Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2553 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hananto Wibowo
"Penelitian mengenai krisis keuangan yang berujung kepada krisis ekonomi merupakan suatu area yang tidak ada habis-habisnya untuk digali. Berkaitan dengan hal ini, tesis ini ditulis untuk melihat 3 variabel keuangan yang diyakini memilki keterkaitan yang kuat, rnasing-masing adalah indeks harga saham gabungan (IHSG) JSX, nilai tukar ER rupiah IDR terhadap dollar USD dan suku bunga 1 bulan SBII M. Secara berurutan variabel itu mewakili pasar saham, pasar valuta asing dan pasar uang. Pada saat yang sama, tesis ini bermaksud menguji teori yang diajukan oleh Jeff Madura (2003) mengenai keterkaitan 3 variabel tersebut.
Penelitian dibuat dalam 3 periode dengan tujuan untuk bisa diperbandingkan. Periode yang diamati adalah untuk sebelum krisis (Model 1) 1993:1 - 1997:7; saat krisis (Model II) 1997:8 - 2001:12 dan secara keseluruhan (Model III) 1993:1 - 2001:12. Pemisahan periode sebelum dan saat krisis didasarkan pada awal terjadinya depresiasi IDR yang lebih besar dan biasanya di bulan Juli 1997 dan bulan Agustus 1997 saat nilai IDR di lepaskan ke pasar untuk ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Metode yang digunakan untuk melakukan analisa adalah dengan menerapkan uji unit root, panjang lag, kointegrasi, model VAR, impulse response dan variance decomposition.
Hasil uji unit root menyatakan bahwa dalam Model 1, dari ke-3 variabel yang diuji hanya nilai tukar ER yang tidak bisa mencapai stationary. Namun dalam Model 2, ke-3 variabel mencapai stationer sesudah di difference 1 periode. Sedangkan dalam Model 3 yang paling tampak mengalami structural break hanya nilai tukar ER, sehingga uji unit root dilakukan secara berbeda sesuai prosedur sederhana yang disusun oleh Perron. Hasil uji unit root menyatakan bahwa nilai tukar ER justru stationary pada level-nya.
Dengan mendapatkan panjang lag untuk masing-masing periode, dilakukan uji kointegrasi berdasarkan prosedur Johansen dan kemudian dibentuk model VAR. Ketiga model menunjukkan adanya kointegrasi, dimana Model I dan II menunjukkan terdapatnya 3 cointegrating rank, sedangkan Model III hanya ada 1 cointegrating rank. Secara keseluruhan yang ditunjukkan dalam Model III, ER dan SBIIM memiliki korelasi negatif dengan JSX.
Analisa dengan impulse response menunjukkan bahwa volatilitas JSX ditentukan secara negatif oleh ER dan SBI1M, sementara antara ER dan SBIIM terdapat korelasi positif. Hasil ini selaras dengan persamaan kointegrasi yang ditunjukkan bahwa ER dan SBIIM memiliki kointegrasi negatif terhadap JSX. Dengan menggunakan variance decomposition, nilai JSX dan ER lebih banyak ditentukan oleh nilai pergerakannya sendiri, sedangkan nilai SBIIM lebih banyak ditentukan oleh nilai pergerakan ER.

Research regarding financial crisis ended to an economic crisis is always a never exhaustive subject to explore. In regards to such matter, this thesis is focusing on 3 financial variables which are believed to have strong correlation, namely JSX composite index, exchange rate of IDR to USD and 1 month interest rate SBIIM_ Each of the respective variables represents stock market, foreign currency market and money market. At the same time, this thesis aims to verify the theory proposed by Jeff Madura (2003) regarding the correlation of the 3 variables.
The thesis is conducted in 3 periods for the sake of comparison purpose. The observed periods are before the crisis (Model I) 1993:1 - 1997:7; during crisis (Model II) 1997:8 - 2001:12 and for the whole period (Model III) 1993:1 - 2001:12. The separation of prior and during crisis is when the depreciation of IDR was larger than ever before occurred in July 1997 and when the IDR was released freely to be determined by the forces of demand and supply occurred in August 1997. The tools applied to do the analyses are the unit root test, lag length, cointegration, VAR model, impulse response, and variance decomposition.
Unit root test indicates that in Model I, out of the 3 tested variables, only ER fails to achieve stationary. However, in Model II, all 3 variables are stationary in 1 period difference. Model III shows differently than the other models as it exhibits a structural break of ER, consequently a different unit root test needs to be followed as specified by Perron. The result shows that ER is stationary at level.
Obtaining the lag length for each period, Johansen's procedure for cointegration test is done and models of VAR are constructed accordingly. The 3 models show the presence of cointegration, where Model I and II indicate the existence of cointegrating rank by 3, while Model III shows only 1. In the overall view given in Model III, ER and SBIIM has negative correlation with JSX.
An analysis through impulse response demonstrates that the JSX volatility is negatively determined by ER and SBIIM, while between ER and SBI1M show positive correlation. This is actually confirming the results specified in the cointegration equation that ER and SBIIM had negative correlation against JSX. Applying variance decomposition method, the values of JSX and ER are more determined by their own volatility, while the value of SBIIM was more determined by the movements of ER.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wienda Afrianty
"Kebijakan makroprudensial semakin dikenal sejak krisis keuangan global tahun 2008 dimana pada saat krisis global menunjukkan bahwa kebijakan moneter dan kebijakan mikroprudensial tidak cukup mampu untuk menjaga stabilitas keuangan. Kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan yang bersifar “countercyclical” yaitu dapat mengurangi over optimisime pada “boom” dengan mengerem ekspansi yang berlebihan dan mengurangi over pesimisme pada saat “bust” untuk mengurangi kontraksi kredit. Salah satu risiko dalam sistem keuangan adalah peningkatan harga perumahan di pasar properti. Salah satu kebijakan makroprudensial untuk menghadapi risiko di sektor properti adalah kebijakan Loan to Value (LTV). Bank Indonesia telah menerbitkan pelonggaran kebijakan LTV sejak tahun 2015 sampai dengan Desember 2023 bagi bank yang memenuhi persyaratan rasio kredit bermasalah tertentu. Hasil penelitian dengan menggunakan data triwulanan individual bank tahun 2016 sampai dengan tahun 2022 menunjukkan bahwa pelonggaran kebijakan LTV di Indonesia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kredit properti dengan lag waktu 2 (dua) triwulan setelah kebijakan diimplementasikan. Namun demikian, apabila dilakukan analisa pengaruh kebijakan pelonggaran LTV di setiap pulau, kebijakan hanya berpengaruh signifikan secara positif terhadap pertumbuhan kredit properti di Pulau Jawa.

Macroprudential policy has become more popular since the global financial crisis in 2008. It confirmed that monetary policy and microprudential policy alone were insufficient in maintaining financial stability. Macroprudential policy is a countercyclical policy that aims to reduce over-optimism during economic booms by curbing excessive expansion and mitigating over-pessimism during busts to ease credit contractions. One of the risks in the financial system is the bubble of housing prices in the property market. Therefore, macroprudential policy such as Loan to Value (LTV) aims to mitigate risks in the property sector. Bank Indonesia has issued the relaxation of LTV policy in Indonesia since June 2015 to December 2023. Research findings using individual bank quarterly data indicate that the relaxation of LTV policy in Indonesia has a positive impact on property credit growth with a lag time of two quarters after the policy implementation. However, when analyzing on a regional basis, the relaxation of LTV policy only has a positive and significant impact on credit property growth in Java."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silfelia Rizky Shabilla
"Krisis finansial global memengaruhi sektor-sektor secara menyeluruh, dimana hal itu dapat mengurangi stabilitas perekonomian. Diyakini bahwa kawasan juga berusaha memperkuat anggota negara dalam menghadapi serangkaian krisis di masa lalu dan mendatang, termasuk ASEAN. Karena perbankan dinilai penting untuk mencapai integrasi ekonomi, penelitian ini mengestimasi efisiensi bank secara dua tahap pada sampel 46 bank di ASEAN-5 tahun 2005 hingga 2014. Analisis tahap pertama mengestimasi efisiensi bank menggunakan analisis stokastik frontier (SFA). Mengingat berbagai karakteristik sektor perbankan di negara berkembang dan negara maju, penelitian ini juga menentukan adanya efek regulasi dan pengawasan terhadap efisiensi dengan menggunakan system GMM. Regulasi yang dipertimbangkan adalah pembatasan aktivitas, persyaratan modal, pengawasan, dan disiplin pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketatnya pembatasan kegiatan dapat melemahkan efisiensi bank. Terakhir, berkenaan dengan periode sebelum dan sesudah krisis, lebih banyak pembatasan kegiatan bank secara terus-menerus dapat berdampak negatif pada efisiensi bank.

The outbreak of Global Financial Crisis (GFC) affects sectors globally, which lessened the economic stability. It is believed that regions have tried to strengthen the country members in facing series of past and upcoming crises, including ASEAN. Due to the importance of banking in order to reach financial integration, this paper measures bank efficiency using two-stage estimations for sample of 46 banks in ASEAN-5 over 2005-2014. The first stage of analysis is to measure bank efficiency by employing Stochastic Frontier Analysis (SFA). Given the various characteristics of banking sector in developing and developed countries, this paper also determines the effects of regulation and supervision on the efficiency by using system GMM. The regulations considered are activity restrictions, capital requirements, supervision, and market discipline. The research finds that only stringency on activity restriction weakening bank efficiency in these countries. Finally, with regards before and after crisis, more restrictions on bank activities constantly have negative impact on bank efficiency."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deborah Christine Immanuel
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volatility spillover antara Indonesia dengan Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Secara spesifik, penelitian ini ingin membandingkan volatility spillover pada 5 pasang indeks saham negara antara periode non-krisis dengan periode Krisis Keuangan Global 2008 dan Pandemi COVID-19. Maka dari itu, periode penelitian ini mencakup tahun 2003 – 2023 dan dibagi menjadi 5 fase: full period (Januari 2003 – Maret 2023), fase 1 (Pra Krisis Keuangan Global 2008), fase 2 (Krisis Keuangan Global 2008), fase 3 (Pasca Krisis Keuangan Global 2008 dan Pra Pandemi COVID-19), dan fase 4 (Pandemi COVID-19). Digunakan metode GARCH-BEKK untuk mendapatkan hasil volatility spillover. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dan tingkat spillover antara JCI dengan kelima indeks saham lainnya berbeda-beda. Meski begitu, terdapat pola yang sama dimana tingkat volatility spillover (dilihat dari koefisien GARCH-BEKK) mencapai titik tertinggi pada periode krisis (Krisis Keuangan Global 2008 atau Pandemi COVID-19).

This study aims to analyze the volatility spillover between Indonesia with Japan, China, Singapore, South Korea, and the United States. Specifically, this study wants to compare the volatility spillover on 5 pairs of national stock indices between the non-crisis period and the 2008 Global Financial Crisis and the COVID-19 Pandemic. Therefore, the period of this study covers 2003 – 2023 and is divided into 5 phases: full period (January 2003 – March 2023), phase 1 (Pre-2008 Global Financial Crisis), phase 2 (2008 Global Financial Crisis), phase 3 (Post 2008 Global Financial Crisis and Pre Pandemic COVID-19), and phase 4 (Pandemic COVID-19). The GARCH-BEKK method is used to obtain volatility spillover results. The results of this study show that the relationship and level of spillover between JCI and the other five stock indices are different. Even so, there is the same pattern where the level of volatility spillover (viewed from the GARCH-BEKK coefficient) reaches its highest point during the crisis period (2008 Global Financial Crisis or the COVID-19 Pandemic)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perry, Guillermo E.
Washington DC: The International Bank for Reconstruction and Development, 1998
338.542 PER f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hari Kresdianto
"Tesis ini membahas tentang analisis faktor-faktor determinan dari Net Stable Funding Ratio pasca krisis keuangan tahun 2008 pada bank devisa di Indonesia. Rasio modal, laju pertumbuhan dari kredit bersih, rasio pendapatan non bunga, rasio beban operasional per total aset, ukuran bank, dan kepemilikan bank digunakan sebagai faktor-faktor determinan dari NSFR. Penelitian ini menggunakan analisis regresi terhadap data panel model Fixed Effect. Hasil dari penelitian ini adalah faktor determinan laju pertumbuhan dari kredit bersih, rasio pendapatan non bunga, rasio beban operasional per total aset, kepemilikan pemerintah dan ukuran bank memiliki pengaruh terhadap nilai NSFR.

The focus of this study is the analysis of the determinant factors of the Net Stable Funding Ratio post financial crisis year 2008 on foreign exchange banks in Indonesia. Capital Ratio, Growth rate of net loans, Non Interest Share, Overhead per Total Asset, Size of bank, and ownership of bank are used as determinant factors of the NSFR. This study uses regression analysis on Fixed Effect panel data models. The result from this study is Growth rate of net loan, Non Interest Share, Overhead per Total Asset, State Owned and size of bank have an effect on the value of NSFR.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedict Johannes Yappy
"Krisis ekonomi menjadi kejadian yang sering terjadi dalam ekonomi banyak negara, termasuk negara-negara maju, dengan akibat yang semakin parah. Membatasi keparahan dari krisis finansial dengan berbagai cara yang ada menjadi salah satu hal yang vital untuk dilakukan dalam rangka mencegah keterpurukan ekonomi sebagai akibat krisis. Dengan mengetahui indikator yang dapat menjelaskan keparahan krisis, maka pengawasan dan pengambilan kebijakan dapat dilakukan dengan lebih dini dan lebih baik untuk menghindari krisis yang berakibat parah pada perekonomian.
Dalam studi ini, digunakan sumber data baru dari Dana Keuangan Internasional (International Monetary Fund IMF), yaitu Indikator Kestabilan Keuangan (Financial Stability Indicators FSIs). Ditemukan bahwa tiga variabel berpengaruh terhadap keparahan krisis keuangan, yaitu perbandingan piutang tak tertagih terhadap bunga, piutang tak tertagih terhadap total piutang, dan posisi terbuka netto dalam pasar valuta asing terhadap modal.

Economic crises has become a frequent event in a lot of economies, including those of developed countries with increasingly severe effect. Limiting the severity of financial crises with various techniques are one of the vital task in order to prevent economic damage caused by financial crises. By using indicators that can predict severity of financial crises, supervising and policy-making can be enhanced and in time to prevent large crisis with damaging effects on the economy.
In this study, a new database from the International Monetary Fund (IMF) is deployed, which is the Financial Stability Indicators (FSIs). Three variables are found to affect the severity of financial crises: Nonperforming loans net of provisions to capital, nonperforming loans to total gross loans, and net open position in foreign exchange to capital.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S59919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla Putri Azzahra
"Krisis sistem keuangan merupakan suatu kondisi dimana institusi keuangan dan sistem keuangan yang terintegrasi mengalami gangguan. Bank sebagai salah satu institusi keuangan utama di Indonesia merupakan hal vital dan pengawasan institusi keuangan harus dilaksanakan dengan baik secara menyeluruh. Tulisan ini akan memberikan perbandingan antara otoritas keuangan di Indonesia dan Britania Raya terkait pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Tulisan ini ditulis menggunakan metode penelitian doktrinal dan dianalisis secara deskriptif analitis. Sebagai lembaga keuangan vital, pengawasan baik di Indonesia dan Britania Raya dilaksanakan oleh lembaga-lembaga mikroprudensial dan makroprudensial melalui kebijakan yang dimilikinya. Secara umum pencegahan mikroprudensial dengan mengawasi jalannya usaha perbankan terutama dalam permodalan, likuiditas, serta manajemen risiko. Sedangkan lembaga makroprudensial memberikan suatu pengawasan dan analisis menyeluruh terkait risiko sistemik dan sistem keuangan secara keseluruhan, memberikan pengawasan dimana lembaga mikroprudensial tidak memberikan pengawasan. Dalam kondisi krisis, otoritas keuangan di Indonesia dan Britania Raya akan melaksanakan koordinasi untuk memberikan tindakan penanganan. Secara umum, penyelenggaraan dan penanganan krisis sistem keuangan dilaksanakan cara yang sama, tetapi berbeda dalam tugas otoritas terkait di masing-masing negara. Oleh karena itu, dapat disimpulkan koordinasi otoritas keuangan harus dilaksanakan secara menyeluruh dan efisien untuk mencegah terjadinya krisis sistem keuangan yang dapat merugikan negara.

A financial system crisis is a condition where financial institutions and integrated financial systems are disrupted. Banks as one of the main financial institutions in Indonesia are vital and the supervision of financial institutions must be carried out properly as a whole. This paper will provide a comparison between the financial authorities in Indonesia and the United Kingdom regarding the prevention and countermeasures of financial system crises. This paper is written using doctrinal research method and analysed descriptively. As vital financial institutions, supervision in both Indonesia and the United Kingdom is carried out by microprudential and macroprudential institutions through their policies. In general, microprudential supervision oversees the banking business, especially in terms of capital, liquidity, and risk management. While macroprudential institutions provide a comprehensive supervision and analysis related to systemic risk and the financial system as a whole, providing supervision where microprudential institutions do not provide supervision. In the event of a crisis, financial authorities in Indonesia and the United Kingdom will coordinate to provide handling actions. In general, the organisation and handling of financial system crises are carried out in the same way, but differ in the duties of the relevant authorities in each country. Therefore, it can be concluded that the coordination of financial authorities must be carried out in a coordinated manner."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
ILR 149 (2) 2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>