights struggle over customary forest. The existence of indigenous people globally as well as in Indonesia had not fully got its recognition over its land and natural resources. Customary forest which located in their community area declared as the state forest. The customary forest legal determination based on Constitutional Court Decree No. 35 PUU X 2012 was an embodiment effort of inidigenous people citizenship constitutional rights over their land and natural resources. However, in the struggling process, the non elite indigenous women, never been seen and involved. This study aimed to search the complexity multi layered exclusion which experienced by non elite indigenous women in the process of inidigenous people citizenship rights struggle over their customary forest. This qualitative study which performed with life her story approach in five non elite indigenous women, showed the connection between the multi layered exclusion process of non elite indigenous women with the struggle of indigenous people citizenship rights over their customary forest. By adopting the power of exclusion theory which developed by Derek Hall, Philip Hirsch, and Tania Li, feminist political ecology theory by Rebecca Elmhirst, and feminism theory on citizenship by Anupama Roy, we argue 1 that the non involvement of non elite indigenous women on the struggling process of indigenous people citizenship rights over the customary forest because the non elit indigenous women had been excluded in multi layered, therefore 2 the determination of customary forest gained various limitation that gave rise variety of non elit indigenous women rsquo s dilemmas in managing land and other natural resources."
2018
T51126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Lucy Ishimora
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai perempuan adat Kasepuhan Cirompang dalam konstelasi pengelolaan sumber daya alam di wilayah adat mereka. Penetapan dan perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS yang tidak melibatkan dan mempertimbangkan eksistensi masyarakat adat Kasepuhan Cirompang terutama pengalaman perempuan adat berdampak secara signifikan dalam pemenuhan hak-hak perempuan adat. Selain itu hukum adat yang masih patriarkis memberi dukungan terhadap kondisi pengekangan perempuan adat untuk berpendapat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Penulis menggali pengalaman para perempuan adat Kasepuhan Cirompang melalui wawancara mendalam dengan mereka dan menganalisisnya menggunakan beberapa teori seperti ekofeminisme, akses terhadap keadilan dan pluralisme hukum. Hal ini dilakukan untuk mempertegas bagaimana penetapan dan perluasan kawasan TNGHS telah mereduksi hak atas akses terhadap sumber daya alam yang dimiliki oleh perempuan adat. Kegiatan ini melanggar berbagai instrumen hukum internasional dan nasional yang telah melindungi kesetaraan antara perempuan dan lakilaki dalam hal akses terhadap sumber daya alam, tanah, berpendapat dan berpartisipasi dalam pembangunan.

ABSTRACT
This thesis examines the constelation of Cirompang Indigenous Women on natural resources management. The assignation and expansion of Mount Halimun Salak National Park that do not involve and consider the existence of indigenous people Kasepuhan Ciromopang especially the indigeous women rsquo s experience regarding natural resources management, has been significantly impacting the fulfillment of the indigeous women rsquo s rights. Moreover, the adat law that rsquo s still patriarchal support the condition in which women are restricted from expressing their opinion and participating on development. The writer explored the experience of Cirompang indigenous women through indepth interviews with them and analyzed it with several theories such as ecofeminism, woman rsquo s access to land and legal pluralism. This is important to show how the assignation and expansion of the National Park reduced the rights of access to land, natural resources, expressing an opinion, and participating on development.Keywords Cirompang indigenous women, Mount Halimun Salak National Park, ecofeminism, women access to land, indigenous women rsquo s rights."
2017
S68481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini hendak menunjukkan perjumpaan dua tradisi dan budaya perkawinan yang saling menyuburkan internalisasi status perempuan. Keduanya ialah tradisi liturgi perkawinan dalam gereja dan tradisi perkawinan adat Batak Toba. Tradisi gereja dan tradisi adat datang dari dua dunia yang berbeda. Mereka mempunyai perbedaan latar belakang konteks, tetapi sama-sama menstereotipe dan mensubordinasi perempuan. Teks yang sering dipergunakan dalam tradisi liturgi perkawinan menggambarkan perempuan distereotipe dalam ketundukan kepada suami sebagai bentuk ketundukan kepada Tuhan. Teks tradisi liturgi perkawinan yang patriarki itu hadir di tengah-tengah masyarakat Batak yang juga patriarki. Masyarakat ini sangat kental dengan adat. Salah satunya ialah perkawinan adat Batak Toba dengan sinamot yang diartikan sebagai pembayaran perkawinan. Banyak yang menyebut sinamot sebagai tuhor ni boru, arti harafiah ?uang beli perempuan.?"
305 JP 20:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tari Sang Hyang Dedari dalam upacara keagamaan tidak hanya bertujuan vertikal terhadap Sang Hyang Widhi, tetapi ada tujuan horizontal, untuk merawat suatu struktur dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan lapisan-lapisan yang tersamar, sehingga dapat dipahami secara kritis apa yang dimaksud dengan perempuan Bali. Bahwa dalam diskursus multikultural, perempuan adat merayakan adat dan tradisi sebagai perawatan terhadap akar. Tetapi perlu ada penyegaran pengertian terhadap akar. Akar bukanlah yang absolut, satu dan tunggal, tetapi rhizoma, yang mencuat, menerobos hegemoni hirarki dan melahirkan kuncup-kuncup entitas baru dalam memenangkan kesetaraan atas subordinasi patriarki."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Tryanita Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini mempelajari posisi perempuan adat yang sumber penghidupannya dari lahan sumber pangan dalam menghadapi berbagai persoalan pemenuhan kebutuhan pangan. Kasepuhan Pasir Eurih merupakan masyarakat adat yang telah mendapatkan pengakuan resmi atas hutan adat di wilayah adat mereka pada Maret 2019 melalui Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) dengan Nomor: SK.1547/MENLHK-PSKL/KUM.1/2/2019. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan perspektif feminis dan menggunakan pendekatan ekologi politik feminis yang dikembangkan oleh Rebecca Elmhirst sebagai kerangka teori. Melalui pendekatan tersebut, penelitian ini menunjukkan bahwa relasi kuasa di berbagai tingkatan di Kasepuhan Pasir Eurih mempengaruhi bagaimana pengetahuan perempuan adat atas sumber pangan dan pengelolaan lahan sumber pangan diproduksi, dipertahankan dan diperebutkan oleh berbagai pihak. Proses konstruksi pengetahuan atas pangan menjadi penentu bagaimana para perempuan adat merespon dan menegosiasikan akses dan kontrol atas lahan sumber pangannya. Proses negosiasi atas lahan sumber pangan terkait dengan ancaman atas tanaman pangan yang menimbulkan dilema produksi pangan. Selain itu, perempuan adat Kasepuhan Pasir Eurih juga menghadapi dilema hutan adat akibat pilihan tanaman komersial yang dipilih kaum laki-laki untuk ditanam di hutan adat. Pilihan kaum laki-laki tersebut didukung oleh lembaga pendamping komunitas tersebut. Di satu sisi para perempuan berpendapat bahwa tanaman komersial tersebut mengancam keberadaan tanaman pangan liar. Namun di sisi lain mereka juga membutuhkan uang tunai. Situasi ini menunjukkan posisi perempuan adat dalam perkembangan konsep dan praktik ekonomi masyarakat adat yang dipengaruhi oleh berbagai aktor dalam interkoneksi skala, yakni skala negara, skala komunitas dan skala lembaga pendamping. Penelitian ini juga mengungkapkan dimensi gender dalam proses-proses ketegangan terkait pengelolaan hutan adat dan hubungannya dengan produksi pangan berbasis gender.

ABSTRACT
This research studied the position of indigenous women whose livelihood from food source land face various problem about foor needs. Kasepuhan Pasir Eurih is indigenous people who have received official determination of customary forest in their territories in March 2019 by Decree of the Ministry of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia (Number: SK.1547/MENLHK-PSKL/KUM.1/2/2019). This research use qualitative approach with feminist perspective and adopt feminist political ecology theory by Rebecca Elmhirst. By that approach, this research shows that power relation occur at various level of life in Kasepuhan Pasir Eurih. The power relation at various scale influence how indigenous womens knowledge about food sources and management of food are produced, employed and contested by various actors. The process of constructing indigenous womens knowledge of food determines how indigenous women respond and negotiate access and control of their food source land. The negotiation process about food source land has an impact on the threat to food crops which creates a dilemma of food production. The other thing is that indigenous women face dilemma of customary forest. The dilemma of customary forest is cause the choise of commercial plants that chosen by men. Their choice was supported by the accompanying intitution in their community. Because of that, indigenous women argued that these commercial plants threatened the existence of wild food plants. But, on the other hand, indigenous women also need money/cash. So, this situation shows the position of indigenous women in the development of the concepts and practies of indigenous economy who are influenced by various actors in the interconnection of the scale (community scale and accompanying intitution scale). The research also revealed the gender dimension in the tension process of the management of customary forest and the relationship to gendered food production."
2020
T55328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Candraningrum
"Objektifikasi perempuan dalam budaya visual tidak terlepas dari rendahnya representasi perempuan dalam ICT dan sains. Representasi perempuan dalam media didominasi oleh fantasi, hyperrealiatas dan kebohogan yang bersifat tidak adil gender, homogen dan tidak mengakui keberagaman. konsolidasi ketidak-adilan sosial, subversi norma gender, klik-aktivisme dalam sicmed mengalami peminggiran dari media profit raksasa. Cyberfeminisme, blog dan socmed memainkan peranan penting dalam mewujudkan dunia virtusl yang adil gender. dengan banyaknya cyber harassment maka dibutuhkan cyber harrasment law di indonesia."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2013
602 JP 18:3 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Allysia Virda Mutiara
"Idiom adalah salah satu produk bahasa yang dapat menunjukan cerminan budaya dari suatu masyarakat tertentu. Dalam masyarakat Cina, idiom dikenal sebagai 成语chéngyǔ. Sebagian besar chéngyǔ terdiri dari empat karakter Han yang menjadi komponen pembentuknya. Tidak semua chéngyǔ dapat dipahami makna keseluruhannya hanya dengan melihat makna harfiahnya, atau makna setiap komponen pembentuknya. Melalui makna harfiah dan makna acuan sebuah chéngyǔ, seseorang dapat mengetahui penjelasan atau deskripsi mengenai hal-hal tertentu yang dipercayai oleh suatu budaya masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjelasan atau deskripsi mengenai perempuan dalam budaya masyarakat Cina yang terlihat dalam chéngyǔ yang di dalamnya terdapat karakter 女 nǚ “perempuan” sebagai salah satu komponennya. Setelah mengumpulkan 15 chéngyǔ dan melakukan analisis, penelitian ini menemukan 8 deskripsi mengenai perempuan. Deskripsi-deskirpsi yang ditemukan lalu dikelompokkan ke dalam ranah semantisnya masing-masing berdasarkan teori Nida.

An idiom is a language product that can show a reflection of the culture of a particular society. In Chinese society, an idiom is known as 成语 chéngyǔ. Most chéngyǔ is made up of the four Han characters that make up its components. Not all chéngyǔ can be understood just by looking at the literal meaning, or the meaning of each of its constituent components. Through the literal meaning and reference meaning of a chéngyǔ, one can find out an explanation or description of certain things that are believed by a society's culture. This study aims to find out about explanations or descriptions of women in Chinese culture as seen in chéngyǔ in which the character 女nǚ “woman” is one of the components. After collecting 15 chéngyǔ and conducting analysis, this study found 8 descriptions of women. The descriptions found are then grouped into their respective semantic domains based on Nida's theory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fajria Novari Manan
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
305.4 FAD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Darini
"ABSTRAK
Kiprah perempuan dalam ranah publik, khususnya dalam bidang politik masih menjadi perbincangan yang menarik sampai saat ini. Dalam beberapa hal kedudukan dan peran perempuan masih sering dipandang lebih rendah dibandingkan dengan laki laki. Namun demikian apabila ditarik jauh ke belakang pada masa klasik di Nusantara, ternyata perempuan telah memainkan peran peran penting dalam masyarakat. Sejauh mana peran perempuan Majapahit dalam wilayah publik, khususnya di bidang politik pada pusat kekuasaan. Artikel ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tulisan ini akan menjelaskan kiprah perempuan dalam kehidupan politik Kerajaan Majapahit. Tulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah, yaaitu heuristic, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan di Majapahit telah menjadi mitra yang sejajar laki laki dalam politik, dan jabatan dapat diperoleh berdasarkan keturunan sesuai dengan peraturan yang berlaku."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2019
959 PATRA 20:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>