Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166257 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Josephine Ulinai
"Salah satu wilayah tidak terlayani jaringan perpipaan di Kota Bekasi adalah Kelurahan Jatirangga sehingga kebutuhan air minumnya dipenuhi dalam bentuk self-supply yaitu pemakaian air tanah sebagai sumber air utama yang berpotensi menimbulkan penipisan air tanah untuk jangka waktu yang panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengulas hasil monitoring tingkat curah hujan dan ketinggian muka air tanah, menganalisis korelasi antara pola hujan dengan perubahan tinggi muka air tanah, dan merekomendasikan alternatif untuk menjaga ketersediaan air tanah agar berkelanjutan. Data perekaman curah hujan sebagai variabel bebas dan tinggi muka air tanah sebagai variabel terikat pada bulan Juni 2022 hingga awal November 2022 dianalisis menggunakan uji statistik inferensial SPSS yang meliputi uji korelasi dan regresi linear. Setelah mengidentifikasi hubungan curah hujan dan tinggi muka air tanah secara statistik, opsi-opsi alternatif dapat diurutkan sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan responden melalui metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Data perekaman rainfall gauge menunjukkan bahwa bulan Oktober memiliki curah hujan tertinggi (385 mm), sementara bulan Agustus memiliki curah hujan terendah (109 mm) dalam periode 5 bulan perekaman. Data dari water level logger menunjukkan bahwa muka air tanah tertinggi berada di bulan Oktober (7,85 m dari permukaan), sementara bulan Agustus menunjukkan tinggi muka air tanah paling dalam (>9,50 m dari permukaan). Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi curah hujan berdampak pada perubahan tinggi muka air tanah di bulan yang sama. Hasil pengujian statistik menunjukkan adanya korelasi signifikan yang tergolong lemah hingga moderat di antara kedua variabel curah hujan dan muka tanah. Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut, alternatif yang diprioritaskan adalah alternatif yang mengintervensi pada pasokan air tanah, yaitu sumur resapan, sumur injeksi, dan parit resapan yang umum digunakan di Indonesia. Hasil tabulasi data responden pada metode AHP menunjukkan bahwa sumur resapan merupakan alternatif peringkat pertama yang dianggap dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan di Kota Bekasi. Setelah diimplementasikan, sumur resapan diharapkan dapat membantu menjaga keberlanjutan air tanah.

One of the areas in Kota Bekasi that is not served by a piped network is Jatirangga Sub-district. The community in Jatirangga Sub-district meets their drinking water needs through self-supply, which has the potential to deplete groundwater over a long period. This study aims to review the results of monitoring the rainfall level and groundwater level, analyze the correlation between rainfall patterns and changes in groundwater levels, and recommend alternatives to ensure sustainable groundwater availability. The recorded data of rainfall and groundwater levels from June 2022 to early November 2022 were analyzed using inferential statistical tests, including correlation and linear regression tests, in SPSS. After identifying the statistical relationship between rainfall and groundwater levels, alternative options can be ranked according to the respondents' experiences and knowledge using the Analytical Hierarchy Process (AHP) method. The rainfall gauge recording data shows that October had the highest rainfall (385 mm), while August had the lowest rainfall (109.2 mm) during the 5-month recording period. The data from the water level logger indicates that the highest groundwater level occurred in October (7.85 m below the surface), while August had the deepest groundwater level (>9.5 m below the surface). This suggests that rainfall fluctuations have an impact on changes in groundwater levels within the same month. The results of the statistical tests show a significant correlation between the two variables, although it is categorized as weak to moderate. Based on the statistical analysis, the ranked alternatives are those that intervene in groundwater supply, such as infiltration wells, injection wells, and infiltration trenches commonly used in Indonesia. The tabulation of respondent data in the AHP method shows that infiltration wells are the top-ranked alternative considered for implementation in Kota Bekasi. The integration of infiltration wells is envisioned as a pivotal measure to effectively preserve the sustainability of the groundwater resources."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inas Imtiyaz
"ABSTRAK
Kota Bekasi dengan sebagian besar penduduknya merupakan pengguna air tanah memiliki risiko dalam menghadapi kontaminasi E. coli. Penggunaan sumur bor dan sumur gali untuk mendapatkan sumber air bersih berpotensi menjadi jalan masuknya kontaminasi melalui infrastruktur yang tidak tepat. Selain itu, kontaminan dapat masuk bahkan setelah adanya pengolahan air dan dapat melalui wadah penyimpanan yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh infrastruktur sumur terhadap kontaminasi E. coli di sumber air, dan pengaruh pengolahan air tanah sebagai air minum serta wadah penyimpanan air terhadap kontaminasi E. coli di air minum. Pengujian E. coli dilakukan dengan IDEXX Colilert-18. Berdasarkan rumah tangga yang disurvei secara acak pada Kelurahan Jatiluhur, Sumur Batu dan Jatirangga, umumnya sumur bor dan sumur
gali menunjukkan kondisi tidak rentan terhadap kontaminasi (n=204). Tetapi pada variabel jenis sumur, genangan air sumur dan umur pompa berhubungan secara signifikan dengan kontaminasi E. coli di sumber air (korelasi Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%). Jika dilihat secara lebih detail pada sumur gali, kondisi yang sebaliknya terjadi yaitu cukup rentan terhadap kontaminasi E. coli atau tidak memenuhi standar SNI 03-2916-1992. Hasil regresi logistik biner menunjukkan
bahwa sumur gali berpeluang terkontaminasi E. coli sekitar 4,0 kali lebih besar dibandingkan dengan sumur bor. Begitu juga adanya genangan air dan umur pompa lebih dari 10 tahun berpeluang terkontaminasi E. coli masing-masing sebanyak 2,25 kali dan 1,86 kali. Selain infrastruktur sumur, pengolahan dan wadah penyimpanan air pun diteliti hubungannya dengan kontaminasi E. coli di air minum (n=51). Pengolahan air minum dengan cara memasak dilakukan rumah tangga responden sebanyak 98,1%. Memasak air dapat menurunkan E. coli pada 67% sampel. Namun, air yang telah dimasak tidak bebas sepenuhnya dari E. coli, melainkan masih terdeteksi sebanyak 64,8% dengan kategori risiko rendah dan 25,9% terdeteksi E. coli dengan
kategori risiko sedang. Wadah penyimpanan menunjukkan bahwa penduduk paling banyak menyimpan air setelah dimasak pada wadah kendi yaitu sebesar 51%, dan diikuti oleh ceret/teko sebanyak 35,3%. Wadah yang digunakan pun telah dilengkapi oleh tutup sebanyak 94,1%. Namun, wadah penyimpanan tidak menunjukkan adanya nilai korelasi yang signifikan dengan kontaminasi E. coli di air minum. Faktor lain seperti, praktik memasak dan kebersihan wadah penyimpanan yang mungkin memiliki korelasi, perlu untuk diamati.

ABSTRACT
Bekasi City with a large portion of the population as groundwater users have risk in E. coli contamination. Borehole and dug wells to obtain clean water sources has the potential to become an entry point for contamination through improper infrastructure. In addition, E. coli can contaminate the water even after treatment and through the water storage practices. This research aims to analyze the effect of well infrastructure used to E. coli contamination in the sources water and effect groundwater treatment as drinking water and water storage containers to E. coli contamination in drinking water. E. coli testing was carried out with IDEXX Colilert-18. Based on randomly households surveyed in Jatiluhur, Sumur Batu and Jatirangga village, generally showed borehole and dug wells not susceptible to contamination (n = 204). But on variabel types of wells, inundation around wells and pump age were significantly associated with E. coli contamination in the sources water (Spearman's correlation of 95% confidence level). If seen in more detail in dug wells, the opposite condition occurs that is quite susceptible to E. coli contamination or does not eligibel to SNI 03-2916-1992 standards. Binary logistic regression results show that dug wells have the possibility to be contaminated with E. coli about 4.0 times more than the borehole. Likewise, the presence of inundation around wells and pump age of more than 10 years have the possibility of E. coli contamination of 2.25 times and 1.86 times respectively. In addition to well infrastructure, water treatment and storage containers were also investigated in relation to E. coli contamination in drinking water (n = 51). Drinking water treatment by boiling water is done by respondents' households as much as 98.1%. Results show E. coli decreased in 67% samples after boiling. However, boiled water is not completely free from E. coli, but 64.8% is still detected in a low risk
category and 25.9% detected by E. coli with a moderate risk category. Observation of water storage practices shows that 51% households save water after being treated in jug, and followed by kettle/pot as much as 35.3%. The container used by residents has also been equipped with a lid of 94.1%. However, storage containers did not show a significant correlation with E. coli contamination in drinking water. Other factors such as boiling water practices and cleanliness of storage containers that may have a correlation need to be observed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Risha Dianty
"Terbatasnya cakupan layanan air bersih perpipaan dari PDAM menyebabkan sebagian besar masyarakat Kota Bekasi masih memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih. Masalah dalam penelitian ini yaitu masyarakat cenderung mengonsumsi air tanah tanpa mengetahui kondisi, keamanan dan kualitas air tanah.Tujuan penelitian adalah menganalisis pengetahuan masyarakat terkait kualitas air tanah, hubungan antara persepsi masyarakat dengan kualitas air minum, perilaku masyarakat terkait praktik penanganan dan pengolahan air minum, serta mengevaluasi penyediaan air minum yang aman di Kelurahan Jatiluhur, Sumur Batu, dan Jatirangga, Kota Bekasi. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode campuran yang menggabungkan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat pengaruh signifikan kualitas air minum pada persepsi masyarakat serta tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat dengan variasi penggunaan metode pengolahan air minum. Kesimpulan penelitian ini yaitu pemanfaatan air minum yang berasal dari air tanah perlu untuk mempertimbangkan aspek pengetahuan, persepsi, dan perilaku masyarakat.

Limited coverage of piped water service has resulted that majority of people in Bekasi City still using groundwater as main source of clean water. People tend to consume groundwater without knowing the condition, safety and quality of groundwater. The aim of this research was to analyze community knowledge regarding groundwater quality, relationship between public perceptions and drinking water quality, community behavior regarding drinking water handling and processing practices, and evaluate the provision of safe drinking water in Jatiluhur, Sumur Batu, and Jatirangga Sub-district. The research method used is mixed method. The results showed that statistically there was no significant effect of drinking water quality on public perceptions and no significant relationship between public perceptions and variation of drinking water treatment methods. The conclusion of this research is that the utilization of drinking water originating from groundwater needs to consider the aspects of knowledge, perceptions and behavior of the community."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Harera
"Kota Bekasi hanya melayani masyarakat yang menggunakan PDAM sebesar 26.8%, sehingga sebagian besar masyarakat masih menggunakan sumber air berasal dari air tanah. Air tanah tersebut digunakan sebagai sumber air minum melalui sistem self-supply. Saat ini keandalan self-supply masih menjadi isu di masyarakat walaupun sumber air ini merupakan salah satu sumber yang sangat terjangkau. Pemantauan yang dilakukan secara kontinu selama delapan bulan kepada responden dilakukan guna mengetahui perilaku sumber air minum mereka, termasuk rasa, warna, bau, ketersediaan, dan keamanannya melalui persepsi rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian keandalan sumber air minum self-supply, mengetahui perbandingan penilaian keandalan antara self-supply dan non self-supply, serta mengetahui faktor yang mempengaruhi dari keandalan self-supply. Metode penelitian yang digunakan adalah survei melalui telepon kepada responden dan analisis STATA 16 dengan uji Chi-Square, uji korelasi Phi, dan analisis Regresi Logistik. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, maka penilaian keandalan sumber air minum menghasilkan nilai untuk skala rumah tangga sebesar rata-rata keandalan sumur bor adalah 92% dan 74% sumur gali. Sedangkan berdasarkan skala kota, diseluruh bulan selama pemantauan menghasilkan nilai keandalan ≥15 poin sehingga baik sumur bor dan sumur gali bernilai andal diseluruh bulan, meskipun sumur gali mendapatkan penilaian lebih rendah. Perbandingan analisis penilaian keandalan antara self-supply dan non self-supply menghasilkan P = 0,028 (P<0,05) berdasarkan uji Chi-Square sehingga terdapat perbedaan signifikan variabel penilaian keandalan antara self-supply dengan non self-supply yang bernilai signifikan. Persentase hasil penilaian sumber air minum self-supply sebesar 83 % andal sedangkan non self-supply sebesar 92%. Variabel yang memiliki hasil signifikan terhadap penilaian keandalan adalah jenis sumur, kejadian hujan 24 jam sebelum wawancara, dan kejadian banjir. Sumur bor memiliki peluang 4,11 kali dibandingkan sumur gali terhadap keandalan sumber air minum. Tidak terjadi hujan 24 jam sebelum wawancara berpeluang 3,11 kali lebih tinggi dibandingkan terjadinya hujan 24 jam sebelum wawancara terhadap keandalan sumber air minum. Kejadian tidak banjir 8,85 kali lebih tinggi dibandingkan kejadian banjir terhadap keandalan sumber air minum. Sehingga secara keseluruhan menilai bahwa sumber air sumur bor jauh lebih andal, namun jika dibandingkan dengan sumber non self-supply responden masih menilai lebih andal sumber non self-supply, oleh karena itu diperlukan rekomendasi lanjutan.

Bekasi City only serves people using PDAM by 26.8%. This means that most people living there still take groundwater sources. Groundwater is chosen as a source of drinking water through a self-supply system. Currently, the reliability of self-supply remains an issue in the community despite being an incredibly affordable water source. Continuous monitoring of the respondents for eight months was carried out to determine the behavior of their drinking water sources through household perceptions, including the taste, color, smell, availability, and safety. This study aimed to determine the reliability assessment of self-supply drinking water sources, the comparison of reliability assessments between self-supply and non-self-supply, and the factors that influence the reliability of self-supply. The research methods applied were telephone survey to respondents and STATA 16 program for analyzing with Chi-Square test, Phi correlation test, and Logistic Regression analysis. Based on the data processing, the reliability assessment of drinking water sources resulted in average reliability values of 92% for boreholes and 74% for dug wells on the household scale. Meanwhile, on the city scale, a reliability value of ≥15 points was obtained from the entire monitoring. This indicated that both boreholes and dug wells were reliable throughout the months, although dug wells received lower assessment. Comparison of the reliability assessment analysis between self-supply and non-self-supply led to P = 0.028 (P<0.05), with the Chi-Square test. Therefore, there was a major difference in the reliability assessment of self-supply and non self-supply variables. The percentages of the reliability assessment for self-supply and non-self-supply drinking water sources were 83% and 92% respectively. Variables with significant results in the reliability assessment included the type of well, the occurrence of rain 24 hours before the interview, and the incidence of flooding. For the reliability of drinking water sources, boreholes had a chance of 4.11 times higher than dug wells; no rain 24 hours before the interview had a chance of 3.11 times higher than the occurrence of rain 24 hours before the interview; and non-flood events had a chance of 8.85 times higher than flood events. Hence, borehole water sources were much more reliable. However, if compared to non-self-supply sources, respondents still consider non-self-supply sources more reliable. Therefore, further recommendations are needed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"By application of a parametric grey-box type approach runoff, soil-loss by runoff, infiltration and rainsplash have been monitored at bounded erosion plots. These plots were located at the Desel River catchment (Central-Java, Indonesia) and except for the land cover type the plot properties did not differ. Grass covered plots posses high infiltrability values. Surface runoff and rainsplash hardly occur. The soil covered by maize and cassava shows a final infiltration capacity of about 13 mm/h. During rainfall soil crust formation causes both a variable infiltration rate and a changing intensity of soil material transport by rainsplash. The yearly erosion rate by surface runoff amounts to 0.6 mm. Bare soils exhibit a final infiltrability value which varies from about 2 to 8 mm/h. The yearly surface lowering by overland flow reaches about 88. Rainsplash causes a yearly downslope transport of 279 grams of soil material for a slope segment of 1.0 wide. Extrapolation of the erosion plot data in a spatial sence results in a material yield of about 250 metric tons/year which is discharged from the Desel River basin."
GEOUGM 10:40 (1980)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Maryam Sayyidina
"Penggunaan air tanah oleh sebagian besar masyarakat berpotensi terkontaminasi E.Coli sehingga diperlukan pemantauan mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis hasil pengujian Escherichia Coli pada air minum dan faktor yang memengaruhinya; 2) menguraikan manfaat, tantangan, dan peluang dalam melakukan self-monitoring; dan 3) mengembangkan prosedur untuk memantau Escherichia Coli. Pemantauan mandiri dilakukan alat monitoring on-site yaitu Aquagenx CBT ET+TC Presence/Absence. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa tingkat kontaminasi E.Coli pada sumber memiliki rata-rata bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan point-of-use. Berdasarkan analisis korelasi Pearson, hubungan perlakuan yang dilakukan pada sumber air terhadap berkurangnya jumlah E.Coli dalam air minum memiliki nilai p sebesar 0,35. Self-monitoring memiliki potensi yang cukup besar untuk diimplementasikan dengan akurasi data diantara 85 – 95%. Walaupun demikian, berdasarkan analisis korelasi Pearson, hubungan pemahaman kualitas air minum dengan kualitas air minum memiliki nilai p sebesar -0,383. Langkah yang dilakukan pada pengujian juga tergolong mudah walaupun terdapat langkah-langkah yang cukup menantang. Self-monitoring dapat dikembangkan lebih jauh lagi dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keresahan dari rumah tangga agar mereka dapat lebih efektif dalam melakukan pemantauan. Kontaminasi yang masih bisa ditemukan dalam rumah tangga membuat mereka harus tetap melakukan self-monitoring menggunakan instrumen yang sesuai dengan standar UNICEF.  

Groundwater has the potential to be contaminated with E.Coli so guidance is needed. This study aims to 1) analyze the results of Escherichia Coli in drinking water and the factors; 2) describe the benefits, challenges and opportunities in conducting self-monitoring; and 3) developing procedures to combat Escherichia Coli. On-site monitoring utilizes Aquagenx CBT ET + TC Presence/Absence as an independent tool. Results indicate E.Coli contamination at the point of use is higher than that at the source. Pearson's correlation analysis shows a p-value of 0.35 between actions at water sources and reduced E. coli in drinking water. Self-monitoring has considerable potential to be implemented because the accuracy ranges from 85 – 95%. In contrast, Pearson's correlation analysis indicates that there is a p-value of -0.383 between the understanding of drinking water quality and the quality of drinking water. Although some test steps pose challenges, most are straightforward. Self-monitoring can be developed further by taking into account the needs and concerns of households so that they can be more effective in carrying out monitoring. Despite contamination risks, households should continue self-monitoring and self-training using UNICEF-standard instruments."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wairara, Tricia Lusia Novalia
"Pelayanan air perpipaan di Indonesia yang masih kurang mendorong masyarakat untuk menggunakan sumber air nonperpipaan seperti air tanah dan air isi ulang. Namun berdasarkan beberapa penelitian, air nonperpipaan diketahui memiliki risiko akibat kontaminasi bakteri dan patogen. Studi ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kualitas air minum dengan mengetahui persebaran kontaminasi E. coli, faktor yang mempengaruhinya, serta membandingkan risiko kesehatan air minum nonperpipaan di Kota Bekasi dan Metro. Penelitian dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN) untuk mengetahui konsentrasi bakteri dan metode Quantitative Microbial Risk Assessment (QMRA) dengan indikator bakteri E. coli dan patogen indeks Salmonella. Pengujian kualitas air minum menunjukkan bahwa terjadi kontaminasi E. coli sekitar 26,7% dari total 202 sampel di Kota Bekasi dengan rata-rata 18,7 MPN/100 mL. Sedangkan di Kota Metro 30,0% dari 190 sampel terkontaminasi E. coli dengan rata-rata 77,3 MPN/100 mL. Berdasarkan uji korelasi Spearman¸ faktor seperti sumber air, pewadahan, dan pengolahan air tidak menunjukkan adanya korelasi terhadap konsentrasi E. coli, kecuali untuk faktor pewadahan di Kota Metro yang berhubungan signifikan dengan E. coli ≥100 MPN/100 mL. Kemudian hasil penelitian mengenai rasio patogen indeks Salmonella dengan sampel air tanah di kota Bekasi (n=7) diperoleh nilai rasio sebesar 0,03. Hasil perhitungan analisis QMRA dengan simulasi Monte-Carlo di Kota Bekasi menunjukkan bahwa air tanah memiliki nilai median beban penyakit sebesar 0,01 ± 0,03 DALY/orang/tahun dan air isi ulang dengan nilai sebesar 0,003 ± 0,02 DALY/orang/tahun. Sedangkan, untuk Kota Metro diperoleh sebesar 0,04 ± 0,04 DALY/orang/tahun untuk air tanah dan air isi ulang sebesar 0,03 ± 0,04 DALY/orang/tahun. Seluruh nilai yang diperoleh melebihi batas nilai maksimum menurut WHO yaitu sebesar 10-4 DALY/orang/tahun. Oleh karena itu, intervensi yang tepat perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang konsumsi air minum yang aman dan layak

Piped water services in Indonesia are still relatively low. This condition encourages people to use non-piped water sources such as groundwater and refilled water. However, based on several studies, non-piped water is known to have risks due to bacterial and pathogen contamination. This study was conducted as an effort to improve drinking water quality by knowing the distribution of E. coli contamination, the factors that influence it, and comparing the health risks of non-piped drinking water in Bekasi City and Metro. The research was conducted using the Most Probable Number (MPN) method to determine the concentration of bacteria and the Quantitative Microbial Risk Assessment (QMRA) method with E. coli as indicators and Salmonella as reference pathogen. The drinking water quality testing showed that there was around 26.73% E. coli contamination from a total of 202 drinking water samples in Bekasi City with an average of 18.74 MPN/100 mL. Whereas in Metro City 30% of 190 samples were contaminated with E. coli with an average of 77.31 MPN/100 mL. Based on the Spearman correlation test¸ risk factors such as water sources, containers, and water treatment did not show a correlation with E. coli concentrations, except for the container factor in Metro City which is significantly related to E. coli ≥100 MPN/100 mL. Then to find out the reference pathogen ratio, a Salmonella concentration test was carried out for groundwater in the city of Bekasi (n=7) and a ratio value of 0.03 was obtained. The results of QMRA analysis calculations using Monte-Carlo simulations in Bekasi City show that groundwater has a median disease burden value of 0.01 ± 0.03 DALY/person/year and refill water with a value of 0.003 ± 0.02 DALY/person/year year. Whereas for Metro City, the median disease burden of groundwater was 0.04 ± 0.04 DALY/person/year and for refill water it was 0.03 ± 0.04 DALY/person/year. All values ​​obtained exceeded the maximum value limit according to WHO, namely 10-4 DALY/person/year, therefore proper intervention from the government is needed to educate the public about consumption of safe drinking water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintari Faza
"Kota Bekasi memiliki cakupan pelayanan PDAM hanya sebanyak 40% pelanggan. Pelayanan air bersih yang belum menyeluruh menyebabkan masyarakat di Kota Bekasi menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih dan air minum. Pembangunan maupun pengelolaan sumur yang tidak tepat dapat menyebabkan air tanah rentan terkontaminasi E. coli. Penelitian ini dilakukan, untuk mengetahui kualitas air tanah dan air minum di musim kemarau, pada parameter pH, TDS, Total Coliform, dan E. coli. Pengujian konsentrasi Total Coliform dan E. coli menggunakan metode Most Probable Number (MPN), dengan menggunakan IDEXX Colilert-18. Tujuan kedua, yaitu melakukan analisis faktor yang mempengaruhi E. coli, seperti jenis sumur, jarak sumur dan tangki septik, dan kejadian hujan 1 - 7 hari sebelum pengambilan sampel. Selain itu, perbandingan konsentrasi E. coli dilakukan pada air tanah dan air minum di musim kemarau dan musim hujan dengan metode Wilcoxon. Berdasarkan hasil pengecekan, didapatkan rata-rata kualitas air bersih dan air minum secara berurutan sebagai berikut: (1) rata-rata pH sebesar 5,9 dan 7; (2) konsentrasi Total Coliform memiliki rata-rata sebesar 775,9 MPN/100 mL, dan 805,4 MPN/100 mL; (3) rata-rata konsentrasi E. coli adalah sebesar 158,1 MPN/100 mL dan 10,56 MPN/100 mL; (4) dan rata-rata TDS sebesar 155 Mg/l dan 112 Mg/l. Ketiga lokasi studi memiliki 52% E. coli >100 MPN/100 mL di musim kemarau. Pengolahan data menggunakan Generalized Linear Model memiliki hasil, bahwa sumur gali berpotensi meningkatkan E. coli ≥1 MPN/100 mL sebanyak 0,309 kali lebih besar dibandingkan sumur bor. Kejadian hujan 3 hari sebelum pengambilan data terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap E. coli >10 MPN/100 mL, yaitu sebanyak 3,480 kali lebih besar saat tidak terjadinya hujan. Pengolahan data menggunakan Wilcoxon menghasilkan adanya hubungan variasi musim terhadap tingkat E. coli di Kelurahan Jatirangga pada sumber air bersih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, TDS dan pH pada sumber air bersih dan air minum memenuhi standar baku mutu. Variabel sumur gali dan tidak terjadinya hujan saat 3 hari sebelum pengambilan data, memiliki potensi peningkatan konsentrasi E. coli di musim kemarau. Adapun strategi dalam pengelolaan sumber air bersih dan air minum dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan daerah sekitar sumur, kebersihan wadah, dan pembangunan infrastruktur sanitasi yang baik. Selain itu, untuk mengoptimalkan pengurangan E. coli dapat menggunakan ozone generator pada kedua sumber.

Bekasi City only has covered 40% of PDAM service. Clean water services that have not been comprehensive have caused people in Bekasi City to use groundwater as a source of clean water and drinking water. Construction or proper management of wells can make the soil vulnerable to E. coli contamination. This research was conducted to determine the quality of groundwater and drinking water in the dry season, on the parameters of pH, TDS, Total Coliform, and E. coli. Testing the concentration of Total Coliform and E. coli using the Most Probable Number (MPN) method, using IDEXX Colilert-18. The second objective was to analyze the factors that influence E. coli, such as the type of well, the distance between the well and the tangki septik, and the event of rain 1-7 days before sampling. In addition, comparisons of E. coli concentrations were carried out in groundwater and drinking water in the dry and rainy seasons using the Wilcoxon method. Based on the inspection, the average quality of clean water and drinking water is obtained sequentially as follows: (1) average pH of 5.9 and 7; (2) the concentration of Total Coliform has an average of 775.9 MPN/100 mL, and 805.4 MPN/100 mL; (3) the average concentration of E. coli was 158.1 MPN/100 mL and 10.56 MPN/100 mL; (4) and the average TDS of 155 Mg/l and 112 Mg/l. The third study site had 52% E. coli >100 MPN/100 mL in the dry season. Data processing using the Generalized Linear Model has the result that dug wells can increase E. coli 1 MPN/100 mL 0.309 times greater than drilled wells. The incidence of rain 3 days before data collection proved to have a significant effect on E. coli >10 MPN/100 mL, which was 3,480 times greater when there was no rain. Data processing using Wilcoxon resulted in a relationship between seasonal variations and the level of E. coli in Jatirangga Village on clean water sources. Thus, it can be said that TDS and pH in clean water sources and drinking water meet quality standards. Variable dug wells and the absence of rain during 3 days before data collection, have the potential to increase the concentration of E. coli in the dry season. The strategy for managing clean water and drinking water sources can be done by maintaining the cleanliness of the area around the well, the cleanliness of the container, and the development of good sanitation infrastructure. In addition, to optimize the reduction of E. coli can use an ozone generator in the second source."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Ardhy Maulana
"ABSTRAK
Kebocoran pada jaringan pipa distribusi merupakan penyebab utama terjadinya gangguan pelayanan yang dikeluhkan oleh pelanggan PDAM Tirta Patriot, Kota Bekasi, namun, identifikasi masalah desain pada jaringan distribusi merupakan hal mendasar yang harus diketahui, agar penanganan gangguan dapat terjadi secara menyeluruh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa jaringan distribusi air minum eksisting PDAM Tirta Patriot guna mengetahui ada atau tidaknya masalah desain yang menyebabkan gangguan pada pelayanan air minum serta memberikan rekomendasi bentuk modifikasi yang tepat untuk mengatasi masalah desain jika ada pada jaringan distribusi air minum eksisting PDAM Tirta Patriot. Bahan analisa adalah hasil simulasi pemodelan jaringan distribusi eksisting menggunakan program EPANET 2.0. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, masalah desain yang ditemukan pada jaringan distribusi PDAM Tirta Patriot adalah adanya titik sambung atau titik distribusi bertekanan di atas standar maksimum tekanan yang diiizinkan untuk pipa PVC pada jaringan distribusi air minum, yakni 8 atm atau 82,66 meter kolom air, serta terdapat pipa-pipa pada jaringan distribusi dengan kecepatan aliran air di bawah batas kecepatan minimum yang diizinkan, yakni 0,3 m/s. Titik sambung bertekanan melebihi standar tekanan yang diiizinkan berjumlah 131 titik dari 132 titik sambung yang disimulasikan, dengan nilai rata-rata tekanan sebesar 86,24 meter. Pipa dengan kecepatan aliran air di bawah kecepatan standar yang sebanyak 54 pipa dari 136 pipa yang disimulasikan, dengan rentang kecepatan aliran air dalam pipa pipa sebesar 0,07 m/s ? 0,29 m/s. Bentuk modifikasi yang dapat dilakukan pada jaringan eksisting untuk mengatasi masalah desain yang ada antara lain pemasangan pressure reducing valveuntuk menurunkan tekanan pada jaringan distribusi air minum, serta pemasangan gate valve dan penggantian pipa bermasalah pipa berdiameter lebih kecil untuk meningkatkan kecepatan aliran air dalam pipa yang bermasalah.

ABSTRACT
Leakage in drinking water distribution network is identified as a major cause of service interference which has been complained by the customers of PDAM Tirta Patriot, Bekasi. However, the design issues in the distribution network is fundamental to be identified, so that the holistic countermeasures can be generated to solve the interference. The purpose of this study is to analyze the existing drinking water distribution network of PDAM Tirta Patriot in order to identify the presence of design issue that may cause interference in water service as well as provide recommendations of appropriate modifications to address a design issue if it is found on existing drinking water distribution network of PDAM Tirta Patriot. Object of analysis is the simulation result of the existing distribution network model using the program EPANET 2.0. Based on research that has been done, the design issues found in the distribution network of PDAM Tirta Patriot are the junctions with the pressure above the maximum allowable limit of 8 atm or 82.66 meter water column , and there are pipes in the distribution network with the velocity below the minimum allowable limit of 0.3 m / s. The number of junctions with the pressure exceed the pressure limit is 131 from 132 simulated junctions, with the average value of pressure of 86.24 meters. The number of pipes with velocity below the standard is 54 from 136 simulated pipes, with velocities range from 0.07 m / s to 0.29 m / s. The modifications that can be performed on existing networks to address the design issues include the installation of a pressure reducing valve to lower the pressure in the water distribution network, and the installation of gate valve and replacing the problematic pipes with the pipes with smaller diameter to increase the velocity."
2016
S65866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Indratmoko
"Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat bervariasi, baik dalam skala ruang maupun waktu. Variasi curah hujan ini berdampak pada penentuan awal masa tanam khususnya tanaman padi. Melalui penghitungan statistik dan pemetaan data spasial, penelitian ini akan mengungkapkan pola awal musim tanam sebagai respon terhadap variabilitas curah hujan di Kabupaten Kebumen selama periode tiga puluh tahun, yaitu tahun 1981 - 2010. Analisis spasial yang diperkuat dengan pendekatan statistik mengungkapkan bahwa wilayah pesisir di Kabupaten Kebumen memiliki variabilitas curah hujan yang tinggi dengan rata rata curah hujan rendah. Semakin tinggi tempat, variabilitas curah hujannya semakin menurun diikuti rata-rata curah hujan yang semakin tinggi. Selain itu, Awal musim tanam padi dimulai pada wilayah dengan variabilitas curah hujan yang rendah (perbukitan) menuju wilayah variabilitas curah hujan tinggi (pesisir). Pada periode 1981 - 2000, awal musim tanam padi dimulai dari utara dan bergerak menuju Selatan Kabupaten Kebumen. Sedangkan pada periode 2001-2010, awal musim tanam padi dimulai dari barat laut dan bergerak menuju tenggara dan selatan Kabupaten Kebumen.

Rainfall is one element of climate that varied, both in space and time scale. These variations of rainfall affect the beginning of paddy growing season. Through a statistical calculation and mapping of spatial data, this research reveal a pattern of early growing season in response to rainfall variability in Kebumen Regency over a period of thirty years from 1981 to 2010. Spatial analysis with a reinforced approach statistics reveal that the coastal region in Kebumen Regency has high rainfall variability with an average of rainfall is low. The higher variability of annual precipitation, followed by the higher rainfall. In addition, the beginning of paddy planting season from the areas with low rainfall variability (the hills) to the region's high rainfall variability (coastal). In the period 1981-2000, paddy planting season move from the North and South Kebumen Regency. While from 2001-2010, paddy planting season move from Northwest to the Southeast and South Kebumen Regency."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1424
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>