Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indria Puti Mustika
"Fermentasi Penicillium chrysogenum membutuhkan sumber nitrogen untuk meningkatkan biosintesis penisilin G. Umumnya sumber nitrogen yang digunakan adalah Corn Steep Liquor (CSL) yang diperoleh dari produk samping pengolahan jagung. Ketergantungan pada CSL perlu dikurangi untuk mengantisipasi penurunan produksi jagung akibat pemanasan global. Ikan rucah, ikan berkualitas rendah dan kurang bernilai ekonomis, memiliki protein relatif tinggi. Ikan yang dihidrolisis menggunakan papain merupakan sumber asam amino yang diduga dapat menjadi sumber nitrogen pengganti CSL. Tujuan penelitian ini adalah menggunakan ikan rucah petek dalam bentuk hidrolisat protein ikan (HPI) sebagai sumber nitrogen alternatif pengganti CSL dalam biosintesis penisilin G oleh P. chrysogenum. Ikan tersebut dihidrolisis pada variasi konsentrasi papain kasar dari getah pepaya, suhu, dan lama hidrolisis. Persentase derajat hidrolisis digunakan sebagai parameter reaksi hidrolisis. Kondisi optimum hidrolisis diperoleh secara statistik menggunakan pendekatan one-factor-at-a-time dan response surface methodology. HPI dengan derajat hidrolisis tertinggi dikarakterisasi komposisi asam amino, visualisasi fragmen peptida, dan digunakan sebagai pengganti CSL dalam media fermentasi P. chrysogenum untuk produksi penisilin G. Derajat hidrolisis optimum sekitar 18% diperoleh dari reaksi hidrolisis ikan menggunakan 0,75% papain kasar pada 55,1o C selama 5,74 jam. Komposisi asam amino HPI lebih tinggi dibandingkan dengan CSL. Reaksi hidrolisis telah membentuk fragmen peptida dengan berat molekul lebih rendah. Sebanyak 189 g/L HPI telah meningkatkan produksi penisilin G sekitar 1,8 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan CSL. Berdasarkan hasil yang diperoleh, HPI rucah petek dapat menjadi sumber nitrogen alternatif pengganti CSL untuk produktivitas P. chrysogenum dalam biosintesis penisilin G dan memiliki potensi sebagai sumber protein terbarukan

Fermentation of P. chrysogenum requires a nitrogen source to enhance the biosynthesis of penicillin G. The nitrogen source used is corn steep liquor (CSL) solution obtained from corn processing byproducts. Dependency on the CSL needs to reduce in anticipation of a decrease in corn production due to global warming. Trash fish, low-quality and less economically valuable fish, have relatively high protein. Fish hydrolyzed using papain is a source of amino acids that will be a nitrogen source to substitute CSL. This research aims to use trash fish in the form of Fish Protein Hydrolyzate (FPH) as an alternative nitrogen source to substitute CSL for penicillin G biosynthesis by P. chrysogenum. The fish was hydrolyzed at varying concentrations of crude papain from papaya latex, temperature, and hydrolysis duration. The percentage degree of hydrolysis was used as the hydrolysis reaction parameter. The optimum hydrolysis conditions were statistically obtained using the one-factor-at-a-time and response surface methodology approach. FPH with the highest degree of hydrolysis was characterized for amino acid composition, visualization of peptide fragments, and used as a substitute for CSL in P. chrysogenum fermentation medium for penicillin G production. The optimum hydrolysis degree of about 18% was obtained from fish hydrolysis reaction using 0.75% crude papain at 55.1o C for 5.74 hours. The amino acid composition of FPH was higher than that of CSL. The hydrolysis reaction has formed peptide fragments with lower molecular weight. A total of 189 g/L FPH has increased the production of penicillin G by about 1.8-fold higher than the use of CSL. Therefore, FPH can be an alternative nitrogen source to CSL for the productivity of P. chrysogenum in penicillin G biosynthesis and has the potential as a renewable protein source."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi
"Produksi penisilin secara alamiah dan biosintesis memerlukan seleksi galur mikroorganisme penghasil penisilin (Penicillium chrysogenum dan P. notatum) berdasarkan aktivitas antibiotiknya. Penelitian ini bertujuan membandingkan aktivitas antiobiotik galur P. chrysogenum ATCC 9480, CBS Engel, dan hasil isolasi dari daun pisang. Tiap-tiap galur yang diuji aktivitas antibiotiknya ditumbuhkan pada medium Potato Dextrose Broth, tanpa pengocokan, dengan suhu inkubasi 30 0C. Uji aktivitas antibiotik dilakukan dengan menggunakan ?cylinder assay method? terhadap bakteri penguji Bacillus subtilis UICC B-11, Escherichia coli UICC B-15, dan Staphylococcus aureus UICC B-28. Aktivitas antibiotik tiap-tiap galur P. chrysogenum diketahui dengan mengukur diameter zona bening yang terjadi dikurangi diameter terluar silinder kaca (8 mm). Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa aktivitas antibiotik galur P. chrysogenum ATCC 9480 dan hasil isolasi dari daun pisang lebih besar dari CBS Engel terhadap P. subtilis dan S. aureus, tetapi aktivitas antibiotik semua galur terhadap E. coli sama."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadiah Sabila
"Frukto-oligosakarida (FOS) merupakan suatu oligosakarida yang memiliki fungsi prebiotik dan dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Penicillium notatum merupakan mikoorganisme jenis kapang yang diketahui memiliki kemampuan untuk mensintesis senyawa FOS. Dalam penelitian ini dilakukan fermentasi cair dengan menggunakan sukrosa 20% sebagai substrat dalam pembentukan FOS. Fermentasi dilakukan selama 7 hari. Selama fermentasi berlangsung jumlah sukrosa, fruktosa, glukosa, dan FOS diamati dan dianalisis dengan HPLC.
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah sukrosa menurun seiring berjalannya waktu diikuti dengan meningkatnya jumlah glukosa dan FOS. Jumlah optimum FOS, diperoleh pada waktu fermentasi antara 70-75 jam. Komponen dari FOS dianalisis dengan menghidrolisis FOS murni yang telah diisolasi. Hasil menunjukkan bahwa FOS terdiri dari glukosa dan fruktosa.

Frukto-oligosaccharides (FOS) is an oligosaccharide which has a function as prebiotic and can be used as health food. Penicillium notatum is fungi which is know to have the ability to synthesize FOS. In this study, liquid fermentation of 20% sucrose was used as substrate. Fermentation was carried out for 7 days. During the fermentation, the amount of sucrose, fructose, glucose, and FOS were observed by HPLC analysis.
The analysis showed that the concentration of sucrose reduced where as the concentration of glucose and FOS increased. The optimum amount of FOS was obtained between 70-75 hours. The component of FOS was analyzed by hydrolyzed from isolated FOS with 1M HCl. The results shows that FOS consist of glucose and fructose.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1175
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifan
"Frukto-oligosakarida (FOS) merupakan senyawa karbohidrat rantai sedang yang dikenal sebagai prebiotik sehingga dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan. FOS dapat diperoleh dari isolasi beberapa jenis tanaman ataupun melalui sintesis. Penicillium notatum merupakan mikroorganisme jenis kapang yang diketahui memiliki kemampuan untuk mensintesis senyawa Frukto¬oligosakarida (FOS). Produksi FOS dalam penelitian ini dilakukan melalui fermentasi cair yang menggunakan sukrosa 20% (w/v) sebagai substratnya. Shaker-incubator digunakan selama fermentasi untuk menjaga kondisi pada 30OC dan 110 rpm. Variasi waktu fermentasi dan pengambilan data, antara lain: 7 hari (tiap 24 jam) dan 3 hari (12 jam). Kurva pertumbuhan Penicillium notatum dalam media fermentasi diperoleh berdasarkan pengukuran berat kering miselium yang terbentuk selama fermentasi dan diperoleh berat konstan setelah waktu 72 jam. Filtrat hasil pemisahan endapan kemudian dianalisis kandungan sukrosa, glukosa, fruktosa serta FOS yang terbentuk dengan menggunakan HPLC (shim-pack 101C). Jumlah FOS paling besar ditemukan pada periode fermentasi 120 jam (berdasarkan terdapatnya puncak intensitas pada waktu retensi 3,7 menit atau kurang). Berdasarkan analisis sukrosa, glukosa, dan fruktosa diketahui bahwa selama fermentasi berlangsung jumlah ketiganya akan mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan jalur biosintesis yang diperkirakan, yaitu sukrosa akan mengalami hidrolisis menghasilkan glukosa dan fruktosa. Kemudian fruktosa dan sebagian dari glukosa akan digunakan untuk membentuk FOS.

Penicillium notatum is a mold that known to have the ability to synthesize Fructo¬oligosaccharide (FOS). This compound is a group of oligosaccharide and acts as a prebiotic, which is beneficial for health. Liquid-phase fermentation was done in this research, using sucrose 20% (w/v) as a substrate in producing FOS. Shaker-incubator was also used during this fermentation to maintain a constant condition of 30OC and 110 rpm. Variation of fermentation time and data acquiring are given as: 7 days (24 hours) and 3 days (12 hours). Growth curve of Penicillium notatum in the fermentation media was acquired by measuring dry weight of the suspension occurred during each fermentation. The constant weight was happened to be from the third day. Filtrate of the fermentation was analyzed using HPLC (shim-pack 101C) for sucrose, glucose, fructose, and FOS contain. The most optimal FOS occurred at the fermentation time of 96 and 120 hours, based on the peak area in retention time of 3,7 minutes or less. From the analysis, it was known that composition of sucrose, glucose, fructose, and FOS were changing during the fermentation. This proved that sucrose was hydrolyzed into fructose and glucose, then fructose was used in order to produce FOS."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S142
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Karina Puspita Sukarna
"Asam kojat merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan melalui fermentasi kapang genus Aspergillus dan Penicillium yang menggunakan karbohidrat sebagai substrat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi fermentasi yang optimal yang dapat menghasilkan asam kojat dengan nilai yield tertinggi dari kultur campuran Aspergillus oryzae dan Aspergillus tamarii. Optimasi sumber karbon dan nitrogen, nilai pH medium, rasio konsentrasi inokulum, dan kondisi aerasi dilakukan secara bertahap. Dari sembilan variasi medium fermentasi, diperoleh sumber karbon dan nitrogen yang optimal yaitu sukrosa dan yeast extract dengan jumlah asam kojat 2,6163 g/l.
Optimasi nilai pH medium yang terdiri dari tiga variasi menghasilkan asam kojat terbanyak pada pH 3,5 sebesar 2,6163 g/l. Optimasi rasio konsentrasi inokulum dilakukan dengan tiga variasi rasio dimana rasio 2 : 3 inokulum A. oryzae dan A. tamarii menghasilkan asam kojat terbanyak sebesar 2,8889 g/l. Optimasi kondisi aerasi dilakukan dengan dua variasi volume medium dimana medium dengan volume 100 ml menghasilkan asam kojat dengan jumlah tertinggi yaitu 6,5594 g/l. Efisiensi dari proses fermentasi ditentukan dengan menghitung nilai yield asam kojat dimana didapatkan yield tertinggi 0,1396 gg-1.

AbstractKojic acid is a secondary metabolite produced by fermentation of Aspergillus and Penicillium mold using carbohydrate as the substrate. This research aims to determine the optimal fermentation conditions with high yield value from a mixture of Aspergillus oryzae and Aspergillus tamarii cultures. Optimization of carbon and nitrogen sources, pH value of medium, inoculum concentration ratio, and aeration were done gradually. From nine fermentation medium, the most optimal carbon and nitrogen source was sucrose and yeast extract which obtained 2,6163 g l of kojic acid.
Optimization of pH value consisting three various pH obtained 2,6163 g l of kojic acid in medium with pH 3,5. Ratio of inoculum concentration were optimized with three different ratio which the 2 3 of Aspergillus oryzae and Aspergillus tamarii became the most optimal ratio with 2,8889 g l of kojic acid. Aeration optimization was done with two various medium volume which medium with 100 ml volume obtained 6,5594 g l as the highest amount of kojic acid. The efficiency of fermentation was determined by calculating the yield value which was 0,1396 gg 1.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vilya Syafriana
"Isolat Penicillium sp. ID10-T065 dimutasi menggunakan sinar Ultraviolet (UV), Etil Metil Sulfonat (EMS), dan kombinasi UV-EMS. Hasil mutasi menunjukkan bahwa aktivitas enzim β-glukosidase pada mutan lebih tinggi dibandingkan wild-type (1,78 U/ml), kecuali pada mutan UM23. Mutan UV13 mengalami peningkatan aktivitas β-glukosidase tertinggi (1,88 U/ml pada selobiosa 0,1% dan 5,53 U/ml pada selobiosa 1%), sedangkan mutan UM23 menunjukkan aktivitas terendah (1,80 U/ml pada selobiosa 0,1% dan 1,75 U/ml pada selobiosa 1%). Aktivitas β-glukosidase pada mutan EM31 sebesar 1,86 U/ml pada selobiosa 0,1% dan 4,26 U/ml pada selobiosa 1%.
Hasil analisis sekuen gen β-glukosidase 1 (bgl1) menunjukkan bahwa seluruh mutan mengalami mutasi substitusi ketika dibandingkan dengan sekuen wild-type. Mutan UV13 mengalami perubahan basa nukleotida paling banyak (7 basa) dibandingkan mutan EM31(5 basa) dan UM23 (2 basa). Perubahan basa juga mengakibatkan gen mengalami missense mutation sehingga terjadi kesalahan dalam penerjemahan kode asam amino, kecuali pada basa ke-2037 dari mutan UV13 dan basa ke-2034 serta 2037 mutan EM31. Perubahan basa pada posisi tersebut tidak mengubah translasi asam amino (silent mutation).
Hasil analisis sekuen gen bgl1 dan aktivitas enzim menunjukkan bahwa sinar UV merupakan mutagen efektif untuk peningkatan aktivitas β-glukosidase pada isolat Penicillium sp. ID10-T065. Hasil identifikasi secara molekuler dan analisis pohon filogenetik, isolat Penicillium sp. ID10-T065 memiliki kemiripan dan kekerabatan terdekat dengan spesies Penicillium oxalicum.

The Penicillium sp. isolate ID10-T065 was mutated using Ultraviolet irradiation (UV), Ethyl Methyl Sulfonate (EMS), and combination of UV -EMS. The results showed that β-glucosidase activity in the mutant was higher than that of wild-type (1,78 U/ml), except for the mutant UM23. The β-glucosidase activity in mutant UV13 showed the highest activity (1,88 U/ml at cellobiose 0,1% and 5,53 U/ml at cellobiose 1%), while mutant UM23 showed the lowest activity (1,80 U/ml at cellobiose 0,1% and 1,75 U/ml at cellobiose 1%). The β-glucosidase activity of EM31 was 1,86 U/ml at cellobiose 0,1% and 4,26 U/ml at cellobiose 1%.
The results of the DNA sequence analysis of β-glucosidase 1 (bgl1) showed that all mutants had substitution mutations when compared to the wild-type sequences. Mutant UV13 had the most base alteration (7 bases) compared to the mutant EM31 (5 bases) and UM23 (2 bases). The bases alteration was leading to missense mutation, except for the sequence of mutant UV13 at position 2037 and mutant EM31 at position 2034 and 2037. The base alteration of the sequence did not change the amino acid translation (silent mutation).
The results of the DNA sequences analysis of bgl1 and enzyme activities showed that UV light is an effective mutagen to increase β-glucosidase activity in Penicillium sp. ID10-T065. The molecular identification and phylogenetic analysis showed that Penicillium sp. ID10-T065 was closely related with Penicillium oxalicum.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T42842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisna Fergiyandini
"Kapang tanah adalah salah satu mikroorganisme yang dapat diisolasi dari tanah. Beberapa genus kapang tanah dapat menghasilkan senyawa antimikroba yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Penelitian ini dilakukan untuk menapis isolat kapang tanah yang memiliki aktivitas antimikroba terhadap mikroba uji Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Streptococcus sp., dan Candida albicans. Metode yang digunakan adalah metode cross – streak dan metode cakram. Larutan uji yang digunakan pada uji cakram berasal dari isolat kapang tanah yang difermentasi dalam media cair Potato Dextrose Yeast. Hasil uji diperoleh 10 isolat kapang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba uji, yaitu BioMCC-F.001, BioMCC-F.006, BioMCC-F.018, BioMCC-F.027, BioMCC-F.029, BioMCC-F.050, BioMCC-F.051, BioMCC-F.055, BioMCC-F.082, dan BioMCC-F.086 dengan diameter daerah hambatan dari 8,34 – 19,27 mm. Diameter daerah hambatan terbesar diperoleh isolat BioMCC-F.006 dari genus Penicillium sebesar 19,27 mm terhadap Escherichia coli ATCC 25922. Isolat ini juga memiliki spektrum yang luas karena dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli.

Soil fungi is one of the microorganism which can be isolated from soil. Some of them can produce antimicrobial compounds which have ability to inhibit the growth of pathogen microbes. This research was done to screen soil fungi isolates which had antimicrobial activity againts Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Streptococcus sp., and Candida albicans, using cross – streak method and disc method. The liquid extract for disc test was obtained from the fermentation using Potato Dextrose Yeast broth. Result showed that 10 isolates inhibit test microbes growth. They were BioMCC-F.001, BioMCC-F.006, BioMCC-F.018, BioMCC-F.027, BioMCC-F.029, BioMCC-F.050, BioMCC-F.051, BioMCC-F.055, BioMCC-F.082, and BioMCC-F.086, inhibition zone diameter were from 8,34 – 19,27 mm. The biggest inhibition zone (19,27 mm) toward Escherichia coli ATCC 25922 was obtained from BioMCC-F.006 isolate belonging to genus Penicillium. This isolate also has wide spectrum inhibition because it could inhibit the growth of Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium ATCC 14028, and Streptococcus sp."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2005
S32840
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Fatonah
"Sefalosporin C merupakan bahan baku utama antibiotik Sefalosporin yang dihasilkan oleh kapang Acremonium chrysogenum melalui proses fermentasi. Salah satu elemen penting pada proses fermentasi adalah sumber nitrogen yang mempengaruhi jumlah Sefalosporin C yang akan dihasilkan. Ketergantungan Indonesia terhadap bahan  baku impor menjadi salah satu kendala pengembangan industri di sektor farmasi. Hal ini juga yang membuat eksplorasi potensi sumber bahan baku lokal produksi menjadi salah satu fokus penelitian mengenai produksi sefalosporin saat ini. Dengan mengoptimalkan potensi Indonesia sebagai negara maritim diharapkan dapat menurunkan ketergantungan bahan baku impor dengan meningkatkan produksi Sefalosporin C. Pada penelitian ini dilakukan pemanfaatan ikan rucah untuk dijadikan hidrolisat protein ikan yang mengandung kadar protein yang cukup tinggi yang memiliki potensi sebagai alternatif sumber nitrogen pada proses fermentasi antibiotik. Sebelum dijadikan hidrolisat ikan rucah dijadikan tepung terlebih dahulu. Hidrolisat didapatkan melalui proses hidrolisis secara enzimatis menggunakan protease yang terdapat pada ekstrak bonggol nanas yang di optimasi. Kondisi optimum hidrolisis yang didapatkan adalah pada konsentrasi ekstrak bonggol nanas sebesar 5,71%,  pH 6,21 dan waktu hidrolisis selama 5,16 jam. Hasil optimasi hidrolisis pada hidrolisat dari tepung ikan rucah menghasilkan kadar protein sebesar 3,37 %. Hidrolisat protein yang didapat kemudian digunakan sebagai suplemen pada proses fermentasi sefalosporin C. Kondisi optimum yang didapatkan kemudian diaplikasikan pada 3 jenis tepung ikan lainnya yang didapatkan secara komersil untuk selanjutnya mengetahui jenis tepung ikan mana yang paling baik untuk meningkatkan produktivitas Sefalosporin. Hidrolisat dari ke 4 jenis tepung ikan yang didapatkan selanjutnya digunakan pada media fermentasi Sefalosporin C. Penambahan hidrolisate protein ikan rucah pada media fermentasi sefalosporin C ini terbukti meningkatkan produktifitas sefalosporin C secara signifikan yaitu hingga 46% lebih banyak dibandingkan media tanpa penambahan hidrolisat.

Cephalosporin C is the primary raw material for cephalosporin antibiotics produced by the mold of Acremonium chrysogenum through a fermentation process. One of the essential element in the fermentation process is the source of nitrogen, which affects the amount of Cephalosporin C that will be produced. Indonesias dependence on imported raw materials is one of the obstacles to developing the industry in the pharmaceutical sector. Thus, it also makes exploration of the potential source of local raw material production one of the focuses of research on current cephalosporin production. By optimizing Indonesias potential as a maritime country, it is expected to reduce dependence on imported raw materials by increasing Cephalosporin C production. In this study, utilization of trash fish to be used as fish protein hydrolyzate containing high levels of protein which has the potential as an alternative source of nitrogen in the antibiotic fermentation process. Before being made hydrolyzate, trash fish is made into flour first. Hydrolyzate is obtained through an enzymatic hydrolysis process using a protease found in pineapple hump extract, which was optimized. The optimum hydrolysis conditions obtained were at the pineapple hump extract concentration of 5.71%, pH 6.21, and hydrolysis time for 5.16 hours. The results of hydrolysis optimization on hydrolyzate from trash fish flour produce protein content of 3.37%. The protein hydrolyzate obtained is then used as a supplement in the cephalosporin C fermentation process. The optimum conditions obtained are then applied to 3 other types of fish meal which are obtained commercially to determine further which type of fish meal is the best for increasing the productivity of cephalosporins. The hydrolyzates from the four types of fish meal obtained were then used in the fermentation media of cephalosporin C. The addition of trash fish protein hydrolyzate to cephalosporin C fermentation media was shown to significantly increase the productivity of cephalosporin C, which is up to 46% more than the media without the addition of hydrolyzates."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramirez, Carlos
Amsterdam: Elsevier Biomedical Press, 1982
589.23 RAM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Anastasia Wibowo
"Pepaya mampu menghasilkan enzim yang sering disebut dengan enzim papain. Kini kebutuhan akan enzim papain semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu dilakukan proses pemisahan enzim papain dari buah pepaya dengan metoda ekstraksi padat - cair.
Penelitian yang dilakukan meliputi dua tahapan, yaitu pertama buah pepaya difermentasikan terlebih dahulu dengan menggunakan starter ragi Saccharomyces cerevisae dan tahap kedua setelah difermentasikan buah pepaya diekstraksi dengan solven air. Kondisi operasi pada saat proses ekstraksi meliputi perbedaan suhu (50°C, 60°C, dan 70°C) serta perbedaan waktu fermentasi (0 hari, 1 hari, 3 hari, dan 5 hari) dengan masing - masing waktu ekstraksi adalah 2 jam.
Hasil ekstraksi yang diperoleh kemudian di analisa dengan metode tirosin untuk aktivitas enzim dan metode lowry untuk analisa kadar protein, yang kemudian akan digunakan untuk menghitung berapa aktivitas enzim papain tertinggi Konsentrasi aktivitas enzim papain tertinggi yaitu pada suhu 70°C dengan waktu fermentasi 1 hari sebesar 4,499 EU/ml. Dan aktivitas spesifik enzim sebesar 0,328 EU/mg.

Papaya are often able to produce an anzyme called papain. Now the need for papain enzyme progressively increased. Therefore carriedout the separation processes of the papain enzyme from fruit papaya with solid-liquid extraction method.
The research covers two phases, the first fruit of papaya fermented starter in advance using the yeast Saccharomyces cerevisae and the second stage after fermented papaya fruit extracted by solven water. Operating conditions during the extraction process includes the different of temperature (50°C, 60°C, and 70°C) and different on time of fermentation (0 days, 1 days, 3 days, amd 5 days) with each time of fermentation is 2 hours.
Extraction result are obtained and analyzed by tyrosine method for enzyme activity and lowry method for analysis of protein content, which will then be used to calculate the higest activity of papain enzyme. The highest concentration of papain enzyme activity at 70°C with 1 days of fermentation is 4,499 EU/ml. And the specific enzyme activity is 0,328 EU/mg.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>