Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56021 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisya Ramdlonaning
"Over kapasitas Lapas di Indonesia menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Data Kemenkumham bahwa 51% penghuninya adalah kasus narkotika dan 90% dari kasus narkotika tersebut hanya penyalah guna narkotika bagi diri sendiri. Pemidanaan merupakan hasil dari peradilan pidana. Dalam peradilan pidana terdiri dari penyidik, JPU dan hakim sebagai aparat penegak hukum (APH). Dalam penelitian ini akan menganalis implementasi ambang batas dan persyaratan rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika yang tertuang dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010. Jenis penelitian kualitatif dengan tipe penelitian analisis kebijakan menggunakan metode Multiple Perspective Analysis yang mengambil 3 perspektif yaitu dari kebijakan publik (UU Narkotika dan SEMA Nomor 4 Tahun 2010), Pelaku Kebijakan (penyidik,jaksa dan hakim) dan lingkungan kebijakan (dampak implementasi). Hasil penelitian bahwa ambang batas bukanlah tolak ukur APH dalam melakukan pemidanaan/rehabilitasi. Akan tetapi semua penyalah guna berapapun barang buktinya akan ditangkap. APH baik penyidik, jaksa dan hakim tidak melaksanakan perintah UU Narkotika dan SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yaitu merehabilitasi penyalah guna narkotika bagi diri sendiri. Adanya kewenangan yang besar yang diberikan kepada penyidik untuk dapat menempatkan penyalah guna ke tempat rehabilitasi akan tetapi tidak dilaksanakan. Justru terjadi penyalahgunaan kewenangan dengan menangkap dan menahan penyalah guna narkotika bagi diri sendiri. Selain itu JPU meneruskan dengan menggunakan pasal pengedar didalam UU Narkotika (pasal 112) untuk semua penyalah guna agar bisa ditahan. Dan hakim tidak ada yang berani memutus rehabilitasi apabila JPU tidak menuntut rehabilitasi. Hakim sebagai penerjemah keadilan didalam masyarakat pada akhirnya juga tidak melaksanakan kewajibannya (pasal 127 ayat 2) dan kewenangannya (pasal 103). Tidak adanya kolaboratif diantara APH dalam sistem peradilan pidana yang seharusnya terpadu. APH memiliki pemahaman dan kepentingan sendiri. Filosofis tujuan dibentuknya UU Narkotika dan SEMA Nomor 4 tahun 2010 yaitu kesehatan untuk penyalah guna tidak dilaksanakan. Sedangkan putusan yang muaranya di pengadilan nyatanya bergantung dari pemberkasan, penyidikan di kepolisian dan kejaksaan.

Over-capacity of prisons in Indonesia is an unresolved problem. Data from the Ministry of Law and Human Rights shows that 51% of residents are narcotics cases and 90% of these narcotics cases are only narcotics abusers for themselves. Punishment is the result of criminal justice. In criminal justice, it consists of investigators, prosecutors and judges as law enforcement officers (APH). This research will analyze the implementation of thresholds and rehabilitation requirements for narcotics abusers as stipulated in SEMA Number 4 of 2010. This type of qualitative research with the type of policy analysis research uses the Multiple Perspective Analysis method which takes 3 perspectives, namely from public policy (Narcotics Law and SEMA Number 4 of 2010), Policy Actors (investigators, prosecutors and judges) and the policy environment (implementation impact). The results of the study show that the threshold is not a benchmark for APH in carrying out punishment/rehabilitation. However, all abusers regardless of the evidence will be arrested. APH, both investigators, prosecutors and judges, did not carry out the orders of the Narcotics Law and SEMA Number 4 of 2010, namely to rehabilitate narcotics abusers for themselves. There is great authority given to investigators to be able to place abusers in rehabilitation places, but this is not implemented. In fact, there is abuse of authority by arresting and detaining narcotics abusers for themselves. In addition, the prosecutor continued to use the drug dealer article in the Narcotics Law (Article 112) for all drug users to be arrested. And no judge has the courage to decide on rehabilitation if the prosecutor does not demand rehabilitation. Judges as interpreters of justice in society ultimately do not carry out their obligations (article 127 paragraph 2) and their authority (article 103). There is no collaboration between APHs in the criminal justice system which should be integrated. APH has its own understanding and interests. The philosophical aim of establishing the Narcotics Law and SEMA Number 4 of 2010, namely health care for abusers, was not implemented. Meanwhile, decisions that end in court depend on filings, investigations by the police and the prosecutor's office."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Agustina Fitrahayati
"Tulisan ini membahas tentang Strategi SWOT Dalam Pencegahan Relapse Melalui Analisis Peran Keluarga Pada Penyalah Guna Narkoba Di UPT Terapi Dan Rehabilitasi BNN. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta bahwa tingkat peran keluarga dalam pencegahan relapse pada penyalah guna narkoba di UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN tergolong rendah hal ini hal ini dikarenakan peran keluarga dalam memberikan dukungan kepada residen belum optimal.
Berdasarkan dari Analasisi SWOT Strategi yang dapat dilakukan oleh BNN adalah Optimalisasi pemberdayaan edukasi keluarga mengenai akan pentingnya peran keluarga untuk menjaga sistem keluarga dalam mendukung pemulihan residen yang berkesinambungan dan peningkatan fasilitas pendukung system pelayanan dan program sebagai strategi dalam mencegah terjadinya relapse pada penyalah guna narkoba.
Kendala-kendala pada peran keluarga dalam pencegahan relapse adalah : 1. Persepsi dan pola pikir keluarga terhadap penyalah guna narkoba masih negative; 2. Masih rendahnya nilai-nilai keagaman dalam keluarga; 3. Keluarga sebagai kelompok dukungan masih memiliki jarak terhadap residen; 4. Keluarga sebagai kelompok dukungan belum memberikan perhatian secara maksimal; 5. Interaksi keluarga dimana struktur didalam keluarga tidak memainkan peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga; 6. Keseimbangan didalam keluarga tidak normal; 7. Batas-batas didalam keluarga tidak lagi dijalankan; 8. Ketidakjelasan Keluarga menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan perannya; 9. Adanya ketidakjelasan visi dan misi didalam keluarga; 10. Peran aktif keluarga dalam mengikuti FSG masih rendah; 11. Fasilitas ruang kunjung keluarga yang dapat menjaga privasi antara keluarga dengan residen belum optimal; 12. Waktu visit yang ditetapkan oleh lembaga tidak berdasarkan kebutuhan keluarga, sehingga kelompok dukungan kurang maksimal.

This thesis discusses about Strategic SWOT Analysis Through in Relapse Prevention Family Role of Drug Abusers of UPT Therapy and Rehabilitation of National Narcotics Agency. The method used in this research is a quantitative approach. Based on the results of the study found that the level of the role of families in preventing relapse in drug abusers at UPT Therapy and Rehabilitation of National Narcotics Agency is low. Caused the role of the family in providing support to resident is not optimal.
Based on the analysis of SWOT strategies that can be done by National Narcotics Agency (BNN) is the family education regarding optimization of empowerment of the important role of family to keep the family system in support of a sustainable recovery and improvement resident facilities and program support services system as a strategy to prevent relapse in drug abusers.
There are some impacts on the role of families in preventing relapse, they are: 1. Family perception and mindset of the drug abusers still negative; 2. Religious value in the family is still low; 3. Family as a support group still have a distance to the resident; 4. Support the family as a group have not been paying attention to the maximum; 5. Family interaction in families where the structure does not play a role and function of each member of the family; 6. Balance within the family is not optimal; 7. Boundaries no longer run in the family; 8. Family vagueness in carrying out his duties in accordance with the role; 9. Any lack of clarity in the vision and mission of the family; 10. Active role in following Family Support Group activity is still low; 11. Facility of visit’s family that can maintain privacy between families with resident is not optimal;12. Visit’s time defined by the institution is not based on the needs of the family, so the support group less than the maximum.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fikri Rasyidi
"Skripsi ini membahas tentang beberapa permasalahan terkait dengan legalitas atau keabsahan penyidik sebagai saksi dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana narkotika. Penelitian ini berfokus pada tiga pokok permasalahan, yaitu: tentang legalitas atau keabsahan penyidik sebagai saksi di persidangan berdasarkan KUHAP, kekuatan hukum pembuktian alat buksi saksi yang diberikan oleh penyidik di persidangan, dan keabsahan penyidik sebagai saksi dalam pemeriksaan persidangan tindak pidana narkotika berdasarkan Putusan Mahkamah Agung. Penelitian ini bermetodekan yuridis-normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur hukum dan peraturan perundangundangan terkait. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa penyidik tidak boleh bersaksi di persidangan atas perkara yang ia sidik sendiri dan menyarankan untuk dilakukannya fungsi kontrol terhadap penyidik dalam melakukan penyidikan agar kesaksiannya dapat di pertimbangkan hakim di proses pemeriksaan persidangan.

This thesis discusses some problems related to the legality of the investigator as a witness in a criminal trial drug. This study focuses on three main issues, namely: the legality of the investigator as a witness in a drug's criminal trial based on KUHAP, the strength of evidence given by the investigator in a drug?s criminal trial, and the legality of the investigator as a witness in a drug's criminal trial based on the Supreme Court Verdict. This study focus on juridical-normative study. The data retrieval methods focus on the study of literature and Indonesia's legislation. The results concluded that the investigator by some reasons is not allowed to be a witness in a drug's criminal trial and advise to add the controlling system for the investigator in conducting investigations in order to consider his testimony to the judge in the trial examination.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi, Amrita
"Pendahuluan: Penelitian Badan Narkotika Nasional pada tahun 2011 menunjukkan prevalensi orang dengan penyalahgunaan zat di Indonesia sebesar 2,2% atau sekitar 3,8 juta penduduk. Namun, data Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional menunjukkan hanya 6.738 orang yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi. Salah satu prediktor penting untuk mengetahui sikap seseorang untuk memperolah layanan rehabilitasi adalah kesiapan serta motivasi. University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai kesiapan orang dengan penyalahgunaan zat serta motivasinya.
Tujuan: Melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur URICA untuk menilai kesiapan serta motivasi penyalahguna zat untuk menjalani rehabilitasi versi Bahasa Indonesia yang sahih dan andal.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif uji instrumen dengan disain potong lintang. Sampel diambil secara acak sederhana. Subjek pada penelitian ini adalah residen yang mengikuti terapi dan rehabilitasi di Unit Terapi dan Rehabilitasi Lido, Badan Narkotika Nasional dan orang dengan penyalahgunaan zat di Pusat Penjangkauan binaan Badan Narkotika Nasional.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan validitas URICA sebesar 0.882 dengan Cronbach alpha sebesar 0.753-0.806 dan reliabilitas test-retest 0.935-1. Nilai di atas atau sama dengan angka tujuh sebagai kelompok yang memiliki motivasi tinggi dan di bawah angka tujuh sebagai kelompok yang memiliki motivasi rendah.
Simpulan: Instrumen URICA versi Bahasa Indonesia yang diuji dalam penelitian ini sahih dan handal untuk menilai kesiapan dan motivasi orang dengan penyalahgunaan zat berpartisipasi dalam program terapi dan rehabilitasi.

Background: A research conducted by National Narcotics Board in 2011 indicated that the prevalence of substance abuse in Indonesia is approximately 2,2% or 3,8 million people. However, based on Rehabilitation Deputy of National Narcotics Board only 6.738 people have obtained treatment and rehabilitation services. One of the most important predictor to identify one’s attitude to attain rehabilitation services is the readiness and motivation of substance abusers. University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) is one of the instruments utilize to identify readiness to change and motivation of substance abusers.
Aim: To conduct validity and reliability test on University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) in order to recognize the readiness to change and motivation of substance abusers undergoing rehabilitation in Bahasa Indonesia.
Method: This study was a descriptive cross-sectional instrument study. The sampling design was simple random sampling. The subjects in this study were residents undergoing treatment and rehabilitation services at Lido Treatment and Rehabilitation Centre and Outreach Centre supervised by National Narcotics Board.
Result: The validity score of URICA is 0.882 with Cronbach alpha of 0.753-0.806 and a reliability test-retest of 0.935-1. The cut-off score obtained indicated that scores above seven are highly motivated and those below seven are least motivated.
Conclusion: The Bahasa Indonesia version of URICA test conducted in this study is valid and reliable to address readiness and motivation of substance abusers to participate in treatment and rehabilitation program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bestari Elda Yusra
"Tesis ini membahas permasalahan mengenai penerapan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika di wilayah Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus Tangerang kendala mengenai penerapan diversi terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak, dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala penerapan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, dan pendekatan komparatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan penelitian studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan narasumber yang memiliki kompetensi untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus Tangerang. Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa secara kualitatif.
Hasil penelitian di wilayah Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang Khusus terhadap perkara narkotika anak pada tahun 2016 terdapat satu perkara narkotika yang dilakukan diversi dengan landasan Pasal 3 Perma Nomor 4 Tahun 2014. Kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan PK Bapas Klas II Serang dan Penasihat Hukum yaitu adanya pembatasan kualifikasi tindak pidana yang dapat dilakukan diversi dalam Pasal 7 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 1 UU SPPA, singkatnya waktu penanganan perkara anak, luas wilayah kerja Bapas, keterbatasan jumlah personil PK Bapas dan kendala mengenai sarana serta prasarana pendukung dalam proses pelaksanaan diversi terhadap perkara narkotika. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu meningkatkan koordinsi internal dan eksternal antara penyidik, penuntut umum, hakim daan Petugas PK Bapas, membentuk Tim Assesment Terpadu, melakukan sosialisasi mengenai diversi dan hak anak yang berhadapan dengan hukum, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sarana serta prasarana.

This thesis discusses the issue of the application of the diversion of juvenile committing a narcotic crime in the territory of the Tangerang Court Special 1 A, the constraints on the application of the diversion of the narcotic crime committed by children, and the attempts made to overcome the obstacle of the application of the diversion of criminal offenses conducted by children after the enactment of Law Number 11 Year 2012 on Juvenile Justice System UU SPPA and Regulation of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Perma Number 4 Year 2014 on Guidelines for Implementation of Diversion in the Juvenile Justice System. The research method used are normative juridical, using the approach of legislation, conceptual approach, case approach, and comparative approach. Methods of data collection are done by research literature study and in depth interviews with resource persons who have competence to answer the problems studied. The location of the study was conducted in the area of Special Court Class A Tangerang. The data obtained from the results of the study were analyzed qualitatively.
The results of this research in Tangerang Court Special Class 1 A on the narcotics cases with juvenile offender in 2016, there is a narcotics case which is done by diversion based on Article 3 Perma Number 4 Year 2014. Obstacles faced by law enforcement officers, Correctional Precaution Officers PK Bapas Class II Serang and Legal Advisor that there is limitation of qualification of criminal acts that diversion can be done in Article 7 paragraph 1 and Article 9 paragraph 1 UU SPPA, short duration on handling juvenile case, the wide of working area of Correctional Hall Bapas, the limited number of personnel of Correctional Precaution Officers PK Bapas, and the obstacles regarding facilities and infrastructure as the supporting system during the process of implementation of the diversion in narcotic cases. Efforts are made to overcome these obstacles improving the internal and external coordination between investigators, prosecutors, judges and Correctional Precaution Officers PK Bapas , forming an Integrated Assessment Team, socialization about diversion and children right on facing conflict with the law, improving the quality of human resources, facilities, and infrastructures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rulyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Rutan di Indonesia, dimana fungsi Rutan saat ini dikarenakan adanya masalah overkapasitas sering dijadikan sebagai tempat pembinaan narapidana. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan fungsi Rutan yang hanya sebagai tempat pelayanan dan perawatan tahanan. Untuk itu diperlukan suatu model penyesuaian pembinaan sehingga Rutan dapat tetap memenuhi hak narapidana untuk mendapatkan pembinaan. Selain itu adanya fakta bahwa penanganan narapidana/tahanan kasus narkotika masih diperlakukan sama dengan narapidana/tahanan kasus lainnya, sehingga jauh dari prinsip rehabilitasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan integrative criminology dalam merumuskan model penyesuaian yang dapat diterapkan sesuai dengan kasus yang dihadapi. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi lapangan guna mendapatkan deskripsi kondisi lapangan di Rutan dan studi pustaka sebagai cara pemetaan teori guna mendapatkan model yang mempunyai dasar secara teoritis.
Hasil penelitian menunjukan akan adanya kebutuhan model penyesuaian terhadap penanganan narapidana narkotika, khususnya yang ditempatkan di Rutan seperti yang terjadi di Rutan Klas 1 Cipinang. Model penyesuaian menggabungkan kondisi dan praktek lapangan yang selama ini terjadi dengan prinsip penanganan pasien narkotika yang sesuai dengan UNODC.

ABSTRACT
This research was motivated by the constraints and problems faced by Rutan in Indonesia, where the function of Rutan due to overcapacity problem is often used as a place for coaching inmates. This is certainly not in line with the function of detention (Rutan) as a place for caring and serving the prisoners only. It requires an adjustment model of coaching so that detention (Rutan) can still fulfill the rights of prisoners to receive guidance. Besides, the fact that the handling of the prisoners / detainees of narcotics cases are still treated the same way as inmates / detainees of other cases, and it is far from the principles of rehabilitation. This study is a qualitative research, using integrative criminology approach in formulating the adjustment model that can be applied in accordance with the case at hand. In collecting the data, this study uses interviews and field observations in order to obtain a description of field conditions at the detention center, and literature researches as a way of mapping theory in order to obtain a model that has a theoretical basis. The results showed a need of adjustments model in handling the narcotics inmates, especially those who are placed in detention (Rutan) as occurred in Rutan Klas 1 Cipinang. The adjustment model incorporates the field conditions and practices that have been happening with the principle of treating patients with drugs that is in line with UNODC"
2016
T46463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armita Eki Indahsari
"Ancaman bahaya narkoba tidak hanya menjadi isu global, tetapi juga menjadi isu strategis di Indonesia. Secara umum, upaya penanggulangan narkoba masih cenderung dipersepsikan sebagai hal yang berkaitan dengan pemberantasan (hard power) dan masih belum cukup diasosiasikan dengan upaya-upaya yang bersifat “lunak” seperti pencegahan, pemberdayaan masyarakat, dan rehabilitasi (soft power). Implementasi kebijakan dengan jenis pendekatan yang berbeda ini harus dilaksanakan secara beriringan dan berimbang sehingga penanggulangan permasalahan narkoba yang kompleks dapat lebih optimal. Penelitian ini akan menganalisis evolusi permasalahan narkoba saat ini dan potensi ancaman mendatang, urgensi strategi pendekatan soft power, serta implementasi dan faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan strategi pendekatan soft power BNN dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan eksploratif-deskriptif serta bersifat evaluatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan penelusuran literatur, juga dengan menganalisis pengalaman negara lain yang relevan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan soft power memiliki urgensi yang tidak kalah penting dibandingkan dengan pendekatan hard power. Pemerintah Indonesia melalui BNN mengadaptasi strategi kebijakan pendekatan soft power dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Namun dalam praktiknya, masih terdapat sejumlah kendala sehingga perlu dilakukan penguatan branding upaya pendekatan soft power, pengembangan sistem publikasi informasi dan edukasi bahaya narkoba, penguatan payung hukum pengelolaan upaya P4GN, pembangunan sistem Satu Data P4GN, serta pengelelolaan sumber daya organisasi BNN yang lebih efektif. Kebijakan P4GN di Indonesia perlu dibuat lebih komprehensif untuk menanggulangi ancaman bahaya narkoba yang berdampak pada ketahanan nasional Indonesia di masa mendatang.

The threat of drug dangers is not only a global issue but also a strategic issue in Indonesia. In general, drug control efforts still tend to be perceived as related to eradication (hard power). They are still not sufficiently associated with "soft" efforts such as prevention, community empowerment, and rehabilitation (soft power). The implementation of policies with different types of approaches must be carried out simultaneously and in a balanced manner so that the handling of complex drug problems can be more optimal. This study will analyze the evolution of the current drug problems and potential future threats, the urgency of a soft power approach strategy, and the implementation and factors that influence the BNN's soft power approach policy in efforts to overcome drug abuse in Indonesia. The research method used is qualitative, with an exploratory-descriptive and evaluative approach. Data collection was carried out through in-depth interviews and literature searches, as well as by analyzing the experiences of other countries relevant to the research topic. The results of the study show that the soft power approach has an urgency that is no less important than the hard power approach. The Indonesian government, through the BNN, has adapted a soft power approach policy strategy in efforts to reduce drug abuse in Indonesia. However, in practice, there are still several obstacles, so it is necessary to strengthen the branding of soft power approach efforts, develop a system for publishing information and education on the dangers of drugs, strengthen the legal umbrella for managing P4GN efforts, build a One Data P4GN system, and manage BNN organizational resources more effectively. The P4GN policy in Indonesia needs to be made more comprehensive to overcome the threat of drug dangers that will impact Indonesia's national resilience in the future.

"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Fatahillah
"Penelitian dengan judul "Implementasi Asas Undang-Undang Perlindungan Anak, Terhadap Anak Penyalahguna Narkoba Terkait Ketahanan Keluarga (Studi Putusan Pidana Nomor : 1016, 1372, dan 1931/Pid.Sus/2012/PN. JKT.BAR )" ini dilatarbelakangi oleh realitas bahwa jumlah anak penyalahguna narkoba semakin tinggi tiap tahunnya. Anak penyalahguna narkoba tersebut banyak pula yang berkonflik dengan hukum. Perlindungan anak merupakan hal terpenting dalam memajukan kehidupan dan taraf hidup suatu bangsa. Asas perlindungan anak yang tidak diimplementasikan dengan baik mengakibatkan kerapuhan ketahanan keluarga. Keluarga anak yang berkonflik dengan hukum rentan konflik dan krisis. Jumlah anak penyalahguna narkoba yang tidak sedikit serta kasus anak yang berkonflik dengan hukum karena penyalahgunaan narkoba yang berjumlah besar dan meningkat tiap tahunnya tentu mengganggu ketahanan nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui implementasi asas Undang-Undang Perlindungan Anak terhadap anak penyalahguna narkoba dan kaitannya dengan ketahanan keluarga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis studi kasus. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer ini didapatkan melalui proses wawancara dengan anak penyalahguna narkoba yang berkonflik hukum dan dijadikan fokus dalam studi kasus penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa empat asas dalam perlindungan anak yaitu asas non diskriminasi, asas kepentingan terbaik bagi anak, asas perlindungan hak hidup, tumbuh, dan berkembang serta asas penghargaan terhadap pendapat anak tidak diimplementasikan secara baik oleh aparat hukum pada ketiga anak yang dijadikan studi kasus oleh peneliti. Pada proses penangkapan dan penahanan, ketiga anak mendapatkan kekerasan dan intimidasi dari aparat. Salah satu dari anak bahkan menempati sel tahanan yang digabung dengan orang dewasa dan tidak didampingi oleh penasehat hukum ketika proses persidangan berlangsung.Minimnya implementasi asas perlindungan anak akan berdampak pada rapuhnnya ketahanan keluarga.Beberapa keluarga sering terjadi konflik ketika anaknya melakukan penyalahgunaan narkoba. Keluarga yang tingkat ekonomi rendah menjadi kesulitan memenuhi kebutuhan ekonominya karena anak yang berkonflik dengan hukum menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Implementasi buruk pemerintah mengakibatkan terganggunya ketahanan keluarga baik secara fisik, ekonomis, dan mental.

Research entitled " the Implementation of the principle of the Law on Child Protection, on Child Drug User Related Family Resilience (Studies Criminal Verdict Nomor : 1016, 1372, dan 1931/Pid.Sus/2012/PN. JKT.BAR )" is motivated by the reality that the number of children of drug abusers is getting higher each year. There are many children drug abuse who conflicted with the law. Protection of children is important in promoting life and standard of living of a nation. The principle of the protection of children which are not well implemented resulting fragility of family resilience. Families of children who are in conflict with the law are susceptible with conflict and crisis . The number of children who are not drug abusers and fewer cases of children in conflict with the law because of the large number of drug abuse and increases each year would disrupt national resilience. Focus of this research is to describe and analyze the implementation of the principle of the Child Protection Act against children and drug abusers relation to family resilience . This research used qualitative research method with case study of analysis approach. Types of data used are primary and secondary data. The primary data was obtained by interviewing drug abuser children who conflicted with law and their famillies and then become the focus in the case research.
Result of this study showed that the four principles in child protection are the principle of non-discrimination, the best interest of the child principle, the principle of protection of the right to live, grow, and develop as well as the principle of respect for the opinion of the children are not well implemented by law enforcement agencies that serves children in the third case study by researcher. In the process of arrest and detention, the three children got violence and intimidation from the authorities. One of the children even occupied the holding cell combined with adults and not accompanied by legal counsel when the trial took place. The lack of implementation of the children protection principle will impact toward fragility of family resilience. Some families often conflict when their children commit drug abuse. A poor family feels difficult to fulfill economic needs because a child in conflict with law spends much cost. Poor implementation of government resulted in the disruption of family strength physically, economically, and mentally."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Mundir
"ABSTRAK
Penggunaan narkotika dan psikotropika dapat menimbulkan berbagai
dampak buruk secara psikologis baik intra maupun interpersonal,
penurunan kualitas kesehatan tubuh dan pelanggaran hukum. Meskipun
dapat menimbulkan berbagai dampak buruk akan tetapi sejak tahun 1998
terjadi peningkatan jumlah pengguna narkotika dan psikotropika yang
cukup besar di Indonesia Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 500.000
sampai 1.350.000 penderita ketergantungan narkotika dan psikotropika di
Indonesia.
Salah satu variabel psikologis yang penting dalam penggunaan narkotika
dan psikotropika adalah motivasi. Berdasarkan hasil penelitian Sucahya,
Siagian dan Sari (2001) tentang motivasi awal penggunaan narkotika dan
psikotropika serta teori proses berlawanan yang dikemukakan Solomon dan
Corbitt (dalam Franken, 1982) terlihat adanya perubahan antara motivasi
awal penggunaan narkotika dan psikotropika dan motivasi yang membuat
seseorang mempertahankan perilaku penggunaan narkotika dan
psikotropika. Allport (1961) menamakan perubahan motivasi awal yang
mendorong dimulainya perilaku dan motivasi yang mempertahankan
perilaku sebagai otonomi fungsional (functional autonomy). Menurut
Allport perilaku ketergantungan narkotika dan psikotropika termasuk dalam
otonomi fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi
proses otonomi fungsional pada penderita ketergantungan narkotika.
Penelitian ini dilakukan terhadap empat orang penderita ketergantungan
narkotika dan psikotropika. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah
studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam karena penelitian ini ingin mengetahui proses pengalaman
subyektif individu yang tidak dapat diketahui dan dipahami tanpa
pengungkapan secara verbal dari individu tersebut. Untuk melengkapi data
hasil wawancara dilakukan observasi terhadap subyek dan proses
berlangsungnya wawancara.
Merujuk pada kata proses dalam tujuan penelitian ini maka deskripsi
motivasi penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan pada tahaptahap
penggunaan narkotika yang dikemukakan oleh Pagliaro dan Pagliaro
(1996) yang terdiri dari tahap penggunaan awal, penggunaan sosial,
penggunaan tetap, penyalahgunaan dan penggunaan kompulsif.
Pada tahap penggunaan awal para subyek menggunakan ganja atau pil BK
untuk sesuatu diluar efek langsung zat itu sendiri seperti penerimaan teman,
memuaskan rasa ingin tahu atau menarik perhatian orang tua akan tetapi
ketika para pengguna sudah merasakan intoksikasi maka motivasi mereka
untuk kembali menggunakan ganja, pil BK atau ineks pada tahap
penggunaan sosial, penggunaan tetap dan penyalahgunaan adalah keinginan
untuk merasakan kembali intoksikasi. Pada tahap penggunaan tetap mulai
muncul ketergantungan secara psikologis sehingga intensitas keinginan
untuk merasakan intoksikasi kembali meningkat. Para subyek tidak hanya
mengalami peningkatan dosis tapi juga perubahan zat yang digunakan.
Ketika para subyek rutin menggunakan shabu atau heroin maka mereka
pun mengalami gejala putus obat yang menyakitkan. Akhirnya, motivasi
penggunaan narkotika dan psikotropika pun berubah menjadi keinginan
untuk menghilangkan gejala putus obat. Motivasi inilah yang mendorong
para subyek penelitian untuk menggunakan heroin secara kompulsif pada
saat wawancara dilakukan. Eratnya perubahan motivasi penggunaan
narkotika dan psikotropika dengan pengaruh narkotika dan psikotropika
berupa intoksikasi, toleransi dan gejala putus obat membuat otonomi
fungsional pada penderita ketergantungan narkotika dan psikotropika
termasuk dalam otonomi fungsional perseveratif.
Selain besarnya peran faktor fisiologis pada proses otonomi fungsional pada
penderita ketergantungan narkotika dan psikotropika, Allport (1961) juga
menyatakan bahwa aspek psikologis memegang peranan penting karena
para penderita ketergantungan narkotika dan psikotropika sering kali
mengembangkan sub sistem kepribadian untuk menyelesaikan masalah
mereka dengan kembali menggunakan narkotika dan psikotropika
Pentingnya aspek psikologis ini dalam riwayat ketergantungan narkotika
para subyek tampak ketika mereka kembali menggunakan narkotika dan
psikotropika setelah selama beberapa waktu meninggalkannya dan tidak
lagi mengalami gejala putus obat. Saat itu mereka kembali menggunakan
narkotika dan psikotropika karena adanya keinginan yang sangat kuat untuk
kembali merasakan kenikmatan intoksikasi. Sehubungan dengan hasil penelitian ini disarankan agar informasi tentang
penggunaan narkotika dan psikotropika serta ketrampilan sosial untuk
menolak ajakan penggunaan narkotika dan psikotropika diberikan di
sekolah sejak pendidikan dasar sebagai salah satu upaya pencegahan
penggunaan narkotika dan psikotropika Bagi individu yang telah
menggunakan narkotika dan psikotropika diperlukan terapi untuk mengatasi
gejala putus obat serta pembekalan pengetahuan dan ketrampilan dalam
mengatasi ketergantungan psikologis dan mengatasi masalah tanpa bantuan
narkotika dan psikotropika.
Untuk penelitian pada penderita narkotika dan psikotropika selanjutnya
disarankan untuk memperhatikan kondisi fisik dan psikologis para subyek
sehubungan dengan intoksikasi dan gejala putus obat yang mereka alami.
Hal ini penting untuk meningkatkan keakuratan dan kedalaman data yang
didapatkan. Penggunaan narkotika dan psikotropika selama bertahun-tahun
dapat menurunkan kemampuan kognitif sehingga pertanyaan perlu
disampaikan secaras sederhana dan jika perlu dapat diulang-ulang agar
subyek penelitian memahami maksud pertanyaan."
2004
S3420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirman Burhan
"Ketahanan Nasional seperti yang dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, pada hakekatnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Ketahanan yang demikian itu perlu pemeliharaan dan pengembangan terus menerus. Upaya ini dapat dilakukan melalui pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan nasional itu pada hakekatnya merupakan upaya untuk mewujudkan ketahanan nasional. Ketahanan Nasional yang tanguh akan makin mendorong pembangunan nasional dan sebaliknya berhasilnya pembangunan nasional berarti meningkatnya kualitas ketahanan nasional.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila, didalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat, dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Pembangunan tersebut tidak mungkin terwujud dalam beberapa tahun, atau beberapa pelita atau satu dua generasi. Yang penting bahwa semua upaya pembangu nan harus di arahkan sedemikian rupa hingga setiap tahap makin mendekati kearah tujuan tersebut dan akhirnya mencapai tujuan nasional yang sesuai dengan apa yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan pembangunan. Sumber daya manusia Indonesia cukup besar, jumlah penduduk Indonesia sampai saat ini menduduki urutan kelima di dunia setelah RRC, India, Uni Soviet dan Amerika Serikat. Menurut sensus penduduk tahun 1961 penduduk Indonesia berjumlah 97.085.348 jiwa dan pada sensus penduduk tahun 1971 berjumlah 119.208.229, sensus penduduk tahun 1980 berjumlah 147.490.298 dan sensus 1985 berjumlah 163.875.899. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tergolong cukup tinggi. Dalam kurun waktu 1964-1971 laju pertumbuhan penduduk rata-rata 2,1 persen pertahun, tahun 1971-1980 meningkat menjadi 2,3 persen , tahun 1981-1983 menjadi 2,2 persen dan tahun 1984-1987 menjadi 2,17 persen, sedangkan tahun 1988-1990 diperkirakan menjadi 2 persen pertahun. Dari laju pertumbuhan penduduk ini terlihat angka pertambuhan yang sangat menyolok pada penduduk yang berusia 0-20 tahun, dimana pada tahun 1985 berjumlah 82 juta (50%) , tahun 1987 berjumlah 85 juta (50%), tahun 1986 berjumlah 84 juta (50%), sedangkan pada tahun 1988 berjumlah 86 juta (49%).
Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi ini dapat merupakan modal dasar dalam pembangunan, tetapi dapat juga merupakan penghambat jalannya pembangunan itu sendiri. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan laju pertumbuhan dari seluruh aspek-aspek kehidupan nasional dapat menimbulkan berbagai kerawanan dan dapat mempengaruhi ketahanan nasional Indonesia. Sumber daya manusia yang tidak dapat dimanfaatkan menimbulkan pengaruh terhadap aspek-aspek sosial, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan ke arah yang negatif.
Dalam pembangunan nasional, wawasan nusantara mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial kebudayaan, satu kesatuan ekonomi dan satu kesatuan pertahanan keamanan dengan Pancasila sebagai landasan Idealnya dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Selanjutnya wawasan nusantara sebagai wawasan nasional yang melandasi konsepsi ketahanan nasional Indonesia.
Ketahanan Nasional pada hakekatnya adalah konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam kehidupan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 atau dengan kata lain, konsep ketahahan nasional Indonesia adalah pengejawantahan Pancasila dan UUD 1945 dalam segala aspek kehidupan?"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>