Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100371 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arin Anggiarini
"Seiring dengan dinamika aktivitas perkotaan, dampak negatif dari alih fungsi lahan mengakibatkan pada meningkatnya limpasan permukaan. Low Impact Development (LID) merupakan serangkaian praktik yang menirukan proses drainase alami dan mengelola limpasan sedekat mungkin dengan sumbernya dalam mengurangi limpasan. Pemanfaatan LID diyakini mempengaruhi perencanaan kota dalam pengembangan zonasi untuk mengelola limpasan hujan. Pemahaman mengenai proses, besarnya limpasan permukaan serta pemanfaatan LID sangat diperlukan sebagai acuan untuk pelaksanaan manajemen pada kawasan perkotaan yang lebih baik. Studi ini dilakukan di DAS Mampang yang sebagian besar areanya masuk dalam Kota Administrasi Jakarta Selatan. Tujuan dari studi ini adalah mengevaluasi pemanfaatan LID pada DAS Mampang terhadap skenario Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam pengelolaan limpasan hujan menggunakan model SWAT (Soil and Water Assesment Tool). Data input yang digunakan dalam pemodelan SWAT yaitu Digital Elevation Model (DEM), peta tanah, peta penggunaan lahan (eksisting dan RDTR), data iklim, konfigurasi LID serta debit observasi untuk keperluan kalibrasi dan validasi menggunakan perangkat lunak SWAT-CUP. Rentang waktu simulasi adalah selama 12 tahun, dimulai dari 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desembr 2021. Hasil studi ini menunjukkan bahwa rata-rata limpasan tahunan eksisting, skenario RDTR dan pemanfaatan LID berturut turut adalah sebesar 1697 mm/tahun, 1667 mm/tahun dan 1659 mm/tahun. Koefisien limpasan untuk kondisi eksisting, skenario RDTR dan pemanfaatan LID berturut turut adalah sebesar 0.60, 0.59 dan 0.58. Pola reduksi limpasan menunjukkan bahwa pemanfaatan LID bekerja lebih baik pada musim kemarau (Bulan Juni sampai dengan Bulan September). Meskipun reduksi limpasan relatif kecil, namun pemanfaatan LID berfungsi sebagai konservasi, menyimpan air pada periode hujan untuk dipergunakan pada musim kemarau. Pemanfaatan LID berbasis guna lahan dapat menjadi bagian dari usaha mengoptimalkan produktivitas pemanfaatan ruang dalam melestarikan lingkungan untuk mengembalikan fungsi hidrologis.

Along with the dynamic of urban activities, the negative impact of land use change is the increasing of the runoff. Low Impact Development (LID) is a series of practices imitating natural drainage process and manage the runoff to be as closest to the source to reduce the runoff. The use of LID is believed to influence urban planning in zoning development to manage stormwater. The understanding of the process, the amount of the runoff and the LID utilization are really crucial to a better implementation in urban area. This study has been conducted in Mampang watershed which mostly located in Southern Jakarta District. The purpose of the study is to evaluate the LID implementation in Mampang watershed towards spatial plan (RDTR) scenario to manage stormwater using SWAT Model. The input data used in the SWAT modeling are the Digital Elevation Model (DEM), soil maps, land use maps (existing and RDTR), climate data, LID configuration and observation discharge for calibration and validation purposes using the SWAT-CUP software. The simulation period is 12 years, starting from 1st January 2010 to 31st December 2021. The results of this study show that the annual average existing runoff, RDTR scenario and LID utilization are respectively 1697 mm/year, 1667 mm/year dan 1659 mm/year. Runoff coefficients for existing conditions, RDTR scenarios and LID utilization are 0.60, 0.59 and 0.58, respectively. The runoff reduction pattern shows that LID utilization works better in the dry season (June to September). Although the reduction in runoff is relatively small, the utilization of LID serves as a conservation function, storing water during the rainy season for use in the dry season. Utilization of land-use-based LIDs can be part of an effort to optimize spatial use productivity in preserving the environment to restore hydrological functions.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Ismail
"Penelitian dilakukan di daerah tangkapan air (DTA) Waduk Darma (luas 2903 ha), Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini membahas pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi di lokasi penelitian dalam periode tahun 1991 - 2008. Citra Landsat 5 TM tahun 1991 dan landsat 7 ETM tahun 2008 digunakan untuk mengetahui persebaran jenis penggunaan lahan. Parameter penggunaan lahan, lereng, jenis tanah, dan kerapatan aliran digunakan untuk mengetahui persebaran koefisien aliran dengan menggunakan metode Cook's. Analisis kecenderungan variabel koefisien aliran tahunan, debit aliran langsung, debit aliran dasar, dan koefisien regim sungai, digunakan untuk mengetahui kondisi hidrologi selama periode penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis penggunaan lahan yang dominan berubah adalah hutan, tegalan, dan pemukiman. Perubahan penggunaan lahan banyak terjadi pada lereng > 15 %, mengakibatkan kenaikan nilai koefisien hasil perhitungan metode Cook’s. Hasil analisis data hidrologi tahun 1991 - 2008 menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan besarnya nilai koefisien aliran tahunan, debit aliran langsung dan koefisien regim sungai, sedangkan aliran dasar cenderung turun. Hasil simulasi skenario 1a, 1b, 2a, dan 2b menujukkan bahwa terdapat pengaruh variasi perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi yang meliputi koefisien aliran, aliran langsung, dan aliran dasar.

The research was conducted in The Darma’s Lake catchment area (2903 ha), Kuningan Regency, West Java Province. This study discusses the influence of land use change on hydrological characteristic in the period 1991 to 2008. Landsat 5 TM years 1991 and Landsat 7 ETM years 2008 were used to determine land use distribution and their changing. Land use, slope, soil type, and drainage density were used to determine distribution of runoff coefficient with Cook's method. Trend analysis on annual runoff coefficient, direct runoff, base flow and river regime coefficient, were done to know actual hydrological condition.
The research results show that the land use has been changed particularly, forest, cultivated, and settlement area. Its changes dominant occurs on the slope > 15 %. Based on the Cook’s methods, land use change causes an increase in the runoff coefficient. Hydrological data analysis in time series 1991 - 2008, indicate a tendency of increase of annual runoff coefficient, direct runoff, and river regime coefficient, while the base flow tends to decrease. The results of scenarios 1a, 1b, 2a, and 2b show the influence, land use changes on hydrological characteristics particularly, run off coefficient, direct run off, and base flow.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T29016
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Anggraheni
"ABSTRAK
Keakuratan data hujan secara spasial dan temporal merupakan faktor yang penting dalam model hidrologi, terutama dalam prediksi banjir dan sistem peringatan dini banjir . Radar memberikan informasi yang lebih detail secara spasial dan temporal yang tidak dapat diperoleh dari stasiun hujan. Penelitian tentang pengaruh sebaran spasial hujan telah diteliti lebih dari 40 tahun yang lalu, akan tetapi masih menghasilkan kesimpulan yang kontradiktif. Guillermo., et al., 1985 menyatakan bahwa data sebaran hujan secara spasial dibutuhkan dalam studi hidrologi antara lain pada analisis neraca air, prediksi aliran melalui model hujan-aliran dan model hidrometeorologi. Anquetin., et al., 2010 , Tramblay., et al., 2011 , dan Zoccatelli., et al., 2010 mengulas bahwa sebaran spasial hujan faktor yang sangat penting dalam respon hidrologi. Sebaliknya, penelitian dari D.Tetzlaff., et al., 2005 , Nicotina., et al., 2008 , Adams., et al., 2012 dan Cristiano., et al., 2016 menyatakan bahwa pola hujan dan sebaran hujan bukan merupakan faktor penting yang mempengaruhi respon hidrologi. Emmanuel., et al., 2015 meneliti lebih lanjut pengaruh sebaran spasial hujan pada respon hidrologi daerah tangkapan air DTA hipotetik menggunakan model hidrologi spasial, dimana 900 variasi peristiwa hujan hipotetik disimulasikan pada 11 variasi konfigurasi DTA hipotetik. Berdasarkan hasil simulasi 9900 kombinasi peristiwa hipotetik tersebut, Emmanuel., et al mengusulkan dua indeks yang dapat menggambarkan pengaruh sebaran spasial hujan pada respon hidrologi DTA hipotetik yaitu : VG: vertical gab; HG: horizontal gab.Penelitian ini difokuskan pada kondisi riil daerah tangkapan air DTA , khususnya untuk peristiwa-peristiwa hujan lebat yang menghasilkan banjir bandang, dengan tujuan: untuk mengevaluasi kinerja indeks pengaruh sebaran spasial hujan yang diusulkan oleh Emmanuel et al, mengusulkan modifikasi indeks pengaruh sebaran spasial hujan yang diusulkan oleh Emmanuel et al., berdasarkan optimasi hasil simulasi, mensintesis relevansi indeks pengaruh sebaran spasial hujan yang dimodifikasi pada model hidrologi lump hidrograf satuan .Hasil yang diperoleh dari simulasi sangat tergantung pada sebaran spasial hujan dan intensitasnya. Untuk beberapa peristiwa hujan tersebar merata, debit puncak banjir untuk hujan dengan sebaran merata mendekati debit banjir hujan tersebar spasial. Untuk beberapa peristiwa hujan, perbedaan antara dua keadaan tersebut dapat mencapai lebih dari 50 . Perhitungan dari kriteria dapat menggambarkan dengan baik sebaran spasial hujan dan mengindikasikan tipe dari sebaran spasial yang dapat mempengaruhi respon suatu DTA. Untuk kejadian yang diwakili oleh DTA Ales pada tanggal 19 Oktober 2008, pengaruh sebaran spasial hujan terlihat siknifikan, hal ini direpresentasikan dengan baik oleh indeks dan kriteria. Nilai indeks dan kriteria sesuai dengan teori yang diusulkan. Akan tetapi pada peristiwa hujan merata, nilai indeks dan kriteria tidak sesuai. Pada saat nilai VG mendekati nol spasial dan merata dapat diabaikan akan tetapi nilai dari kriteria LQ tidak dapat diabaikan 25 . Hal ini menunjukan bahwa ada parameter lain yang juga mempengaruhi respon hidrologi pada suatu DTA. Hasil simulasi indeks yang diusulkan oleh Emmanuel et.al menunjukkan bahwa untuk beberapa hujan yang tersebar merata tidak menghasilkan kesesuaian antara indeks dan kriteria akibat pengabaian parameter fisik DTA. Penambahan karakteristik DTA pada perhitungan indeks menghasilkan kesesuaian antara indeks dengan kriteria. Pernggunaan hujan efektif pada perhitungan indeks disimulasikan baik pada kondisi hujan spasial maupun hujan merata. Perhitungan hujan efektif dilakukan berdasarkan metode SCS-CN. Indeks yang diusulkan oleh Emmanuel et.al dapat menggambarkan pengaruh sebaran spasial hujan pada respon hidrologi DTA dengan kondisi hipotetik. Akan tetapi pada kondisi riil, kinerja indeks tersebut tidak optimum. Dengan modifikasi indeks pengaruh sebaran hujan yang memperhitungkan karakteristik fisik DTA, menghasilkan kinerja yang optimum untuk mengases pengaruh sebaran spasial hujan pada respon hidrologi. Sintesis indeks pengaruh sebaran hujan pada lump model HSS Nakayasu mengindikasikan bahwa pada peristiwa hujan yang tersebar secara spasial spatialy distributed , model ini tidak relevan.

ABSTRACT
Rainfall is the main input in the hydrological modeling. Accurate representation of rainfall in time and space is essential for rainfall-runoff modeling because it affects the hydrological responses. Many researchers have been observing the influence of spatial rainfall variability since many years ago, however the contradictive result still obtained. Various studies compare the performance of hydrological models obtained from different rainfall type in order to introduce the influence of rainfall measurement errors in hydrology.The consideration of spatial rainfall variability in hydrological modeling is not only an important scientific issue for researcher, but also requests from managers of urban sewage networks or hydrologic services who have interest about real time weather radar images. In order to get accurate rainfall data in time and space, the study about weather radar images has been developing detailed knowledge on rainfall spatial variability which is not available with rain gauge networks. Several researches have been developing study about the quality of weather radar measurement and the benefit of using weather radar observation.In order to predict the surface runoff on the whole system, it is necessary to use advance calculation and modeling techniques. Many hydrological models have been developed to simplify that conceptual. Based on the time scale hydrological models can be classified into event-based and continuous simulation. Event based is focus on determining runoff responses from single storm rainfall event . The advantageous are important for design and forecasting purposes and simplified the process descriptions less physical basis .Concerning on the analysis of influence of rainfall spatial variability on the watershed response, the rainfall variability Indices have been used to stratify the analysis. Several distributed modelling studies have considered the impact of spatial rainfall variability on modelled hydrograph. Spatial rainfall variability index was developed in order to explain the impact of spatial rainfall variability on the hydrological response. This research was focused on the real catchment area at Gard Region wich have intens rainfall event that caused flash flood. Based on the previouse research, the objective of this research are:To evaluate the performance of theoretical index of Emmanuel et al that already shown the good explanation of spatial rainfall variability on the simulated watershed and rainfall . Since the watershed parameter and rainfall are uncontrollable in the real condition, the performance of those Indices will be difference also.To propose the indexed modification based on the result of the real case study Indices simulation.To synthesize the relevance of the Indices on the lump model according to the observation data. The distributed model CINECAR has been chosen to accommodate the spatial discretization of hydrological data. The production function of the model adopts the Soil Conservation Service-Curve Number method, while the transfer function is based on a kinematic wave model. The simulations used weather radar data and also their average over the watershed, with a data resolution of 1 1 km2. They were conducted on the basis of 13 watersheds in the Gard region and four events in 2008 for each watershed. The difference between the distributed and averaged hydrographs obtained from the CINECAR model were calculated using two criteria, namely the difference in peak discharge LQ and the difference in peak time TQ . The values of LQ and TQ represent the influence of spatial rainfall variability on the hydrological response. The spatially distributed rainfall was analyzed based on the values of its maximum Horizontal and Vertical Gab HG and VG to watershed centroid acting as indices, as proposed by Emmanuel. Since the simulation of the proposed Indices do not have the satisfactory result on some rainfall event, the modification of their Indices needed to get the better analyze about the influence of spatial rainfall variability. The modification Indices computation, the effective rainfall calculation has been done by considering to SCS-CN method over the catchment. The effective rainfall calculated both on the average and distributed rainfall data. The result of several simulation of modification index shown the better performance on the real case study than the previous index.Since in Indonesia has a limitation on the distributed rainfall data, lumped conceptual modelling that represent on the unit hydrograph over the catchment can accommodate that limitation. The Nakayasu method, a synthetic unit hydrograph method that often used to calculate the peak discharge in Indonesia. In this case, nakayasu computation will be applied on the gard region in order to discover the difference when using the distributed hydrological model and lump model. Nakayasu method will represent the averaged method of hydrological model. With the assumption that the data which obtained from Indices calculation is a normal distribution data, the average value of VG can provide a max discharge of lump model close to the max discharge of distributed model."
2018
D2514
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bras, Rafael L.
Reading: Addison-Wesley, 1985
551.48 BRA r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Anggraheni
"Rainfall is the primary input into rainfall-runoff modeling. Previous work indicates that the accurate representation of rainfall in time and space is important due to its influence on the hydrological response. The objective of this study is to evaluate the relevance of theoretical indices of spatial rainfall variability and the theoretical criteria of the hydrological response proposed by Emmanuel et al. (2015) in a real case study. The distributed model CINECAR has been chosen to accommodate the spatial discretization of hydrological data. The production function of the model adopts the Soil Conservation Service-Curve Number method, while the transfer function is based on a kinematic wave model. The simulations used weather radar data and also their average over the watershed, with a data resolution of 1×1 km2. They were conducted on the basis of 13 watersheds in the Gard region and four events in 2008 for each watershed. The difference between the distributed and averaged hydrographs obtained from the CINECAR model were calculated using two criteria, namely the difference in peak discharge (LQ) and the difference in peak time (TQ). The values of LQ and TQ represent the influence of spatial rainfall variability on the hydrological response. The spatially distributed rainfall was analyzed based on the values of its maximum Horizontal and Vertical Gab (HG and VG) to watershed centroid acting as indices, as proposed by Emmanuel. The analysis of the influence of spatial rainfall variability on the watershed response was conducted by quantification of the averaged and distributed hydrographs using the proposed indices and criteria. The results show that value of LQ rises by more than 50% for some events, and that TQ shows different times to peak between the average and distributed hydrographs. The values of the HG and VG indices accurately describe the rainfall distribution in the watershed. Therefore, these criteria and indices are effective in quantifying the influence of spatial rainfall variability on the hydrological modeling in particular events which are affected by rainfall distribution."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ghiffary Rafif Akmal Tursilo
"

Perubahan tutupan lahan merupakan suatu permasalahan yang terjadi secara global dan tak terkecuali pada wilayah Asia Tenggara. Perubahan tutupan lahan yang terjadi pada wilayah Asia Tenggara ini terjadi sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir tanpa terkecuali pada wilayah Sub DAS Batang Tembesi. Perubahan yang terjadi pada sub DAS Batang Tembesi ini terjadi pada tutupan lahan hutan yang dialih fungsikan menjadi tutupan lahan jenis lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik hydrologic response unit dan pengaruh perubahan penutup lahan terhadap karakteristik hidrologi di sub-das Batang Tembesi. Penelitian ini menggunakan model hidrologi SWAT+ (Soil and Water Assessment Tool+) berdasarkan perubahan penutup lahan untuk mendapatkan pola spasial dan temporal dari HRU dan karakteristik hidrologi sub-das Batang Tembesi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pada kurun waktu 2013 – 2020 terjadi pola perubahan HRU dan karakteristik hidrologi akibat dari berubahnya tutupan lahan di sub-DAS Batang Tembesi. Berubahnya penutup lahan pada sub-das Batang Tembesi berpengaruh terhadap pola spasial dan temporal HRU dan juga berpengaruh terhadap berubahnya karakteristik hidrologi di sub-das Batang Tembesi.


Land cover change is a problem that occurs globally and is no exception in the Southeast Asia region. Land cover changes that have occurred in the Southeast Asia region have occurred very rapidly in the last few decades, including in the Batang Tembesi sub-watershed area. The changes that occurred in the Batang Tembesi sub-watershed occurred in forest land cover which was converted into other types of land cover. This research aims to analyze the characteristics of the hydrologic response unit and the influence of changes in land cover on the hydrological characteristics of the Batang Tembesi sub-basin. This research uses the SWAT+ (Soil and Water Assessment Tool+) hydrological model based on land cover changes to obtain spatial and temporal patterns of HRU and hydrological characteristics of the Batang Tembesi sub-watershed. The results obtained in this research are that in the period 2013 - 2020 there was a pattern of changes in HRU and hydrological characteristics as a result of changes in land cover in the Batang Tembesi sub-watershed. Changes in land cover in the Batang Tembesi sub-basin affect the spatial and temporal patterns of HRU and also influence changes in hydrological characteristics in the Batang Tembesi sub-watershed.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zain Zahran Azzaino
"ABSTRACT
The Parameter Efficient Distributed PED model is a simple semi distributed model capable of predicting hydrological trends on a daily and monthly basis. The capabilities of the PED model are tested on the Cornell Recreational Club Watershed. From its Nash Sutcliffe efficiency coefficient and coefficient of determination value outputs, the PED model is determined as sufficient for daily results and exceptional for monthly results. While there are still concerns, due to its simplicity, it is extraordinary for usage in countries with little hydrological data collection capabilities.

ABSTRAK
The Parameter Efficient Distributed PED model adalah model semi-distribusi sederhana yang mampu memprediksi kecendrungan hidrologi dalam harian dan bulanan. Kemampuan dari PED model telah diuji di the Cornell Recreational Club Watershed. Mulai dari Nash-Sutcliffe efficiency coefficient dan keluaran coefficient of determination value, PED model efektif untuk hasil harian dan terkecuali untuk hasil bulanan. Sementara masih ada kekhawatiran, karena kesederhanaannya, sangat luar biasa untuk penggunaan di negara-negara dengan kemampuan pengumpulan data hidrologi yang kecil."
2017
S66927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadzira Fadhilah
"DA Ci Lutung akan mempengaruhi langsung dinamika DA Ci Manuk sebagai salah satu anak sungai nya. Ci Manuk adalah salah satu daerah aliran sungai di Provinsi Jawa Barat, yang dikategorikan sebagai potensi kritis karena erosi dan kerusakan vegetasi. Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan kondisi hidrologi dan tingkat erosi berdasarkan skenario penggunaan lahan untuk setiap sub-DAS. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel: 1 jenis tanah; 3 topografi; 4 penggunaan lahan; dan 5 iklim suhu, curah hujan, radiasi matahari, kecepatan angin, dan kelembaban relatif. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis Unit Respon Hidrologi URH dari masing-masing sub-DAS dan analisis statistik. Variabel karakteristik fisik diproses dengan metode overlay untuk analisis HRU.
Analisis statistik menunjukkan nilai ??2 dan NSE adalah 0,48 dan 0,32. Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi, nilai ??2dan NSE adalah 0,72 dan 0,46. Ini menunjukkan model yang memuaskan dan dapat diterima. Nilai limpasan di setiap sub-DAS cenderung menunjukkan kategori sedang antara 50-80 dalam kategori Koefisien Rezim Aliran KRA dan hal ini berbanding lurus dengan laju erosi. Setiap sub-DAS yang menunjukkan nilai limpasan tinggi, cenderung menghasilkan laju erosi tinggi juga dan sebaliknya. Perbandingan laju erosi aktual dan skenario di DA Ci Lutung menunjukkan penurunan laju erosi dari 175,0 ton / ha / tahun menjadi 115,1 ton / ha / tahun dalam kategori sedang.

Ci Lutung watershed will be affected directly by the dynamics of Ci Manuk watershed as one of its sub basins. Ci Manuk is one of the watershed areas in West Java Province, that is categorized as a critical potential due to erosion and vegetation damage. This study aims to simulate hydrological conditions and erosion rates based on land use scenarios for each sub basin. This research uses several variables 1 soil type 3 topography 4 land use and 5 climate temperature, rainfall, solar radiation, wind speed, and relative humidity. Analysis conducted in this research is Hydrological Response Units HRUs analysis of each sub basin and statistical analysis. The physical characteristic variable is processed by the overlay method for HRUs analysis.
Statistical analysis showed values of 2and NSE are 0.48 and 0.32. Based on calibration and validation results, 2 and NSE are 0.72 and 0.46. This shows a satisfactory and acceptable model. The runoff value at each sub basin tends to show medium category between 50 80 in the KRA category and this is directly proportional to the rate of erosion. Each sub catchment shows a high runoff value, resulting in high erosion rates as well and the reverse. Comparison of actual erosion rates and scenarios in DA Ci Lutung showed a decrease in the rate of erosion from 175.0 ton ha year to 115.1 ton ha year the medium category.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifwandi Rasyidin
"ABSTRAK
Ci Liwung membentang dari Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat sampai ke Wilayah
DKI Jakarta dengan panjang kurang lebih 117 km. Pemanfaatan Ci Liwung adalah
untuk memenuhi kebutuhan air penduduk kota Jakarta dan sebagian Kabupaten Bogor.
Dalam peneUtian ini Daerah Pengaliran Ci Liwung merupakan ;
1. Satu satuan wilayah tata air yang menampung dan menyimpan air hujan yang jatuh
di atasnya untuk kemudian menahan dan mengalirkannya melalui sungai utama ke
laut (Sandy; Komunikasi Langsung 14 Juli 1995).
2. Satu satuan ekosistem dengan unsur utamanya adalah sumberdaya alam, flora dan
fauna, tanah dan air serta manusia dengan segala aktivitas di atasnya yang
berinteraksi satu sama Iain (Salim, 1986)
Ci Liwung ditetapkan sebagai air baku untuk air minum dengan kiasifikasi golongan A
(Kep. Gub. DKI No. 1608 Tahun 1988) dan golongan B, C, D (Kep. Gub. DT I Jawa
Barat No. 38 Tahun 1991).
Pada abad ke-17 kaum penjajah (kolonial) dapat langsung meminum air Ci Liwung
(Soeijani, 1989), yang sekarang tidak dapat dilakukan lagi. Ini berarti Ci Liwung
sudah mengalami perubahan mendasar yang secara konsepsional teijadi pengotoran
(contamination), pemburukan (deleterins effect), penurunan kualitas (degradation),
kemerosotan nilai (devaluation), dan mengurangnya daya penggunaan (impairment of
quality of use).
Kondisi di atas teijadi diduga karena adanya k^atan pembangunan di sepanjang
daerah pengaliran Ci Liwimg. Kegjatan pembangunan ini erat kaitannya dengan dengan
laju pertambahan penduduk di daerah pengaliran hulu dan tengah; yang banyak teijadi
areal terbuka menjadi pemukiman, tempat wisata, bungalow, restoran dan Iain-lain,
khususnya di daerah kecamatan Ciawi, Kedung Kalang, Kodya Bogor dan Kotif
Depok (di mana hulu Ci Liwung luasnya 11.776 Ha. memiliki hutan lindung seluas
4.224 Ha. (35% nya). Perubahan pemanfaatan tanah ini terlihat tidak terkendah dan
menggeser keseimbangan dinamis lingkungan alam sekitamya, sehingga dapat menjadi
penyebab terganggunya fungsi hidrologi Ci Liwung Hulu tersebut.
Ketergangguan fungsi hidrologis yang pertama-tama terlihat adalah bertambah
cepatnya laju aliran permukaan (surface run-off), infiltrasi air menurun, suhu dan
kelembaban tanah juga menurun. Kondisi ini dapat menjadikan daerah hilir banjir di
musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, yang dapat menurunkan kualitas
perairan sungai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan perkembangan pola penggunaan
tanah dan hubungannya dengan kondisi hidrolodis, serta menggambarkan perbedaan
kondisi kualitas air secara spasial dan perbedaan waktu pengambilan sampel pagi dan
sore di dua lokasi (stasiun Ciawi dan Sugutamu), dan mencari pengaruh perkembangan
pola penggunaan tanah terhadap kondisi hidrologis dan kualitas air Ci Liwung.
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang
perkembangan pola penggunaan tanah yang optimal pada suatu daerah aliran sungai,
agar keseimbangan fungsi dan kondisi hidrologis serta kualitas air Ci Liwung tidak
terganggu.
Masalah pokok yang diteliti adalah apakah benar kondisi hidrologi di DA Ci Liwung
sebagai akibat dari perkembangan pola penggunaan tanah serta pengaruhnya terhadap
kualitas air sungai. Melalui pengamatan dan analisis perkembangan keadaan di atas,
dapat dilihat pengaruh dan korelasi "perkembangan pola penggunaan tanah terhadap
kondisi hidrologis dan kualitas air sungai" pada daerah aliran sungai tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan pada daerah aliran (DA) Ci Liwung yang secara
administratif termasuk dalam Kecamatan-kecaraatan Cisarua, Ciawi, Kedunghalang,
Cibinong, Cimanggjs, Kotamadya Bogor dan Kota Admistratif Depok-Propinsi Jawa
Barat, Kecamatan Kebon Baru dan Matraman/Manggarai di wilayah DKI-Jakarta, yang meliputi perkembangan kondisi hidrologis dalam kunin waktu 81 tahun (1913-
1994). Perkembangan pola penggunaan tanah pada daerah aiiran (DA) Ci Liwung ini
diuraikan dan diungkapkan dalam dua periode 1976 sampai tahun 1986 dan antara
tahun 1986 sampai tahun 1994 secara deskriptif analitis, serta berdasarkan hasil
analisis perkembangan pola penggunaan tanah pada peta penggunaan tanah tahun
1976, 1986 dan tahun 1994 yang disertai dengan comparative checking perkembangan
luas dari data Kantor Kecamatan setempat dan Biro Pusat Statistik pada cakupan
wilayah di daerah pengaliran (DA) Ci Liwung di atas.
Pengaruh yang dilihat antara ;
1. Perkembangan pola penggunaan tanah (untuk pemukiman, pertanian, hutan,
pariwisata dan Iain-lain) sebagai independent variabel (Xi - Xn), dan debit dan
kualitas air sebagai dependent variabel (Y) pada musim hujan dan musim kering,
dipergunakan sebagai data seri dari pantauan instansi selama tahun 1976 sampai
1994 (18 tahun).
O Lokasi dan waktu pengambilan sampel (pagi dan sore), di dua stasiun pengamatan
(Ciawi dan Sugutamu) pada musim hujan dan kering.
Di kedua lokasi ini diambil masing-masing 30 sampei pada waktu dan lokasi di atas,
dengan asumsi kedua stasiun telah mewakUi dua kondisi dasar perkembangan tata guna
di hulu dan tengah Daerah Aiiran Ci Liwung.
Fakta menunjukan bahwa;
1. Keadaan debit Ci Liwung sampai tahun 1986, memperlihatkan rasio debit banjir pada
musim hujan dan musim kering sudah melebihi 10 banding 1, akan tetapi sifat
hidrologisnya masih baik, di mana debit pada musim kering tidak begitu kering (ratarata
antara 10,30-14,45 m^) dan perairan tetap berair sepanjang tahun.
2. Keadaan debit Ci Liwung pada tahun 1986 sampai 1994, memperlihatkan rasio debit
pada musim hujan dan musim kering sudah mendekati 20 banding 1. Kondisi ini
memberikan indikasi fiingsi hidrologis daerah pengalirannya sudah berada pada
tingkat ketidak-seimbangan (terganggu), manakala air hujan yang jatuh pada
permukaan tanah sebagian besar langsung mengalir begitu saja ke badan air dalam
bentuk aiiran permukaan (surface run-off). Akibat sebagian kecil saja yang dapat
meresap ke dalam tanah. Kondisi ini menyebabkan debit pada musim hujan melebihi daya dukung aliir aliran sungai yang menyebabkan banjir di daerah hilir, dan pada
musim kering pengaliran Ci Liwung menjadi sangat kering.
Kondisi di atas, menunjukkan bahwa perkembangan pola tata guna tanah berpengaruh
terhadap ketergangguan flingsi hidrologis pada daerah pengaliran Ci Liwung yang
berpengaruh pada perubahan volume debit dan air limpasan, di mana;
1. Perkembangan tata guna tanah untuk hutan dan guna tanah untuk Iain-lain, bersamasama
mempengaruhi debit:
a. Dengan berkurangnya hutan, debit akan lebih besar pada musim hujan, dan kecil
pada musim kering;
b. Dengan bertambahnya penggunaan tanah untuk kawasan wisata dan lain - lain,
debit pada musim hujan lebih besar, dan sangat kecil pada musim kering.
2. Perkembangan tata guna tanah untuk hutan, kawasan wisata dan Iain-lain, signiJBkan
terhadap perubahan debit, terlihat dari:
a. Keadaan debit Ci Liwung sampai tahun 1976 cukup baik, karena didukung oleh
sifat hidrologisnya yang masih baik. Dalam kondisi ini debit pada musim kering
tidak begitu kering (antara 10,30-14,45 m^) dan debit tidak terlalu besar pada
musim hujan; dengan kata lain perairan tetap stabil dan berair sepanjang tahun.
b. Keadaan debit Ci Liwung pada tahun 1977 ke atas dan tahun 1986 sampai 1994,
terlihat debit pada musim kering (rara-rata 8,94-12,35 m^/dt atau lebih kecil dari
sebelumnya) sudah mendekati buruk, dalam artian kestabilan aliran semakin
menurun, di mana debit pada musim kering menjadi sangat kering dan musim
hujan debit menjadi besar. Kondisi ini dikatagorikan sifat dan fungsi
hidrologisnya sudah terganggu.
Dari hasil uji statistik, memperlihatkan bahwa perkembangan tata guna tanah pada
daerah aliran (DA) Ci Liwung mengindikasikan berpengaruh pada kualitas air, baik
pada musim hujan maupun pada musim kering, di mana ;
1. Perkembangan tata guna tanah untuk hutan dan untuk bangunan Iain-lain, secara
bersama-sama mempengaruhi kualitas air pada musim hujan, di mana dengan
berkurangnya hutan dan bertambahnya penggunaan tanah untuk Iain-Iain, kualitas
air untuk ;
a. R- (square) untuk TSS, BOD (20°C,5hari) dan COD masing-masing adalah
18%, 89% dan 67% ; artinya variasi data perkembangan penggunaan tanah dari model regresi ini, untuk TSS berpenganih 18%, BOD (20®C,5hari) berpengamh
89%, dan COD berpenganih 67% pada musim hujan.
b. PI untuk TSS, BOD (20°C,5hari) dan COD masing - masing adalah -8,062,
-7,537 dan -6,254 ; artinya dengan pengurangan satu satuan guna tanah untuk
hutan, menyebabkan penambahan kadar parameter di atas.
c. 32 i^ntuk TSS, BOD (20°C,5hari) dan COD masing-masing adalah -t-6,750,
+4,374 dan +5,102 ; artinya dengan penambahan satu satuan guna tanah untuk
bangunan Iain-lain, menyebabkan penambahan kadar parameter di atas.
d. Sig T < a. Independent Variable-vcjz. signifikan masuk model, terlihat kedua
variabel penggunaan tanah untuk hutan dan bangunan Iain-lain signifikan masuk
model.
2. Perkembangan tata guna tanah untuk hutan dan untuk Iain-lain, secara bersamasama
signifikan terhadap besaran kadar TSS, BOD (20®C,5hari) dan COD dalam
mg/liter pada musim hujan maupun pada musim kering, walau untuk kadar TSS
mg/liter tingkat pengaruhnya kecd besamya pengaruh tersebut adalah ;
a. R2 (square) untuk TSS, BOD (20°C,5hari) dan COD masing-masing 45%, 91%
dan 76% ; artinya variasi data perkembangan penggunaan tanah dari model
regresi ini, untuk TSS berpenganih 45%, BOD (20''C,5hari) berpenganih 91%
dan untuk COD berpenganih 76% pada musim kering.
b. P| untuk TSS, BOD (20°C,5hari) dan COD masing-masing adalah -3,212,
-7,500 dan -13,398 ; artinya dengan pengurangan satu satuan guna tanah untuk
hutan, menyebabkan penambahan kadar parameter di atas.
c. 32 TSS, BOD (20°C,5hari) dan COD masing-masing adalah +1,310,
+4,369 dan +10,872 ; artinya dengan penambahan satu satuan guna tanah untuk
bangunan Iain-Iain, menyebabkan penambahan kadar parameter di atas.
d. Sig T < a. Independent Variable-nydi signifikan masuk model, terlihat di sini
variabel penggunaan tanah untuk hutan dan bangunan Iain-lain signifikan masuk
model.
Dari hasil pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa; Perubahan pola tata guna tanah
yang terkendali akan mengakibatkan debit dan kualitas air juga terkendali dapat
diterima.
Dari kondisi di atas dapat direkomendasikan, tanah perkebunan yang tidak produktif
lagi di daerah pedalaman yang berbukit dan berlereng teijal dengan kemiringan melebihi 40 %, hams dihutankan kembali menjadi hutan lindung, untuk memperbaiki tandon air
secara alami dan menjaga jalur flmgsi hidrologis hulu Ci Liwung. Seiain itu, daerahdaerah
resapan air bempa danau dan situ di Ci Liwung hulu maupun tengah, sepedd
Situ Lebakwangi di Parang, Danau Rawa Kalong di Cimanggis perlu dipertahankan dan
dipelihara teras.
Dalam dimensi lingkungan pertanahan, pembangunan sejumlah lapangan golf,
peramahan dan perkantoran dan industri di sisi kiri-kanan Ci Liwung, syarat
pembangunannya haras ditegaskan dan diatur dengan Perda No. 5 Tahun 1987, bahwa
pembangunan di kedua sisi daerah pengaliran sungai (DPS) beijarak 8 sampai 25 meter
dari sisi sungai atau tanggul sungai tersebut.

ABSTRACT
The Ci Liwung is the largest stream, that flows from the mountains in the interior of
West Java to Jakarta, the National Capital City of Indonesia. It was on the left
handbank of this stream that Governor General Daendels at the beginning of the 19^^
century constructed the road that leads to a village on the foothills by the name of
Bogor, wiiere he built a Summer Palace. Through the years Bogor grew and become a
city with a pleasant temperature, albeit wish amble rain.
Wish the growth of the population of the city of Bogor and surrounding villages, the
water of the Ci Liwung also experienced a change. The water of the river that was once
clear and clean, where one can fish and enjoy swimming, without any reservation,
gradually turned murky which might be partly due to increasing volume of domestic
waste.
During the Icist decades not only the city of Bogor had grown, but the land area along
side the Ci Liwung on the foothills of the mountain range to the East of Bogor has
become crowded as well. Growing prosperity experienced by more city people boosted
the building of more and more cottages aside from hotels, where people can relax and
enjoy the pleasant air during weekends.
More and more woodland on the mountain slopes had been cleared also to make room
for temperate zone vegetable and flower gardens, which can provide the farmer with a
healthy and steady income. All those human activities, however posed a negative
impact on the river. Every body of course is entitled to earn money as long as the method used is legal and not destiuctive. But the weight that the Ci Liwung watershed
had to carry in relation to the fullfilment of human needs seemed to be beyond it's
capacity to endure. The flow of the river during the last few years has turned erratic.
It's water has never been clear and clean any more.
The problem now is; to what extent is this change due to human intervention, especially
along tlie upper watershed ? That is the essence of the problem which we intent to find
out the answer in this study.
The following parameters are being applied to the problem ; the development pattern of
land use for housing, agriculture, forest, tourism and others as independent variable (xi
- Xn) and flow and water quality as dependent variables (Y) in the wet and dry season.
The objective of this study is to see the influence of land utilization change towards the
hydrologjc condition and water quality as well as factors that influence the pattern of
land utilization in the Ci Liwung watershed.
It is found out, that;
1. The change of the pattern of land use through time, had brought about changes in
the flow regiment of the river.
2. The increase in population within the Ci Liwung watershed area was the main cause
of the decline in the quality of the water of the stream."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raushan Fikr Ilham Ibrahim
"Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah model averaging diperlukan dalam menghitung koefisien aktivitas terintegrasi waktu (TIAC) menggunakan model non-linear mixed-effects (NLME). Dua jenis data biokinetik dikumpulkan dari pasien: [111In]In-DOTATATE untuk terapi radionuklida reseptor peptida (PRRT) dan [177Lu]Lu-PSMA I&T untuk terapi kanker prostat. Parameter dari dua belas fungsi sum of exponentials (SOE) di-fit untuk memberikan estimasi TIAC (eTIAC). Pemilihan model mempertimbangkan koefisien variasi, inspeksi visual, dan bobot AICc untuk menentukan fungsi model terbaik dan menghitung TIAC (bTIAC). Menggunakan pemodelan NLME dan 8193 nilai awal acak, TIAC yang di-ratakan model (mTIAC) dihitung. Root-mean square errors (RMSE) dari deviasi relatif antara mTIAC dan eTIAC (meRMSE) serta antara bTIAC dan eTIAC (beRMSE) dianalisis. Fungsi model terbaik untuk PSMA memiliki bobot Akaike 76,2%. Untuk PRRT, dua fungsi SOE memiliki bobot Akaike 47,4% dan 39,2%. Rata-rata (SD) meRMSE dan beRMSE untuk PRRT adalah 0,02 (1,3×10-2) dan 0,03 (1,4×10-2), dan untuk PSMA adalah 0,06 (5×10-3) dan 0,07 (4×10-3). Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model terbaik dari proses seleksi sudah cukup untuk perhitungan TIAC, memberikan hasil yang serupa dengan model averaging.

The research aimed to investigate whether model averaging is necessary in calculating time-integrated activity coefficients (TIACs) using non-linear mixed-effects (NLME) models. Two types of biokinetic data were collected from patients: [111In]In-DOTATATE for peptide receptor radionuclide therapy (PRRT) and [177Lu]Lu-PSMA I&T for prostate cancer therapy. Parameters of twelve sum of exponentials (SOE) functions were fitted to provide estimated TIACs (eTIACs). Model selection considered the coefficient of variation, visual inspection, and AICc weights to determine the best model function and calculate TIACs (bTIACs). Using NLME modeling and 8193 random starting values, model-averaged TIACs (mTIACs) were calculated. Root-mean square errors (RMSE) of relative deviations between mTIACs and eTIACs (meRMSE) and between bTIACs and eTIACs (beRMSE) were analyzed. The best model function for PSMA had an Akaike weight of 76.2%. For PRRT, two SOE functions had Akaike weights of 47.4% and 39.2%. The mean (SD) of meRMSE and beRMSE for PRRT were 0.02 (1.3×10-2) and 0.03 (1.4×10-2), and for PSMA, they were 0.06 (5×10-3) and 0.07 (4×10-3). The study demonstrates that using the best model from the selection process is sufficient for TIAC calculation, providing results similar to model averaging."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>