Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafi Arya Anindya
"Baja Oxide Dispersion Strengthened (ODS) merupakan jenis baja yang diperkuat oleh dispersi oksida. Salah satu oksida yang dapat didispersikan adalah yttria (Y?O?). Pencampuran bahan prekursor dilakukan menggunakan metode metalurgi serbuk. Proses pemaduan mekanik dengan penggilingan (milling), utamanya sangat dipengaruhi waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu milling terhadap ukuran butir dan pembentukan fasa austenitik pada serbuk prekursor FeNiCr - Y?O? dengan variasi waktu 10, 20 dan 30 jam. Planetary Ball Mill dengan parameter proses: ball to powder ratio (BPR) 12:1 dan frekuensi putar 25 hz digunakan untuk menggiling serbuk prekursor. Karakterisasi dilakukan dengan mikroskop elektron (SEM-EDS) dan difraksi sinar-X (XRD) untuk mengamati ukuran butir dan fase yang terbentuk. Hasil analisis menunjukkan bahwa analisis pola difraksi hanya menunjukkan fasa kristal ?-Fe (BCC) dan Nikel (FCC). Meskipun fasa austenitik tidak terbentuk, semakin lama waktu milling, ukuran butir rata-rata serbuk prekursor FeNiCr- Y?O? semakin kecil.

Oxide Dispersion Strengthened (ODS) steel is a type of steel strengthened by oxide dispersion. One of the oxides that can be dispersed is yttria (Y?O?). Mixing of precursor materials is carried out using the powder metallurgy method. The process of mechanical alloying by milling is mainly influenced by time. This study aims to determine the effect of milling time on grain size and austenitic phase formation in FeNiCr - Y?O? precursor powders with time variations of 10, 20 and 30 hours. Planetary Ball Mill with process parameters: ball to powder ratio (BPR) 12:1 and rotating frequency 25hz was used to grind the precursor powder. Characterization was performed by electron microscopy (SEM-EDS) and X-ray diffraction (XRD) to observe the grain size and phases formed. The results showed that the diffraction pattern analysis showed only ?-Fe (BCC) and Nickel (FCC) crystal phases. Although the austenitic phase is not formed, the longer the milling time, the smaller the average grain size of the FeNiCr- Y?O? precursor powder."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monginsidi, Dirk Jackson Alexander
"Mechanical alloying adalah suatu proses metalurgi serbuk yang dikembangkan pada tahun 1966 oleh John Benjamin yang bekerja di International Nickel Company (INCO) untuk memproduksi superalloy nickel based oxide dispersion strengthened (ODS) untuk aplikasi turbin gas. Proses mechanical alloying dapat membuat suatu serbuk yang berkualitas dan senyawa dengan mikrostruktur dan morfologi yang terkontrol melalui cold welding, fracture, dan rewelding. Pada penelitian ini, high-energy ball mill digunakan untuk membuat paduan Al2-Cu dari Al dan Cu yang memiliki komposisi Al-10 wt% Cu . Serbuk yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan scanning electron microscopy, X-ray diffraction, dan Energy Dispersive X-Ray yang bertujuan untuk melihat ukuran butir, komposisi yang dihasilkan, dan untuk melihat apakah Cu hadir sebagai solid solution atau sebagai partikel kecil yang terpisah. Perhitungan ukuran butir dilakukan ntuk menghitung diameter rata-rata dari butir, untuk melihat pangaruh waktu milling terhadap penghalusan butir. Dengan waktu milling 16 jam diperoleh ukuran butir sebesar 433.795 nm. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data bahwa dengan melakukan milling selama 16 jam, Cu sudah mulai berdifusi dengan Al untuk membentuk paduan Al2Cu dan membentuk solid solution.

Mechanical alloying is a powder processing technique that was developed in the mid 1960s by John Benjamin who works at International Nickel Company (INCO) to produce nickel based oxide dispersion strengthened (ODS) superalloys for gas turbine applications. Mechanical alloying can prodece quality powders of alloys and compounds with well-controlled microstructure and morphology, is the repeated welding, fracture, and rewelding of the reactant mixed powders. In this work, Al and Cu elemental powders were subjected to high-energy milling to produce Al-10 wt% Cu powder alloy. The powder obtained were characterized by scanning electron microscopy, X-ray diffraction, dan Energy Dispersive X-Ray aiming to observe grain size, composition of powder and to explore if the copper is present in solid solution or as small particles after high-energy milling. Measurement of grain size aiming to calculate the average diameter of grain, and to observed the effect of milling time to reduction size of grain. With 16 hours of milling time, the grain size become 433.795 nm. From the tests resluts, with 16 hours of milling time, Cu powder starts to difuse with Al powder to produce Al2Cu alloys, by forming solid solution state."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Alloying: understanding the basics is a comprehensive guide to the influence of alloy additions on mechanical properties, physical properties, corrosion and chemical behavior, and processing and manufacturing characteristics."
Materials Park, Ohio: ASM International, 2001
e20442529
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Geddes, Blaine
"This practical guide provides an introduction for understanding the compositional complexity of superalloys superalloy and the wide range of alloys developed for specific applications. The basics of alloying, strengthening mechanisms, and structure of superalloys are explained in optimizing particular mechanical properties, oxidation/corrosion resistance, and manufacturing characteristics such as castability, forgeability, and weldability."
Materials Park, Ohio: ASM International, 2010
e20451676
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Salman
"Sebuah komposit aluminium dikembangkan sebagain material ringan dengan kekuatan yang tinggi untuk aplikasi kampas rem. Matriks aluminium ADC 12 diperkuat dengan SiC dan ditambahkan penghalus butir Al-5TiB dan modifier Sr dan difabrikasi dengan metode stir-casting. Komposit kemudian diberi perlakuan T6 dengan waktu aging yang bervariasi dari 2, 6, 10, 15 dan 24 jam. Karakterisasi komposit yang dilakukan meliputi kekuatan tarik, ketahanan impak, kekerasan, ketahanan aus, densitas, dan porositas. Analisis struktur mikro dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dan perubahan fasa setelah T6 dengan SEM-EDS dan dikonfirmasi dengan XRD.
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan T6 memengaruhi morfologi Mg2Si primer dan eutektik, dan presipitasi ? 39;-Mg2Si metastabil dari proses aging. Perlakuan panas T6 meningkatkan sifat mekanis komposit dibandingkan komposit as-cast. Ultimate tensile strength dan kekerasan tertinggi didapatkan 145 MPa dan 64.5 HRB setelah T6 selama 6 hours pada 170 C.

An aluminium composite is developed as a light material with high strength for brake shoe application. Aluminium ADC 12 matrix was reinforced with SiC and added with Al 5TiB grain refiner and Sr modifier which is fabricated by stir casting. The composites then was T6 treated for various aging time from 2, 6, 10, 15 and 24 hours. The composites were characterized including tensile strength, impact resistance, hardness testing, wear resistance, density and porosity as well. The microstructural analysis to obtain the microstructure and phases changed after T6 using SEM EDS and confirmed by XRD. Results show that T6 treatment has affected morphology of primary and eutectic Mg2Si, as well as precipitation of metastable 39 Mg2Si from aging process. T6 heat treatment has improved mechanical properties for all composites compared to as cast composites. The highest ultimate tensile strength value and hardness is shown to be 145 MPa and 64.5 HRB after T6 for 6 hours at 170 C. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Silvester Lemeda
"Cacat-cacat dalam logam seperti koforan non-logam (non metalic inclision), endapan pada paduan, retakan dan porositas akan menyebabkan distribusi tegangan yang tidak merata. Hai ini akan menyebabken konsentrasi tegengan (stress raiser). Stress raiser secare khusus akan menyebabkan batas keuletan logam dan paduannya menjadi rendah sehingga dapat dikatakan menurunkan kekuatan tarik dan kekerasan paduan ADC 12. Aluminium termasuk logam ulet (ductile). Stress raiser menyebabkan deformasi setempat sehingga dengan adanya tegangan ini ekan menurunkan tegangan tarik aluminium. Dalam hal praktis, dispersi parasites oleh hidrugen mempunyai efek kurang baik terhadap sifat mekanis coran paduan aluminium. Hal ini terjadi karena lubang-lubang tersbut membentuk fraksi eutektik bahan. Terlihat bahwa paduan sensitif terhadap porositas gas hidrogen. Eksistensi porositas interdendritik pada coran aluminium, khususnya pada ingot aluminium yang diproses lanjut dapat dari hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang erat antara sifat mekanis dan porositas hidrogen dalam ingot paduan aluminiurn. Pertambahan temperatur pemanasan lanjut menaikkan porositas gas pada iuangan aluminium cor cetak. Porositas interdendritik secara kuantitatif lebih banyak terjadi dibandingkan porositas sekunder peda semua kondisi pemanasan lanjut. Porositas gas memberikan pengaruh buruk pada mutu ruangan paduan ADC 12. Hal ini tampak pada penurunan kekerasan, kekuatan tarik serta penampakan coran. Peningkatan nilai kekerasan berbanding terbalik dengan kenaikan proseniase porositas. Hai ini berkaitan dengan kenaikan gredian temperatur yang mengakibatkan perbedaan pola penyebaran porositas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S40977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizar Zaky
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S40807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Mubin
"Pada pesawat terbang terutama dibagian-bagian yang berhubungan dengan mesin penggerak pesawat terbang, sangat besar pengaruh panas yang akan diterima atau disalurkan melalui bahan sebelum diterima) dimanfaatkan pada bagian lain.
Oleh sebab itu kami berusaha untuk mengetahui sejauh mana pengaruh panas dan mesin penggerak pesawat terbang pada pipa saluran atau kabel-kabel yang berhubungan. Pada umumnya bahan pesawat terbang dipergunakan bahan alloy 2024. Diharapkan dari hasil yang didapat akan memberikan masukan bagi kalangan pengguna bahan pesawat terbang."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Aryanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S40909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kemal Maulana Aditia
"ABSTRAK
Over the decades hardness is viewed to be one of the most prominent mechanical properties that has been wrought in numerous application throughout different the engineering industries, similarly to wear performance of a material. However, from previous research, the relationship between hardness and wear performance are somehow unintelligible. Therefore, further research focusing on evaluating if hardness is a reliable indicator to measure wear performance for particle reinforced composite alloys. This was based on previous research conducted by Kagawa, Kawashima, and Ohta 1992 , where it was stated that hardness is not a reliable indicator to measure wear performance. The analysis is made by correlating microstructural information with hardness and wear test result. The data obtained may be utilised to improve better and broader applications particle reinforced composite alloys in the future.

ABSTRACT
Selama beberapa dekade kekerasan dipandang sebagai salah satu sifat mekanik paling menonjol yang telah dilakukan dalam berbagai aplikasi di seluruh industri teknik yang berbeda, serupa dengan memakai kinerja material. Namun, dari penelitian sebelumnya, hubungan antara kekerasan dan kinerja keausan entah bagaimana tidak dapat dipahami. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut berfokus pada evaluasi apakah kekerasan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk mengukur kinerja keausan untuk paduan komposit yang diperkuat partikel. Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kagawa, Kawashima, dan Ohta 1992 , dimana dinyatakan bahwa kekerasan bukanlah indikator yang dapat diandalkan untuk mengukur kinerja keausan. Analisis dilakukan dengan menghubungkan informasi mikrostruktur dengan uji kekerasan dan uji aus. Data yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan aplikasi paduan komposit yang diperkuat dengan lebih baik dan lebih kuat di masa depan."
2017
S69605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>