Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184306 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wilsen Jefta
"

Optimasi diperlukan untuk meningkatkan kinerja teknologi elektrolisis plasma guna memperbesar intensitas dan reaktivitas dari spesi yang bereaksi, khususnya radikal hidroksil, yang mengoksidasi senyawa-senyawa organik dalam limbah cair. Dengan pertimbangan untuk memperoleh kondisi elektrolisis plasma tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan elektrolit, konsentrasi aditif ion Fe2+, dan daya operasi terhadap degradasi Remazol Red dengan teknologi elektrolisis plasma menggunakan elektroda berbahan stainless steel. Metode ini akan dilakukan pada reaktor batch menggunakan variasi konsentrasi larutan elektrolit K2SO4 0,01 M, 0,02 M, 0,04 M, dan konsentrasi ion Fe2+ 0 mg/L, 10 mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L, 50 mg/L, pada daya 500 W dan 600 W. Efektivitas proses ditinjau berdasarkan persentase COD, Pt-Co dan degradasi Remazol Red, yield amonia dan nitrat, konsumsi energi, serta erosi anoda. Pada percobaan ini, persentase degradasi Remazol Red optimum mencapai 99,76% dengan energi spesifik sebesar 4265,43 kJ/mmol dan erosi anoda sebesar 0,1 g, dengan penurunan nilai Pt-Co pada akhir degradasi sebesar 99,16%, serta COD sebesar 84,16% untuk konsentrasi awal limbah 200 ppm dan penambahan Fe2+ 20 ppm. Pada kondisi tersebut, terdapat produk samping berupa amonia sebesar 0,438


Optimization needed to improve the performance of plasma electrolysis technology to increase the reactivity of the reacting species, especially hydroxyl radicals, which oxidize organic compounds in wastewater. Therefore, this study aims to determine the effect of Fe2+ ion additive concentration, electrolyte concentration, and electrical power on the degradation of Remazol Red by plasma electrolysis using stainless steel electrodes. This method was carried out in a batch reactor using variations in the concentration of K2SO4 electrolyte 0.01 M, 0.02 M, 0.04 M and concentrations of Fe2+ 0 mg/L, 10 mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L , 50 mg/L, carried out with power consumption of 500 W and 600 W. Process effectiveness is analyzed based on the COD, Pt-Co, Remazol Red degradation, ammonia and nitrate yield, energy consumption, and anode erosion. In this experiment, the maximum degradation of Remazol Red reached 99.76% with a specific energy of 4265.43 kJ/mmol and anode erosion of 0.1 g, the decrease in Pt-Co value by 99.16% and COD by 84.16% for an initial Remazol Red concentration of 200 ppm and the addition of 20 ppm Fe2+. Under these conditions, by-products of 0.438 mmol of ammonia and 1.736 mmol of nitrate which were measured in the 30th minute.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiputra Muhammad Zairin
"Limbah pewarna adalah salah satu jenis limbah cair yang sebagian besar dihasilkan dari industri tekstil dan dapat memberikan efek berbahaya bagi lingkungan. Elektrolisis plasma adalah metode yang dapat menghasilkan radikal bull OH dalam jumlah besar untuk mendegradasi limbah pewarna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan ion Fe2 dan konsentrasi awal limbah dalam mendegradasi salah satu jenis pewarna tekstil, Remazol Brilliant Blue, dengan menggunakan NaCl sebagai elektrolit dan injeksi udara pada metode elektrolisis plasma. Produksi radikal bull;OH mencapai 4,31 mmol selama 30 menit dengan tegangan 750 V dan konsentrasi NaCl 0,03 M.
Degradasi Remazol Brilliant Blue mencapai 96,15 dalam waktu 30 menit di mana konsentrasi awal Remazol Brilliant Blue yang digunakan adalah 150 ppm, tegangan 750 V, kedalaman anoda 2 cm, konsentrasi NaCl 0,03 M, dengan penambahan 40 ppm ion Fe2, dan injeksi udara. Dalam keadaan yang sama, metode ini dapat menurunkan nilai COD sebesar 93,06. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa elektrolisis plasma dengan NaCl sebagai elektrolit dan penambahan Fe2 memiliki potensi yang baik dalam mengolah limbah pewarna di lingkungan.

Dye waste is a liquid waste that mostly generated from the textile industry and can be very dangerous to the environment. Plasma electrolysis is a method that can produce bull OH radicals in large quantities in order to degrade the dye compounds. This study aims to determine the effect of Fe2 addition and wastes initial concentration in degrading one of dye type, Remazol Brilliant Blue, using NaCl as electrolyte and air injection on plasma electrolysis method. The production of bull OH radicals reached 4,31 mmol in 30 minutes with 750 V of voltage and NaCl concentration of 0,03 M.
Remazol Brilliant Blue degradation reached 96.15 in 30 minutes where the initial concentration of Remazol Brilliant Blue is 150 ppm, voltage of 750 V, 2 cm anode depth, NaCl concentration 0.03 M, with the addition of 40 ppm Fe2 ion and air injection. The COD value decreased 93,06. The results show that plasma electrolysis with NaCl as electrolyte and Fe2 addition has a good potential in degrading dye wastewater in the environment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Amelia Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mendegradasi Remazol Red dalam limbah pewarna batik dengan menggunakan metode elektrolisis plasma. Elektrolisis Plasma merupakan salah satu metode yang terbukti mampu dalam mendegradasi limbah organik karena sangat produktif dalam menghasilkan radikal hidroksil. Pengukuran konsentrasi hidrogen peroksida yang merupakan indikator keberadaan radikal hidroksil juga dilakukan pada beberapa variabel penting yaitu tegangan dan konsentrasi elektrolit. Spektrum serapan ultraviolet-sinar tampak (UV-Vis) digunakan untuk memantau proses degradasi. Hasil penelitian menunjukkan degradasi Remazol Red mencapai 99,97% yang dicapai dengan larutan elektrolit NaCl 0,02 M dengan penambahan Fe2+ sebanyak 20 ppm, tegangan 700 V dan kedalaman anoda 0,5 cm dengan suhu dijaga pada 60-70°C.

This study aims to degrade Remazol Red in Batik dye waste water by using CGDE method. Contact Glow Discharge Electrolysis (CGDE) is a method which has been approved to degrade organic waste water because it is very productive in producing hydroxyl radical. Measurement of hydrogen peroxide concentration as an indicator of the presence of hydroxyl radical also performed in various influencing factors such as applied voltage and electrolyte concentration. Ultraviolet-Visible (UV-Vis) absorption spectra were used to monitor the degradation process. The result of study showed that percentage degradation was 99.97% which obtained by using NaCl 0.02 M with addition Fe2+ 20 ppm, applied voltage 700 volt, anode depth 0.5 cm and the temperature of solutions was maintained at 60-70°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fourina Sri Rahimah
"Elektrolisis plasma merupakan salah satu metode AOP (Advanced Oxidation Process) yang dapat menghasilkan radikal hidroksil (OH•) dan radikal hidrogen (H•) dalam jumlah lebih banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas elektroda stainless steel pada zona plasma anodik serta pengaruh laju injeksi udara dan daya terhadap degradasi Remazol Red dan erosi anoda. Penelitian dilakukan dengan reaktor 1,2 L menggunakan variasi laju injeksi udara 0,6 lpm, 0,8 lpm, 1 lpm, 1,2 lpm, dan 1,5 lpm serta variasi daya 400 W, 500 W, dan 600 W dengan elektrolit K2SO4 0,02 M.  Pada penelitian ini, didapat hasil degradasi yang lebih baik oleh elektroda stainless steel dibandingkan tungsten. Dalam waktu 8 menit, stainless steel mampu mendegradasi sebanyak 94,73% sedangkan tungsten hanya mampu sebesar 84,54% dan ditinjau dari erosinya stainless steel hanya tergerus sebanyak 0,07 gr, sedangkan tungsten sebanyak 1,8 gr. Laju injeksi udara yang menghasilkan tingkat degradasi optimum adalah 1,2 Lpm dan variasi daya yang optimum untuk laju injeksi tersebut adalah 500 W. Persentase degradasi optimum Remazol Red mencapai 99,84%, sementara degradasi Pt-Co sebesar 99,16%, dan COD sebesar 84,16% pada konsentrasi awal limbah 200 ppm dan FeSO4 20 ppm. Produk samping yang didapat berupa amonia sebesar 0,438 mmol dan nitrat sebesar 1,736 mmol.

Plasma electrolysis is an AOP (Advanced Oxidation Process) method that can produce more hydroxyl radicals (OH•) and hydrogen radicals (H•). This study aims to determine the effectiveness of stainless steel electrodes in the anodic plasma zone and the effect of air and power injection rates on the degradation of Remazol Red and anode erosion. The research was conducted with a 1.2 L reactor using air injection rate variations of 0.6 lpm, 0.8 lpm, 1 lpm, 1.2 lpm and 1.5 lpm and power variations of 400 W, 500 W and 600 W with electrolyte K2SO4 0.02 M. In this study, better degradation results were obtained by stainless steel electrodes than tungsten. Within 8 minutes, stainless steel was able to degrade as much as 94.73%, while tungsten was only able to 84.54% and in terms of its erosion, stainless steel only eroded as much as 0.07 gr, while tungsten as much as 1.8 gr. The air injection rate that produces the optimum degradation rate is 1.2 Lpm and the optimum power variation for the injection rate is 500 W. The optimum degradation percentage of Remazol Red reaches 99.84%, while the degradation of Pt-Co is 99.16%, and COD of 84.16% at the initial waste concentration of 200 ppm and 20 ppm FeSO4. The by-products obtained were 0.438 mmol of ammonia and 1.736 mmol of nitrate."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erfin Yundra Febrianto
"Banyak jenis elektrolit padat yang dapat diunggulkan sebagai elektrolit padat pada system fuel cells seperti: zirkonia (ZrO2), E-alumina, thorium dan lain-lainnya. Problem utama elektrolit padat unggulan tersebut adalah dimana temperatur operasinya yang tinggi, seperti untuk zirkonia, temperatur operasi berkisar antara 600-1400°C. Sedangkan untuk thorium oksida (ThO2) temperatur operasinya berkisar antara 1000-1500°C. Bismut oksida sebagai bahan alternatif mampu beroperasi pada temperatur moderat (270-750°C) dengan nilai konduktivitas yang sebanding dengan zirkonia. Problem utama dari elektrolit padat selain bismut oksida ini adalah hanya mampu beroperasi pada temperatur diatas 500°C, sementara baik dalam riset di laboratorium maupun untuk aplikasi di industri atau yang lainnya, sering kali diperlukan fuel cell dengan temperatur operasi yang rendah (< 500°C).
Seperti telah disebutkan diatas bahwa elektrolit padat bismut oksida mampu beroperasi pada temperatur dibawah 500°C, jadi diharapkan elektrolit padat bismut oksida ini dapat menggantikan Zirkonia pada kondisi yang khusus (untuk operasi dibawah 500°C). Telah dilakukan penelitian pembuatan elektrolit padat yang mampu beroperasi pada temperatur yang lebih rendah tersebut yaitu dengan menggunakan bismut oksida sebagai bahan dasarnya, yang di doping dengan berbagai logam tambahan yaitu erbium oksida, yttrium oksida dan calsium oksida untuk menaikkan konduktivitas ionnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan logam-logam tersebut dapat menaikan nilai daya hantar ion oksigen dari elektrolit padat berbasis bismuth oksida hingga mencapai 100 kalinya dan dapat beroperasi pada temperature sekitar 600-800°C. Daya hantar ion oksigen tertinggi diperoleh pada penambahan 20% calsium oksida yang disinter pada temperatur 850°C selama 7 jam yaitu sebesar 18 x 104 /ohm cm. Sedangkan elektrolit padat berbasis bismuth oksida terbaik didapatkan pada penambahan 30 % mole yttrium oksida yang disinter pada temperature 1100° C selama 1 jam dengan nilai porositas 1,415 %."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Prihandoko
"Bahan elektrolit yang dapat menghantarkan Li-ion dipilih elektrolit padat LTAP (Lithium Titanium Alumunium Phospat) yang mempunyai konduktivitas sekitar 10^-4 S.cm^-1 . LTAP dibuat dengan metoda metalurgi serbuk mencampurkan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan (Li2CO3, TiO2, Al2O3 dan NH4HPO4) dihaluskan, dikalsinasi, kemudian dijadikan pelet dan disinter. Pelet LTAP akan digerus dan dihaluskan, kemudian dicampur dengan bahan galas dalam prasio berat 1:1 untuk membentuk slurry. Bahan gelas yang digunakan merupakan gelas jendela. Dengan metoda sheet casting dan sintering, slurry akan dibuat menjadi lembaran komposit galas elektrolit. Sintering dilakukan pada temperatur di alas temperatur transisi gelas. Kemudian lembaran elektrolit didinginkan secara cepat di suhu kamar. Variasi lama pemanasan dan penambahan Li2O dilakukan untuk meningkatkan konduktifitas lembaran elektrolit.

Electrolyte material with conductible Li-ionic is a solid-state electrolyte of LTAP (Lithium Titanium Aluminum Phosphate) that has conductivity of If T4 1. LTAP was produced by powder metallurgy method including mixing, calcinations and sintering process of these materials i.e. Li2CO3, TiO2, Al2O3 and NH4HPO4. The LTAP pellet is mixed with glass materials i.e., windows glasses to make a composite material with glasses as a matrix. The weight ratio of the mixing is 1: 1. The mixed slurry was malted a thin film composite by sheet casting method. Then the thin film is heated as a at temperature transition of glass. The heated composite then normal cooled in air, the addition of Li2O is to increase the conductivity of this composite."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resibois, Pierre M.V.
New York: Harper & Row, 1968
541.372 RES e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aditia Hermawan
"ABSTRAK
Material tembaga telah digunakan oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu pemakaian tembaga adalah sebagai pipa-pipa air untuk berbagai macam kebutuhan manusia. Seiring dengan kemajuan zaman, aplikasi tembaga makin meluas mengingat tembaga memiliki berbagai macam keunggulan seperti konduktivitas listrik yang sangat baik. Tembaga juga memiliki ketahanan korosi yang baik.
Salah satu aplikasi tembaga saat ini adalah sebagai pipa dalam kondenser atau alat penukar panas (heat exchanger). Pada aplikasi ini tembaga dilapisi dengan krom agar memiliki ketahanan korosi lebih baik. Media pendingin dari kondenser adalah air, termasuk air laut. Korosi yang diindikasikan adalah korosi pitting atau korosi galvanik. Korosi pitting disebabkan oleh penetrasi ion-ion Cf yang memecah lapisan pasif logam. Setelah lapisan pasif pecah, lubang-lubang (pits) akan mulai terbentukdan selanjutnya berkembang. Sedangkan korosi galvanik disebabkan oleh adanya dua logam tak sejenis yang tergandeng (coupled) atau dalam hal ini adalah tembaga dengan lapisan kromnya.
Ketahanan korosi pitting lapisan krom lebih tinggi daripada tanpa lapis krom atau tembaga biasa. Pada simulasi dengan menggunakan NaCl 3,5% sebagai representasi air laut dengan temperatur 27ºC dan 80ºC, tembaga yang dilapisi krom memiliki nilai potensial korosi yang lebih tinggi dari tembaga. Percobaan korosi galvanik dilakukan antara tembaga dengan lapisan krom. Hasil percobaan menunjukkan kemungkinan terjadinya korosi galvanik lebih tinggi daripada korosi pitting.

"
2001
S41512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Larasati
"Aluminium dan paduannya telah dieksplorasi secara ekstensif sebagai bahan dalam industri penerbangan, perkapalan, dan otomotif. Pada deret Volta, aluminium tergolong logam yang reaktif yang dapat terkorosi dalam lingkungan basah. Solusi paling efektif untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan melakukan pelapisan pada permukaannya. Metode pelapisan yang mutakhir pada aluminium adalah Plasma Electrolytic Oxidation (PEO). Dalam penelitian ini, PEO dilakukan pada substrat aluminum dengan elektrolit campuran 30 g/l Na2SiO3, 20 g/l KOH, dan 10 g/l trietanolamin (TEA) dengan rapat arus konstan 400 A/m3. Proses PEO divariasikan dengan dan tanpa ultrasonikasi. Optimasi waktu proses PEO dilakukan dengan variasi waktu 1, 3, dan 5 menit. Berdasarkan hasil analisis fasa XRD, hanya ditemukan fasa Al untuk semua sampel yang mengindikasikan lapisan PEO bersifat amorf. Penggunaan ultrasonikasi menghasilkan permukaan lapisan dengan porositas yang lebih tinggi hingga 23,44%, kecuali untuk sampel dengan durasi PEO 5 menit. Hasil EDS mendeteksi 7,73 at% lebih tinggi kandungan Si pada lapisan UPEO dibanding PEO. Durasi optimum PEO adalah 3 menit karena menghasilkan ketahanan korosi terbaik berdasarkan hasil analisis uji cyclic voltammetry (CV) yang menunjukkan nilai rapat arus korosi terendah ketika polarisasi positif dan negatif masing-masing yaitu 4,87 x 10-9 A.cm-2 dan 1,9 x 10-7 A.cm-2, nilai hambatan tertinggi yaitu 18638 Ω dan 1,79 x 108 pada hasil uji electrochemical impedance spectroscopy (EIS), dan nilai rata-rata hilang berat terendah yaitu 1,38 x 10-2 mg.cm-2 pada uji hilang berat. Ketahanan aus meningkat setelah pelapisan dengan PEO yang ditunjukkan oleh turunnya nilai spesifik abrasi masing-masing sebesar 28,91% dan 22,44% dibanding substrat.

Aluminum and its alloys have been extensively explored as a material in the aviation, shipping, and automotive industries. In the Voltaic series, aluminum is a reactive metal that corrodes in a wet environment. The most effective solution to overcome these shortcomings is by coating the surface. One of the latest coating method on aluminum is Plasma Electrolytic Oxidation (PEO). In this study, PEO was carried out on an aluminum substrate in a mixed electrolyte of 30 g/l Na2SiO3, 20 g/l KOH, and 10 g/l triethanolamine (TEA) with a constant current density of 400 A/m2. The PEO process was varied with and without ultrasonication. The optimation of the PEO process time is carried out at 1, 3, and 5 min. Based on the results of the XRD phase analysis, only the Al phase was found for all samples which indicated that the PEO layer was amorphous. The use of ultrasonication resulted in a layer surface with a higher porosity up to 23.44%, except for the sample with a PEO duration of 5 min. EDS results detected 7.73 at% higher Si content in the UPEO layer than PEO. The optimum duration of PEO is 3 min because it produces the best corrosion resistance based on the results of the cyclic voltammetry (CV) test analysis which shows the lowest corrosion current density when positive and negative polarization are 4,87 x 10-9 A.cm-2 dan 1,9 x 10-7 A.cm2,  respectively, the highest resistance values ​​are 18638 and 1.79 x 108 on the results of the electrochemical impedance spectroscopy (EIS) test, and the lowest average weight loss value is 1.38 x 10-2 mg.cm-2 in the weight loss test. The wear resistance increased after coating with PEO which was indicated by the decrease in specific abrasion values ​​of 28.91% and 22.44%, respectively, compared to the substrate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Akbar Reza
"Elektrolisis plasma menjadi metode sintesis green hydrogen dan hidrogen peroksida yang memisahkan air menjadi gas H2 dan O2 dengan plasma katodik pada tegangan di atas elektrolisis konvensional akibat rekombinasi radikal H• dan •OH. Laju erosi elektroda akibat suhu plasma yang tinggi menjadi keterbatasan pada proses ini sehingga Stainless Steel SS – 201 yang memiliki laju erosi lebih kecil dibandingkan tungsten (Lukkes, et al. 2006) diteliti efektivitasnya dari jumlah mmol produk, energi spesifik (Wr), dan laju erosi. Penelitian dilakukan dengan melakukan uji rancang bangun reaktor elektrolisis plasma dan karakterisasi arus tegangan untuk menentukan kondisi operasi menggunakan elektrolit NaOH 0,02 M dan Na2SO4 pada konduktivitas serupa, serta konsentrasi aditif metanol sebagai scavenger radikal •OH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SS – 201 memiliki erosi yang lebih kecil sebesar 0,07 gram dibandingkan tungsten sebesar 1,05 gram setelah 60 menit proses. Pembentukan lapisan oksida pasif SS – 201 menambah luas kontak elektroda dan menghasilkan gas H2 sebanyak 104,55 mmol dibandingkan tungsten sebanyak 94,95 mmol. Penelitian ini juga membandingkan pengaruh penggunaan NaOH dan Na2SO4 dengan konduktivitas serupa yang menunjukkan NaOH menghasilkan lebih banyak H2 dibandingkan Na2SO4 sebanyak 97,55 mol karena cenderung mengarah pada produksi hidrogen peroksida karena komposisi elektrolit yang mendorong pembentukan radikal •OH. Selain itu, pengaruh variasi metanol diuji yang menunjukkan bahwa penambahan aditif metanol tidak hanya berperan sebagai scavenger radikal •OH namun terdekomposisi akibat plasma menghasilkan gas hidrogen dan radikal H•.

Plasma electrolysis is a green hydrogen and hydrogen peroxide synthesis method that separates water into H2 and O2 gases with cathodic plasma at a voltage above conventional electrolysis due to the recombination of H• and •OH radicals. The electrode erosion rate due to high plasma temperature is a limitation in this process so that Stainless Steel SS – 201 which has a lower erosion rate than tungsten (Lukkes, et al. 2006) was examined for its effectiveness from the number of mmol of product, specific energy (Wr), and rate of erosion. The research was carried out by conducting design tests for plasma electrolysis reactors and characterizing current voltages to determine operating conditions using electrolytes of 0.02 M NaOH and Na2SO4 with similar conductivity, as well as the concentration of methanol additive as an •OH radical scavenger.
The results showed that SS-201 had less erosion of 0.07 gram compared to 1.05 gram of tungsten after 60 minutes of process. The formation of the SS-201 passive oxide layer increased the contact area of the electrodes and produced 104.55 mmol of H2 gas compared to 94.95 mmol of tungsten. This study also compared the effect of using NaOH and Na2SO4 with similar conductivity which showed that NaOH produced more H2 than Na2SO4 of 97.55 mmol because it tends to produce of hydrogen peroxide due to the electrolyte composition which encourages the formation of •OH radicals. In addition, the effect of methanol variations was tested which showed that the addition of additive methanol did not only act as an •OH radical scavenger but decomposed due to plasma to produce hydrogen gas and H• radicals.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>